PJB
PJB
PADA ANAK
OLEH :
2019
KATA PENGANTAR
Krikilan, 10
September 2019
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Congenital heart diseases ( CHD ) atau penyakit jantung bawaan merupakan
kelainan yang sering ditemukan, yaitu 10% daei seluruh kelainan bawaan dan
sebagau penyebab utama kematian pada neonates. Perkembangan di bidang
diagnostic, tatalaksana medikamentosa dan teknik intervensi non bedah
maupun bedah jantung dalam 40 tahun terakhir memberikan harapan hidup
sangat besar pad neonates dengan CHD yang kritis. Bahkan dengan
perkembangan ekokardiografi fetal, telah dapat dideteksi defek anatomi
jantung, distritmia serta disfungsi miolard pada masa janin. Di bidang
pencegahan terhadap timbulnya gangguan organosgenesis jantung pada masa
janin sampai saat ini masih belum memuaskan, walaupun sudah dapat
diindentifikasi adanya multifactor yang saling berinteraksi yaitu factor genetic
dan lingkungan. Penyakit jantung congenital bisa terjadi kepada anak-anak di
dunia tanpa melihat kedudukan social ekonomi. Kejadia ini berlaku antara 8-20
kesehatan bagi setiap 1000 kelahiran hidup. Penyakit jantung congenital
merupakan 42 % dari keseluruhan kecacatan kelahiran . sebaguan besar dari
kematian bayi akibat kecacatan kelahiran adalah disebabkan oleh
keabnormalan jantung. Mengikuti peraturan Amerika, pada tahun 1992,
kecacatan kelahiran. Kira-kira 40.000 bayi yang dilahirkan setiap tahun
mendapata kecacatan jantung . congenital heart disease ( CHD ) yang berat dan
tidak diatasi segera akan menimbulkan kegawat dan kematian pada masa awal
kehidupan bayi. Selain factor tenaga dan fasilotas medis yang terbatas, problem
financial banyak menjadi penyebab bayi-bayi CHD tak dapat hidup.
Kebanyakan orang tua bayi CHD adalah pasangan muda yang ekonominya
masih rendah. Insiden penyakit jantung bawaan di dunia diperkirakan 8/1000
kelahiran hidup (muttaqin, 2009).
2
B. Batasan Masalah
Masalah ini dibatasi pada Asuhan Keperawatan pada klien dengan penyakit
penyakit jantung bawaan.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep teori dari penyakit penyakit jantung bawaan?
2. Bagaimana pengkajian keperawatan klien dengan penyakit penyakit
jantung bawaan?
3. Bagaimana diagnosa keperawatan klien penyakit penyakit jantung
bawaan?
4. Bagaimana intervensi keperawatan klien penyakit penyakit jantung
bawaan?
D. Tujuan
1. Tujuan umum
Diharapkan dapat memahami dan menegetahui tentang konsep teori dan
asuhan keperawatan penyakit jantung bawaan.
2. Tujuan Khusus
a) Mahasiswa mampu mengetahui konsep penyakit penyakit jantung
bawaan .
b) Mahasiswa mampu mengetahui pengkajian pada pasien dengan
penyakit penyakit jantung bawaan.
c) Mahasiswa mampu mengetaui diagnosa keperawatan pada pasien
dengan penyakit penyakit jantung bawaan.
d) Mahasiswa mampu mengetahui intervensi keperawatan pada pasien
dengan penyakit penyakit jantung bawaan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Penyakit jantung congenital atau penyakit jantung bawaan ( PJB ) adalah
sekumpulan malformasi atruktur jantung atau pembuluh darah besar yang
telah ada sejak lahir. Penyakit jantung bawaan yang kompleks terutama pada
bayi dan anak. Apabila tidak dioperasi, kebanyakan akan meninggal pada
waktu bayi. Oleh karena itu penyakit jantung bawaan yang ditemukan pada
orang dewasa menunjukkan bahwa klien tersebut mampu melalui seleksi
alam, atau telah mengalami tindakan oprasi dini pada usia muda. Hal ini
pulalah yang menyebabkan perbedaan pada penyakit jantung bawaab pada
anak dan pada orang dewasa [ CITATION Ari09 \l 1033 ]
PJB adalah penyakit yang dibawa oleh anak sejak ia dilahirkan akibat
proses pembentukan jantung yang kurang sempurna. Proses pembentukan
jantung ini terjadi pada awal pembuahan (konsepsi). Pada waktu jantung
mengalami proses pertumbuhan di dalam kandungan, ada kemungkinan
mengalami gangguan. Gangguan pertumbuhan jantung pada janin ini
terjadi pada usia tiga bulan pertama kehamilan, karena jantung terbentuk
sempurna pada saat janin berusia empat bulan [CITATION DrK17 \p 35 \l
1033 ]
4
2. Etiologi
Penyebab penyakit jantung congenital berkaitan dengan kelainan
perkembangan embriotonik, pada usia lima sampai delapan minggu, jantung
dan pembuluh darah besar dibentuk. Penyebab utama terjadinya penyakit
jantung congenital belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa
faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian
penyakit jantung bawaan :
a. Faktor Prenatal
2. Ibu alkoholisme
9. Faktor genetik
5
3) lahir dengan kelainan bawaan yang lain. [ CITATION Ril13 \l
1033 ]
4. Klasifikasi
PJB dapat dibagi atas dua golongan besar, yaitu :
6
Adanya penyempitan pada katup pulmonal
5) Koarktasio aorta ( coarctatio aorta-CA)
Kelainan pada koartasi aorta, aorta berkontriksi dengan beberapa cara.
Kontriksi mungkin proksimal atau distal terhadap duktus arteriosus.
Kelainan pada kontriksi berat. Untuk itu, penting melakukan skrening
anak saat memeriksa kesehatannya, khususnya bila anak mengikuti
olahraga.
5. Patofisiologi
Stenosis pulmonalis, tahanan yang merintangi aliran darah yang
menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan. Jika terjadi kegagalan ventrikel
kanan, tekanan atrium kanan akan meningkat dan keadaan ini akan
mengakibatkan terbukanya kembali foramen ovale sehingga darah miskin
oksigen memintas kedalam atrium kiri dan terjadi sianosis sistemik. Defek
penyerta seperti paten ductus arteriosus akan menghasilkan kompensasi
parsial yang mengimbangi obstruksi tersebut melalui pemintasan aliran
darah dari aorta ke arteri pulmunalis dan dalam paru. [ CITATION Won09 \l
1033 ]
7
Bila katup pulmonal dan sekitarnya normal, volume aliran darah yang
memulai katup pulmonal sama dengan yang melalui katup aorta. Bila
komisura dari ketiga katup ini melekat satu sama lain maka pada waktu
systole, katup tidak dapat membuka dengan baik. Akibatnya tahanan pada
katupnaik, dan ini akan menaikkan tekanan pada ventrikel. Otot-otot
ventrikel kanan hipertrofi terutama m.supraventrikularis. alibatnya saluran
infundibulum menyempit dan tentunya keadaan stenosis tambah berat.
Hipertrofi ventriekl kanan akibat stenosis pulmonal adalah hipertrifi
ventrikel kanan tipe tekanan atau disebut pressure overload atau systole
overload.
Struktur pada saluran keluar aorta menimbulkan tahann yang merintangi
ejeksi darah dari ventrikel kiri. Beban kerja ekstra yang ditanggung oleh
ventrikel kiri menyebabkan hipertrifi. Jika terjadi gagal ventrikel kiri,
tekanan atrium kiri akan meningkat, keadaan ini akan menyebabkan
penigkatan tekanan dalam vena pulmonalis sehingga timbul kongesti
vascular pulmonalis [ CITATION Won09 \l 1033 ]
Kardiomiopati hipertrofik – pergerakan lembar anterior katup mitral
abnormal selama fase sistolik. Keadaan tersebut mengakibatkan bulging
hipertrofi pada septum interventrikuler, yang akhirnya mengakibatkan
hambatan aliran darah keluar, dan pada saat yang sama terjadi regurgitasi
mitral.
Defek septum ventricular ditandai dengan adanya hubungan septal yang
memungkinkan darah mengalir langsung antar ventrikel, biasanya dari kiri
ke kanan. Diameter defek ini bervariasi dari 0,5 – 3,0 cm.
Ukuran fisik defek adalah besar, tetapi bukan satu-satunya yang
menentukan besar shunt dari kiri ke kanan. Besar shunt juga ditentukan
oleh tingkat tahanan vaskuler pulmonal dibanding dengan tahanan
vaskuler sistemik. Bila ada komunikasi kecil (biasanya <0,5 cm2), defek
disebut restriktif (membatasi)dan tekanan ventrikel kanan normal. Tekanan
yang lebih tinggi di ventrikel kiri mendorong shunt dari kiri ke kanan;
namun, ukuran defek membatasi besarnya shunt. Pada defek besar
8
nonrestriktif (biasanya >1,0 cm2), tekanan ventrikel kanan dan kiri
seimbang. Pada defek ini, arah dan besar shunt ditentukan oleh rasio
tahanan vaskuler pulmonal terhadap sistemik. Darah kaya oksigen
bercampur dengan darah miskin oksigen. Sehingga jantung memompa
sebagian darah miskin oksigen ke tubuh dan juga darah kayaoksigen
dipompa jantung ke paru. Ini berarti kerja jantung tidak efisien
Kadangkala VSD dapat menutup sendiri. Jika VSD besar biasanya selalu
harus dioperasi..VSD ini tergolong Penyakit Jantung bawaan (PJB)
nonsianotik dengan vaskularisasi paru bertambah. VSD ini memiliki sifat
khusus,yaitu: shunt pada daerah ventrikel, aliran darah pada arteri
pulmonalis lebih banyak, tidak ada sianosis. Defek septum ventrikel biasa
sebagai defek terisolasi dan sebagai komponen anomali gabungan. Lubang
biasanya tunggal dan terletak pada bagian membranosa septum. Gangguan
fungsional lebih tergantung pada ukurannya dan keadaan bantalan vaskuler
paru, dari pada lokasi defek.
Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui
defek sekat ini. Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada
atrium kiri dan kanan tidak begitu besar (tekanan pada atrium kiri 6 mmHg
sedang pada atrium kanan 5 mmHg)
Adanya aliran darah menyebabkan penambahan beban pada ventrikel
kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt
besar, maka volume darah yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali
dari darah yang melalui aorta.
Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan
arteri pulmonalis. Maka tekanan pada alat–alat tersebut naik., dengan
adanya kenaikan tekanan, maka tahanan katup arteri pulmonalis naik,
sehingga adanya perbedaan tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat adanya
perbedaan tekanan ini, timbul suatu bising sistolik ( jadi bising sistolik
pada ASD merupakan bising dari stenosis relative katup pulmonal ).
9
Juga pada valvula trikuspidalis ada perbedaan tekanan, sehingga disini
juga terjadi stenosis relative katup trikuspidalis sehingga terdengar bising
diastolic.
Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri
pulmonalis, maka lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri
pulmunalis dan akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan
yang permanen. Tapi kejadian ini pada ASD terjadinya sangat lambat ASD
I sebagian sama dengan ASD II. Hanya bila ada defek pada katup mitral
atau katup trikuspidal, sehingga darah dari ventrikel kiri atau ventrikel
kanan mengalir kembali ke atrium kiri dan atrium kanan pada waktu
systole.Keadaan ini tidak pernah terjadi pada ASD II.
Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang
mengandung oksigen dari Atrium Kiri mengalir ke Atrium Kanan tetapi
tidak sebaliknya. Aliran yang melalui defek tersebut merupakan suatu
proses akibat ukuran dan complain dari atrium tersebut.Normalnya setelah
bayi lahir complain ventrikel kanan menjadi lebih besar daripada
ventrikelkiri yang menyebabkan ketebalan dinding ventrikel kanan
berkurang. Hal ini juga berakibat volume serta ukuran atrium kanan dan
ventrikel kanan meningkat. Jika complain ventrikel kanan terus menurun
akibat beban yang terus meningkat shunt dari kiri kekanan bisa berkurang.
Pada suatu saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi akibat penyakit
vaskuler paru yang terus bertambah berat. Arah shunt pun bisa berubah
menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak
mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan
sianosis
10
6. Komplikasi
a. Sindrom Eisenmenger. Komplikasi ini terjadi pada PJB non-sianotik
yang menyebabkan aliran darah ke paru yang meningkat. Akibatnya lama
kelamaan pembuluh kapiler di paru akan bereaksi dengan meningkatkan
resistensinya sehingga tekanan di arteri pulmonal dan di ventrikel kanan
meningkat. Jika tekanan di ventrikel kanan melebihi tekanan di ventrikel
kiri maka terjadi pirau terbalik dari kanan ke kiri sehingga anak mulai
sianosis. Tindakan bedah sebaiknya dilakukan sebelum timbul komplikasi
ini.
11
b. Serangan sianotik. Komplikasi ini terjadi pada PJB sianotik. Pada saat
serangan anak menjadi lebih biru dari kondisi sebelumnya, tampak sesak
bahkan dapat timbul kejang. Kalau tidak cepat ditanggulangi dapat
menimbulkan kematian.
c. Abses otak.Abses otak biasanya terjadi pada PJB sianotik. Biasanya
abses otak terjadi pada anak yang berusia di atas 2 tahun. Kelainan ini
diakibatkan adanya hipoksia dan melambatnya aliran darah di otak. Anak
biasanya datang dengan kejang dan terdapat defisit neurologis.
7. Pemeriksaan penunjang
a. USG (utrasonography) dada yang digunakan untuk menentukan besar
jantung, bentuknya vaskularisasi paru, dan mengetahui keadaan thymus,
trakhea, dan esophagus.
b. EKG (elektro kardiografi) berguna untuk mengetahui adanya aritmia atau
hipertofi.
c. Echo Kardiografi berguna untuk mengetahui hemodinamik dan anatomi
jantung
d. Kateterisasi dan angiografi untuk mengetahui gangguan anatomi jantung
yang dilakukan dengan tindakan pembedahan
e. Pemeriksaan laoratorium biasanya pemeriksaan darah untuk serum
elektrolit, Hb, [ CITATION Ari13 \l 1033 ]
8. Penatalaksanaan
a. Terapi Farmakologi
Tujuan terapi farmakologi adalah untuk mengurangi morbiditas dan
untuk mencegah komplikasi, dengan pertimbangan terapi berikut ini:
b. Tumor necrosis factor (TNF) inhibitirs. Agen ini mencegah sitokin
endogen dari mengikat ke reseptor permukaan sel dan mengarahkan
aktivitas biologis.
c. Immunomodulators. Agen ini mengatur faktor-faktor kunci dari system
kekebalan.
12
pengguna jangka panjang dapat menyebabkan efek samping[ CITATION
Ari13 \l 1033 ]
13
A. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Perlu diketahui usia berapa gejala mulai timbul .Pada anak dengan PJB tidak selalu
disertai tanda-tanda yang sepsifik. Anak dapat melakukan aktivitas secara normal.
Kadang-kadang gejala muncul setelah anak remaja atau menginjak dewasa.
b) Tanda-tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan PJB biasanya
didapat peningkatan suhu tubuh secara signifikan apabila ada infeksi,
denyut nadi takikardi, respirasi rate pasien takipnea, dispneu
2) Pengkajian fisik
8
a) Pernafasan
Nafas cepat, sesak nafas,terdapat bunyi tambahan(marchiner).
b) Kardiovaskuler
Jantung membesar, hipertropi ventrikel kiri, peningkatan tekanan darah
sistolik, edema tungkai, clubbing finger, sianosis
c) Persyarafan
Otot muka tegang, gelisah, menangis, penurunan kesadaran.
d) Perkemihan
Produksi urine menurun (oliguria)
e) Pencernaan
Nafsu makan menrun (anoreksia), porsi nakan tidak habis. Teraba adanya
pembesaran hepar(hepatomegali)/ splenpmegali
f) Muskuloskeletal/integument
Terjadi sianosis perifer hingga sianosis central, diaphoresis, oedem
tungkai, kelemahan, ujung-ujung hiperemik. Pada pasien tertentu seperti
pada tetralogi fallot anak sering jongkok setelah lelah berjalan
2. Diagnosa keperawatan
a. Penurunan curah jantung[ CITATION PPN16 \l 1033 ]
Definisi: ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh
Penyebab:
a. Perubahan irama jantung
b. Perubahan frekuensi jantung
c. Perubahan kontraktilitas
d. Perubahan preload
e. Perubhan afterload
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. Perubahan irama jantung
Palpitasi
2. Perubahan preload
Lelah
3. Perubahan afterload
Dispnea
4. Perubahan kontraktilitas
1) Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
2) Ortopnea
9
3) Batuk
Objektif
1. Perubahan preload
1) Murmur Jantung
2) BB bertambah
3) Pulmonary artery wedge pressure ( PAWP) menurun
2. Perubahan afterload
1) Pulmonary vascular resistance ( PVR ) meningkat/menurun
2) Systematic vascular resistance (SVR) meningkat/menurun
3. Perubahan Kontraktilitas
1) Cardiac index (CI) menurun
2) Left ventricular stroke work index (LVSWI) menurun
4. Perilaku/Emosional
(Tidak Tersedia)
Kondisi Klinis Terkait
1. Gagal jantung kongesif
2. Sindrom koroner akut
3. Stenosis mitral
4. Regurgitsi mitral
5. Stenosis aorta
6. Regurgitasi aortta
7. Stenosis trikuspidal
8. Regurgitasi trikuspidal
9. Stenosis pulmonal
10. Regurgitasi pulmonal
11. Aritmia
12. Penyakit jantung bawaan
11
Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi
Penurunan Setelah diberikan tindakan 1. Observasi terhadap
curah jantung 3X24 jam, diharapkan tanda-tanda vital klien
b.d sirkulasi penurunan cardiac output pada 2. Observasi adanya
yang tidak klien diatasi, dengan kriteria serangan atau sianosis
efektif hasil: yang dialami klien
Denyut nadi klien 3. Berikan posisi knee
kembali normal yaitu chest pada klien
60-100 x/menit 4. Kolaborasi dalam
Klien tidak terlihat :pemeriksaan EKG dan
pucat 5. Foto thorax serta
Klien tidak terlihat kolaborasi dalam
lemah tindakan pembedahan,
Warna kebiran yang serta kolaborasi dalam
timbul pada tubuh dapat pemberian terapi
berkurang digoxin
Gangguan Setelah siberi asuhan 1. Melakukan observasi
pertukaran keperawatan 3X24 jam terhadap tanda-tanda
Gas b.d diharapkan gangguan vital klien
ketidak pertukaran gas dalam tubuh 2. Kaji frekuensi
seimbangan klien dapat diatasi dengan kedalaman dan
perfusi kriteria hasil: kemudahan bernafas
ventrikel Bernafas dengan normal 3. Obervasi warna kulit,
yaitu 18-20 menit membrane mukosa, dan
Saturasi oksigen kuku catat adanya
kembali normal sianosis perifer atau
Warna kebiruan yang sianosis sentral
timbul pada tubuh dapat 4. Kolaborasi pemberian
berkurang oksigen dengan benar.
12
DAFTAR PUSTAKA
Erika, D. K. (2017). Asuhan Keperawatan Sistem Kardiovaskuler Anak. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Kasron. (2012). Kelainan dan Pencegahan Penyakit Jantung. Yogjakarta: Nuha Medika.
Muttaqin, A. (2009). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskuler. Jakarta:
Salemba Medika.
Sari, A. M. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Wong, D. H. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC.
13
14