Anda di halaman 1dari 10

1.

Pengertian Perencanaan
Perencanaan ialah sejumlah kegiatan yang ditentukan sebelumnya untuk dilaksanakan pada suatu
priode tertentu dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam manajemen, perencanaan
adalah proses mendefinisikan tujuan organisasi, membuat strategi untuk mencapai tujuan itu, dan
mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi. Perencanaan merupakan proses terpenting
dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain—pengorganisasian,
pengarahan, dan pengontrolan—tak akan dapat berjalan.
Sedangkan menurut undang – undang no 24 tahun 2005 tentang sistem perencanaan
pembangunan nasional, perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa
depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
2. Tujuan Perencanaan
Tujuan perencanaan diantaranya adalah:
a. Mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan
b. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antarruang,
antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah
c. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan,
dan pengawasan
d. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat
e. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan
berkelanjutan.Standar pengawasan, yaitu mencocokan pelaksanaan dengan perencanaan.
f. Mengetahui kapan pelaksanaan dan selesainya suatu kegiatan.
g. Mengetahaui siapa yang terlibat (struktur organisasinya) baik kualifikasinya maupun
kuantitasnya.
h. Mendapatkan kegiatan yang sistematis termasuk biaya dan kualitas pekerjaan.
i. Memimalkan kegiatan-kegiatan yang tidak produktif dan menghemat biaya, tenaga dan
waktu.
j. Memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai kegiatan pekerjaan.

3. Jenis – jenis Perencanaan


 Pembagian Perencanaan Berdasarkan Waktu
Berdasarkan kriteria waktu ada tiga macam perencanaan yaitu; perencanaan jangka panjang,
perencanaan jangka menengah dan perencanaan jangka pendek. Dalam menyusun suatu rencana,
perlu terlebih dahulu ditetapkan apakah yang akan disusun itu termasuk perencanaan jangka
pendek atau lainnya, sehingga langkah-langkah kegiatan dapat tersusun dan tujuan kegiatan
tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
a. Perencanaan Jangka Panjang
Perencanaan jangka panjang biasanya mempunyai jangka waktu 10, 20 atau 25 tahun. Sedangkan
dalam perspektif undang – undang no 24 tahun 2005 tentang sistem perencanaan pembangunan
nasional, rencana jangka panjang memiliki rentang waktu selama 20 tahun.
Karena demikian panjangnya siklus perencanaan ini, maka perencanaan jangka panjang memuat
rencana-rencana yang bersifat umum, global dan belum terperinci. Perencanaan jangka panjang
juga lebih bersifat perspektif, yaitu memberikan arah yang jelas bagi perencanaan yang
berjangka waktu lebih pendek. Perencanaan jangka panjang masih perlu dijabarkan lagi menjadi
perencanaan jangka menengah dan perencanaan jangka pendek.
b. Perencanaan Jangka Menengah
Perencanaan jangka menengah biasanya mempunyai 4 sampai dengan 7 tahun. Sedangkan dalam
perspektif undang – undang no 24 tahun 2005 tentang sistem perencanaan pembangunan
nasional, rencana jangka menengah memiliki rentang waktu selama 5 tahun.
Perencanaan jangka menengah disusun berdasarkan perencanaan jangka panjang yang
selanjutnya dijabarkan lagi menjadi perencanaan jangka pendek. Repelita termasuk jenis
perencanaan jangka menengah yang kemudian dijabarkan ke dalam perencanaan tahunan yaitu
perencanaan jangka pendek yang bersifat operasional.

c. Perencanaan Jangka Pendek


Perencanaan jangka pendek biasanya mempunyai jangka waktu kurang dari 4 tahun. Dan dalam
perspektif undang – undang no 24 tahun 2005 tentang sistem perencanaan pembangunan
nasional, rencana jangka pendek memiliki rentang waktu selama 1 tahun. Salah satu perencanaan
jangka pendek yang sering kita temui adalah perencanaan tahunan. Perencanaan tahunan atau
disebut juga perencanaan operasional di negara kita ini pada prakteknya merupakan suatu siklus
yang selalu berulang setiap tahun yaitu mulai dari awal April sampai dengan akhir bulan Maret.
 Pembagian Perencanaan Berdasarkan Fungsi
a. Perencanaan strategis
Perencanaan strategis (Strategic Planning) dapat didefinisikan sebagai perencanaan yang
berisikan uraian tentang kebijakan tujuan jangka panjang dan waktu pelaksanaan yang lama.
Perencanaan strategis merupakan alat manajemen yang digunakan untuk mengelola kondisi saat
ini dan melakukan proyeksi kondisi pada masa depan, sehingga rencana strategis adalah sebuah
petunjuk yang dapat digunakan organisasi dari kondisi saat ini untuk mereka bekerja menuju 5
sampai 10 tahun ke depan (Kerzner , 2001)
b. Perencanaan operasional
Perencanaan operasi adalah penjabaran dan kegiatan rinci dari perencanaan strategis.
Perencanaan operasi sering disebut juga dengan “misi”, sedangkan perencanaan strategis adalah
tujuan yang ingin dicapai “misi”, yaitu “visi”.

B. PERENCANAAN PADA INSTANSI PEMERINTAH


1. Tujuan Perencanaan Pada Institusi Pemerintah
Perencanaan pembangunan dalam instansi pemerintah telah diatur dalam UU No. 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Perencanaan ini merupakan langkah awal
sebelum suatu pemerintah tersebut melakukan implementasi dari tujuan yang mereka inginkan.
Sehingga, dapat dikatakan bahwa perencanaan ini merupakan langkah awal untuk menyesuaikan
seberapa banyak sumber daya yang dimiliki dengan tujuan yang telah ditentukan oleh instansi
pemerintah tersebut.
Tujuan perencanaan dalam pemerintahan seperti yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 17
Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, yaitu
1. Mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan dalam pencapaian tujuan nasional.
2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi baik antar daerah, antar ruang,
antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara pusat dan daerah.
3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan
dan pengawasan,
4. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan
berkelanjutan, mengoptimalkan partisipasi masyarakat

2. Dasar Hukum Perencanaan pada Institusi Pemerintah


 Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
 Undang-Undang No. 24 tahun 2005 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
(SPPN);
 Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
 Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah;
 Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) 2005-2025;
 Peraturan Pemerintah No 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah;
 Peraturan Pemerintah No 21 tahun 2004 tentang Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian/Lembaga yang direvisi menjadi Peraturan Pemerintah No 90 tahun 2010 ;
 Peraturan Pemerintah No 39 tahun 2006 tentang Tatacara Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan;
 Peraturan Pemerintah No 40 tahun 2006 tentang Tatacara Penyusunan Rencana
Pembangunan Nasional;
 Peraturan Pemerintah No 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah antar
pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota.
 Peraturan Pemerintah No 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
 Peraturan Menteri Dalam Negeri No 54 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah No 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
 Peraturan Presiden No 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2010-2014

4. Perencanaan Pembangunan Nasional


Menurut UU Nomor 25 Tahun 2004, yang disebut dengan Perencanaan Pembangunan Nasional
adalah mencakup penyelenggaraan perencanaan makro semua fungsi pemerintahan yang
meliputi semua bidang kehidupan secara terpadu dalam Wilayah Negara Republik Indonesia.
Unsur yang selalu erat berkaitan dengan Perencanaan Pembangunan baik Nasional maupun
Daerah juga telah dijelaskan dalam UU Nomor 25 Tahun 2004 dimana terdapat RPJP Nasional,
RPJM Nasional, RKP, Renstra-KL, Renja-KL. Adapun penjelasan mengenai unsur-unsur diatas
menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, yakni sebagai berikut:
1. RPJP Nasional merupakan penjabaran dan tujuan dibentuknya pemerintah Negara
Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, dalam bentuk visi, misi, dan arah
pembangunan Nasional.
2. RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden yang
penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional, yang memuat strategi pembangunan Nasional,
kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan Lintas Kementerian/Lembaga,
kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran
perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiscal dalam rencana kerja yang
berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
3. RKP merupakan penjabaran dari RPJM Nasional, memuat prioritas pembangunan,
rancangan kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara
menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal, serta program Kementerian/Lembaga, lintas
Kementerian/Lembaga, kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaan
yang bersifat indikatif.
4. Renstra-KL memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang disusun dengan
berpedoman pada RPJM Nasional dan bersifat indikatif.
5. Renja-KL disusun dengan berpedoman pada Renstra-KL dan mengacu pada prioritas
pembangunan Nasional dan pagu indikatif, serta memuat kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh Pemerintah maupun yang ditempuh dengan
mendorong partisipasi masyarakat.

5. Perencanaan Pembangunan Daerah


Perencanaan Pembangunan Daerah yang telah diatur dalam UU Nomor 25 Tahun 2004 pada
dasarnya hampir sama dengan mekanisme, model atau struktur perencanaan pembangunan
nasional. Perbedaan antara struktur pembangunan nasional dan daerah hanya terletak pada ruang
lingkup. Dari segi ruang lingkup, pembangunan nasional jelas mencakup keseluruhan Negara
Indonesia, sedangkan pembanguna daerah hanya mencakup kegiatan pembangunan yang terjadi
pada daerah yang bersangkutan saja. Perbedaan tersebut membuat daerah harus menyusun
sendiri perencanaan pembangunannya dengan tetap mengacu pada dokumen perencanaan
pembangunan nasional. Mekanisme dalam model perencanaan pembangunan daerah ini juga
diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, yakni sebagai berikut:
1. RPJP Daerah memuat visi, misi, dan arah pembangunan Daerah yang mengacu pada
RPJP Nasional.
2. RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang
penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat
arah kebijakan keuangan Daerah, strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan program
Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintan Satuan Kerja Perangkat Daerah. Dan program
kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka
pendanaan yang bersifat indikatif.
3. RKPD merupakan penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP, memuat
rancangan kerangka ekonomi Daerah, prioritas pembangunan Daerah, rencana kerja kerja, dan
pendanannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintahan maupun yang ditempuh
dengan mendorong partisipasi masyarakat.
4. Renstra-SKPD memuat visi,misi,tujuan strategi, kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah serta
berpedoman kepada RPJM Daerah dan bersifat indikatif.
5. Renja-SKPD disusun dengan berpedoman kepada Renstra SKPD dan mengacu kepada
RKP, memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung
oleh pemerintah Daerah maupun yang ditempuh dengan mendoring partisipasi masyarakat.
3. Model – model Penganggaran
Activity Based Budgeting
Activity based budgeting adalah penyusunan anggaran biaya per aktivitas untuk memungkinkan
manajer memprediksi biaya aktivitas yang akan terjadi dalam periode anggaran. Activity-based
budgeting memungkinkan manajer merencanakan dan memantau improvement terhadap aktivitas
secara lebih seksama.
Activity based budgeting (ABB) ini erat kaitannya dengan activity based costing (ABC).
Activity based costing merupakan sistem informasi yang digunakan untuk mengukur
implementasi activity based budget akan mengkomunikasikan hasil pengukuran tersebut kepada
personel yang bertanggung jawab
Functional Based Budgeting
Functional based budgeting atau disebut juga traditional budgeting system adalah suatu cara
menyusun anggaran yang tidak didasarkan atas pemikiran dan analisa rangkaian kegiatan yang
harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Penyusunannya lebih didasarkan
pada kebutuhan untuk belanja/pengeluaran.
Dalam sistem ini, perhatian lebih banyak ditekankan pada pertanggungjawaban pelaksanaan
anggaran secara akuntansi yang meliputi pelaksanaan anggaran, pengawasan anggaran dan
penyusunan pembukuannya. Pengelompokan pos-pos anggaran didasarkan pada obyek-obyek
pengeluaran, sedangkan distribusi anggaran didasarkan atas jatah tiap-tiap departemen/lembaga.
Sistem pertanggungjawabannya hanya menggunakan kuitansi pengeluaran saja, tanpa diperiksa
dan diteliti apakah dana telah digunakan secara efektif/efisien atau tidak. Mula-mula pemerintah
memberi jatah dana untuk tiap-tiap departemen lembaga kemudian setiap departemen/lembaga
mengambil jatah dana tersebut dan menggunakannya untuk melaksanakan kegiatan sampai
habis. Setelah dana tersebut habis dipakai, setiap departemen/lembaga melaporkan bahwa dana
tersebut sudah dipakai. Sehingga tolok ukur keberhasilan anggaran tersebut adalah pada hasil
kerja, maksudnya jika anggaran tersebut seimbang (balance) maka anggaran tersebut dapat
dikatakan berhasil, tetapi jika anggaran tersebut defisit atau surplus, berarti anggaran tersebut
gagal.
Performance Based Budgeting (Penganggaran Berbasis Kinerja)
Performance based budgeting atau anggaran berbasis kinerja merupakan pendekatan penyusunan
anggaran berdasarkan beban kerja dan unit cost data ke dalam setiap kegiatan yang terstruktur
dalam suatu program untuk mencapai tujuan. Dasar pemikirannya adalah penganggaran harus
dapat digunakan sebagai alat menajemen sehingga penyusunan anggaran harus dapat
memberikan hasil yang berguna bagi pengambilan keputusan manajerial (legislatif/eksekutif).
Oleh karena itu, anggaran harus dianggap sebagai program kerja.
Anggaran berbasis kinerja memusatkan perhatian pada pengukuran efisiensi hasil kerja dengan
tujuan memaksimumkan output yang dapat dihasilkan dari input tertentu.
D. Penganggaran Pada Institusi Pemerintahan
1. Konsep Dasar Anggaran Berbasis Kinerja (ABK)
a. Pengertian
Anggaran Berbasis Kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk
mengaitkan setiap biaya yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan manfaat yang
dihasilkan.
b. Tujuan
Tujuan dilakukan penyusunan anggaran berbasis kinerja meliputi:
1) efisiensi pelaksanaan anggaran dengan menghubungkan kerja dan kegiatan terhadap
biaya;
2) mendukung alokasi anggaran terhadap prioritas program dan kegiatan;
3) meningkatkan kualitas pelayanan publik; dan
4) merubah paradigma dan kinerja lembaga.

d. Keunggulan ABK
Keunggulan anggaran berbasis kinerja, adalah bahwa penyusunan anggaran ini dilakukan
dengan mendasarkan pada program, fungsi serta aktivitas dengan menetapkan satuan pengukuran
tertentu dan tujuan (visi) yang telah dirumuskan, sehingga dapat dilakukan penilaian terhadap
masukan dan keluaran atau penilaian terhadap kinerja pelaksanaan kegiatan.
2. ABK pada Pemerintah Pusat
a. Tahap perencanaan
1) Penyusunan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional,
2) Kementerian Negara/Lembaga (K/L) melakukan evaluasi pelaksanaan program dan
kegiatan pada tahun berjalan, menyusun rencana inisiatif baru dan indikasi kebutuhan anggaran,
3) evaluasi Pagu indikatif dan rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah ditetapkan
4) Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan mengevaluasi pelaksanaan
program dan kegiatan yang sedang berjalan dan mengkaji usulan inisiatif baru berdasarkan
prioritas pembangunan serta analisa pemenuhan kelayakan dan efisiensi indikasi kebutuhan
dananya,
5) K/L menyusun rencana kerja (Renja), melakukan Pertemuan tiga pihak (trilateral
meeting) dilaksanakan antara K/L, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian Keuangan,
merancang awal RKP disempurnakan, tahap terakhir
6) RKP dibahas dalam pembicaraan pendahuluan antara Pemerintah dengan DPR, RKP
ditetapkan.
b. Tahap penganggaran
1) penyusunan kapasitas fiskal yang menjadi bahan penetapan pagu indikatif,
2) penetapan pagu anggaran K/L,
3) penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran K/L (RKA-K/L),
4) penelaahan RKA-K/L sebagai bahan penyusunan nota keuangan dan rancangan undang-
undang tentang APBN,
5) penyampaian Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan UU tentang APBN
kepada DPR.
3. ABK pada Pemerintah Daerah
1) Pemerintah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya paling
lambat pertengahan bulan Juni tahun berjalan. Kebijakan tersebut berpedoman pada RKPD.
2) Proses penyusunan RKPD dilakukan antara lain dengan musrenbang.
3) DPRD membahas kebijakan umum APBD yang disampaikan dalam pembicaraan
pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.
4) Pemda bersama DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran sementara berdasarkan
Kebijakan Umum APBD yang telah disepakati.
5) Kepala SKPD menyusun RKA-SKPD.
6) RKA-SKPD disampaikan kepada DPRD.
7) Hasil pembahasan RKA-SKPD disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah
sebagai bahan penyusunan rancangan perda APBD tahun berikutnya.
8) Pemda mengajukan rancangan Perda APBD pada minggu pertama bulan Oktober.
9) Keputusan oleh DPRD mengenai rancangan Perda APBD dilakukan selambat-lambatnya
satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.

Tahap pertama adalah perencanaan dan penganggaran daerah. Perencanaan dan penganggaran
daerah merupakan cermin dari
efektifitas pengelolaan keuangan daerah yang baik untuk menunjang keberhasilan desentralisasi
fiskal.

Proses perencanaan dimulai dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
dengan memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. RPJPD merupakan
suatu dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 20 (dua puluh) tahun yang
digunakan sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) untuk setiap jangka waktu 5 (lima) tahun.

Setelah RPJMD ditetapkan, pemerintah daerah menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) yang merupakan penjabaran dari RPJMD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang
mengacu
kepada Rencana Kerja Pemerintah.

Kepala daerah berdasarkan RKPD menyusun rancangan kebijakan umum APBD. Rancangan
kebijakan Umum APBD yang telah dibahas kepala daerah bersama DPRD, selanjutnya
disepakati menjadi Kebijakan Umum APBD (KUA). Berdasarkan kebijakan umum APBD yang
telah disepakati, pemerintah daerah dan DPRD membahas rancangan prioritas dan plafon
anggaran sementara (PPAS) yang disampaikan oleh kepala daerah. Kemudian Kepala daerah
menerbitkan pedoman penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD sebagai pedoman
kepala SKPD menyusun RKA-SKPD berdasarkan nota kesepakatan.

Setelah RKA-SKPD dibuat, selanjutnya adalah menyusun rencana peraturan daerah tentang
APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rencana peraturan
tersebut akan dievaluasi kemudian ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan daerah
tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.

Anda mungkin juga menyukai