Anda di halaman 1dari 2

NAMA : MUHAMMAD RIZKI MULYANUDIN

NPM : 170110170043
MATA KULIAH : MANAJEMEN PERTUBUHAN WILAYAH

Penataan Ruang Peribadatan di Daerah Perdesaan


(Pasal 48 UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Pasal 49 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria)

Di beberapa daerah di Indonesia sering ditemui fenomena dimana dalam sebuah daerah
terkadang tidak ditemukan satupun tempat peribadatan sebuah agama tertentu. Sehingga
mengharuskan masyarakat penganut agama tersebut untuk menempuh jarak yang jauh untuk
menuju tempat peribadatannya guna menunaikan kewajibannya sebagai penganut agama
tersebut. Kondisi seperti ini berbanding terbalik dengan beberapa daerah di Indonesia lainnya
dimana pada daerah yang cakupannya kecil sekalipun seperti perdesaan ditemukan beberapa
tempat peribadatan yang bahkan jaraknya sangat berdekatan. Namun terkadang kondisi seperti
ini pun dapat menjadi masalah ketika setiap tempat peribadatan tersebut memecah belah
masyarakatnya karena suatu perbedaan tertentu. Sehingga tidak mustahil dapat terjadi konflik
dalam masyarakat akibat hal tersebut.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut intervensi pemerintah sangat diharapkan adanya. Baik
dalam bentuk regulasi atau kebijakan hingga dalam bentuk nyata seperti program dan kegiatan
tertentu. Sementara ini pemerintah telah mengatur tentang penataan ruang kawasan perdesaan
dalam Pasal 48 UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Namun sayangnya dalam
pasal tersebut ruang peribadatan tidak disebutkan secara khusus sebagai salah satu penataan
ruang kawasan yang diarahkan. Padahal kehidupan masyarakat tidak akan pernah terlepas dari
unsur spiritual sehingga keberadaan ruang peribadatan sangat krusial adanya. Indikasi
sementara mengapa penataan ruang peribadatan lambat mendapat perhatian adalah karena
penyelenggaraan penataan ruang perdesaan yang masih tergantung pada pemerintah
kabupaten seperti tercantum dalam Pasal 48 ayat (3) UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang. Padahal dengan adanya otonomi desa sekarang ini desa seharusnya memiliki
wewenang yang lebih luas untuk mengatus wilayah administrasinya sendiri. Terlebih dengan
adanya dana desa yang melimpah. Maka ada baiknya bila penyelenggaraan penataan ruang
perdesaan tidak tergantung kembali pada pemerintah kabupaten melainkan berbentuk
koordinasi bersama.
Dalam regulasi lain yaitu Pasal 49 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria dikatakan bahwa ruang peribadatan dijamin dan dilingdungi keberadaannya oleh
pemerintah. Bahkan dalam pasal (1) dan (2) dikatakan bahwa negara akan memberikan tanah
yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Namun sayangnya hal ini tidak selaras
dengan undang-undang penataan ruang yang ada, serta kondisi di masyarakat menunjukan
kondisi yang sebaliknya. Maka dari itu perlu adanya satu komitmen kuat dari pemangku
kebijakan untuk menentukan fokus dan prioritas pembangunannya. Jangan sampai di kemudian
hari terjadi permasalahan yang tidak diinginkan akibat fenomena ini tidak diperhatikan oleh
pemerintah.

Kemungkinan terburuk yang dapat terjadi di 10-20 tahun kemudian akibat fenomena ini yang
tak kunjung diperhatikan oleh pemerintah adalah timbulnya aksi separatisme hingga tidak
menutup kemungkinan timbulnya perang saudara. Seperti yang terjadi di negara timur-tengah
saat ini. Maka dari itu sebagai negara yang memiliki agama lebih dari satu agama pemerintah
baik ditingkat pusat maupun daerah harus mulai menaruh perhatian lebih terhadap hal ini.
Dimulai dari komitmen bersama hingga penyelarasan undang-undang yang ada sehingga
pembangunan khususnya di tingkat daerah dapat berjalan cerdas dan tidak tergesa-gesa.

Referensi
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Anda mungkin juga menyukai