Anda di halaman 1dari 10

Keadilan merupakan konsep yang relatif.

Skala keadian sangat beragam antara satu negara


dengan negara lain, dan masing-masing skala keadilan itu didefinisikan dan ditetapkan oleh
masyarakat sesuai dengan tatanan sosial masyarakat yang bersangkutan. Konsep keadilan
melibatkan apa yang setimpal, setimbang, dan benar-benar sepadan bagi tiap-tiap individu.
Seluruh peristiwa terdapat maksud yang lebiH besar “yang bekerja di balik skenario” yang
berkembang atas landasan spiritual untuk kembali kepada Tuhan. Terdapat keadilan yang
menyeluruh bagi semua. Hukum, konstitusi, mahkamah agung, atau sistem keadilan buatan
manusia tidak ada yang dapat memberi keadilan semacam itu.1

1. Saiyad Fareed Ahmad, Lima Tantangan Abadi Terhadap Agama dan Jawaban Islam
Terhadapnya, diterjemahkan dari God, Islam, Ethics, and the Skeptic Mind: A Study
on Faith, Religios Diversity, Ethics, and The Problem of Evil, (Bandung: Mizan
Pustaka, 2008), h. 151

Kata keadilan seolah mudah diucap tapi tidak mudah diwujudkan. Siapapun bisa mengatakan
“ciptakan keadilan, berbuat adillah” tapi belum tentu ia mampu berlaku adil atau berbuat adil.
Pentingnya keadilan dalam kehidupan manusia dinyatakan dalam ajaran Islam. Keadilan dalam
ajaran Islam wajib dilaksanakan dalam semua perkara. Islam juga mengajarkan bahwa keadilan
harus ditegakkan kepada siapa saja, tanpa pilih-pilih. Allah berfirman:“Wahai orang-orang yang
beriman! Hendaklah kamu menjadi orang-orang yang sentiasa menegakkan keadilan, lagi menjadi
saksi (yang menerangkan kebenaran) kerana Allah, sekalipun terhadap diri kamu sendiri, atau ibu
bapak dan kaum-kerabat kamu.”2

2. Q.S. An-Nisa' ayat 135.

Allah adalah pencipta segala sesuatu, dan salah satu sifat-Nya adalah adil. Dia tidak membeda-
bedakan perlakuan terhadap makhluk-Nya secara zalim. Manusia sebagai khalifah di muka bumi
harus memelihara hukum Allah di bumi, dan menjamin bahwa pemakaian segala sumber daya
diarahkan untuk kesejahteraan manusia, supaya semua mendapat manfaat daripadanya secara adil
dan baik. Islam mendefinisikan adil sebagai “tidak mendzalimi dan tidak didzalimi”.Keadilan
dalam Islam meliputi berbagai aspek kehidupan. Apalagi dalam bidang dan sistem hukumnya.
Dengan demikian, konsep keadilan yang merupakan prinsip kedua setelah tauhid meliputi
keadilan dalam berbagai hubungan, yaitu hubungan antara individu dengan dirinya sendiri,
hubungan antara individu dengan manusia dan masyarakatnya, hubungan antara individu dengan
hakim dan yang berperkara serta hubungan-hubungan dengan berbagai pihak yang terkait.
Keadilan adalah memperlakukan orang dengan cara yang, seandainya engkau adalah rakyat dan
orang lain adalah sultan, engkau akan berpikir begitulah seharusnya engkau diperlakukan.3
3. Antony Black, Pemikiran Politik Islam: Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini,
diterjemahkan dari The History of Islamic Political Thought: From The Prophet to
the Present, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006), Cet. I, h. 208

Keadilan Islam bersifat komprehensif yang merangkumi keadilan ekonomi,


sosial, dan politik. Asas keadilan dalam Islam merupakan pola kehidupan yang
memperlihatkan kasih sayang, tolong menolong dan rasa tanggungjawab,
bukannya berasaskan sistem sosial yang saling berkonflik antara satu kelas
dengan kelas yang lain. Manusia senantiasa mempunyai kecenderungan untuk
mementingkan diri sendiri akibat dipengaruhi oleh hawa nafsu sehingga tidak
berlaku adil kepada orang lain. Oleh itu, usaha untuk mewujudkan keadilan sosial
dalam Islam bukan hanya dengan menumpukkan perhatian terhadap undangundang dan peraturan
saja, tetapi harus melalui proses pendisiplinan nafsu diri.4
4. Ahmad Shukri Mohd. Nain dan Rosman MD Yusoff, Konsep, Teori, Dimensi dan
Isu
Pembangunan, (Malaysia, Univesiti Teknologi Malaysia, 2003), h. 116
5. QS. Al-Araf :10
6. QS. Al-Maidah :8

Kata adil (al-'adl) berasal dari Bahasa Arab, dan dijumpai dalam al-Qur'an, sebanyak 28
tempat yang secara etimologi bermakna pertengahan.7 Adil berasal dari bahasa Arab yang berarti
berada di tengah-tengah, jujur, lurus, dan tulus. Secara terminologis adil bermakna suatu sikap
yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran. Dengan demikian orang yang adil adalah orang yang
sesuai dengan standar hukum baik hukum agama, hukum negara, maupun hukum sosial (hukum
adat) yang berlaku. Dalam Al-Qur’an kata ‘adl disebut juga dengan qisth (QS. Al-Hujarat:9).
Secara etimologis, dalam Kamus Al-Munawwir, al’adl berarti perkara yang tengah-
tengah.8 Dengan demikian, adil berarti tidak berat sebelah, tidak memihak, atau menyamakan
yang satu dengan yang lain (al-musâwah). Istilah lain dari al-‘adl adalah al-qist, al-misl (sama
bagian atau semisal). Secara terminologis, adil berarti mempersamakan sesuatu dengan yang lain,
baik dari segi nilai maupun dari segi ukuran, sehingga sesuatu itu menjadi tidak berat sebelah dan
tidak berbeda satu sama lain. Adil juga berarti berpihak atau berpegang kepada kebenaran.9
Menurut Ahmad Azhar Basyir, keadilan adalah meletakkan sesuatu pada tempat yang sebenarnya
atau menempatkan sesuatu pada proporsinya yang tepat dan memberikan kepada seseorang
sesuatu yang menjadi haknya.10
7. Muhammad Fu'ad Abd al-Baqiy, Al-Mu'jam al-Mufahras li Alfaz Al-Qur'an
alKarim, Dar al-Fikr, Beirut, 1981, hlm. 448 – 449.
8. Ahmad Warson Al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
Pustaka Progressif, Yogyakarta, 1997, hlm. 906
9. Abdual Aziz Dahlan, et. all, (editor), Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 2, PT Ichtiar
Baru Van Hoeve, Jakarta, 1997, hlm. 25
10. Ahmad Azhar Basyir, Negara dan Pemerintahan dalam Islam, UII Pres,
Yogyakarta, 2000, hlm. 30.

Hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang


mengatur tata tertib dalam sesuatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat
yang bersangkutan, oleh karena pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan
dari pihak pemerintah masyarakat itu.11 Menurut Siti Musdah Mulia, hukum adalah aturan-aturan
normatif yang mengatur pola perilaku manusia. Hukum tidak tumbuh di ruang vakum (kosong),
melainkan tumbuh dari kesadaran masyarakat yang membutuhkan adanya suatu aturan bersama.12

11. E. Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia, Balai Buku Ihtiar, Jakarta, 1966,
hlm. 13
12. Siti Musdah Mulia, “Pembaruan Hukum Keluarga Islam di Indonesia”, dalam
Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF (Editor), Islam Negara dan Civil Society,
Paramadina (Anggota IKAPI), Jakarta, 2005, hlm. 302.

Dalam kaitannya dengan aspek hukum, bahwa keadilan hokum Islam bersumber dari Tuhan yang
Maha Adil, karena pada hakikatnya Allah-lah yang menegakkan keadilan (quiman bilqisth), maka
harus diyakini bahwa Allah tidak berlaku aniaya (zalim) kepada hamba-hambaNya (QS.Yunus:
449). Oleh karena itu setiap perbuatan manusia akan dipertanggungjawabkan kepada-Nya pada
hari keadilan (QS. An-Nisa: 110). Adil dalam pengertian persamaan (Equality), yaitu persamaan
dalam hak, tanpa membedakan siapa; dari mana orang yang akan diberikan sesuatu keputusan
oleh orang yang diserahkan menegakkan keadilan, sebagaimana dimaksud firman Allah QS. Al-
Nisaa': 58 yang artinya : “Dan ...Apabila kamu memutuskan perkara di antara manusia, maka
hendaklah engkau putuskan dengan adil.”13
13. QS. An-Nisa:13
Penegakan keadilan secara adil dan merata tanpa pilih bulu adalah menjadi keharusan utama
dalam bidang peradilan, walaupun berkaitan dengan diri sendiri, keluarga dekat, atau orang-orang
yang memiliki pengaruh atau kekuasaan, sebagaimana dikemukakan secara gamblang
dalam surat An-Nisa ayat 135.14 Untuk melihat bagaimana praktek penerapan keadilan bidang
hukum dalam sejarah, berikut ini dikemukakan suatu peristiwa bahwa setelah penaklukan kota
Mekah, ada seorang perempuan keturunan suku Quraisy dari Bani Makhzum melakukan
pencurian. Menurut ketentuan hukum Islam, hukuman yang harus dijatuhkan terhadap pencuri
adalah potong tangan (QS. Al-Maidah: 38). Mengetahui betapa beratnya hukuman tersebut, maka
salah seorang pemuka Quraisy menemui Usamah bin Zaid meminta agar Usamah menemui Nabi
SAW untuk menyampaikan permohonan suku Makhzum ini kepada Nabi agar wanita tersebut
diberi dispensasi, dibebaskan dari hukuman pidana tersebut. Mendengar permintaan Usamah ini,
Nabi SAW balik bertanya kepada Usamah, apakah mereka ini meminta syafa'at bagi seseorang
dalam kejahatan yang telah jelas hukumannya dari Allah. Kemudian serta merta Nabi SAW.
berdiri seraya memberikan penjelasan singkat: sesungguhnya kebinasaan umat sebelummu bahwa
jika terjadi pencurian yang dilakukan orang dari golongan bangsawan, mereka
dibebaskan tidak dihukum, tetapi jika pencurian dilakukan oleh orang lemah (rakyat biasa) mereka
melaksanakan hukumannya, maka Nabi SAW mengucapkan sumpah, Demi Allah jika Fatimah
anak Muhammad mencuri, niscaya aku potong tangannya.
14. Didin Hafidhuddin, Dakwah Aktual, Gema Insani, Jakarta, 2000, hlm. 215.
Keadilan hukum menempatkan secara formal semua orang sama di hadapan hukum. Martabat dan
kehormatan manusia dalam pandangan alQur'an adalah anugerah Allah SWT. Oleh karena itu,
tidak ada satu kekuatan pun yang dapat merusakkan dan menghancurkannya, kecuali sesuai
dengan ketentuan yang telah diberikan Allah. Berkaitan dengan materi hukum, keadilan yang
diterapkan adalah keadilan berimbang. Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa keadilan
social dalam aspek hukum ditandai dengan adanya persamaan semua orang dihadapan hukum,
selain itu hukum ada di atas segalanya dan setiap orang dilindungi hak-haknya.

Perkataan ekonomi berasal dari perkataan Yunani “oikonomia”, arti yang sesungguhnya dari
perkataan tersebut ialah peraturan rumah tangga (oekos = rumah dan nomos = peraturan).15
Sedangkan ekonomi Islam merupakan sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang disimpulkan
dari al-Qur’an dan As-Sunnah, serta merupakan bangunan perekonomian yang didirikan di atas
landasan tersebut sesuai dengan lingkungan dan masa.16
15. Kaslan A. Thohir, Ekonomi Selayang Pandang, NV. Penerbitan W. Van Hoeve,
Bandung, 1951, jilid 1, hlm. 239.
16. Ahmad Muhammad Al-Asal dan Fathi Ahmad Abdul Karim, Sistem Ekonomi
Islam, Prinsip-Prinsip dan Tujuan-Tujuannya, Terj. Abu Ahmadi dan Anshori
Sitanggal, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1980, hlm. 11
Dalam hubungannya dengan keadilan ekonomi, bahwa keadilan dalam bidang ekonomi pada
prinsipnya harta itu tidak boleh terpusat pada kelompok aghniya (golongan kaya) saja
sebagaimana dikemukakan dalam QS. Al-Hasyr: 7. Jika terjadi pemusatan kekayaan, maka akan
timbul ketimpangan sosial, akan terjadi kemiskinan dan proses pemiskinan. Kemiskinan dan
keterbelakangan umat adalah tanggung jawab bersama, ditegaskan berulang kali dalam Al-Qur'an
maupun Sunnah Rasul. Misalnya: pertama, menolong dan membela manusia yang lemah
(mustadh'afin), adalah tanda-tanda orang yang bertakwa (QS. Al-Ma'ârij: 24- 25). Kedua,
mengabaikan golongan fakir miskin, acuh tak acuh terhadap mereka, dan enggan memberikan
pertolongan dianggap mendustakan agama (QS. Al-Mâ'un: 1-3). Ketiga, Rasulullah Saw
menyatakan bahwa keberpihakan kepada golongan dhuafa akan menyebabkan mendapatkan
pertolongan dari Allah SWT. Umar bin Abdul Aziz berhasil membangun kemakmuran rakyatnya
melalui institusi zakat dalam waktu relatif singkat melalui penegakan amanah dan keadilan yang
ditegakkan oleh para aparatnya.

Islam menentang pendapat yang menyatakan bahwa hidup itu dapat diperhitungkan dengan istilah
cukup pangan, cukup sandang atau cukup uang. Akan tetapi Islam pada saat yang sama menuntut
adanya kemampuan pada setiap individu untuk mengembangkan dirinya, dan
bahkan tidak hanya satu macam kemampuan, agar ia tidak tercekam oleh perasaan takut menjadi
miskin. Pada sisinya yang lain Islam juga melarang kemewahan dan pemborosan yang melampaui
batas yang dapat menimbulkan kelas-kelas dalam masyarakat. Islam memberikan hak
kepada orang-orang miskin atas harta orang-orang kaya sekedar memenuhi kebutuhan mereka,
dan sesuai dengan kepentingan yang baik bagi masyarakat, sehingga karenanya kehidupan
masyarakat dapat sempurna, adil dan produktif. Jadi Islam tidak memisah-misahkan aspekaspek
kehidupan, antara material, intelektual, keagamaan dan duniawi; akan tetapi Islam mengatur
keseluruhannya sehingga satu sama lain dapat dirangkaikan sebagai satu bentuk kehidupan yang
utuh terpadu dan sulit untuk diperlakukan dengan diskriminasi. Setiap bagian dari kehidupan ini
satu sama lain merupakan suatu kesatuan yang terorganisasi rapi, sama seperti keteraturan
organisasi alam semesta yang terpadu itu, keteraturan hidup, keteraturan bangsa dan keteraturan
seluruh umat manusia.17
17. Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an, Terj. Anas Mahyuddin, Pustaka, Bandung,
1996, hlm. 55
Politik yang bahasa Arabnya as-siyasah (‫ )السّياسة‬merupakan mashdar dari kata sasa yasusu ( ‫ساس‬
‫)يسوس‬, yang pelakunya sa'is (‫)سائس‬. Ini merupakan kosa kata bahasa Arab asli, Tapi yang aneh,
ada yang mengatakan bahwa kata ini diadopsi dari selain Bahasa Arab.18 Secara
terminologi, bahwa pada umumnya dikatakan, politik (politics) adalah bermacam-macam
kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-
tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.19
18. Yusuf al-Qardawi, As-Siyasah Asy-Syar’iyah, Maktabah Wahbah, Cairo, 1419
H/1998 M, hlm. 28.
19. Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1982, hlm. 8

Ada beberapa hal yang perlu dikaji, yang berhubungan dengan keadilan dalam bidang politik:
a. Keadilan dalam memegang kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk
mempengaruhi tingkah lakunya seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga
tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai
kekuasaan itu. Gejala kekuasaan ini adalah gejala yang lumrah terdapat dalam setiap
masyarakat, dalam semua bentuk masyarakat. Mekanisme perimbangan kekuasaan itu
menjadi dasar semua tatanan keadilan, yang jika manusia ikut serta dalam
menegakkannya akan menjadi jaminan bagi kelangsungan hidup masyarakat atau bangsa
sendiri. Jadi yang dimaksud keadilan di sini keadilan yang harus dipegang seorang
pemimpin yang mengandung arti perimbangan atau keadaan seimbang, tidak pincang
dalam menunaikan tugas yang diamanatkan Allah ataupun rakyat kepada
dirinya, agar amanat itu dijalankan sebagaimana mestinya menurut undang-undang dan
hukum yang berlaku
b. Keadilan dalam memberikan hak warga negara
Keadilan tidak akan pernah lepas dari masalah-masalah penegakan hak-hak asasi..
Keadilan itu yang dimaksud adalah keadilan dalam pemberian hak-hak warga negara.
Inilah keadilan yang tidak dapat diabaikan dalam ranah politik. Adanya tingkat partisipasi
politik yang tinggi, dalam Islam itu berakar dalam adanya hak-hak pribadi dan hak-hak
masyarakat yang tidak dapat diingkari. Hak pribadi dalam masyarakat menghasilkan
adanya tanggung jawab bersama terhadap kesejahteraan para warga. Hak masyarakat itu
atas pribadi warga negaranya menghasilkan kewajiban setiap pribadi warga itu kepada
masyarakat. Jadi, hak dan kewajiban adalah sesungguhnya dua sisi dari satu kenyataan
hakiki manusia, yaitu harkat dan martabatnya.
Disinilah fungsi negara sebagai sistem kekuasaan, yaitu menjamin kepada seluruh
warganya untuk dapat menikmati hak-hak. Hak-hak yang paling asasi yang dimiliki
manusia bukanlah hadiah dari negara tetapi merupakan kodrat martabat kemanusiaan
yang telah diberikan Tuhan sejak lahir. Di antara hak-hak dasar itu adalah hak
berpendapat, hak kebebasan beragama, hak hidup yang layak, hak berserikat. Hak-hak ini
harus selamanya dijamin dalam realisasinya dan jika negara atau orang lain merampasnya
sudah seharusnya dituntut
Dan pada dasarnya penegakan keadilan sosial bukan hanya sekedar bentuk kontrak
sosial melainkan juga tanggung jawab terhadap Allah.Bahkan al-Qur’an menegaskan
bahwa alam raya ini ditegakkan atas dasar keadilan.Islam merupakan peraturan dan
petunjuk kepada semua orang, bagaimana supaya dia layak menjadi anggota
masyarakat yang adil dan makmur, bahkan kemerdekaan orang di dalam rumah
tangga dijamin, dan orang lain tidak boleh mengganggu kemerdekaannya
Salah satu bentuk keadilan yang ditekankan oleh Islam ialah keadilan sosial. Apa
yang ditekankan dalam keadilan sosial ini ialah bahwa setiap individu mendapat hak-
haknya dan di waktu yang sama ia juga perlu melaksanakan segala tanggungjawabnya
untuk merealisasikan keadilan dalam hidupnya. Sebagai contoh, dalam kehidupan sehari-
hari adalah hubungan antara si kaya dengan si miskin. Si kaya bebas mengumpulkan harta
sebanyak mungkin dengan cara yang wajar, tetapi hak si miskin dalam hartanya itu tidak
boleh dilupakan. Sebab itu islam mensyari’atkan ajaran zakat, wakaf dan sedekah. Sikaya
dapat menyalurkan sebagian hartanya kepada si miskin. Si miskin, tidak boleh mencuri
harta si kaya sesuka hati, sebaliknya, haknya akan diberikan melalui penagihan zakat dan
sedekah yang diajarkan Islam. Hal ini adalah antara lain contoh pelaksanaan keadilan
sosial dalam Islam. Apa yang penting dalam keadilan sosial dari perspektif Islam ini ialah
tidak ada pihak yang dinafikan kepentingannya. Kepentingan setiap pihak/orang itu
berjalan seiring dengan kepentingan pihak yang lain, dalam kasus di atasadalah pihak si
kaya dengan si miskin. Contoh lain pihak pemerintah dengan rakyat, dan sebagainya.

Indonesia di gadang-gadang akan mendapatkan bonus demografi yaitu pada


rentang tahun 2020-2030 ini di akibatkan oleh jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun)
pada 2020-2030 akan mencapai 70 persen, sedangkan sisanya, 30 persen, adalah
penduduk yang tidak produktif (di bawah 15 tahun dan diatas 65 tahun ). Dilihat dari
jumlahnya, penduduk usia produktif mencapai sekitar 180 juta, sementara nonproduktif
hanya 60 juta. Bonus demografi ini tentu akan membawa dampak sosial – ekonomi. Salah
satunya adalah menyebabkan angka ketergantungan penduduk, yaitu tingkat penduduk
produktif yang menanggung penduduk nonproduktif (usia tua dan anak-anak) akan
sangat rendah, diperkirakan mencapai 44 per 100 penduduk produktif.
Hal ini sejalan dengan laporan PBB, yang menyatakan bahwa dibandingkan dengan
negara Asia lainnya, angka ketergantungan penduduk Indonesia akan terus turun
sampai 2020. Tentu saja ini merupakan suatu berkah. Melimpahnya jumlah penduduk
usia kerja akan menguntungkan dari sisi pembangunan sehingga dapat memacu
pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Impasnya adalah meningkatkannya
kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Akhir-akhir ini sering kita melihat unjuk rasa yang dilakukan oleh para buruh. Mereka menuntut
kenaikan upah minimum yang menjadi hak mereka dalam melayani majikannya, sekaligus upah
yang dapat mencukupi kehidupannya secara layak. Persoalan upah buruh atau pekerja, menjadi
persoalan yang sangat pelik dari waktu ke waktu, karena hal ini menyangkut kesetaraan,
kelayakan dan yang paling penting adalah keadilan. Keadilan dalam hal distribusi pendapatan
antara pihak pekerja dan pengusaha. Pekerja merasa bahwa mereka menjadi faktor terpenting
dalam produksi sehinga layak untuk mendapatkan kompensasi yang tinggi, yang dapat
mencukupi kebutuhan hidupnya yang kian lama kian tinggi pula. Sementara di pihak pengusaha,
mereka tidak hanya dihadapkan pada masalah biaya pekerja saja tetapi juga tantangan usaha dan
teknologi. Seperti kita sadari bahwa globalisasi membawa efek yang sangat besar, terutama isu
terkait efisiensi sumber daya manusia. Sehingga dengan munculnya kepentingan-kepentingan
tadi membawa persoalan yang tidak sederhana untuk diselesaikan. Bagaimana membuat pekerja
merasa diperhatikan kebutuhannya dan di lain pihak pengusaha tidak merasa dirugikan hingga
akhirnya usahanya dapat terancam. Sehingga upah buruh yang berkaitan dengan kepentingan
usaha merupakan persoalanpersoalan yang berujung pada masalah keadilan.

Berbicara mengenai kasus perburuhan diatas adalah berbicara mengenai ekonomi dan
keadilan. Keadilan merupakan topik yang penting dalam etika bisnis. Menurut Bertens,
antara ekonomi dan keadilan terjalin hubungan yang sangat erat karena keduanya berasal
dari sumber yang sama. Sumber tersebut adalah masalah kelangkaan yang ditimbulkan
karena keterbatasan sumber daya. Barang yang tersedia selalu langka dan oleh karena itu
harus dicarikan cara bagaimana untuk membaginya dengan baik. Jika barang tersebut
melimpah ruah maka tidak muncul masalah ekonomi karena tidak akan diperjualbelikan.
Karena tidak dijualbelikan maka tidak akan ada harga. Seperti air laut, atau udara yang kita
hirup, tidak ada orang yang memperjualbelikannya karena orang bebas mengambil tanpa
membayar. Disitulah letak persoalan ekonomi dan keadilan terutama keadilan distribusi
atau keadilan dalam membagi.
20. Ahmad Shukri Mohd. Nain dan Rosman MD Yusoff, Konsep, Teori, Dimensi dan
Isu Pembangunan, Op. Cit., h. 116
21. Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam, Op. Cit., h. 73

Keadilan sosial pada hakikatnya merupakan persoalan yuridis, karena terwujudnya keadilan sosial
itu sangat bergantung kepada produk legislasi dan kebijakan pemerintah yang sensitif dan
berpihak kepada kepentingan dan kebutuhan rakyat merupakan instrumen utama dalam
mewujudkan keadilan sosial. Konsep keadilan sosial menyangkut hanya pada sebagian
saja (particular), sedangkan konsep keadilan itu yang menyangkut hal yang menyeluruh. Karena,
keadilan itu menyangkut banyak hal. Pertama, adalah pemenuhan hak-hak seseorang, yaitu hak-
hak individu. Jadi keadilan itu intinya adalah dipenuhinya hak-hak individu. Kedua, adalah
keadilan itu menyangkut prosedur. Jadi, kalau prosedur itu diikuti, maka hasil apapun
yang terjadi maka ia dianggap sebagai adil, sedangkan menyalahi prosedur maka dianggap sebagai
ketidakadilan. Ketiga, menyangkut reward and punishment, artinya orang yang baik harus diberi
penghargaan dan orang yang jahat dijatuhi hukuman. Keempat, menyangkut sikap, yaitu sikap
sosial dan sikap tidak sosial. Kelima, menyangkut pemberdayaan kaum yang lemah, tertindas, dan
tertinggal. Keadilan sosial itu mesti diwujudkan dalam hal itu. Keenam, pembagian pendapatan
atau kesejahteraan secara merata. Keadilan sosial hanya menyangkut pada pemberdayaan yang
lemah tertindas dan tertinggal dan pembagian kesejahteraan pendapatan secara merata. Itulah
keadilan Islam yang tidak pandang bulu. Sebuah cermin keadilan yang tegak karena dibarengi
kekukuhan keimanan, masalah harus sesuai dengan hukum, menghormati aparat hukum, dan juga
setiap penegakan hukum memiliki konsekuensi keimanan yang besar.22
22. Yusuf Burhanudin, Saat Tuhan Menyapa Hatimu, (Bandung: Mizania, 2007), Cet.
I, h.240
Dalam Alquran ada beberapa ayat yang megandung makna keadilan sosial ekonomi adalah: ”Dan
berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang
baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu.
Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.”23”...dan
sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada
sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu
berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat (mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu
diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.”24
23. QS. Al-Nisa’ ayat 2
24. Q.S. al-An’am ayat152
Kaum fakir dan miskin adalah dua kelompok lemah yang banyak disebutkan AlQur’an. Ketika Al
Qur’an berbicara tentang kedua kelompok tersebut umumnya dalam konteks mengentaskan
kemiskinan yang mereka hadapi. Bahwa upaya pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan kaum
fakir dan miskin menurut al-Qur’an terkait dengan pemanfaatan dan distribusi harta.Ayat-ayat Al-
Qur’an yang berbicara tentang harta ada yang berupa perintah dan ada yang berupa larangan
(Rodin, 2015: 71). Dari dua ketentuan di atas, Al-Qur’an menempuh beberapa model langkah
untuk mengatasi kesenjangan antara kaya dan miskin. Yaitu dengan adanya perintah untuk
bekerja, memberi makanan pokok, perintah berinfak, perintah mengeluarkan
zakat, pemberian dari sebagian harta warisan, pembagian ghanimah dan fa’i, larangan monopoli
dan menimbun harta.Beberapa model di ini dapat dibagi ke dalam dua kelompok, langkah-langkah
yang bersifat struktural dan langkah-langkah yang bersifat kultural. Langkah struktural lebih
ditekankan kepada lembaga khusus yang menanganinya agar berjalan dengan baik, sedangkan
langkah kultural lebih ditekankan pada individu.Pada langkah struktural maupun kultural
keterlibatan pemerintah sangatlah dibutuhkan, malahan merupakan suatu keniscayaan.
Sila keempat yang berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” merupakan ideologi
serta ketetapan paten di mana Negara adalah salah satu media terpenting dalam mewujudkan cita-
cita pancalisa tersebut, undang-undang tentang masalah kekayaan alam, hak milik, dan
pemerataan haruslah menjadi prioritas utama pemerintah dalam mengimplementasikan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai