C. Miskonsepsi
Anak-anak membentuk pemahamannya tentang fenomena alam sebelum mereka
mempelajarinya di sekolah tersebut konsepsi awal (prakonsepsi). Beberapa di antara
pemahaman tersebut, sepadan dengan pemahaman yang dipegang oleh para pakar sains
(konsep ilmiah), tetapi banyak juga yang berbeda dengan konsep-konsep ilimah. Bila siswa-
siswa dikembalikan kepada konsep yang baru, masih tetap memperoleh miskonsepsi.
Contoh: Prakonsepsi siswa untuk cahaya antara lain: “Mata kita dapat melihat karena
benda itu dapat memantulkan cahaya yang berasal dari mata kita.
Prakonsepsi siswa tentang listrik antara lain: “lampu yang dekat dengan baterai menyala
lebih terang dari lampu yang jauh dari baterai karena dia berkesempatan memakan
listrik lebih banyak dari pada lampu di belakangnya”. Prakonsepsi siswa tentang suhu air
misalnya: “kalau air panas dalam satu gelas penuh dibagi ke dalam dua gelas atau lebih
suhunya akan ikut berkurang”. Contoh lain: “seorang anak mengatakan bahwa suhu air
teh yang di permukaan cangkir berbeda dengan yang di dasar cangkir. Teh yang di
dasar cangkir lebih dingin, karena itu untuk dapat meminum tehnya itu ia meminta
orangtuanya untuk meminum teh yang di atas lebih dulu, Karena teh tersebut suhunya
lebih tinggi dan dia tidak dapat meminumnya.
Beberapa contoh peragaan yang dapat memancing konsepsi awal siswa adalah sebagai
berikut:
Bahan:
a. Satu atau dua kantong plastik bekas
b. Satu atau dua toples plastik/ kaca
c. Selotip atau karet gelang
Langkah kegiatan:
a. Pasang kantong plastik terbalik pada mulut toples, beri sedikit udara ke dalam kantong
plastik dengan meniupnya, sehingga kantong tersebut menggelembung di atas mulut toples
(lihat gambar A).
b. Ikat kantong plastik ke mulut toples dengan selotip atau karet gelang, sehingga tidak
bocor.
c. Sekarang minta seorang siswa untuk mencoba memasukkan kantong plastik itu ke dalam
toples (tanpa merobeknya). Apakah akan berhasil?
d. Pasanglah kantong plastik yang lain ke dalam toples kedua dan biarkan mulut plastik itu
menutupi mulut toples (lihat sketsa B).
e. Ikatlah mulut plastik sekitar mulut toples dengan selotip atau karet sehingga tidak bocor
dan minta seorang siswa untuk menarik keluar kantong plastik itu. Apakah berhasil?
Pertanyaan-pertanyaan
a. Sebelum memasang kantong plastik itu ke toples, tanyalah kepada siswa: “Apakah yang
ada di dalam toples? Apa yang ada di dalam kantong plastik?”
b. Apa yang menahan kantong plastik itu sehingga tidak dapat masuk ke dalam toples?
(ketika siswa berusaha mendorong masuk ke dalam toples).
c. Apa yang menahan plastik itu tetap berada di dalam toples? (ketika siswa berusaha
menariknya keluar).
d. Bagaimana cara kita memasukkan plastik itu ke dalam toples tanpa melubanginya?
Bahan:
a. Gelas minum
b. Kain tipis yang cukup lebar untuk menutup gelas misalnya saputangan
Gambar 2: Gelas berisi air yang mulutnya ditutupi kain dan diletakkan terbalik
Langkah-langkah kegiatan:
a. Isilah gelas minum dengan air setengah atau penuh.
b. Basahi kain atau saputangan dan tunjukkan bahwa air dengan mudah dapat menembus
kain.
c. Pasanglah kain basah itu menutupi gelas dan tekan kain itu dengan tangan ke dinding
gelas.
d. Dengan satu tangan tekan kain ke dinding gelas, sedang tangan lainnya memegang
bagian bawah gelas tanpa menyentuh kain dan membalik gelasnya.
e. Lepaskan tangan satu yang menekan kain ke dinding gelas, kain dan air tetap tinggal di
gelas.
Pertanyaan-pertanyaan
a. Mengapa kejadian ini tidak dapat dilakukan dengan kain yang kering?
b. Mengapa kain yang basah dapat melekat ke dinding gelas?
c. Mengapa mula-mula terlihat ada sedikit air yang mengalir keluar gelas?
d. Bagaimana terbentuk air di dinding gelas waktu kita memegangnya terbalik?
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat banyak kesalahan dalam konsep siswa
maupun guru. Tidak semua kesalahan itu dapat dikategorikan sebagai miskonsepsi. Dalam
beberapa bahan pustaka kesalahan dapat disebabkan oleh penguasaan konsep siswa belim
lengkap, sederhana, berbeda. Khusus untuk yang terakhir ini seringkali tidak salah, karena itu
disebut sebagai konsep alternative.
Penyebab utama terjadinya miskonsepsi adalah ketidakmampuan siswa membedakan atribut
penentu dari atribut umum. Hal ini terjadi karena siswa lebih memusatkan perhatiannya pada
atribut umum, yang seringkali sangat menonjol dan mudah diamati daripada terhadap atribut
penentu yang memerlukan pengamatan lebih teliti. (Kardi, 1997)
Penyebab lain terjadinya miskonsepsi pada siswa ialah karena tidak dikuasainya konsep-
konsep prasyaratnya. Hasil penelitian Arnold dan Simpson (1980) menunjukkan bahwa
karena tidak memahami konsep-konsep tentang benda hidup, gas, makanan dan energi, siswa
mengalami miskonsepsi mengenai konsep fotosintesis.
Faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya miskonsepsi ialah karena contoh yang
bervariasi dan jumlahnya tidak cukup. Lebih-lebih untuk konsep abstrak yang pada umumnya
contohnya berupa analogi atau visualisasi, baik dalam bentuk gambar, bagan, atau reaksi
kimia. Misalnya, fotosintesis seringkali dinyatakan dengan reaksi kimia sederhana sebagai
berikut:
Klorofil
6 CO2 + H2O -------------------------- C6H12O6 + 6 O2
Cahaya Matahari
Reaksi kimia ini dapat menimbulkan miskonsepsi, karena memberi gambaran bahwa gas
asam arang dengan bantuan klorofil dan cahaya matahari, akan bereaksi dengan air
menghasilkan glukosa dan gas asam atau oksigen.
Glukosa tidak terbentuk dari air yang bereaksi dengan gas asam arang dengan bantuan cahaya
matahari dan butir hijau daun. Reaksi pembentukan glukosa melalui fotosintesis sangat
kompleks dan kurang atau tidak tepat jika digambarkan dengan reaksi kimia sederhana yang
sampai sekarang tertulis pada kebanyakan buku biologi dan fisiologi tumbuhan.
Jumlah atribut yang relevan dan yang tidak relevan, juga mempengaruhi tingkat kesulitan
memperoleh konsep.
Ketika siswa belajar, sebenarnya mereka melakukan suatu kegiatan merangkai konsep yang
telah dimilikinya dengan konsep baru, sehingga terjadilah jaring-jaring konsep di dalam
benaknya. Dengan demikian, konsep yang dimiliki seorang siswa merupakan dasar untuk
mempelajari konsep berikutnya. Sebagai pengetahuan, konsep dapat juga dapat diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan alur berfikir seperti itu, konsep memiliki peranan dan
kedudukan yang amat strategis. Oleh karena itu, proses belajar yang dikehendaki adalah
proses belajar yang mengajarkan konsep, bukan sekedar mengajarkan fakta belaka.
Berdasar uraian di atas, konsep juga disebut konstruksi mental yang digunakan oleh
seseorang untuk menginterpretasi hasil pengamatan. Konsep merupakan simbol-simbol yang
digunakan untuk membantu diri kita mengorganisasi pengalaman. Konsep merupakan
komponen mental yang digunakan untuk menyederhanakan pengalaman. Konsep terbentuk
setelah di dalam akal terbentuk aturan-aturan untuk memerinci unsur-unsur khas pengalaman
kita. Dengan pengucapan sederhana, konsep merupakan abstraksi pengalaman yang memiliki
unsur sama.
Hubungan antara konsep dengan pengamatan/percobaan diistilahkan sebagai aturan
korespondensi (rules of correspondency). Untuk beberapa konsep tertentu, aturan
korespondensinya terlihat amat jelas, sederhana, dan langsung. Misalnya hubungan antara
konsep panjang dengan hasil pengamatan/pengukuran. Sedangkan untuk konsep energi atau
kromosom aturan korespondensinya lebih rumit dan kompleks.
Keadaan yang terakhir ini memungkinkan terjadinya kesalahan di dalam mempelajari konsep.
Kesalahan pada konsep akan menyebabkan kesalahan pula pada tingkat-tingkat organisasi
konsep yang lebih tinggi, yaitu hukum dan teori.
Salah satu ciri teori adalah memiliki kemampuan untuk menginterpretasi dan memprediksi
(meramalkan). Kekeliruan pada konsep yang menyusun teori akan menyebabkan hasil
simpulan dan prediksi yang ditarik dari teori itu keliru.
Berdasar pada uraian tersebut, maka mengajarkan konsep haruslah diusahakan agar konsep-
konsep yang bersangkutan sampai kepada siswa dalam keadaan benar, tidak terjadi distorsi.
Namun, hasil observasi dan penelitian di lapangan melaporkan adanya gejala-gejala
kesalahan konsep ini. Oleh karena itu, harus segera diluruskan (Ibrahim, 1990; Lazeky,
dkk.,1996). Kesalahan konsep itu bahkan dijumpai di dalam buku-buku yang
digunakan sehari-hari oleh para guru mulai tingkat SD, SLTP, sampai SMU
(Hadiapsari, 1995, Seregeg, 1996, FX. Susanto,1998, Kardi, 1999).
Untuk menilai suatu konsep, telah mengalami kesalahan pengertian
(prakonsepsi/miskonsepsi) dapat digunakan tiga kriteria. Kriteria yang dimaksud ialah:
1. Kesesuaian dengan observasi/pengamatan
2. Hubungannya konsisten dengan konsep yang lain
3. Memiliki penjelasan yang komprehensif (menyeluruh)
Kriteria pertama, kebenaran suatu konsep dapat dinilai dengan melihat kesesuaian definisi
konsep itu dengan fakta hasil pengamatan di lapangan. Jadi, definisi konsep dikatakan benar
bila bersesuaian dengan pengalaman empiric. Kebenaran suatu konsep dengan kriteria ini
dapat diuji secara induktif, yaitu dengan melakukan pengamatan-pengamatan pada contoh-
contoh yang bersangkutan.
Konsep serangga didefinisikan sebagai hewan berkaki enam. Melalui pengamatan di
lapangan semua hewan yang bernama serangga seperti semut, belalang, jangkrik, tawon,
lalat, nyamuk memiliki enam (tiga pasang). Jadi konsep tersebut benar, karena sampai saat
sekarang semua serangga berkaki enam.
Kriteria kedua, menuntut agar konsep yang satu tetap konsisten dengan konsep yang lain.
Artinya, definisi suatu konsep tidak boleh bertentangan dengan konsep lain yang telah
dianggap benar secara ilmiah. Contoh: Penyerapan makanan diusus dilakukan melalui proses
osmosis. Konsep ini tidak sepenuhnya benar. Sebab kalau makanan (misalnya: glukosa)
diserap dari usus melalui proses osmosis saja, maka penyerapan itu akan berhenti setelah
dicapai kesetimbangan antara glukosa di dalam darah dan glukosa di dalam usus, berarti
sebelum glukosa itu habis diserap. Konsep ini bertentangan dengan prinsip kerja tubuh yang
amat efisien.
Kriteria ketiga, menyangkut penjelasan yang komprehensif, menyeluruh, dan lengkap. Dalam
hal ini juga menyangkut generalisasi dan kemampuannya untuk menunjukkan kepaduan yang
melatarbelakangi fenomena yang tampaknya beragam. Contoh: konsep respirasi anaerob
didefinisikan sebagai respirasi yang tidak membutuhkan oksigen. Konsep ini merupakan
konsep yang salah, karena penjelasannya belum tuntas. Pada dasarnya telah diketahui bahwa
semua pernafasan/respirasi membutuhkan oksigen, yang berbeda adalah asal oksigen
tersebut. Ingatlah akan istilah pernapasan intramolekul (pernapasan yang oksigennya berasal
dari molekul lain). Kedua konsep itu menunjukkan asal oksigen. Konsep di atas menjadi
benar jika penjelasannya dilengkapi menjadi: Pernapasan anaerob adalah pernapasan yang
tidak membutuhkan oksigen bebas.
B. Tekanan Udara di Tempat Terbuka versus Tekanan Udara di Tempat Tertutup
Tekanan udara juga merupakan hal yang menarik untuk dibahas. Kebanyakan buku-buku
yang penulis baca dan apabila penulis berdiskusi dengan teman guru tentang tekanan udara
biasanya jarang menjelaskan apakah yang dibicarakan itu tekanan udara di ruang terbuka atau
ruang tertutup. Kadang-kadang kita tidak memandang penting penjelasan itu, tetapi dalam
hal-hal tertentu dapat menyebabkan kesalahan konsep. Tekanan udara di ruang terbuka dan
tekanan udara di ruang tertutup kadang-kadang “memberikan respon” yang berbeda terhadap
perubahan faktor fisik lingkungan yang sama. Misalnya meningkatnya suhu akan
menurunkan/memperkecil tekanan udara di ruang terbuka tetapi memperbesar tekanan udara
di ruang tertutup. Kita dapat menggunakan barometer sederhana yang kita buat sendiri untuk
mengetahui respon tersebut.
Apabila barometer sederhana itu diletakkan pada tempat dengan suhu dingin maka udara
yang terdapat di dalam botol akan menyusut dan tekanannya menjadi kecil, sebaliknya
tekanan udara luar (tempat terbuka) akan maningkat lebih besar daripada tekanan udara di
dalam botol. Hal ini terlihat jelas pada membran balon karet yang terpasang di mulut botol
yang melengkung ke dalam.
Diposting oleh Anik Sriwahyuni di 17.46
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Label: misskonsepsi
Posting Komentar
Pengikut
Arsip Blog
▼ 2011 (5)
o ▼ September (3)
Kumpulan miskonsepsi SD
Ikan Kecil dan Air
Kisah Seekor Tikus
o ► Juli (2)