Anda di halaman 1dari 10

ISSN 2442-3041

Math Didactic: Jurnal Pendidikan Matematika


Vol. 2, No. 3, September - Desember 2016
© STKIP PGRI Banjarmasin

HUBUNGAN HASIL BELAJAR DAN TINGKAT BERPIKIR KREATIF


SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Winda Agustina, Fahriza Noor


STKIP PGRI Banjarmasin
winda.agustina@stkipbjm.ac.id, fahrizanoor@stkipbjm.ac.id

Abstrak: Sebagai makhluk sosial, kegiatan siswa erat kaitannya dengan masalah dalam
kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, tak jarang siswa kesulitan mengatasi masalahnya karena
kurang kreatif dalam menggunakan pengetahuannya. Tidak hanya berfokus pada hasil belajar,
siswa hendaknya diberikan ruang untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir
kreatifnya. Studi ini meneliti hubungan antara hasil belajar dan tingkat berpikir kreatif siswa
SMP Negeri 22 Banjarmasin. Instrumen yang digunakan adalah soal pilihan ganda untuk
mengukur hasil belajar dan soal uraian untuk mengukur tingkat berpikir kreatif siswa. Data
hasil belajar dianalisis menggunakan teknik skor yang dikonversi ke nilai-nilai. Sedangkan
data berpikir kreatif siswa dikategorikan menurut tingkat berpikir kreatif, yaitu sangat kreatif
(4), kreatif (3), cukup kreatif (2), kurang kreatif (1), dan tidak kreatif (0). Selanjutnya, kedua
data diuji dengan analisis statistik nonparametrik menggunakan teknik korelasi Spearman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara hasil belajar dengan tingkat
berpikir kreatif siswa.

Kata kunci: Hasil Belajar, Kreatif, Berpikir, Matematika

Kurikulum 2013 menjadi harapan mengembangkan kemampuan berpikir


baru di dunia pendidikan Indonesia yang kreatifnya.
merupakan penyempurnaan dari kurikulum Sebagai makhluk sosial, kegiatan
sebelumnya. Penyempurnaan ini siswa tentunya sangat erat kaitannya
diharapkan memberikan dampak positif dengan masalah dalam kehidupan sehari-
bagi kualitas pendidikan Indonesia. Salah hari. Akan tetapi, tak jarang siswa kesulitan
satu ciri khas kurikulum 2013 adalah mengatasi masalahnya karena kurang
pendekatan saintifik yang meliputi proses kreatif dalam menggunakan
kegiatan mengamati, menanya, pengetahuannya. Wardani (2008)
mengeksplorasi, mengasosiasikan, dan mengatakan bahwa pembelajaran
mengkomunikasikan. Melalui kegiatan hendaknya mempersiapkan siswa yang
tersebut, siswa diberikan ruang untuk dapat memiliki kemampuan untuk

191
Hubungan Hasil Belajar dan Tingkat Berpikir Kreatif Siswa dalam Pembelajaran
Matematika 192

menyelesaikan permasalahan, kritis, dan Rising dalam Suherman dkk, 2003). Jadi,
kreatif dalam kondisi yang berwawasan dapat disimpulkan bahwa belajar
nasional, regional, dan global. matematika adalah kegiatan kompleks
SMP Negeri 22 Banjarmasin mengkonstruksi pengetahuan seseorang
dipilih dengan pertimbangan informasi sehingga membentuk pola pikir, pola
yang diperoleh dari guru SMP Negeri 22 koordinasi, dan pembuktian yang logis.
Banjarmasin bahwa hasil belajar Hasil belajar adalah pola-pola
matematika siswa tergolong rendah dan perbuatan, nilai-nilai, pengertian-
kreativitas siswa dalam membuat dan pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan
menyampaikan ide pemikirannya masih keterampilan (Suprijono, 2010). Hasil
sangat kurang. SMP Negeri 22 memiliki belajar berkaitan dengan pencapaian dalam
siswa yang heterogen dilihat dari memperoleh kemampuan sesuai dengan
banyaknya siswa laki-laki dan perempuan tujuan khusus yang direncanakan (Sanjaya,
yang seimbang, serta tingkat kemampuan 2008). Hasil belajar dimiliki siswa setelah
siswa yang beragam. Studi ini membahas menerima pengalaman belajarnya dan
tentang hubungan antara hasil belajar dan menjadi indikator keberhasilan yang
tingkat berpikir siswa. dicapai siswa dalam usaha belajarnya.
Belajar merupakan hal mendasar Benjamin S. Bloom berpendapat bahwa
untuk seseorang berkembang melakukan taksonomi (pengelompokan) tujuan
perubahan baik kognitif maupun tingkah pendidikan itu harus senantiasa mengacu
lakunya. Belajar menurut Gagne (Dimyati pada tiga jenis ranah yang melekat pada
& Mudjiono, 2006) merupakan kegiatan diri siswa, yaitu ranah proses berpikir
yang kompleks. Dalam teori (cognitive domain), ranah nilai atau sikap
kontruktivisme, belajar merupakan (affective domain), dan ranah keterampilan
konstruksi pengetahuan berdasarkan (psycomotor domain).
pengalaman dari individu (Krulik, Rudnick Menurut Bloom, ranah kognitif
& Milou, 2003). Sementara, Hudojo (2005) mencakup segala upaya yang menyangkut
menyatakan bahwa belajar merupakan kegiatan mental (otak). Dalam ranah
suatu proses aktif dalam memperoleh kognitif terdapat enam jenjang proses
pengalaman/pengetahuan baru sehingga berpikir mulai dari yang terendah sampai
menyebabkan perubahan tingkah laku. tertinggi, yaitu pengetahuan (knowledge),
Jadi, belajar dapat diartikan sebagai proses pemahaman (comprehension), penerapan
kompleks dari seseorang yang berkembang (application), analisis (analysis), sintesis
sehingga terjadi perubahan, baik kognitif (synthesis), dan evaluasi (evaluation).
maupun tingkah lakunya. Selanjutnya, pada ranah afektif berkaitan
Lebih lanjut, matematika dengan sikap dan nilai. Sedangkan ranah
merupakan pola berpikir, pola psikomotor berkaitan dengan keterampilan
mengkoordinasikan, dan pembuktian yang atau kemampuan bertindak setelah
logis. Matematika itu merupakan bahasa seseorang menerima pengalaman belajar
yang menggunakan istilah yang tertentu (Sudjono, 2011).
didefinisikan dengan cermat, jelas, dan Usaha belajar siswa terlihat pada
akurat, serta refresentasinya dengan simbol hasil belajarnya. Penilaian hasil belajar
mengenai ide atau gagasan (Johnson & menggambarkan sejauh mana penguasaan

Math Didactic: Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 2, No. 3, September - Desember 2016
193 Winda Agustina, Fahriza Noor

siswa terhadap materi yang telah dipelajari. ditandai dengan kemampuan berpikir
Kegiatan mengukur dan menilai sampai di kreatif.
manakah tujuan pembelajaran yang telah Hasil belajar tersebut dapat dilihat
dirumuskan sudah dapat dilaksanakan secara terpisah dengan kemampuan
disebut evaluasi (Sudijono, 2007). berpikir kreatif. Kemampuan berpikir
Pada pembelajaran yang terjadi di kreatif adalah kemampuan mencipta dan
sekolah atau khususnya di kelas, guru hasilnya berupa kreativitas, yaitu ide
adalah salah satu pihak yang bertanggung seseorang yang berpikir kreatif. Kreativitas
jawab atas hasilnya. Namun, pembelajaran lebih mengutamakan penemuan sesuatu
bukanlah satu-satunya faktor penentu hasil yang baru melalui proses. Pada dasarnya,
belajar (Arikunto, 2012). Terdapat semua siswa mampu untuk berpikir kreatif.
beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi Namun hanya sebagian yang dapat
rendahnya hasil belajar. Secara umum memanfaatkan kemampuan berpikir kreatif
faktor tersebut dikelompokkan menjadi yang dimilikinya.
dua, yaitu faktor internal dan faktor Torrance (dalam Filsaime, 2008)
eksternal. memandang berpikir kreatif sebagai
Syah (2014) mengelompokkan sebuah proses yang melibatkan unsur-
faktor-faktor yang mempengaruhi hasil unsur orisinalitas, kelancaran, fleksibilitas,
belajar ke dalam tiga kelompok yakni dan elaborasi. Kategori orisinalitas
sebagai berikut. mengacu pada keunikan dari respon apa
1. Faktor internal (faktor dari dalam pun yang diberikan. Elaborasi yaitu
diri siswa, yaitu keadaan atau kemampuan untuk menguraikan sebuah
kondisi jasmani dan rohani siswa. obyek tertentu, ditunjukkan oleh sejumlah
2. Faktor eksternal (faktor dari luar tambahan dan detail yang bisa dibuat untuk
siswa), yaitu kondisi lingkungan stimulus sederhana untuk membuatnya
sekitar siswa. lebih kompleks. Kelancaran ditunjukkan
3. Faktor pendekatan belajar dengan kemampuan menciptakan
(approach to learning), yaitu upaya segudang ide. Selanjutnya, fleksibilitas
belajar siswa yang meliputi strategi yaitu kemampuan untuk mengubah
dan metode belajar yang digunakan perangkat mentalnya ketika keadaan
siswa untuk mempelajari materi- memerlukan untuk itu, atau cenderung
materi pelajaran. memandang suatu masalah secara instan
Faktor tersebut dapat mendukung dari berbagai perspektif.
maupun menghambat keberhasilan belajar Berpikir kreatif menurut Winkel
siswa. Sebagian besar hasil belajar siswa (dalam Purwanto, 2003) merupakan
ditentukan oleh kemampuan intelektual tindakan berpikir yang menghasilkan
yang merupakan bagian dari faktor gagasan kreatif atau cara berpikir yang
internal. Namun dengan tuntutan baru, asli, independen, dan imajinatif.
pendidikan saat ini, siswa tidak hanya Tingkatan tertinggi dari kegiatan berpikir
dituntut mampu dalam intelektualnya yaitu kreatif, sedangkan tingkat paling
tetapi juga harus mampu mengembangkan rendah yaitu mengingat (Krathwol &
kemampuan berpikir kreatifnya. Salah satu Anderson, 2002; Krulick, Rudnick, Milou,
faktor internal tersebut adalah kreativitas 2003). Oleh karena itu, berpikir kreatif
yang dimiliki siswa itu sendiri yang sering disebut dengan berpikir tingkat

Math Didactic: Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 2, No. 3, September - Desember 2016
Hubungan Hasil Belajar dan Tingkat Berpikir Kreatif Siswa dalam Pembelajaran
Matematika 194

tinggi. Berpikir kreatif dapat diukur dengan Silver (1997) menyebutkan bahwa
pendekatan kemampuan kognitif. ada 3 indikator siswa dapat dikatakan
Berpikir kreatif merupakan sebuah kreatif ketika menyelesaikan suatu masalah
proses pemecahan masalah. Torrance yaitu kefasihan (fluency), fleksibel
menyebutkan ada enam tahap proses (flexibility), dan kebaruan (novelty).
pemecahan masalah ketika seseorang Adapun deskripsi setiap indikator
berpikir kreatif, yaitu (1) merasakan diuraikan sebagai berikut.
masalah-masalah dan mengumpulkan
informasi, (2) kesulitan-kesulitan Tabel 1. Indikator Berpikir Kreatif Siswa
didefinisikan, (3) mencari dan menduga Indikator Deskripsi
solusi-solusi, (4) menguji dan menguji Kefasihan Siswa dapat menyelesaikan
kembali solusi-solusi, (5) (fluency) soal dengan jawaban yang
menyempurnakan solusi-solusi, dan (6) beragam.
mengkomunikasikan hasil-hasil. Keenam Fleksibel Siswa dapat menyelesaikan
proses tersebut dapat terjadi secara utuh (flexibility) soal lebih dari satu cara
tergantung pada faktor internal di dalam penyelesaian
dirinya. Sedangkan Wallach Kebaruan Siswa dapat menyelesaikan
menggambarkan proses berpikir kreatif (novelty) soal dengan cara yang belum
pada bagan berikut. pernah diselesaikan siswa
lainnya.

Kelancaran dalam berpikir kreatif


yaitu kemampuan mencetuskan banyak
gagasan maupun jawaban yang beragam.
Siswa yang lancar berpikir kreatif
cenderung memberikan beberapa alternatif
Gambar 1. Tahap Proses Berpikir Kreatif jawaban. Fleksibel dalam berpikir kreatif
yaitu kemampuan menghasilkan alternatif
Pada tahap persiapan, sebuah gagasan dari sudut pandang berbeda-beda.
masalah dideteksi dengan data dan Fleksibel memungkinkan siswa mampu
informasi relevan diidentifikasi. Tahap mengubah pendekatan atau cara pemikiran
kedua, inkubasi, sangat penting untuk dengan mudah. Kebaruan dalam berpikir
meninggalkan masalah sendirian, berpikir kreatif yaitu kemampuan melahirkan
keras, dan mempertimbangkan masalah ungkapan baru yang unik dan memikirkan
tersebut. Tahap ketiga, muncullah ide atau cara yang tidak lazim (Munandar, 1990).
titik terang untuk solusi dari masalah. Pada Selanjutnya, ketiga indikator tersebut
tahap verifikasi, solusi diuji, apakah solusi menjadi penentu 5 tingkat berpikir kreatif
tersebut dapat digunakan atau tidak. Inilah siswa, yaitu (0) tidak kreatif, (1) kurang
tahapan yang penting karena kemampuan kreatif, (2) cukup kreatif, (3) kreatif, dan
untuk mengenal masalah ketika (4) sangat kreatif. Adapun tingkatan
menemukan solusi yang cocok adalah berpikir kreatif tersebut diadaptasi dari
aspek vital dari berpikir kreatif (Filsaime, Siswono (2011) yang diuraikan ke dalam
2008). Tabel 2 berikut.

Math Didactic: Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 2, No. 3, September - Desember 2016
195 Winda Agustina, Fahriza Noor

Tabel 2. Kategori Tingkat Berpikir Kreatif Analisis data hasil belajar


Tingkat Indikator menggunakan teknik penskoran. Hasil skor
Berpikir
Kefasihan Fleksibel Kebaruan dikonversi ke dalam bentuk nilai dengan
Kreatif
4 √ √ √ menggunakan rumus Sudijono (2009)
(sangat - √ √ berikut.
kreatif) ℎ
= × 100
3 √ - √ ℎ
(kreatif) √ √ -
Nilai yang telah dikonversi
2 - √ -
(cukup - - √ selanjutnya diberikan interpretasi sesuai
kreatif) dengan tabel berikut.
1 √ - -
(kurang Tabel 3. Interpretasi Hasil Belajar
kreatif) Nilai Keterangan
0 - - -
(tidak kreatif)
80 – 100 Baik Sekali
66 – 79 Baik
56 - 65 Cukup
46 – 55 Kurang
Metode Penelitian 0 – 45 Gagal

Studi ini menyelidiki hubungan hasil


Sedangkan analisis tingkat berpikir
belajar dan tingkat berpikir kreatif siswa
kreatif siswa menggunakan rubrik
yang menurut definisi Creswell (2012)
penilaian sesuai dengan Tabel 2.
termasuk penelitian kuantitatif.
Selanjutnya, untuk melihat hubungan
Pengambilan data dilaksanakan di kelas 7A
antara hasil belajar dan tingkat berpikir
SMP Negeri 22 Banjarmasin sebanyak 33
kreatif siswa dilakukan dengan analisis
orang siswa pada akhir tahun ajaran
statistik nonparametrik menggunakan
2015/2016. Pembelajaran sebelum
teknik analisis korelasi Spearman berikut
diberikan tes menggunakan Pembelajaran
(Hadi, 2015).
Berbasis Masalah (PBM) yang terintegrasi
dengan pendekatan saintifik sebanyak 3 6∑
ℎ ( )= 1−
kali pertemuan. ( − 1)
Adapun instrumen yang digunakan Dimana:
adalah soal untuk melihat hasil belajar, soal : koefisien korelasi
untuk mengukur tingkat berpikir kreatif d: perbedaan antara pasangan jenjang
siswa, dan rubrik penilaiannya. Seluruh n: jumlah pasangan
instrumen yang digunakan telah divalidasi Pengujian hubungan antara hasil
oleh dosen senior IAIN Antasari belajar dan tingkat berpikir kreatif siswa
Banjarmasin. Tes untuk hasil belajar dilakukan dengan bantuan perangkat lunak
menggunakan 10 soal pilihan ganda, SPSS.
sedangkan tes untuk tingkat berpikir kreatif
menggunakan 2 masalah berupa uraian
yang memungkinkan siswa menjawab Hasil dan Pembahasan
dengan cara penyelesaian yang banyak dan
Pembelajaran yang dilaksanakan
jawaban yang berbeda.
menggunakan pendekatan Pembelajaran

Math Didactic: Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 2, No. 3, September - Desember 2016
Hubungan Hasil Belajar dan Tingkat Berpikir Kreatif Siswa dalam Pembelajaran
Matematika 196

Berbasis Masalah (PBM) terintegrasi


dengan pendekatan saintifik. Untuk
melihat hubungan antara hasil belajar dan
tingkat berpikir siswa, pembelajaran
dilaksanakan sebanyak 3 kali pertemuan.
Pelaksanaan tes berjalan lancar dan tertib.
Situasi pelaksanaan tes terlihat pada Gambar 3. Hasil Uji Normalitas
Gambar 1 berikut.
Hasil uji normalitas menunjukkan
bahwa hasil belajar siswa berada di bawah
signifikansi 5%. Hal ini mengindikasikan
bahwa data hasil belajar tidak berdistribusi
normal.
Sedangkan data tingkat berpikir
kreatif siswa yang diperoleh telah
diuraikan pada tabel berikut.
Tabel 5. Tingkat Berpikir Kreatif Siswa
Tingkat Banyak Siswa
Gambar 1. Situasi Pelaksanaan Tes Berpikir Keterangan Masalah Masalah
Kreatif 1 2
Sangat
Siswa menyelesaikan 10 soal pilihan 4 0 0
Kreatif
ganda dan 2 masalah berupa soal uraian. 3 Kreatif 2 1
Hasil belajar siswa yang diperoleh melalui Cukup
2 0 0
tes hasil belajar menunjukkan rata-rata Kreatif
nilai 59,39. Data hasil belajar tersebut Kurang
1 26 11
Kreatif
dikelompokkan ke dalam beberapa interval
Tidak
nilai pada tabel berikut. 0 5 21
Kreatif
Tabel 4. Hasil Belajar Siswa
Interval Nilai Banyak Siswa Tabel 5 di atas menunjukan tingkat
80 – 100 4 berpikir kreatif siswa didominasi oleh
66 – 79 3 tingkat kurang kreatif dan sisanya berada
56 - 65 2 pada tingkat kreatif dan tidak kreatif.
46 – 55 7 Untuk melihat hubungan hasil
0 – 45 17 belajar dan tingkat berpikir kreatif siswa
dalam menyelesaikan masalah 1 dan 2 diuji
Hasil belajar siswa didominasi pada menggunakan korelasi Spearman. Hasil
interval nilai 0-45 yaitu sebanyak 17 orang pengujian korelasi hasil belajar dengan
siswa atau sebesar 52%. Dan sisanya tingkat berpikir kreatif siswa pada masalah
tersebar pada interval nilai lainnya. 1 adalah sebagai berikut.
Selanjutnya, dilakukan uji normalitas pada
data hasil belajar siswa. Adapun hasil
pengujiannya adalah sebagai berikut.

Math Didactic: Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 2, No. 3, September - Desember 2016
197 Winda Agustina, Fahriza Noor

memiliki potensi berpikir kreatif,


meskipun masih dalam tingkatan terendah.
Tinggi rendahnya hasil belajar siswa tidak
dapat menjadi acuan untuk menentukan
tingkat berpikir kreatif siswa.
Berdasarkan hasil wawancara
dengan guru matematika, siswa tidak
terbiasa menyelesaikan masalah
Gambar 4. Uji Korelasi dengan Masalah 1 matematika yang bersifat terbuka. Siswa
terbiasa diberikan soal-soal rutin yang ada
Hasil pengujian menunjukkan nilai di dalam buku teks. Perlu adanya
korelasi sebesar -0,033. Hal ini pemberian stimulus secara
mengindikasikan bahwa tidak terdapat berkesinambungan agar siswa dapat
hubungan antara hasil belajar dan tingkat mengeksplor kreativitasnya dalam
berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan menyelesaikan masalah matematika
masalah 1. Sedangkan hasil pengujian melalui pembelajaran berbasis masalah
korelasi hasil belajar dengan tingkat yang terintegrasi pendekatan saintifik. Hal
berpikir kreatif siswa pada masalah 2 inilah yang menjadi salah satu pemicu hasil
adalah sebagai berikut. TIMSS dan PISA yang diperoleh siswa
Indonesia rendah (Lihat TIMSS, 2011 &
OECD, 2012).
Berdasarkan pemikiran para ahli
tentang proses berpikir kreatif, jika
diupayakan untuk mengembangkannya
maka akan berdampak positif pada hasil
belajar matematika yang memuaskan.
Sehingga siswa memerlukan bantuan,
Gambar 5. Uji Korelasi dengan Masalah 2
dalam hal ini adalah guru, untuk membantu
Hasil menunjukkan nilai korelasi mengembangkan kemampuan berpikir
sebesar -0,054. Hal ini juga kreatifnya dalam menyelesaikan masalah.
mengindikasikan bahwa tidak terdapat Hal ini sangat mungkin, karena pada
hubungan antara hasil belajar dan tingkat dasarnya setiap siswa mempunyai potensi
berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan untuk dapat berpikir kreatif. Semua orang
masalah 2. Dengan melihat kedua hasil uji mempunyai kemampuan berpikir kreatif,
korelasi, secara keseluruhan dapat meskipun tidak semuanya mampu
disimpulkan bahwa tidak terdapat menggunakan dan mengembangkannya
hubungan antara hasil belajar dan tingkat secara penuh (Efendi, 2005).
berpikir kreatif siswa. Filsaime (2008) berpendapat, guru
Berdasarkan kesimpulan bahwa hendaknya mengidentifikasi faktor-faktor
tidak adanya hubungan antara hasil belajar yang menghalangi ekspresi-ekspresi
dan tingkat berpikir kreatif siswa kreatif siswa, seperti ketakutan akan
mengindikasikan bahwa siswa yang kegagalan, terlalu menekankan pada
berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah evaluasi, dan motivasi internal, serta
menemukan cara-cara untuk

Math Didactic: Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 2, No. 3, September - Desember 2016
Hubungan Hasil Belajar dan Tingkat Berpikir Kreatif Siswa dalam Pembelajaran
Matematika 198

menghilangkan penghalang-penghalang dilakukan oleh guru menuju pembelajaran


dari daya berpikir kreatif. Ekspresi kreatif yang dapat menggali potensi-potensi siswa
yang tidak terhalang adalah langkah utama Indonesia untuk berpikir tingkat tinggi.
dan pertama untuk meningkatkan daya Salah satunya yaitu berpikir kreatif.
berpikir kreatif siswa. Langkah kedua,
guru hendaknya memperkenalkan asal-
Simpulan dan Saran
usul proses kreatif agar siswa menyadari
bahwa mereka mampu berpikir kreatif. Simpulan
Langkah ketiga, guru hendaknya Simpulan dalam penelitian ini adalah
menjelaskan strategi agar berpikir kreatif tidak terdapat hubungan antara hasil
menjadi efektif, misalnya brainstorming, belajar siswa dengan tingkat berpikir
pemetaan pikiran, dan berpikir secara kreatif siswa.
menyamping agar siswa dapat Saran
menerapkannya dalam proses belajar dan Adapun saran dalam penelitian ini
berpikir. Langkah terakhir adalah adalah sebagai berikut.
memberikan ruang kepada siswa untuk (1) Perlunya tes isian objektif untuk
mengekspresikan daya berpikir kreatifnya. mengukur hasil belajar siswa agar
Selain itu, guru hendaknya mengurangi jawaban siswa dengan
merangsang terbentuknya proses berpikir tebak-menebak.
kreatif siswa melalui kebiasaan-kebiasaan (2) Perlunya jenis tes berpikir kreatif
positif siswa di sekolah seperti bersifat lainnya untuk melihat hubungan antara
terbuka mengutarakan sesuatu, berani hasil belajar dan tingkat berpikir
mencoba hal-hal baru, menyukai berbagai kreatif siswa.
tantangan, mengolah sesuatu, bersifat Perlunya penelitian lanjutan untuk
imajinatif, dan menyukai variasi dengan menelusuri faktor-faktor yang
demikian, jika semua langkah di atas mempengaruhi hasil belajar dan tahapan
dilakukan maka ekspresi kreatif siswa akan proses berpikir kreatif siswa dalam
muncul. Harapan guru bahwa siswa tidak menyelesaikan masalah matematika.
hanya memberikan hasil belajar yang baik,
tetapi juga sejalan dengan memiliki tingkat
berpikir kreatif yang baik dapat tercapai. Ucapan Terima Kasih
Meskipun demikian, penerapan
Terima kasih yang sebesar-
kurikulum 2013 yang memuat pendekatan
besarnya kepada Direktorat Jenderal
saintifik adalah baik untuk diterapkan pada
Penguatan Riset dan Pengembangan
sekolah-sekolah di Indonesia. Namun,
KEMENRISTEKDIKTI yang telah
perlu proses panjang untuk menjadikan
memberikan hibah dana untuk pelaksanaan
siswa terbiasa dalam pembelajaran
penelitian ini pada tahun 2016.
berbasis masalah yang melibatkan siswa
untuk berdiskusi, berkelompok dan
menggali informasi dari berbagai sumber
untuk bisa menyelesaikan masalah. Hal ini
sebagai hasil dari transformasi
pembelajaran konvensional yang

Math Didactic: Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 2, No. 3, September - Desember 2016
199 Winda Agustina, Fahriza Noor

Daftar Pustaka TIMSS 2011 International Results in


Science. USA: TIMSS & PIRLS
Arends, Richard. 2012. Learning to Teach: International Study Center, Lynch
Nineth Edition. USA: Mcgraw-Hill School of Education.
Companies Inc.
Munandar, S. C. U. 1990. Mengembangkan
Arikunto, Suharsimi. 2012. Dasar-dasar Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah:
evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Petunjuk bagi Para Guru dan Orang
Aksara. Tua. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Creswell, John. 2012. Educational
Research: Planning, conducting, and Purwanto M, Ngalim. 2003. Psikologi
evaluating quantitative and Pendidikan. Bandung: PT Remaja
qualitative research. Boston: Rosdakarya.
Pearson.
Sanjaya, W. Strategi Berorientasi Standar
Dimyati & Mudjiono. 2006. Belajar dan Proses Pendidikan. Jakarta:
Pembelajaran. Jakarta: Rineka Kencana.
Cipta.
Syah, Muhibbin. 2014. Psikologi
Filsaime, Dennis K. 2008. Menguak Pendidikan dengan Pendekatan
Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Baru. Bandung: Rosdakarya.
Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Silver, Edward A. 1997. Fostering
Efendi, Agus. 2005. Revolusi Kecerdasan Creativity Through Instruction Rich
Abad 21. Bandung: Alfabeta. in Mathematical Problem Solving
and Thinking in Problem.
Hadi, Sutrisno. 2015. Statistik.
International Reviews on
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mathematical Education, 29(3): 75-
Hudojo, Herman. 2005. Pengembangan 80.
Kurikulum dan Pembelajaran
Siswono, Tatag Yuli Eko. "Level of
Matematika. Malang: Universitas
Student's Creative Thinking in
Negeri Malang Press.
Classroom Mathematics."
Krathwol & Anderson. 2002. A Revision of Educational Research and Reviews
Bloom Taxonomy: an Overview. 6.7 (2011): 548-553.
United States: The. H.W. Wilsson
Sudijono, A. 2007. Pengantar Evaluasi
Company.
Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo
Krulik, S., & Rudnick, J.A. 1987. Problem Persada.
Solving: A handbook for teachers.
Sudjono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi
Boston: Allyn and Bacon.
Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Martin, Michael O., Mullis, Ina V.S., Foy,
Pierre. & Stanco, Gabrielle M. 2012.

Math Didactic: Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 2, No. 3, September - Desember 2016
Hubungan Hasil Belajar dan Tingkat Berpikir Kreatif Siswa dalam Pembelajaran
Matematika 200

Suherman, Erman, dkk. 2003. Strategi Wardani, L. K. 2003. Berpikir Kritis


Pembelajaran Matematika Kreatif (Sebuah Model Pendidikan di
Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara. Bidang Desain Interior), (online),
(http//digilib.petra.ac.id, diakses 20
Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Oktober 2008).
Learning. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.

Math Didactic: Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 2, No. 3, September - Desember 2016

Anda mungkin juga menyukai