Anda di halaman 1dari 3

Hakikat Manusia dari Segi Dimensi Pendidikan

Pada pembahasan telah diuraikan sifat hakikat manusia. Pada bagian ini sifat hakikat
tersebut akan di bahas lagi. Dalam pendidikan, manusia harus dapat dikembangkan ke arah
empat segi pengembangan kepribadian manusia, yaitu:
1. Sebagai makhluk individu;
2. Sebagai makhluk sosial;
3. Sebagai makhluk susila;
4. Sebagai makhluk beragama.
1. Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Individu
Setiap individu anak yang dilahirkan telah dikaruniai potensi yang berbeda dengan
individu lain. Dikatakan oleh Langeveld, bahwa setiap individu itu unik, artinya setiap individu
memiliki kehendak, perasaan, cita-cita, semangat, dan daya tahan yang berbeda.
Langeveld juga mengatakan bahwa tiap individu mempunyai dorongan untuk mandiri,
meskipun di sisi lain pada diri anak terdapat rasa tidak berdaya sehingga ia memerlukan
bimbingan dari orang lain. Untuk dapat menolong dirinya sendiri, anak (individu) perlu
mendapatkan pengalaman di dalam pengembangan konsep, prinsip, inisiatif, kreativitas,
tanggung jawab, dan keterampilannya. Dengan kata lain, perwujudan manusia sebagai
makhluk individu memerlukan berbagai macam pengalaman melalui pendidikan, agar segala
potensi yang ada dapat tumbuh dan berkembang menjadi kenyataan. Pola pendidikan
demokratis dipandang cocok untuk mendorong tumbuh kembang potensi individu tersebut.

2. Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Sosial


Manusia sejak lahir dikaruniai potensi sosialitas, artinya setiap individu mempunyai
kemungkinan untuk dapat bergaul, yang di dalamnya ada kesediaan untuk memberi dan
menerima. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkannya secara sorang diri.
Kehadiran manusia lain dihadapannya bukan saja penting untuk mencapai tujuan hidupnya,
tetapi juga merupakan sarana untuk pertumbuhan dan perkembangan kepribadiannya. Melalui
pendidikan, dapat dikembangkan keseimbangan antara aspek individual dan aspek sosial
manusia, artinya individualitas manusia dapat dikembangkan dengan belajar dari orang lain,
mengidentifikasikan sifat-sifat yang dikagumi dari orang lain untuk dimilikinya serta menolak
sifat-sifat yang tidak cocok baginya.

3. Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Susila


Dalam kenyataannya hanya manusialah yang dapat menghayati norma-norma dan nilai-
nilai dalam kehidupan. Manusia dapat menepatkan tingkah laku mana yang baik dan bersifat
susila serta tingkah laku mana yang tidak baik dan tidak bersifat susila.
Setiap masyarakat mempunyai norma dan nilai. Melalui pendidikan diusahakan agar
individu menjadi manusia pendukung norma kaidah dan nila-nilai susilayang dijunjung tinggi
oleh masyarakat dan menjadi milik pribadi yang tercermin dalam tingkah laku sehari-hari.
Penghayatan dan perwujudan norma, nilai, dan kaidah-kaidah sosial adalah sangat penting
dalam rangka menciptakan ketertiban dan stabilitas kehidupan masyarakat. Penghayatan atas
norma dan nilai tersebut hanya mungkin dilakukan oleh individu dalam hubungannya dengan
kehadirannya bersama orang lain.
Pentingnya memiliki dan melaksanakan nilai-nilai kehidupan mempunyai 2 alasan
pokok:
1. Untuk kepentingan diri sendiri sebagai individu artinya kalau individu tidak dapat
menyesuaikan diri dengan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat maka dia akan dikucilkan
oleh anggota masyarakat yang lain. Akibatnya dia tidak akan merasa aman dan betah tinggal
di masyarakat yang tidak menerimanya.
2. Untuk kepentingan stabilitas kehidupan masyarakat.
Kelangsungan kehidupan masyarakat sangat tergantung pada dapat tidaknya dipertahankan
norma, kaidah dan nilai masyarakat yang bersangkutan. Suatu masyarakat dengan ciri khas
tertentu dapat dikatakan telah berakhir apabila tata aturan yang berupa norma, nilai dan kaidah
kehidupan masyarakat telah diganti seluruhnya dengan tata kehidupan lain yang diambil dari
masyarakat lain. Oleh karena itu masyarakat perlu waspada terhadap infiltrasi kebudayaan
asing yang merusak tata kehidupan masyarakat sendiri.

4. Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Beragama


Pada hakekatnya manusia adalah makhluk beragama. Beragama merupakan kebutuhan
manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang.
Manusia memerlukan agama demi untuk keselamatan hidupnya. Untuk itu ia dituntut untuk
dapat menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya dengan sebaik-baiknya
melalui pendidikan. Dalam hal ini orang tualah yang paling cocok sebagai pendidik karena
pendidikan agama adalah persoalan efektif dan kata hati. Oleh karena itu harus dimulai sedini
mungkin. Pemerintah dengan berlandaskan pada GBHN memasukkan pendidikan agama ke
dalam kurikulum disekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Peru
ditekankan bahwa pendidikan agama disekolah-sekolah merupakan pengkajian agama yang
lebih ditingkatkan pada pengembangannya. Namun tekanannya tetap pada segi afektifnya.
Disamping itu mengembangkan kerukunan hidup diantara sesama umat beragama dan diantara
sesama penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa perlu mendapat perhatian yang
seksama. Kiranya tidak cukup jika pendidikan agama hanya ditempuh melalui pendidik formal
saja. Kegiatan dalam pendidikan non formal dan informal banyak yang dapat dimanfaatkan
untuk keperluan tersebut.

Pengembangan Dimensi-dimensi Hakekat Manusia


Meskipun pendidikan itu pada dasarnya baik, tetapi dalam pelaksanaanya mungkin saja
bisa terjadi kesalahan-kesalahannya yang lazimnya disebut ‘salah didik’. Sehubungan dengan
itu ada dua kemungkinan yang bisa terjadi, yaitu:

1. Pengembangan yang Utuh


Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor,
yaitu kulaitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas pendidikan
yang disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembangannya.
Selanjutnya pengembangan yang utuh dapat dilihat dari berbagai segi yaitu, wujud dan
arahnya.
a. Dari Wujud Dimensinya
Pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan dan keberagaman
dikatakan utuh jika semua dimensi tersebut mendapat layanan dengan baik, tidak terjadi
pengabaian terhadap salah satunya. Pengembangan domain kognitif, afektif dan psikomotor
dikatakan utuh jika ketiga-tiganya mendapat pelayanan yang berimbang. Keutuhan terjadi
antara aspek jasmani dan rohani,antara dimensi keindividualan, kesosialan,kesusilaan,dan
keberagamaan, antara aspek kognitif,afektif dan psikomotor.Pengembangan aspek jasmaniah
dan rohaniah di katakan utuh jika keduanya mendapatkan pelayanan yang seimbang.

b. Dari Arah Pengembangan


Keutuhan pengembangan dimensi hakikat manusia dapat diarahkan kepada
pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan dan keberagaman secara
terpadu. Dapat disimpulkan bahwa pengembangan dimensi hakikat manusia yang utuh
diartikan sebagai pembinaan terpadu terhadap dimensi hakikat manusia sehingga dapat tumbuh
dan berkembang secara selaras. Perkembangan di maksud mencakup yang bersifat horizontal
(yang menciptakan keseimbangan) dan yang bersifat vertikal (yang menciptakan ketinggian
martabat manusia). Dengan demikian totalitas membentuk manusia yang utuh. Keutuhan
pengembangan di mensi hakikat manusia dapat di arahkan kepada pengembangan dimensi
keindividualan,kesosialan,kesusilaan dan keberagamaan secara terpadu. Pengembangan
domain kognitif,afektif dan psikomotor di samping keselarasannya juga perlu di perhatikan
arahnya.Yang di maksud adalah arah pengembangan diri dari jenjang rendah kejenjang yang
lebih tinggi.

2. Pengembangan yang Tidak Utuh


Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan terjadi di dalam
proses pengembangan jika ada unsur dimensi hakikat manusia yang terabaikan untuk ditangani,
misalnya dimensi kesosialan didominasi oleh pengembangan dimensi keindividualan ataupun
domain afektif didominasi oleh pengembangan dimensi keindividualan ataupun domain afektif
didominasi oleh pengembangan domain kognitif. Demikian pula secara vertikal ada domain
tingkah laku terabaikan penanganannya.
Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya kepribadian yang pincang dan
tidak mantap. Pengembangan semacam ini merupakan pengembangan yang patologis.

Anda mungkin juga menyukai