Anda di halaman 1dari 24

[Type text]

PROPOSAL

PENELITIAN MAHASISWA JURUSAN GIZI

PENGOLAHAN TEPUNG IKAN BELUT SAWAH UNTUK PEMBUATAN BISKUIT


SEBAGAI MAKANAN TAMBAHAN UNTUK ANAK BALITA GIZI KURANG

PENELITI:

RIAN ANUGRAH ESA

NIM : P05130217039

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BENGKULU 2019

1
[Type text]

HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN METODELOGI PENELITIAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Alah SWT atas rahmat dan hidayah_Nya serta kemudahan
yang diberikan-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan proposal ini dengan judul
pengolahan tepung ikan belut sawah untuk pembuatan biskuit sebagai makanan tambahan
untuk anak balita gizi kurang sebagai salah satu tugas mata kuliah metodelogi penelitian.
Penyelesaian proposal penelitian ini telah mendapatkan masukan dan bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bunda Betty yosephin., SKM., MKM sebagai dosen pembimbing penyusunan proposal
ini
2. Seluruh mahasiswa DIV gizi Tk.III angkatan 2017 yang telah memberi masukan kepada
penyusun dalam menyelesaikan laporan ini

Penyusunan proposal ini penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran agar dapat
membantu perbaikan selanjutnya. Atas perhatian dan masukkannya penulis mengucapkan
terima kasih.

Bengkulu, September 2019

Penulis,

RIAN ANUGRAH ESA

2
[Type text]

DAFTAR ISI

Table of contents

Cover ............................................................................................................................................................................. 1

Halaman pengesahan …………………… ............................................................................................................................. 2

Kata pengantar .............................................................................................................................................................. 3

Daftar isi......................................................................................................................................................................... 4

Daftar tabel .................................................................................................................................................................... 5

Daftar skema/gambar ................................................................................................................................................... 6

Bab 1 pendahuluan …………..…………………………………………………………………………………………………………………………………….7

A. Latar belakang…………………………………………………………………………………………………………………………………………7-9
B. Rumusan masalah…………………………………………………………………………………………………………………..…………..…..10
C. Tujuan penelitian……………………………………………………………………………………………………………………………….…….10
D. Manfaat penelitian…………………………………………………………………………………………………………………..………………11

Bab 2 tinajauan pustaka……………………………..………………………………………………………………………………………………………….12


A. Gizi kurang………………………………………………………………………………………………………………………………………….12-13
B. Belut………………………………………………………………………………………………………………………………………………..….14-15
C. Biskuit………………………………………………………………………………………………………………………………………..…………….15
D. Bahan baku biskuit………………………………………………………………………………………………………………………………16-17
E. Pengaruh pemberian biskuit terhadap gizi kurang…………………………………………………………………….……………..18
F. Kerangka teori modifikasi……………………………………………………………………………………………………………………..….19
Bab 3 metode penelitian…………………………………………………………..……………………………………………………………………………20
A. Desain penelitian…………………………………………………………………………………………………………………………………..…20
B. Monitoring kepatuhan mengonsumsi biskuit tepung ikan belut…………………………………………………………….…20
C. Kerangka konsep………………………………………………………………………………………………………………………………………21
D. Hipotesis……………………………………………………………………………………………………………………………………………….…21
E. Definisi operasional………………………………………………………………………………………………………………………………….21
F. Tempat dan waktu penelitian……………………………………………………………………………………………………..……………22
G. Popolasi, sampel, dan sampling………………………………………………………………………………………………..……………..22
H. Alat dan bahan…………………………………………………………………………………………………………………………………………22
Daftar pustaka…………………………………………………………………………………………………………………………………………….…….23-24

3
[Type text]

DAFTAR TABEL

Judul tabel Halaman

Tabel 1 : rancangan perlakuan 20

Tabel 2 : definisi operasional 21

4
[Type text]

DAFTAR SKEMA/GAMBAR

Judul skema Halaman

Gambar 1 : kerangka teori 19

Gambar 2 : kerangka konsep 21

5
[Type text]

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masalah gizi kurang pada balita masih menjadi masalah mendasar di dunia. WHO
(2013), jumlah penderita kurang gizi di dunia mencapai 104 juta anak. Riskesdas (2013),
prevalensi balita dengan berat kurang (under weight) adalah berjumlah 19,6%. Sebanyak
13,9% balita memiliki status gizi kurang. Kondisi gizi kurang pada balita, dimungkinkan
terjadi karena interaksi dari beberapa faktor diantaranya asupan makanan yang tidak
adekuat, pemberian ASI yang tidak ekslusif, penyakit infeksi yang diderita balita, pola
pengasuhan keluarga, pelayanan kesehatan, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan
ibu, persepsi ibu terkait gizi, sosial ekonomi yang rendah dan budaya (UNICEF, 2013,
Naghaspour et al, 2014).

Status kesehatan anak balita merupakan salah satu indikator kesehatan masyarakat
utama di suatu negara. Gizi balita menjadi salah satu masalah kesehatan yang berdampak
pada kualitas sumber daya manusia, menjadi indikator keberhasilan pembangunan bangsa
dan bisa berakibat pada kematian balita dan morbiditas. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa kondisi social dan demografis mempengaruhi status gizi anak,
faktor atau wilayah geografis akan sangat berperan dalam kejadian masalah gizi di
Indonesia. Sehingga perlu adanya pemetaan masalah untuk menentukan langkah
pemecahan masalah. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan status gizi anak balita di
Indonesia. Metode yang digunakan adalah non reaktif studi menggunakan data sekunder
(laporan Riskesdas 2010).

Kebutuhan gizi pada masa balita membutuhkan lebih banyak nutrisi karena masa
balita (1-5 tahun) adalah periode keemasan. Periode kehidupan yang sangat penting bagi
perkembangan fisik dan mental, pada masa ini pula balita banyak melakukan dan

6
[Type text]

menemukan hal-hal baru. Dalam hal ini nutrisi yang baik memegang peran penting
(Hasdianah dkk, 2014:107).

Bengkulu merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang masih banyak ditemui
kasus gizi kurang pada balita. Kasus gizi kurang pada balita di Bengkulu sendiri menjadi
permasalahan yang sangat penting harus diatasi pada berbagai layanan kesehatan
khususnya di berbagai daerah terpencil yang ada dibeberapa kabupaten di provinsi
Bengkulu.
Belut (Monopterus albus Zuieuw) merupakan salah satu biota perairan yang
memiliki kandungan gizi tinggi. Belut memiliki kandungan protein yang tinggi. Daging
belut mempunyai manfaat yang besar bagi tubuh manusia antara lain memenuhi
kebutuhan protein, mendukung pertumbuhan, perkembangan dan kecerdasan otak,
menjaga kesehatan mata, memenuhi kebutuhan mineral, serta meningkatkan konsentrasi
dan daya tahan tubuh (Sholikhah Deti Andasari, dkk 2018 ).

Penelitian yang dilakukan Sandita dkk (2014), menyatakan bahwa minyak belut
mengandung asam heksa dekanoat (asam palmitat) sebesar 100%. Penelitian lain yang
dilakukan Jacoeb dkk (2014) menyatakan bahwa belut mengandung asam lemak jenuh
yang tinggi baik yang mono (MUFA) yaitu asam oleat 19.45 persen maupun yang poly
(PUFA) yaitu asam linoleat 7.42 persen. Demikian juga pengolahan dapat mengubah
kandungan kolesterol dari belut. Kandungan kolesterol belut segar 60 mg/100 g dan belut
yang sudah direbus menjadi 56,32 mg/100 g. hal ini karena perubahan jaringan belut
selama pengolahan dengan panas .

Belut sawah merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang potensial untuk
dikembangkan sebagai ikan budidaya di masa mendatang. Permintaan belut terus
meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 volume ekspor belut mencapai
2.676 ton meningkat dibandingkan tahun 2007 yang hanya 2.189 ton. Tahun 2009
ekspor belut terus meningkat menjadi 4.744 ton atau meningkat 77,2 %
dibandingkan tahun 2008. Permintaan belut tidak hanya datang dari luar tetapi
permintaan dalam negeri pun melimpah seperti Jakarta yang membutuhkan belut

7
[Type text]

20 ton per hari dan Yogjakarta yang membutuhkan belut 30 ton per hari
(WPI 2010).

Ikan belut sawah sendiri masih banyak terdapat di kawasan diberbagai daerah
yang ada dibengkulu. Selain mudah didapatkan , Ikan belut sawah sendiri banyak hidup
di rawa-rawa, sungai, daerah berlumpur atau sawah. Ikan belut sawah sendiri juga
dibudidayakan terutama di perkotaan karena tingginya pemintaan masyarakat yang
senang mengkonsumsi ikan belut dan juga di beberapa rumah makan yang ada di kota
Bengkulu sendiri.

Dalam hal ini, melihat uraian diatas akan potensi sumber daya alam
khususnya ikan belut sawah didaerah Bengkulu, maka pada penelitian ini peneliti akan
membuat pemanfaatan pangan lokal yaitu pengolahan tepung ikan belut sawah untuk
pembuatan biskuit sebagai makanan tambahan untuk anak balita gizi kurang.

B. RUMUSAN MASALAH

Masalah gizi di Indonesia sampai saat ini mengalami masalah gizi ganda yaitu
pada satu sisi masalah gizi kurang belum dapat diatasi secara menyeluruh namun sudah
muncul masalah baru yaitu berupa gizi lebih. Status gizi anak balita salah satunya
dipengaruhi oleh faktor kondisi sosial ekonomi, antara lain pendidikan ibu, pekerjaan ibu,
jumlah anak, pengetahuan dan pola asuh ibu serta kondisi ekonomi orang tua secara
keseluruhan.
penelitian ini difokuskan pada upaya pengembangan bahan pangan lokal untuk
membantu memberikan pengetahuan bagi masyarakat umum serta makanan tambahan
bagi balita yang mempunyai status gizi kurang khususunya anak balita. Tepung ikan
belut sawah merupakan kekayaan sumber daya alam asli Indonesia yang memiliki
kandungan nilai gizi tinggi yang baik bagi anak balita dalam masa pertumbuhan serta
melengkapi akan kebutuhan gizi. Sehingga rumusan masalah pada penelitian ini yaitu
“Bagaimana pengaruh tepung ikan belut sawah untuk pembuatan biskuit sebagai
makanan tambahan untuk anak balita gizi kurang sebelum dan sesudah diberikan biskuit
?”.

8
[Type text]

C. TUJUAN PENELITIAN
1. TUJUAN UMUM
Untuk mengetahui pengaruh pemberian biskuit tepung ikan belut sawah
terhadap anak balita gizi kurang sebelum dan sesudah diberikan biskuit.
2. TUJUAN KHUSUS
1. Untuk mengetahui perbedaan BB anak sebelum dan sesudah diberikan
biskuit
2. Untuk mengetahui tingkat kesukaan dari uji organoleptik pada biskuit
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi puskesmas

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai upaya dalam menyusun


rencana program kegiatan serta dapat meningkatkan upaya penanggulangan
gizi kurang khususnya pada anak balita, sehingga dapat mengurangi angka
kejadian gizi kurang pada balita

2. Bagi ibu balita

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai panduan untuk


meningkatkan pengetahuan pada ibu balita terkait tentang cara mengatasi anak
yang mengalami gizi kurang

3. Bagi balita

Hasil penelitian ini tentunya dapat menjadi suatu program yang


baik bagi balita seperti makanan tambahan untuk memperbaiki status gizi
balita yang kurang

4. Bagi mahasiswa

9
[Type text]

Hasil penelitian ini tentunya dapat menjadi acuan untuk dijadikan


pengembangan penelitian dalam pemanfaatan ikan belut sawah.

5. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dan masukan untuk


melakukan penelitian lanjut

10
[Type text]

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gizi kurang
1. Definisi

Gizi kurang merupakan salah satu masalah kesehatan yang berkontribusi


terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. Asupan
gizi dengan kualitas dan kuantitas yang baik sangat dibutuhkan terutama pada
usia balita karena pertumbuhan dan perkembangan fisik serta kognitif sedang
tumbuh dengan pesat pada tahap usia tersebut. Gizi kurang pada anak balita dapat
mempengaruhi kecerdasan anak, menurunnya produktivitas anak serta rendahnya
kemampuan kognitif (Billy Suyatman, dkk 2017 ).

Gizi kurang merupakan salah satu penyakit akibat gizi yang masih
Merupakan masalah di Indonesia. Masalah gizi pada balita dapat memberi
dampak terhadap kualitas sumber daya manusia, sehingga jika tidak diatasi dapat
menyebabkan lost generation. Kekurangan gizi dapat mengakibatkan gagal
tumbuh kembang, meningkatkan angka kematian dan kesakitan serta penyakit
terutama pada kelompok usia rawan gizi yaitu Balita (Zulfita, 2013).

2. Faktor dan Penyebab Gizi Kurang Pada Balita


Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk, diantaranya
adalah status sosial ekonomi, ketidaktahuan ibu tentang pemberian gizi yang baik
untuk anak, dan Berat Badan Lahir Rendah(BBLR). Sumber lain menyebutkan
asupan makanan keluarga, faktor infeksi, dan pendidikan ibu menjadi penyebab
kasus gizi buruk. Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan
pangan dalam keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan kualitas
konsumsi pangan yang merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada

11
[Type text]

anak balita.11Selain pendidikan, pemberian ASI dan kelengkapan imunisasi juga


memiliki hubungan yang bermakna dengan gizi buruk karena ASI dan imunisasi
memberikan zat kekebalan kepada balita sehingga balita tersebut menjadi tidak
rentan terhadap penyakit. Balita yang sehat tidak akan kehilangan nafsu makan
sehingga status gizi tetap terjaga baik (dewi dkk, 2012).

Wong et al (2014), masalah gizi kurang pada balita secara langsung


disebabkan oleh anak tidak mendapatkan cukup asupan makanan yang
mengandung gizi seimbang. Gizi kurang juga diakibatkan oleh adanya infeksi
pada balita. Infeksi akan mengganggu metabolisme, keseimbangan hormon dan
fungsi imunitas (Bantamen, Belaynew, & Dube, 2014).

Persoalan gizi kurang dan gizi buruk pada balita dapat disebabkan sikap
atau perilaku ibu yang menjadi faktor dalam pemilihan makanan yang tidak benar.
Pemilahan bahan makanan, tersedianya jumlah makanan yang cukup dan
keanekaragaman makanan ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu tentang
makanan dan gizinya. Ketidaktahuan ibu dapat menyebabkan kesalahan
pemilihan makanan terutama untuk anak balita, sehingga zat-zat gizi dalam
kualitas dan kuantitas tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh (Julita N,
2011).

B. Belut
1. Pengertian ikan belut sawah
Belut (Monopterus albus Zuieuw) merupakan salah satu biota perairan yang
memiliki kandungan gizi tinggi. Belut memiliki kandungan protein yang tinggi.
Daging belut mempunyai manfaat yang besar bagi tubuh manusia antara lain
memenuhi kebutuhan protein, mendukung pertumbuhan, perkembangan dan
kecerdasan otak, menjaga kesehatan mata, memenuhi kebutuhan mineral, serta
meningkatkan konsentrasi dan daya tahan tubuh (Sholikhah, dkk 2018 ).
Belut sawah dibedakan menjadi dua jenis yaitu belut liar dan belut budidaya.
Belut liar merupakan belut yang hidup di lahan pertanian milik petani. Belut liar
memakan makanan alaminya berupa biota perairan seperti ikan, plankton,

12
[Type text]

ganggang, zooplankton, fitoplankton, zoobenthos dan lain sebagainya yang


terdapat di sekitarnya. Belut yang masih kecil umumnya memakan jasad-jasad
renik, misalnya zooplankton, fotoplankton, zoobenthos, ganggang dan lain
sebagainya. Sedangkan belut dewasa memakan larva-larva serangga, cacing,
siput, berudu, benih-benih ikan dan lain sebagainya (Cahyono, 2010).

2. Kandungan gizi pada ikan belut sawah


Belut (Monopterus albus Zuieuw) sangat bermanfaat bagi kesehatan
karena kandungan gizinya yang tinggi. Menurut Sugianto (2011), 100 g belut
memiliki kandungan 303 Kal; 27 glemak;dengan kandungan asam lemak tak
jenuh omega-3 yang berkisar antara 4,48 g - 11,80 g; 18,4 g protein; dengan
jenis asam aminonya antara lain leusin, lisin, asam aspartat dan asam
glutamat.
Pada ikan belut terdapat kandungan asam lemak tak jenuh omega 3
yang berfungsi untuk kecerdasan otak pada anak-anak dan lain-lain. Selain
kedua kandungan gizi tersebut, ikan belut juga memiliki kadar vitamin dan
mineral yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Mineral yang terdapat pada
ikan belut yaitu fosfor dan zat besi. Hasil penelitian Vishwanath dkk (1998),
bahwa belut segar mengandung total protein 79 persen, kadar protein 66.7
persen, kadar lemak 10,74 persen, kadar abu 7 persen, sedangakan belut asap
mengandung total protein 76 persen, kadar protein 57,1persen, kadar lemak
9,82 persen, kadar abu 6 persen (Mira Suprayatmi, dkk 2016).
Penelitian yang dilakukan Sandita dkk (2014) menyatakan bahwa
minyak belut mengandung asam heksadekanoat (asam palmitat) sebesar
100%. Penelitian lai yang dilakukan Jacoeb dkk (2014) menyatakan bahwa
belut mengandung asam lemak jenuh yang tinggi baik yang mono (MUFA)
yaitu asam oleat 19.45 persen maupun yang poly (PUFA) yaitu asam linoleat
7.42 persen. Demikian juga pengolahan dapat mengubah kandungan
kolesterol dari belut. Kandungan kolesterol belut segar 60 mg/100 g dan belut

13
[Type text]

yang sudah direbus menjadi 56,32 mg/100 g. hal ini karena perubahan
jaringan belut selama pengolahan dengan panas.

C. Biskuit
1. Pengertian biskuit
Biskuit adalah produk yang diperoleh dengan memanggang adonan yang
berasal dari tepung terigu dengan penambahan makanan lain dan dengan atau
penambahan bahan tambahan pangan yang diijinkan. Biskuit diklasifikasikan
dalam empat jenis yaitu biskuit keras, crackers, cookies dan wafer (Badan
Standardisasi Nasional, 2011)
Biskuit adalah jenis kue kering yang mempunyai rasa manis,
berbentuk kecil dan diperoleh dari proses pengovenan dengan bahan dasar
tepung terigu, margarine, gula halus dan kuning telur (Mita dan Erma, 2010)
Menurut SNI 2973 - 2011 biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat
dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari tepung terigu dengan atau
substitusinya, minyak atau lemak dengan atau tanpa penambahan bahan
pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan.
D. Bahan baku biskuit
1. Tepung terigu

Menurut Mutmainna, (2013:7) tepung terigu dapat dibagi


berdsarkan kandungan proteinnya tepung terigu dibagi menjadi 3 antara
lain tepung terigu protein tinggi, protein sedang, dan protein rendah.
Tepung protein rendah (Soft flour) merupakan tepung terigu yang
menggandung protein sebanyak 7-9%. (Yuliana, 2016).

Tepung terigu merupakan tepung yang berasal dari bulir gandum.


Tepung terigu umumnya digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mie
dan donat. Kadar protein tepung terigu berkisar antara 8–14% (mochamad,
2019).

14
[Type text]

Tepung terigu mengandung dua macam protein yang memegang


peran penting dalam pembuatan cake, yaitu protein gluten berfungsi
menentukan struktur produk cake dan memberikan kekuatan pada adonan
dan glutenin, memberikan elastisitas dan kekuatan untuk merengangan
terhadap gluten. Kandungan gizi tepung terigu baik akan mempunyai
komposisi kadar air 13%, kadar protein 12-13%, kadar hidrat arang 72-
73%, kadar lemak 11/2 (satria, 2018).

Bahan dasar dalam pembuatan biskuit adalah tepung terigu.


Kandungan gizi di dalam 100 gram tepung terigu yaitu energi 365 kkal,
protein 8,9 g, lemak 1,3 g, karbohidrat 77,3 g, kalsium 16,0 mg, fosfor 106
mg, dan zat besi 1,2 mg (Daftar Komposisi Bahan Makanan, 2012).

2. Margarine

Bahan lain yang digunakan dalam pembuatan rich biscuit adalah


lemak. Lemak pada pembuatan rich biscuit berfungsi untuk memotong dan
menstabilkan bentuk jaringan gluten tepung, sehingga biscuit bertekstur
empuk. Lemak yang biasa digunakan itu lemak yang tetap berbentuk padat
jika diletakkan pada suhu kamar. Lemak yang mempunyai sifat plastisin
yaitu margarin, maka dalam penelitian ini lemak yang digunakan adalah
jenis margarin dan ditambahkan mentega (butter). Mentega (butter)
merupakan emulsi air dalam lemak kira-kira 18% air tersebut rata-rata
dalam 80% lemak susu, sehingga jumlah protein bertindak zat pengemulsi
dengan bau yang tajam dibandingkan margarine ( Novi dkk, 2018).

3. Gula pasir
Gula Pasir (Raw Sugar) Jenis gula paling mudah dijumpai,
digunakan sehari-hari untuk pemanis makanan dan minuman. Gula pasir
berasal dari cairan sari tebu. Setelah dikristalkan, sari tebu akan
mengalami kristalisasi dan berubah menjadi butiran gula berwarna putih
bersih atau putih agak kecoklatan (Darwin, 2013).

15
[Type text]

4. Telur

Telur ayam merupakan telur yang sering digunakan untuk


membuat kue. Telur yang baru ditandai dengan putih telur yang masih
kental dan kuning telur masih utuh bulat (Sutomo. Budi,2012).

Menurut Dwi Latina, 2011 dalam Aji, 2017 Kuning telur memiliki
kandungan lecithin, lutein, dan lipoprotein. Lecithin pada kuning telur
merupakan bahan pengemulsi alami yang mengemulsi bahan (air dan
lemak) dalam adonan pada tingkat kestabilan tertentu hingga
menghasilkan adonan yang halus dan lembut. Lutein yang terdapat pada
kuning telur memberikan efek pewarnaan kuning pada pori-pori dan kerak
pada kue, sedangkan lipoprotein memberikan keempukan pada kue.

Menurut Dwi Latina, 2011 dalam Aji, 2017 putih telur


mengandung protein ovalbumin yang akan mengeras pada e-journal Boga,
Penggalan Judul Artikel Jurnal waktu dikocok dan dipanggang sehingga
kue kering menjadi kokoh dan ringan.

E. Pengaruh pemberian biskuit belut terhadap gizi kurang


Tiap 1 gram protein setara dengan 4kkal.Protein sangat diperlukan
tubuh. Fungsi utama protein adalah membentuk jaringan barudan
memperbaiki jaringan yang rusak (SunitaAlmatsier,dkk, 2011:13).
Kandungan nutrisi ikan yang kaya akan protein tentu sangat baik
untuk pertumbuhan anak. Anak-anak membutuhkan nutrisi yang cukup
agar bisa tumbuh dan berkembang dengan sehat. Nutrisi yang
dikandungnya mampu meningkatkan kecerdasan anak dan membuatnya
lebih mudah konsentrasi. Ikan terkenal akan kandungan DHA-nya yang
tinggi. Selain itu, ikan juga mengandung iodine, protein, selenium, omega
3, berbagai vitamin seperti vitamin A, vitamin D, serta vitamin B12. Saat
ini balita kurang menyukai untuk mengkonsumsi ikan. (Hendrawati,
2017).
Menurut Standar WHO BB ideal anak laki-laki usia 2 tahun adalah
12,2 kg dan anak perempuan 11,5 kg. untuk seterusnya setelah usia 2

16
[Type text]

tahun sampai 5 tahun, pertambahan BB rata-rata 2-2,5 kg per tahun.


Pemantauan panjang dan tinggi badan juga perlu agar dapat diketahui
keadaan status gizi yang lebih akurat. Begitu juga dengan anak yang
makanannya tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya akan melemah
dan akan72 mudah terserang penyakit. Anak yang sakit maka berat
badannya akan menjadi turun sehingga akan berpengaruh terhadap status
gizi dari anak tersebut.
Kandungan gizi ikan belut sawah Menurut Sugianto (2011), 100 g
belut memiliki kandungan 303 Kal; 27 glemak;dengan kandungan asam
lemak tak jenuh omega-3 yang berkisar antara 4,48 g - 11,80 g; 18,4 g
protein; dengan jenis asam aminonya antara lain leusin, lisin, asam
aspartat dan asam glutamate.
sebagai salah satu makanan tambahan bagi anak-anak balita yang
mengalami gizi kurang, nilai gizi pada biskuit ikan belut sawah akan lebih
tinggi Hal ini dikarenakan, semakin tinggi kalori yang diberikan akan
membantu menambah zat gizi yang kurang akibat tidak tercukupinya zat
gizi pada makanan yang tersedia.

F. Kerangka teori modifikasi

Penyebab langsung :

1. Pola makan/asupan
2. Status kesehatan balita Pemberian Perubaha
biskuit tepung n BB
ikan belut pada
sawah balita
Penyebab tidak langsung :

1. Pola asuh
2. Status ekonomi
3. Pelayanan kesehatan yang kurang
memadai
4. Tingkat pendidikan ibu

17
[Type text]

Keterangan :

: faktor yang diteliti

: factor yang tidak diteliti

Gambar 1 : kerangka teori menurut (Pradhita, 2012).

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah pre eksperimen dengan
rancangan one group pre and post design. Sasaran penelitian adalah balita gizi
kurang dengan kategori berat badan kurang dari normalnya yaitu kategori BB/U,
BB/PB yang diberikan biskuit tepung ikan belut sawah sebagai objek penelitian.
Intervensi pemberian biskuit tepung ikan belut sawah dengan melihat perubahan
berat badan anak balita gizi kurang.
Tabel 1
Rancangan perlakuan
Berat badan pre Perlakuan Berat badan post

O1 x O2

Keterangan:
O1 : Berat badan sebelum dilakukan pemberian biskuit tepung

ikan belut sawah

X : Intervensi berupa pemberian biskuit tepung ikan belut sawah dengan

berat 40 gr/4 keping/hari selama 4 minggu/1 bulan.

O2 : Berat badan setelah dilakukan pemberian biskuit tepung ikan belut

18
[Type text]

sawah.

B. Monitoring Kepatuhan Mengonsumsi biskuit tepung ikan belut


Cara yang dilakukan untuk memonitoring kepatuhan para anak
balita gizi kurang dalam mengonsumsi biskuit tepung ikan belut yaitu
dengan menimbang jumlah biskut yang masih tersisa.

C. Kerangka konsep
Variabel independen variabel dependen

Pemberian biskuit Perubahan berat


tepung ikan belut badan balita
sawah

Gambar 2 : kerangka konsep


D. Hipotesis
1. Ho : tidak ada perbedaan BB anak balita gizi kurang sebelum dan
sesudah di berikan biskuit tepung ikan belut sawah
2. Ha :ada perbedaan BB anak balita gizi kurang sebelum dan sesudah di
berikan biskuit tepung ikan belut sawah
E. Defenisi operasional
Tabel 2
No Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur
Hasil Skala
operasional
Perubahan Timbangan
1. Keadaan tubuh Pengukuran 0 = Berat Ordinal
berat badan anak balita gizi injak badan pre
kurang yang
antropometri
1 = Berat
disebabkan oleh badan
asupan zat gizi post
yang kurang

Pemberian
2. Pemberian Check list Diberikan 4 ……..gram Rasio
Biskuit biskuit tepung selama 27 keping/hari
tepung ikan ikan belut hari/ 4

19
[Type text]

belut sawah sawah diberikan minggu


kepada anak
balita gizi
kurang setiap
hari

F. Tempat dan waktu penelitian


tahap penelitian ini diawali dengan pembuataan tepung ikan belut
sawah yang akan dibuat di laboratorium poltekkes kemenkes Bengkulu.
Tahap kedua yaitu pembuatan produk biskuit tepung ikan belut sawah
yang juga dilakukan di laboratorium poltekkes kemenkes Bengkulu.
Selanjutnya tahap uji eksperimen kepada pasien gizi kurang yang akan
diberikan di puskesmas yang di Bengkulu.
G. Populasi, sampel dan sampling
populasi pada penelitian ini yaitu seluruh anak balita gizi kurang.
Pasien yang ditetapkan sebagai responden harus memenuhi kriteria inklusi
dan mengeliminasi pasien yang memenuhi kriteria eksklusi.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini antara lain :
1. Mengalami gizi kurang pada pemeriksaannya yaitu anak balita
2. Bersedia menjadi responden atau yang akan dilakukan pengujian

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini antara lain :

1. Klien atau balita yang mengalam gizi buruk dan alergi terhadap
biskuit tepung ikan belut sawah
2. Menolak berpatisipasi menjadi responden
H. Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini dibagi dua, yaitu alat
untuk pembuatan tepung iikan sawah belut dan alat untuk pembuatan
biskuit tepung ikan belut sawah. Pembuatan tepung ikan belut sawah

20
[Type text]

memerlukan alat, antara lain food processor, panci, pisau, talenan,


basskom,oven, mill.Bahan yang digunakan terdiri atas bahan utama dan
bahan pendukung. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini
adalah daging ikan belut sawah yang diperoleh dari Pasar panorama kota
Bengkulu. Bahan pendukung yang digunakan adalah tepung terigu, gula
pasir, margarine.

DAFTAR PUSTAKA

Aji, dony. 2017. Pengaruh subtitusi tepung gatot instan dan penambahan metega
terhadap sifat organoleptik rich biscuit. Jurusan pendidikan kesejahteraan keluarga.
Universitas negeri surabaya : surabaya

Billy ddkk. 2017.faktor risiko kejadian gizi kurang pada balita (studi kasus di wilayah
kerja puskesmas bandarharjo kota semarang). Fakultas kesehatan masyarakat universitas
diponegoro

Cahyono, b.(2010). Budidaya belut dan sidat. Penerbit pustaka mina. Jakarta

Duggan mb. Anthropometry as a tool for measuring malnutrition: impact of the who
growth standads and reference. Annals of tropical pediatrics; 2010.

Depkes ri. (2010). Pedoman pelaksanaan stimulasi, deteksi dan intervensi dini tumbuh

Dianka.2010. Uji organoleptik hasil jadi kue menggunakan bahan non instant dan instant.
Fakultas ekonomi dan bisnis, universitas bina nusantara

Danang, dkk.2014. Supervisor jaminan mutu pangan. Program diploma institut pertanian
bogor

Darwin, p. 2013. Menikmati gula tanpa rasa takut. Sinar ilmu, perpustakaan
nasional.

Hasdianah, h. S. Siyoto & y. Peristyowati. (2014). Gizi pemanfaatan gizi,diet dan


obesitas. Yogyakarta. Nuha medika.

21
[Type text]

Hendrawati, s. (2017). Gambaran konsumsi ikan pada keluarga dan anak paud
rw 07 desa cipacing, 1(2), 101–106.

Kementerian kesehatan republik indonesia, (2010). Riset kesehatan dasar riskesdas 2010,
badan litbangkes, jakarta.

Riset kesehatan dasar. Laporan riset kesehatan dasar 2010. Tersedia dari: url: hyperlink
http://litbang.depkes.go.id/sites/download/buku_lap. Diunduh tanggal 10 september
2019.

Mutmainna, nena. 2013. Aneka kue kering paling top. Jakarta : dunia kreasi

Mira suprayatmi, dkk.2016. Pemanfaatan belut (monopterus albus) pada pembuatan


crackersber-omega 3. Fakultas ilmu pangan halal universitas djuanda : bogor

Naghashpour et al (2014). Nutrition education based on health belief model improves


dietary calcium intake mong female students of junior high schools. Journal of health
population nutrition. Vol 32 , no 3, 420- 429p. 2014

Novi, dkk.2018. Pengaruh subtitusi tepung beras merah dan proporsi lemak (margarine
dan mentega) terhadap mutu organoleptik rich biscuit. Fakultas teknik, universitas negeri
surabaya : surabaya

Sugianto,e.2011. Mendongkrak vitalitas dengan belut.http://energikultivasi.wordpress.c


om/2011/03/20/mendongkrakvitalitas-denganbelut.

Sandita a. Indra topik maulana, livia (monopterus albus) dan minyak sidat (anguilla sp.)
Dengan metoda kg-sm. Proceding farmasi (gel 2 th akad 2014-2015).

Sni (standar nasional indonesia). “uji bahan makanan dan minuman”. Badan
standardisasi nasional sni 01-2891-2011.

22
[Type text]

United nations children’s fund (unicef) (2013). Improving child nutrition: the achievable
imperative for global progress, unicef, new york, 2013

Pradhita, i. A. (2012). Pengaruh pemberian biskuit tempe terhadap status gizi balita
tuberkulosis di beberapa kecamatan terpilih jakarta timur tahun 2012. Universitas
indonesia

[wpi] warta pasar ikan. 2010. Belut dan sidat permintaanya semakin
meningkat. Edisi april vol. 80. Jakarta: direktorat pemasaran dalam
negeri. Kembang anak di tingkat pelayanan kesehatan dasar.

Zulfita, 2013, faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian gizi kurang buruk


pada balita di wilayah kerja puskesmas air dingin kota padang tahun
2013, skripsi ilmiah, padang

23
[Type text]

24

Anda mungkin juga menyukai