Oleh :
LAMPUNG SELATAN
2020
1
DAFTAR ISI
COVER
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kalender memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Karena kalenderlah yang digunakan sebagau acuan waktu dalam berbagai kegiatan.
Contohnya pada masyarakat tradisional yaitu petani yang bergantung pada kalender untuk
bercocok tanam, berdasarkan tanda-tanda alam, seperti posisi bintang dilangit. Sedangkan
penggunaan kalender bagi masyarakat modern adalah senbagai alat bantu yang penting
dalam kehidupan, seperti untuk mengetahui tanggal perayaan, jadwal libur atau mengingat
hal-hal penting dalam hidup.
Dalam ilmu astronomi, ada tiga system penanggalan yang didasarkan pada pergerakan
Bulan dan Matahari, yaitu :
1
B. Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kalender Cina
Kalender Cina disebut sebagai Yin Yang Li yang berarti Penanggalan Bulan-
Matahari (Lunisolar Calendar). Ada juga yang menyebutnya Tarikh Imlik.
Sebagian lagi menyebutnya kalender Khongcu Lik/ Tarikh Khongcu atau Tarikh
Bulan, karena berdasarkan perhitungan lama bulan mengitari bumi, yaitu 29,5 hari.
Bukti paling awal aerkologi mengenai kalender Cina ditemukan pada selembar
naskah kuno yang diyakini berasal dari tahun kedua sebelum masehi atau pada masa
Dinasti Shang. Pada masanya dipaparkan tahun lunisolar yang lazimnya 12 bulan,
namun kadang-kadang ada pula bulan ke-13. Penambahan bilangan bulan dalam
kalender memastikan peristiwa tahun baru tetap dilangsungkan dalam satu musim
saja. Hal ini sama seperti kalender masehi satu hari tambahan pada bulan Februari
setiap empat tahun.
3
Penanggalan Cina sangat terkait dengan Tahun Baru Cina yang merupakan hari
raya penting dalam masyarakat Cina. Diluar daratan Cina, tahun baru Cina lebih
dikenal sebagai Tahun Baru Imlek. Imlek (Hokkian 阴 历 , im-le̍ k, pinyin : yin li,
artinya kalender bulan). Perayaan Tahun Baru Imlek dirayakan pada tanggal 1
hingga tanggal 15 pada bulan pertama penanggalan kalender Cina yang
menggabungkan perhitungan matahari, bulan, 2 energi yin-yang, konstelasi bintang
atau astrologi shio, 24 musim dan 5 unsur.
4
v. Solstice Musim Dingin (冬至 dōngzhì) 22 Desember
w. Flu Ringan/ Musim Dingin Tak Tertahankan (小寒 xiǎohán) 6 Januari
x. Musim Dingin Besar (大寒 dàhán) 20 Januari
a. Logam
b. Air
c. Kayu
d. Api
e. Tanah/ Bumi
Sementara itu di negara Cina sekarang, kalender Cina hanya digunakan untuk
menandai perayaan orang Cina, seperti Tahun Baru Cina, perayaan Duan Wu, dan
perayaan Kuih Bulan. Begitu juga dalam bidang astrologi, seperti memilih tahun
yang sesuai untuk melangsungkan perkawinan atau meresmikan pembukaan
bangunan baru. Sementara itu, untuk kegiatan harian, masyarakat Cina mengacu
kepada hitungan kalender masehi.
5
a. Elemen Matahari pada Kalender Cina
Prinsip keharmonisan manusia dana lam yang diajarkan oleh filsuf Cina
ribuan tahun silam pun mengilhami system kalender Cina. Ilmu
pengetahuan Cina di masa prasejarah telah mampu melihat gejala hubungan
antara kejadian di galaksi (bintang-bintang) dengan kehidupan di bumi
(butterfly effect). Oleh karena itu ditemukan 12 masa yang memiliki periode
khusus yang mempengaruhi kehidupan di bumi yang dikenal sebagai shio.
6
i. Tikus (Zi)
ii. Kerbau (Chou)
iii. Harimau (Yin)
iv. Kelinci (Mau)
v. Naga (Chen)
vi. Ular (Si)
vii. Kuda (Wu)
viii. Kambing (Wei)
ix. Kera (Shen)
x. Ayam (You)
xi. Anjing (Xu)
xii. Babi (Hai)
7
3. Cara Perhitungan Kalender Cina
Kalender Cina dibagi menjadi 4 musim dan dibagi lagi menjadi 24 perayaan,
yang mana setiap perayaan ditandai dengan melihat posisi matahari, atau bulan di
langit. Tahun Baru ditandai dengan Bulan Baru Pertama di langit, dan Perayaan
Naga (hari kelima di bulan 5 Kalender Cina) juga dibuat dengan melihat tanda
benda langit. Masyarakat Cina menggnakan kalender ini selama ratusan tahun
hingga Mao Zedong mengadopsi kalender Gregorian atau Kalender Masehi untuk
menandai tanggal di Cina pada tahun 1949 ketika Republik Rakyat Cina dibentuk.
8
No Penanggalan Tionghoa Lama Hari
Total 353-355/(383-384)
1 Cia Gwee 30
2 Ji Gwee 29
3 Sa Gwee 30
4 Si Gwee 30
5 Go Gwee 29
6 Lak Gwee 30
7 Cit Gwee 29
8 Pe Gwee 29 / 30
9 Kauw Gwee 29 / 30
10 Cap Gwee 29
11 Cap It Gwee 29
12 Cap Ji Gwee 30
13 Lun …. Gwee (30)
Dengan demikian dalam kurun waktu 19 tahun solar terdapat tujuh kali bulan
sisipan lunar (Adhikamasa). Cara mengisi bulan sisipan ini antara penanggalan
Budhis berbeda dengan penanggalan Im Lik, terutama berbeda pada bulan apa
bulan sisipan/ daur tahun kabisat lunar (Lun Gwee) atau biasa dikenal Leap Month,
itu diletakkan.
Dengan adanya bulan sisipan ini/ Lun Gwee/ Leap Month maka tahun baru
Imlek tidak akan bergerak maju terus-menerus. Berbeda dengan tarikh Hijriah yang
murni menggunakan penanggalan bulan.
B. Kalender Jawa
9
ini sangat dirasakan oleh umat manusia dari dulu hingga kini. System kalender dari
berbagai zaman memiliki system dan cara yang berbeda-beda dalam menentukan
penanggalan serta mempunyai aturan-aturannya tersendiri. Suku-suku di Indonesia
juga memiliki system penanggalannya sendiri. Disini kami akan membahas
mengenai system penanggalan dari suku Jawa.
Sebelum beredarnya Kalender Jawa yang seperti saat ini, di pulau Jawa
terutama pada jaman kerajaan Mataram, orang menganut penanggalan Saka atau
Kalender Saka. Kalender ini berasal dari India dan menggunakan perhitungan
bulan dan matahari. Kalender ini masuk ke Indonesia seiring dengan pengaruh
agama Hindu yang mulai masuk ke Indonesia sejak abad ke 4/5. Di Indonesia,
khususnya di Jawa dan Bali, sistem penanggalan ini di adaptasi lagi agar sesuai
dengan corak penanggalan lokal.
Pada tahun 1625 Masehi, Sri Sultan Muhammad yang terkenal dengan nama
Sultan Agung Anyokrokusumo berusaha keras menyebarkan agama Islam di pulau
Jawa di wilayah kerajaan Mataram mengeluarkan dekrit untuk mengubah
10
penanggalan Saka. Sejak saat itu kalender Jawa versi Mataram menggunakan
sistem kalender kamariah atau lunar dari yang sebelumnya menggunakan sistem
solar, namun tidak menggunakan angka dari tahun Hijriyah (saat itu tahun 1035
H). Angka tahun Saka tetap dipakai dan diteruskan. Hal ini dilakukan demi asas
kesinambungan. Sehingga tahun saat itu yang adalah tahun 1547 Saka, diteruskan
menjadi tahun 1547 Jawa.
Dekrit Sultan Agung tersebut berlaku di seluruh wilayah kerajaan Mataram II,
yaitu seluruh pulau Jawa dan Madura kecuali Banten, Batavia dan Banyuwangi.
Ketiga daerah terakhir ini tidak termasuk wilayah kekuasaan Sultan Agung.
Namun menurut Prof. Dr. MC Riclefs, dalam artikelnya “Pengaruh Islam
Terhadap Budaya Jawa Terutama pada Abad XIX”, upaya percampuran itu terjadi
upaya percampuran itu terjadi pada tahun 1633 M. Riclefs mengisahkan bahwa
pada tahun 1633 M, Sultan Agung beziarah ke makam Sunan Bayat di Tembayat.
Disebutkan dalam Babad Nitik, Sultan Agung diterima oleh arwah Sunan Bayat.
Sultan Agung yang masih berada di makam tersebut diperintahkan untuk
mengganti kalender Saka yang notabene adalah kalender Hindu menjadi kalender
Jawa. Kemudian kalender tersebut diubah sistemnya mengikuti aturan kamariah
yang berisi bulan-bulan Islam. Maka sejak saat itu terciptalah kalender baru yang
unik, yaitu kalender Jawa-Islam. Perubahan kalender di Jawa itu dimulai pada hari
Jumat Legi, tanggal 1 Sura tahun Alip 1555 Saka bertepatan dengan tanggal 1
Muharram tahun 1043 H, atau tanggal 8 Juli 1633 M.
11
d. Perhitungan hari siklus 4 harian disebutnya dengan Caturwara
e. Perhitungan hari siklus 5 harian disebutnya dengan Pancawara – Pasaran
f. Perhitungan hari siklus 6 harian disebutnya dengan Sadwara – Paringkelan
g. Perhitungan hari siklus 7 harian disebutnya dengan Saptawara – Padinan
h. Perhitungan hari siklus 8 harian disebutnya dengan Hastawara – Padewan
i. Perhitungan hari siklus 9 harian disebutnya dengan Sangawara – Padangon
j. Perhitungan hari siklus 10 harian disebutnya dengan Dasawara
Orang Jawa kuno zaman dahulu mengenal sepuluh jenis pecan. Mulai dari
pecan yang jumlah harinya hanya satu dalam sepekan, hingga pekan yang hari
berjumlah sepuluh dari dalam sepekan. Nama macam-macam pekan itu ialah
ekawara, dwiwara, triwara, caturwara, pancawara, sadwara, saptawara, hastawara,
nawawara, dan dasawara. Pada masa pemerintahan Kanjeng Sultan Agung Prabu
Hanyakrakusuma terjadi perubahan penanggalan, hanya memakai duajenis
minggu. Yaitu saptawara dan pancawara, tetapi masyarawat agraris Jawa masi
memakai sadwara. Saptawara tetap dipakai karena bersifat universal, sedangkan
pancawara atau pasaran tetap dipakai karena melambangkan jati diri manusia
Jawa. Sadwara atau paringkelan masih dipakai masyarakat agraris Jawa, karena
sangat berhibungan dengan kebutuhan akan pemanfaatan alam.
Siklus pekan yang terdiri lima hari (Pancawara) biasa disebutnya dengan pasar oleh
orang Jawa. Hari-hari pasaran merupakan posisi sikap (patrap) dari bulan. Hari- hari
tersebut ialah :
a. Kliwon (Asih) melambangkan jumeneng atau berdiri
b. Legi (Manis) berbalik arah kebelakang atau melambangkan mungkur.
c. Pahing (Pahit) melambangkan madep atau menghadap.
d. Pon (Petak) melambangkan sare atau tidur.
e. Wage (Cemeng) melambangkan lenggah atau duduk.
Selanjutnya, ada juga sebuah pekan yang terdiri atas tujuh hari (Saptawara),
yakni biasa disebutnya Padinan. Masyarakat Jawa sudah mempercayainya bahwa
hitungan 7 hari dalam waktu seminggu, adalah awal bermulanya Tuhan
menciptakan alam semesta dengan 7 tahap. Yang dimana tahap pertama diawali
hari Radite (Minggu). Adapun makna dari hari-hari tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Pertama. Ketika Tuhan memiliki kehendak ingin menciptakan dunia,
disimbolkan dengan matahari yang bersinar sebagai sumber kehidupan.
12
b. Kedua. Tuhan menurunkan kekuatan-Nya untuk menciptakan dunia,
disimbolkan dengan rembulan yang bercahaya tanpa menyilaukan.
c. Ketiga. Ketika Tuhan muncul menyebarkan percikan siinar, disimbolkan
dengan api yang berpijar.
d. Keempat. Tuhan menakdirkan rezeki, dianggap baik untuk memulai suatu
pekerjaan besar.
e. Kelima. Ketika Tuhan menciptakan panas yang menyalakan kehidupan,
disimbolkan dengan angina yang bergerak dan petir yang menyambar.
f. Keenam. Ketika Tuhan menciptakan air yang dingin, disimbolkan dengan
bintang yang mirip titik-titik air yang menyejukkan.
g. Ketujuh. Ketika Tuhan menciptakan unsur materi kasar sebagai dasar
pembentuk kehidupan, disimbolkan dengan air sebagai sumber kehidupan.
Perlu diketahui bahwa penyebutan elemen ini hanyalah sebagai simbol dan
bukan merupakan urutan kejadian alam semesta. Dari simbol inilah yang nantinya
akan digunakan untuk mengenali karakter hari.
a. Minggu : Radite = Planet Matahari
b. Senin : Soma = Planet Bulan
c. Selasa : Anggara = Planet Mars
d. Rabu : Budha = Planet Merkurius
e. Kamis : Respati = Planet Jupiter
f. Jumat : Sukra = Planet Venus
g. Sabtu : Saniskara = Planet Saturnus
Nama-nama hari ini dihubungkan dengan sistem bulan-bumi. Gerakan (solah)
dari bulan terhadap bumi adalah nama dari ke tujuh tersebut yaitu:
a. Radite (Minggu) melambangkan meneng atau diam.
b. Soma (Senin) melambangkan maju.
c. Hanggara (Selasa) melambangkan mundur.
d. Budha (Rabu) melambangkan mangiwa atau sebuah bergerak ke kiri.
e. Respati (Kamis) melambangkan manengen atau sebuah bergerak ke kanan.
f. Sukra (Jumat) melambangkan munggah atau naik ke atas.
g. Tumpak (Sabtu) melambangkan temurun atau bergerak turun.
Kombinasi antara kedua sistem pekan ini (tujuh hari dan lima hari)
menghasilkan sebuah siklus yang baru yang bernama Wuku. Setiap Wuku
dipercaya memiliki watak yang berbeda- beda.
13
Seluruh Wuku memiliki total waktu 30 pekan, sehingga total siklus wuku bila
dihitung kedalam hari adalah 210 hari. Jumlah hari ini dapat dihitung sebagai
berikut : 7 x 5 x 6 = 210 hari.
Berikut adalah daftar nama-nama Wuku :
No. Wuku No. Wuku
1. Sinto / Sinta 16. Pahang
2. Landep 17. Kuruwekut / Kuru Welut
3. Wukir 18. Marakeh
4. Kurantil 19. Tambir
5. Tolu 20. Medangkungan
6. Gumbrek / Gumbreg 21. Maktal
7. Warigalit / Wariga Alit 22. Waye
8. Warigagung / Wariga Agung 23. Menahil / Manahil
9. Julungwangi / Julangwangi 24. Prangbakat
10. Sungsang 25. Bolo / Bala
11. Galungan 26. Wugu
12. Kuningan 27. Wayang
13. Langkir 28. Kulawu
14. Mondisijo / Mandasiya 29. Dukut
15. Julungpujut 30. Watagunung / Watu Gunung
Di dalam kalender penanggalan Jawa, dalam satu tahun terdiri atas 12 bulan,
dimana nama-nama bulan tersebut hasil adopsi dari bulan-bulan dalam Kalender
Hijriyyah. Nama-nama bulan dalam Kalender Jawa diantaranya:
a. Suro
Bulan suro adalah sebuah bulan pertama dalam sistem penanggalan kalender
Jawa. Bulan Sura memiliki jumlah hari pada bulan ini adalah 30 hari. Bulan
suro bertepatan dengan bulan Muharram pada kalender Islam. Nama surah itu
sendiri diambil dari perayaan Asyura yang bertepatan dengan tanggal 10
Muharram pada sistem kalender untuk bulan Islam.
b. Sapar
Urutan bulan jawa yang kedua adalah bulan Sapar. Dalam kalender Jawa
bulan Sapar jumlah sebanyak 29 hari. Bulan Sapar yang bertepatan dengan bulan
perjalanan di kalender Islam. Nama Sapar juga diambil dari bulan Safar dalam
14
sistem kalender Hijriah.
c. Mulud
Urutan bulan ketiga Jawa yakni bulan Mulud. Bulan maulud memiliki jumlah
hari sebanyak 30. Bulan maulud bertepatan dengan bulan Rabi ‘al-Awwal dalam
kalender Islam. Nama maulud ini berasal dari perayaan ulang tahun Nabi, yang
jatuh pada awal musim semi di sistem kalender Hijriah.
d. Bakda Mulud
Bakda Mulud adalah urutan bulan ke empat dalam sebuah penanggalan
kalender Jawa. Bakda Mulud memiliki jumlah hari sebanyak 29 hari. Bulan
Bakda Mulud berketepatan dengan bulan Rabiul Akhir pada kalender Islam.
Nama Bakda Mulud sendiri mempunyai makna “Setelah bulan Mulud”.
e. Jumadilawal
Jumadilawal adalah bulan kelima dalam sistem kalender Jawa. Bulan ini
memiliki 30 hari. Bulan pertama Jumadil bertepatan dengan bulan awal Galilea
pada kalender Islam. Sementara nama Jumadilawal juga diambil dari bulan
Jumaadil Awal dalam sistem kalender Hijriah.
f. Jumadilakhir
Urutan bulan jawa yang keenam adalah Jumadilakhir. Dalam kalender Jawa,
bulan ini memiliki 29 hari. Jumat terakhir bertepatan dengan akhir bulan pada
kalender Islam. Nama Jadadilakhir diambil dari nama Jadadil bulan lalu dalam
sistem kalender Hijriah.
g. Rejeb
Rajab adalah bulan ketujuh dalam sistem kalender Jawa. Bulan ini memiliki 30
hari. Dalam masyarakat Jawa, bulan ini umumnya merupakan salah satu bulan
terbaik untuk merayakan, misalnya pernikahan. Bulan Rajab bertepatan dengan
bulan Rajab pada kalender Islam. Nama “Rajab” berasal dari nama bulan Rajab
dalam sistem kalender Hijriah.
h. Ruwah
Urutan bulan Jawa berikutnya adalah Ruwah. Bulan ruwah ini sering disebutnya
dengan bulan arwah atau bulan saban. Bulan ruwah ini berjumlah 29 hari. Bulan
al-Rawah bertepatan dengan bulan Sa`ban dalam kalender Islam. Nama “Ruwah”
dimulai dengan Nifsu Syaban, yang merupakan amalan dari roh selama setahun
yang dicatat pada bulan Sya’ban dalam sistem kalender Hijriah.
15
i. Pasa
Bulan Pasa adalah urutan bulan kesembilan dalam sistem kalender Jawa. Pasa
biasanya disebut “Poso”. Bulan Pasa memiliki jumlah 30 hari. Bulan ini juga
disebut bulan puasa. Bulan puasa yang bertepatan dengan bulan Ramadhan di
kalender Islam. Nama Pasha berasal dari puasa yang harus dilakukan umat Islam
selama bulan Ramadhan untuk sistem kalender Hijriah.
j. Sawal
Memasuki bulan kesepuluh dari kalender Jawa, yaitu Sawal. Bulan Al-Sawal
memiliki 29 hari. Bulan ini bertepatan dengan bulan Syawal di kalender Islam.
Nama Al-Syawal juga berasal dari nama Al-Syawal dalam sistem kalender Hijriah.
k. Sela
Bulan yang sela adalah urutan Jawa kesebelas. Bulan ini juga sering disebut
sebagai Dulkangidah atau bulan Apit. Bulan ini memiliki 30 hari. Sela tersebut
bertepatan dengan bulan Dqlaida dalam agenda kalender Islam. Nama sela tersebut
berasal dari bahasa Sansekerta.
l. Besar
Bulan terakhir atau bulan kedua belas dalam sistem kalender Jawa sangat
penting. Bulan besar sering disebut dengan bulan Dulkahijjah. Bulan besar
memiliki 29 hari atau 30 hari. Bulan ini bertepatan dengan bulan Dzuhijah dalam
kalender Islam. Nama “Besar” dikaitkan dengan Idul Adha dan ibadah haji yang
dirayakan di bulan Dhu al-Hijjah pada sistem kalender Hijriah.
Sedang tahunnya masih menggunakan tarikh Jawa yaitu tahun Soko. Disamping
itu terdapat juga sistem perhitungan yang berbeda, bulan-bulan ganjil berumur 30 hari
sedangkan bulan-bulan genap berumur 29 hari, kecuali bulan ke 12 (besar) berumur
30 pada tahun panjang. Satu tahun berumur 354,375 hari (354 3/8 hari), sehingga
daur (siklus) penanggalan Jawa ini selama 8 tahun (1 windu), dengan ditetapkan
bahwa pada urutan tahun ke 2, 5 dan 8 merupakan tahun panjang (Wuntu = 355 hari).
Sedangkan lainnya merupakan tahun pendek (Wastu = 354 hari).
Urutan-urutan tahun dalam satu windu itu diberi lambang dengan Huruf
Hijaiyyah, yaitu:
a. Tahun pertama = Alif ( ) اmemiliki arti mulai berniat. Banyaknya hari adalah 354
hari
b. Tahun kedua = Ehe ( )ھmemiliki arti melakukan. Banyaknya hari adalah 355 hari
c. Tahun ketiga = Jim Awal ( ) جmemiliki arti pekerjaan. Banyaknya hari adalah
16
354 hari
d. Tahun keempat = Ze ( ) زmemiliki arti masih. Banyaknya hari adalah 355
hari
e. Tahun kelima = Dal ( ) دmemiliki arti hidup. Banyaknya adalah 354 hari
f. Tahun keenam = Be ( ) بmemiliki arti kembali. Banyaknya hari adalah 355
hari
g. Tahun ketujuh = Wawu ( 453 halada irah aynkaynab.haraek itra ikilimem ( و
hari
h. Tahun kedelapan = Jim Akhir ( ) جmemiliki arti kosong. Banyakya 355 hari
Jumlah hari pada tahun diatas tidaklah mutlak, karena pada akhirnya untuk
menentukan tanggal 1 Sura, biasanya penanggalan jawa mengikuti sistem Hijriah.
Sultan Agung mengintegrasikan dua kalender tersebut dengan semangat
memadukan tradisi dan tuntutan syar’i. Caranya bilangan tahun Saka yang sedang
berlangsung dilanjutkan sebagai titik awal perhitungan Kalender Sultan Agung,
sedang umur bulan mengacu pada system perhitungan Kalender Hijriah.
Keputusan Sultan Agung ini disetujui dan diikuti oleh Sultan Abul Mafakhir
Abdul Kadir (1596- 1651) dari Banten. Adapun ketentuan-ketentuan yang ada
dalam Kalender Sultan Agung adalah :
a. Suro tahun Alip bertepatan dengan hari Jum’at legi tanggal 1 Muharram 1043
H atau 8 Juli 1633 M.
b. Satu periode (windu) membutuhkan waktu 8 tahun.
c. Dalam satu windu terdapat 3 tahun panjang/wuntu (355 hari) dan 5 tahun
pendek/wastu (354 hari).
d. Bulan-bulan gasal umurnya ditetapkan 30 hari, sedangkan bulan-bulan genap
umurnya 29 hari (kecuali bulan Besar pada tahun Wuntu ditambah satu hari
menjadi genap 30 hari).
e. Hari pasaran (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon) tetap dipertahankan
f. Setiap 120 tahun terjadi pergantian kurup. Kalender Sultan Agung hingga kini
masih digunakan oleh masyarakat Jawa, khususnya Kraton Yogyakarta. Patut
dicatat, jika diperhatikan kontruksi metodologis Kalender Sultan Agung dan
semangat yang melatarbelakangi lahirnya Kalender Sultan Agung maka perlu
adanya kajian ulang secara komprehensif agar Kalender Sultan Agung sesuai
tradisi yang berkembang dan tidak bertentangan dengan tuntutan syar'i.
17
2. Penanggalan Jawa
Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, dapat kita ketahui
bahwa jenis pekan yang masih digunakan ialah Saptawara dan Pancawara.
Saptawara memiliki 7 hari dalam sepekan persis seperti yang ada pada Kalender
Masehi. Pancawara memiliki 5 hari dalam sepekan, yaitu Legi, Paing, Pon, Wage
dan Kliwon. Penanggalan Jawa memakai sistem lunar (bulan), maka perhitungan
hari Jawa pun dimulai pada senja hari saat awal munculnya rembulan malam.
Berbeda dengan tanggal Masehi yang dimulai pada pukul 12 malam, tanggal Jawa
dimulai pada saat adzan Maghrib berkumandang. Jika seseorang lahir pada malah
hari, weton kelahirannya sudah ikut tanggal hari berikutnya, meskipun dalam
tanggal Masehi masih termasuk tanggal hari sebelumnya.
Pada suatu jurnal dituliskan oleh Arindia et all, dengan judul Aplikasi Teori
Kekongruenan Untuk Mengkonversikan Hari Saptawara dan Pancawara pada
Kalender Masehi, dijabarkan mengenai perumusan untuk konversi hari-hari
Pancawara. Berikut merupakan formulasi matematika untuk mengkonversi
penanggalan Masehi menjadi hari-hari Saptawara :
𝑊𝑝 = 𝑁 𝑚𝑜𝑑 5
𝑌 𝐶
𝑁 = 𝑘 + (0.6𝑚 + 1.8) − 2 + 4𝐶 + + −1
4 4
Keterangan :
𝑘 = tanggal
𝑚 = bulan
𝑌 = 2 digit terakhir tahun
𝐶 = 2 digit awal tahun
𝑊𝑝 = hari saptawara
Ketentuan :
Nama
Wp
Panacawara
Legi 0
Paing 1
Pon 2
Wage 3
Kliwon 4
18
Selain itu, sebagian masyarakat Jawa islam, dalam menentukan hari-hari
Islamnya mereka menggunakan perpaduan antara Kalender Jawa dan Kalender
Islam yang biasa dikenal dengan kalender Islam Kejawen. Menurut
perhitungan (hisab) Islam kejawen, bahwa dalam tiap windu meliputi 8 x 354
hari + 3 hari = 2835 hari; 15 windu atau 120 tahun meliputi 15 x 2835 hari =
42525 hari. Padahal 1 kebulatan masa tahun Hijriah (30 tahun) menurut
penetapan umum istilahi Hijriah meliputi 30 x 354 + 11 hari = 10631 hari, 120
tahun meliputi 4 x 10631 hari = 42524 hari, sehingga terdapat perbedaan
dengan tahun Hijriah. Daur atau siklus tahun Jawa bukan 30 tahun tahun
lamanya, melainkan hanya 8 tahun saja.
Berhubung dengan perbedaan tersebut, maka dalam 120 tahun, tahun
Hijriah berselisih 1 hari dengan tahun Jawa yakni tahun Hijriah terdahulu 1
hari. Jadi jika misalnya menurut perhitungan tahun Hijriah sudah 1 Sawal,
maka pada tahun Jawa baru 30 Poso (Ramadan). Dari perhitungan tersebut,
nampak bahwa setelah 120 tahun, Hisab Kejawen akan tertinggal 1 hari dari
tahun Hijriah umum (istilahi). Itulah sebabnya, maka 1 kali dalam tiap 120
tahun disamakan kembali dua peerhitungan tahun itu, yaitu dengan
meniadakan 1 tahun kabisat.
Penyamaan itu telah dilakukan 3 kali yakni pertama pada tahun 1674
Jimakhir, tidak dijadikan tahun kabisat, melainkan tahun basithah. Dengan
penyamaan ini tanggal 1-1-1675 Alip bersamaan dengan tanggal 1-1-1163 H
yaitu hari Kamis Kliwon yang bertepatan dengan tanggal 11 Desember 1749
M. Kedua, tahun 1758 Ehe, juga tidak dijadikan tahun kabisat, sehingga
tanggal 1-1-1749 Jimawal bersamaan dengan tanggal 1-1-127 H, yakni hari
Jumat Pon, bertepatan dengan tanggal 28 September 1281 M. Ketiga, tahun
1866 Jimakir, juga tidak dijadikan tahun kabisat sehingga tanggal 1-1-1867
Alip bersamaan dengan tanggal 1-1-1355 H yakni hari Selasa Pon bertepatan
dengan tanggal 24 Maret 1936 M.
Oleh karena itu, jumlah hari dalam tiap-tiap windu yakni 2835 hari
merupakan bilangan yang habis dibagi 7 dan habis dibagi 5, maka tiap-tiap
tahun Alip mulai dengan hari Jumat Legi. Dalam masa tahun 1675-1748 semua
tahun Alip mulai dengan hari Kamis kliwon. Dalam masa tahun 1749-1866
semua tahun Alip mulai dengan hari Rebo Wage dan dari tahun 1867 hingga
sekrang tahun Alip mulai dengan hari Selasa Pon.
19
Prinsip hisab awal tahun Jawa dari tahun 1867 Alip hingga sekarang adalah
sebagai berikut :
• Tentukan tahun Jawa (tahun Hijriah + 512 tahun)
• Tahun Jawa dibagi 8
• Sisa pembagian, jika
0= Be; 1 Suro jatuh hari Rebo Kliwon
1= Wawu, 1 Suro jatuh hari Ahad Wage
2= Jimakir, 1 Suro jatuh hari Kamis Pon
3= Alip; 1 Suro jatuh hari Selasa Pon
4= Ehe; 1 Suro jatuh hari Sabtu Pahing
5= Jimawal, 1 Suro jatuh hari Kamis Pahing
6= Je, 1 Suro jatuh hari Senin Legi
7= Dal; 1 Suro jatuh hari Sabtu Legi
Setelah diperoleh hari dan Pasaran pada tanggal 1 Suro, maka untuk tanggal
pada bulan-bulan berikutnya tinggal menambahkan perbedaan hari dan Pasaran
antara 1 suro dan tanggal-tanggal pada bulan-bulan berikutnya.
Secra umum, sistem hisabnya sebagai berikut :
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem penanggalan Cina maupun Jawa menggunakan berbagai elemen atau factor
yang dipadukan secara komprehensif seperti matahari, bulan, rasi bintang, musim, 5
unsur dll. Dalam penggunaan kedua kelender tersebut, hingga kini masih dipercayai
oleh masyarakat setempat dalam menentukan hari-hari besar.
21
DAFTAR PUSTAKA
http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0202/15/IPTEK/imle30.htm
http://suryaprima.wetpaint.com/page/Tahun+Baru+China+(Imlek)+:+Sejarah+dan+M
itol gi?t=anon
https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=wQfHaheGBIkC&oi=fnd&pg=PT30
&dq=sejarah+kalender+primbon&ots=u0iqBEiwtH&sig=oMzycHOhT6BmGyzvkLq
y_b1NBHM&redir_esc=y#v=onepage&q&f=true
https://sharingconten.com/kalender-jawa/ Diakses pada tanggal 16-4-2020 Pukul
11.23 WIB
Thalib Hariono, dkk. 2013. Sistem Informasi Perhitungan Awal Bulan, Pasaran Hari
Dan Konversi Dari Tahun Masehi Ke Tahun Hijriyah Dengan Metode Ilmu Falaq.
SAINTEKBU: Jurnal Sains dan Teknologi. 6(1). 42-44
Ahmad Izzudin. 2015. Hisab Rukyah Islam Kejawen (Studi atas Metode Hisab Rukyah
Sistem Aboge). Al-Manahij. 9(1). 132-133
22
23