A. DEFINISI
Efusi pleura merupakan suatu gejala yang serius dandapat mengancam jiwa
penderita.Efusi pleura yaitu suatu keadaan terdapatnya cairan dengan jumlah berlebihan dalam
rongga pleura.Efusi pleura dapat di sebabkan antara lain karena tuberkulosis, neo plasma atau
karsinoma, gagal jantung, pnemonia, dan infeksi virus maupun bakteri (Ariyanti, 2003)
Efusi pleura adalah jumlah cairan non purulen yang berlebihan dalam rongga pleural,
antara lapisan visceral dan parietal (Mansjoer Arif, 2001).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan
penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah
kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural
bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
B. KLASIFIKASI
Pada efusi jenis transudat ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari
pembuluh darah. Mekanisme terbentuknya transudat karena peningkatan tekanan hidrostatik
(CHF), penurunan onkotik (hipoalbumin) dan tekanan negative intra pleura yang meningkat
(atelektaksis akut).
Ciri-ciri cairan:
a. Serosa jernih
d. Protein < 3%
Penimbunan cairan transudat dalam rongga pleura dikenal dengan hydrothorax, penyebabnya:
a. Payah jantung
Eksudat ini terbentuk sebagai akibat penyakit dari pleura itu sendiri yang berkaitan dengan
peningkatan permeabilitas kapiler (missal pneumonia) atau drainase limfatik yang berkurang
(missal obstruksi aliran limfa karena karsinoma). Ciri cairan eksudat:
d. LDH cairan pleura lebih besar daripada 2/3 batas atas LDH serum normal
b. Infark paru
c. Pneumonia
d. Pleuritis virus
C. ETIOLOGI
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig(tumor ovarium) dan
sindroma vena kava superior
a. Gagal jantung
c. Sirosis
d. Pneumonia
e. Tuberculosis
f. Emboli paru
g. Tumor
h. Cidera di dada
j. Pemasangan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang baik.
PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan pleura
vicelaris, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 1 – 20 cc yang merupakan
lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara
kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa cairan
di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya
tekanan hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis.
Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh
system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris
adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga
pleura tetap. Karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadan ini bisa terjadi
karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm
H2o. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi
tuberkulosa paru.
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium tuberkulosa masuk melalui
saluran nafas menuju alveoli,terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini akan timbul
peradangan saluran getah bening menuju hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti dengan
pembesaran kelenjar getah bening hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah
bening akan mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran akan meningkat yang
akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya
effusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran
getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening yang
menuju rongga pleura, iga atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan effusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan eksudat, yaitu berisi
protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran protein getah bening.
Cairan ini biasanya serous, kadang – kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura
bias mengandung leukosit antara 500 – 2000. Mula – mula yang dominan adalah sel – sel
polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan effusi sangat sedikit mengandung kuman
tubukolusa. Timbulnya cairan effusi bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena
akibat adanya effusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik antara lain : Irama
pernapasan tidak teratur, frekwensi pernapasan meningkat , pergerakan dada asimetris, dada
yanbg lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal – hal diatas ada
perubahan lain yang ditimbulkan oleh effusi pleura yang diakibatkan infeksi tuberkolosa paru
yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun.
PATHWAY
2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeridada pleuritis
(pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi, jika terjadi mpenumpukan cairan
pleural yang signifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karenacairan akan
berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah
(raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung(garis Ellis Damoiseu)
5. Didapati segitiga Garland yaitu daerah yang pada perkusi redup, timpani dibagian atas garis
Ellis Domiseu. Segitiga Grocco- Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong
mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
F. KOMPLIKASI
Emboli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam, menyebabkan udara dari alveoli masuk
ke vena pulmonalis)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi
pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
2. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya
pneumonia, abses paru atau tumor
3. USGdada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit,
sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan
terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui
sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh
pembiusan lokal).
5. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana
contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari
efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
6. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di konfirmasi dengan
foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam
rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak
cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan
adanya sudut costophreicus yang tidak tajam. Bila efusi pleura telah didiagnosis, penyebabnya
harus diketahui, kemudian cairan pleura diambil dengan jarum, tindakan ini disebut
thorakosentesis. Setelah didapatkan cairan efusi dilakukan pemeriksaan seperti:
a. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin, amylase, pH, dan
glucose
Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk membedakan apakan cairan
tersebut merupakan cairan transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh faktor
sistemik yang mengubah keseimbangan antara pembentukan dan penyerapan cairan pleura.
Misalnya pada keadaan gagal jantung kiri, emboli paru, sirosis hepatis. Sedangkan efusi pleura
eksudatif disebabkan oleh faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan
pleura. Efusi pleura eksudatif biasanya ditemukan pada Tuberkulosis paru, pneumonia bakteri,
infeksi virus, dan keganasan
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi plura yang dilanjutkan dengan
pemeriksaan mikroskopis cairan. Disamping itu punksi ditujukan pula untuk melakukan aspirasi
atas dasar gangguan fugsi restriktif paru atau terjadinya desakan pada alat-alat mediastinal.
Jumlah cairan yang boleh diaspirasi ditentukan atas pertimbangan keadaan umum penderita,
tensi dan nadi. Makin lemah keadaan umum penderita makin sedikit jumlah cairan pleura yang
bisa diaspirasi untuk membantu pernafasan penderita. Komplikasi yang dapat timbul dengan
tindakan aspirasi :
a. Trauma
Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat mengenai pembuluh darah, saraf
atau alat-alat lain disamping merobek pleura parietalis yang dapat menyebabkan pneumothorak.
b. Mediastinal Displacement
Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh penekaran cairan pleura tersebut. Tetapi
tekanan negatif saat punksi dapat menyebabkan bergesernya kembali struktur mediastinal.
Tekanan negatif yang berlangsung singkat menyebabkan pergeseran struktur mediastinal kepada
struktur semula atau struktur yang retroflux dapat menimbulkan perburukan keadaan terutama
disebabkan terjadinya gangguan pada hemodinamik.
Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu yang lama dapat menimbulkan tiga
pengaruh pokok :
2) Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum pleura yang negatif sebagai faktor
yang menimbulkan pembentukan cairan pleura yang lebih banyak
Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD ini dihentikan maka akan terjadi
kembali pembentukan cairan.
3. Penggunaan Obat-obatan
Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura effusi selain hasilnya yang kontraversi juga
mempunyai efek samping. Hal ini disebabkan pembentukan cairan karena malignancy adalah
karena erosi pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaan citostatic misalnya
tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, dan penggunaan zat-zat lainnya seperi atabrine
atau penggunaan talc poudrage tidak memberikan hasil yang banyak oleh karena tidak
menyentuh pada faktor patofisiolgi dari terjadinya cairan pleura.
Pada prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan pleura dapat pula menimbulkan gangguan
fungsi vital . Selain aspirasi thoracosintesis yang berulang kali, dikenal ula berbagai cara lainnya
yaitu :
4. Thoracosintesis
Dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan dapat pula dengan WSD atau dengan
suction dengan tekanan 40 mmHg. Indikasi untuk melakukan torasentesis adalah :
a. Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga plera.
b. Bila therapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau gagal.
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc, karena pengambilan cairan pleura
dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan oedema paru yang
ditandai dengan batuk dan sesak. Kerugian :
5. Radiasi
Radiasi pada tumor justru menimbulkan effusi pleura disebabkan oleh karena kerusakan aliran
limphe dari fibrosis. Akan tetapi beberapa publikasi terdapat laporan berkurangnya cairan setelah
radiasi pada tumor mediastinum.
I ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan
pasien.
b. Keluhan Utama
1) Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan
atau berobat ke rumah sakit.
2) Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak nafas, rasa
berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama
pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tandatanda seperti batuk, sesak
nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya.
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni, gagal
jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya faktor predisposisi.
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakitpenyakit yang disinyalir
sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana
perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
- Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan penggunaan obat-
obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
- Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi
badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien,
- Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan
effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan
pada struktur abdomen.
- Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura
keadaan umumnyalemah.
i. Pola eliminasi
- Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum
dan sesudah MRS.
- Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga
akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
- Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada.
- Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap
pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat
- Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke
lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
l. Pemeriksaan Fisik
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap
petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.
2) Sistem Respirasi
- Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar,
ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah
hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung
meningkat dan pasien biasanya dyspneu.
- Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc.
Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada
yang sakit.
- Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi
penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung
lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux.
Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
- Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas
makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan
ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
3) Sistem Cardiovasculer
- Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada linea
medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran jantung.
- Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan
kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran
ictuscordis.
- Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini
bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
- Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi
jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta
- Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut
menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya
benjolan-benjolan atau massa.
- Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35kali per
menit.
- Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar
teraba.
- Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan
suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).
5) Sistem Neurologis
- Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan GCS.
Adakah composmentis atau somnolen atau comma
6) Sistem Muskuloskeletal
- Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemerikasaan capillary refiltime.
- Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan
antara kiri dan kanan.
7) Sistem Integumen
- Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada
pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport
O2.
- Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam).
Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi
seseorang,
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), gangguan
musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan napas
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru, kerusakan
membran alveolar kapiler
Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses
penyakit dan pengobatan
3. RENCANA KEPERAWATAN
1. Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan napas
NOC :
3. Aspiration Control
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas
NIC :
Airway suction
Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan
saturasi O2, dll.
Airway Management
· Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Pola Nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan)
NOC :
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
NIC :
Airway Management
· Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
NOC :
Kriteria Hasil :
Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
NIC :
Airway Management
· Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
· Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
· Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
· Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas
utama
NOC :
Kriteria Hasil :
NIC :
Nutrition Management
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Nutrition Monitoring
NOC :
Kriteria Hasil :
Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program
pengobatan
Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan
lainnya
NIC :
· Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang
spesifik
· Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
· Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
· Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
· Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
· Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi
di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
· Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
· Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
· Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat
· Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat