Anda di halaman 1dari 15

A.

Penatalaksanaan medis
Terapi tergantung berat ringannya pneumotoraks.
1. Pemberian oksigenasi
Bila hanya ringan, udara itu dapat direabsorpsi dalam waktu 1
minggu atau lebih. Reabsorpsi lebih cepat bila udara itu kaya
oksigen. Pernapasan dengan 100% oksigen mempercepat resorpsi
udara bebas pleura ke dalam darah dan mengurangu tenakan
nitrogen dari udara yang terperangkap ke dalam darap, tetapi
manfaatnya harus dibandingkan dengan risiko toksisitas oksigen.
2. Pemasangan WSD
Pneumotoraks yang lebih parah harus ditangani dengan aspirasi
atau torakostomi (WSD). (Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi
untuk Keperawatan. Jakarta: EGC). Pemasangan WSD ini
bertujuan membuat tekanan negatif dalam cavum pleura
(normalnya -7 mmHg) sehingga paru mengembang. aspirasi jarum
atau WSD tidak diperlukan kecuali pada pengamatan didapatkan
pneumothoraks yang membesar. Sedangkan pneumothoraks besar
(jarak apeks paru dan cupula ≥ 3 cm) penderita langsung dikelola
dengan WSD . Tindakan lanjutan adalah pleurodesis dengan tujuan
mencegah rekurensi. Tanpa kebocoran udara yang terus menerus,
pneumotoraks yang tidak bergejala dan yang bergejala ringan
hanya memerlukan observasi yang ketat.
3. Drainase
Drainase (aspirasi atau selang) tidak dibutuhkan bagi
pneumotoraks spontan primer asimtomatik yang (kelihatannya)
kecil, namun harus dilakukan bila simtomatik (percobaan awal
biasanya cukup). Adanya penyakit paru meningkatkan risiko
terjadinya komplikasi dan harus dirawat inap. Pneumotoraks
tension termasuk kegawatdaruratan dan membutuhkan penanganan
segera.
4. Bedah Abrasi Pleura
Tindakan bedah dengan abrasi pleura atau pleurektomi untuk
melekatkan kedua pleura dilakukan pada pneumotoraks yang tidak
membaik setelah drainase dengan selang dan pada pneumotoraks
rekuren.
5. Ro. Thoraks.
Menyatakan akumulasi udara atau cairan pada area pleura; dapat
menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung). Selain
itu dari hasil Ro. Thoraks juga dapat di lihat depresi dari dia fragma
serta pergeseran dari mediasternum.
6. Gas Darah Arteri (GDA)
Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi atau
gangguan mekanik pernafasan dan kemampuan mengkompensasi
PaCO2 kadang meningkat. PaCO2 mungkin normal atau menurun
;saturasi O2 bisa menurun.
7. CT-scan (Computed Tomography
Apabila dengan pemeriksaan foto thorak belom dapat diangkat
diagnosa karena kurang akuratnya gambar yang di hasilkan maka
dapat di lakukan CT scan sebagai bentuk penatalaksanaan
selanjutnya. Dari CT scan ini dapat memberikan hasil yang lebih
akurat yang mana dapat menunjukkan terjadinya Pneumotorak
primer ataukah sekunder, dan akan menunjukkan batas antara
udara dan cairan yang ada di dalam paru-paru.
B. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia
Dalam masalah keperawatan ini kita lebih menekankan pada kebutuhan
dasar manusia dalam segi pemenuhan oksigenasi bagi penderita
pneumotorak, karena di ketahui bahwasanya dengan adanya
pneuomotoraks berarti paru-paru mengalami kolaps sehingga suplai
oksigen dalam tubuh akan bemasalah, maka dari itu sebagai kebutuhan
pertama yang harus di penuhi dalam pengakajian menurut virginea
henderson..
1. Definisi Oksigenasi
Oksigenisasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen. Oksigen
berperan penting dalam proses metabolisme sel tubuh. Oksigenasi
berarti memasukan O2 dan mengeluarkan CO2. Pemberian oksigen
yang cukup harus gas yang tidak berwarna dan tidak berbau sehingga
baik untuk proses metabolisme sel (Mubarak, 2007).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen
a. Tahap perkembangan
Perbedaan bentuk paru-patu ada bayi, orang dewasa, dan lansia
memengaruhi oksigenasi, seperti dada bayi yang cenderung kecil
dan jalan napas pendek dan dada orang dewasa sudah mampu
proses respirasi sudah matang dan thoraks berbentuk oval,
sedangkan pada lansia perubahan thoraks yang cenderung menurun
dan mempengaruhi pola napas.
b. Lingkungan
Lingkungan seperti ketinggian, suhu kamar yang panas atau dingin,
serta polusi udara akibat gas karbondioksisa mempengaruhi proses
bernapas. Jika pada ketinggian, semakin tinggi daratan maka PaO2
semakin rendah dan kebutuhan oksigen pun akan rendah. Jika pada
lingkungan dingin, akan memicu terjadinya kontriksi pembuluh
darah yang akan mengurangi kebutuhan oksigen sehingga badan
akan terasa dingin.
c. Gaya hidup
Aktivitas dan latihan fisik mempengaruhi laju kedalaman
pernapasan dan denyut jantung, seperti orang dengan kebiasaan
merokok dan berdebu maka akan menjadi faktor presdiposisi
penyakit paru.
d. Status kesehatan
Orang dengna gangguan kardiovaskuler akan mempengaruhi kerja
paru-paru atau komplikasi, karena penyaluran darah ke perifer
maupun sistemik butuh bantuan oksigen.
e. Narkotika
Narkotika seperti morfin dapat menurunkan laju dan mendepresi
pusat pernapasan di medula oblongata.
f. Perubahan gangguanfungsi pernapasan
Perubahan fungsi dari proses pernapasan yaitu ventilasi, difusi dan
transportasi mempengaruhi kondisi pernapasan seperti akan
terjadinya hipoksia jaringan .
g. Perubahan pola napas
Bernapas abnormal seperti pernapasan cuping hidung akibat dari
sesak napas mempengaruhi proses pernapasan karena akibat dari
denyut jantung yang meningkat dan usaha inspirasi yang
meningkat.
h. Onstruksi jalan napas
Adanya sumbatan pada jalan napas akan mempengaruhi proses
keluar masuknya oksigen, jika sumbatan tersebut tidak ditangani
maka akan mengakibatkan dispnea.
3. Teknik keperawatan dalam manajemen pemberian oksigen
a. Teknik latihan napas dalam
Teknik latihan napas dalam dilakukan untuk merelaksasikan otot-
otot pernapasan, bisa dilakukan ketika ingin mengeluarkan dahak.
Teknik ini ada 2 macam yaitu teknik pernafasan pursed lips dan
teknik pernafasan diafragma.
b. Teknik latihan batuk efektif
Teknik ini berfungsi untuk menekan inspirasi maksimal,
merangsang terbuknya sistem kolateral, meningkatkan volume
paru, meningkatkan distribusi ventilasi.indikasi dilakukan pada
penyakt PPOK, empiema, fibrosis, asma, bed rest, post operasi.
Teknil diberikan dengan inspirasi dan ekspirasi sebanyak 3 kali,
lalu yang ketika kali pasien akan menahan selama 3-5 detik lalu
dibatukkan.
c. Teknik pernafasan pursed lips
Pasien menarik napas secara biasa beberapa detik melalui hidung
dengan mulut tertutup kemudian mengeluarkan napas pelan-pelan
melalui mulut dengan posisi seperti bersiul.
d. Teknik pernafasan diafragma
Pernapasan diafragma, pernapasan ini pasien selama inspirasi dan
ekspirasi pasien menggunakan kontraksi otot perut untuk
menggerakkan diafragma. Pasien menghirup napas melalui
hidung dan menghembuskan melalui mulut.
e. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada dilakukan untuk mencegah terkumplnya sekret
dalam saluran napas dan mempercepat pengeluaran sekret
sehingga tidak terjadi atelektasis. Dilakukan 1 jam sebelum
arapan pagi dan 1 jam sebelum tidur malam hari. Teknik ini ada
2, yaitu clapping, yaitu perkusi atau tepukan yang dilakukan pada
dinding dada atau punggung dengan tangan berbentuk seperti
mangkok dan vibrating, yaitu menggetarkan tangan ke dada
pasien dengan sedikit perkusi, teknik ini dilakukan pada puncak
inspirasi dan dilanjutkan sampai akhir ekspirasi dengan
meletakkan tangan bertumpang tindih pada dada lalu
menggetarkannya. Dari teknik-teknik tersebut,perlu diketahui
kontraindikasi yaitu patah tulang, edema, hemoptisis, tb patru.
f. Pemberian oksigen
Tujuan Pemasangan terapi oksgen
a. Mengatasi hypoxemia/hipoksia
b. Untuk mempertahankan metabolisme
c. Sebagai tindakan pengobatan
Jenis terapi oksigen :
Terdapat 2 jenis terapi oksigen
1. Low flow
2. High flow
Penjelasan:
1. Sistem aliran rendah/low flow
Pemberian oksigen dengan menggunakan sistem ini ditujukan
pada pasien yang membutuhkan oksigen tetapi masih mampu
bernafas normal, karena tehnik sistem ini menghasilkan FiO2
yang bervariasi atau tidak konstan, sangat dipengaruhi oleh aliran,
reservior, dan pola nafas pasien.
Low flow dibagi menjadi 2 jenis yaitu low flow low
concentrationdan low flow high concentration
a. low flow low concentration
Contoh pemberian oksigen dengan aliran low flow low
concentration
sebagai berikut:
1. Kateter nasal
Aliran oksigen yang bisa diberikan dengan alat ini adalah sekitar
1–6 liter/menit dengan konsentrasi 24% - 44%. Prosedur
pemasangan kateter ini meliputi insersi kateter oksigen ke dalam
hidung sampai naso faring. Persentase oksigen yang mencapai
paru-paru beragam sesuai kedalaman dan frekuensi pernafasan,
terutama jika mukosa nasal membengkak atau pada pasien yang
bernafas melalui mulut.
2. Nasal Kanul/Kanul Binasal
Nasal kanul adalah alat sederhana yang murah dan sering
digunakan untuk menghantarkan oksigen. Nasal kanul terdapat
dua kanula yang panjangnya masing-masing 1,5 cm (1/2 inci)
menonjol pada bagian tengah selang dan dapat dimasukkan ke
dalam lubang hidung untuk memberikan oksigen dan yang
memungkinkan klien bernapas melalui mulut dan hidungnya.
Oksigen yang diberikan dapat secara kontinyu dengan aliran 1-6
liter/menit. Konsentrasi oksigen yang dihasilkan dengan nasal
kanul sama dengan kateter nasal yaitu 24 % - 44 %.

b. Low flow high concentration


Teknik yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Sungkup Muka (Masker) Sederhana/Simple Face Mask
Alat ini memberikan oksigen jangka pendek, kontinyu atau
selang seling serta konsentrasi oksigen yang diberikan dari
tingkat rendah sampai sedang. Aliran oksigen yang diberikan
sekitar 5-8 liter/menit dengan konsentrasi oksigen antara 40-
60%.
2. Sungkup Muka (Masker) dengan kantong rebreathing
Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi
yaitu 60-80% dengan aliran 8-12 liter/menit. Memiliki
kantong yang terus mengembang, baik saat inspirasi maupun
ekspirasi. Pada saat inspirasi, oksigen masuk dari sungkup
melalui lubang antara sungkup dan kantung reservoir,
ditambah oksigen dari kamar yang masuk dalam lubang
ekspirasi pada kantong. Udara inspirasi sebagian tercampur
dengan udara ekspirasi sehingga konsentrasi CO2 lebih tinggi
daripada simple face mask (Ni Luh Suciati, 2010)
3. Sungkup Muka (Masker) dengan Kantong Non-Rebreathing
Non-rebreathing mask mengalirkan oksigen dengan
konsentrasi oksigen sampai 80-100% dengan kecepatan
aliran 10-12 liter/menit. Prinsip alat ini yaitu udara inspirasi
tidak bercampur dengan udara ekspirasi karena mempunyai 2
katup, 1 katup terbuka pada saat inspirasi dan tertutup pada
saat ekspirasi, dan ada 1 katup lagi yang fungsinya mencegah
udara kamar masuk pada saat inspirasi dan akan membuka
pada saat ekspirasi (Ni Luh Suciati, 2010).

g. Teknik pemberian nebulizer


Teknik pemberian memberikan penguapan dan diberikan dengan
obat lalu diuapkan.Alat bantu pernapasan ini juga dapat
mengubah obat menjadi uap aerosol yang berfungsi untuk
mengencerkan dahak penderita asma. Efektifitas alat ini tinggi
karena dapat langsung menuju penyebab serangan penderita
asma. Cara kerja alat ini adalah dengan menguapkan larutan obat
yang telah diisikan pada nebulizer dan dihirup melalui masker
khusus. Kini alat ini tersedia dalam berbagai macam desain
tergantung penggunaan dan pemakaian daya untuk dapat
membuat nebulizer berfungsi.

C. Penatalaksanaan keperawatan
A. Pengkajian
1. Pengkajian fokus
a. Demografi meliputi;nama, umur, jenis kelamin, dan pekerjaan.
b. Keluhan utama
Saat dikaji biasanya penderita pneumotoraks akan
mengeluh sesak nafas dan lemas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Penyakit pneumotoraks mulai dirasakan saat penderita
mengalami kecelakaan atau trauma akibat benda tumpul atau
tajam, yang pernah di alami beberapa minggu terakhir. Atau
komplikasi dengan infeksi saluran pernafasan.
B. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


1. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan 1. Kaji faktor penyebab kolaps 1. Memahami penyebab dari
perawatan selama 1x24 paru: trauma, infeksi kolaps untuk mempersiapkan
napas berhubungan
jam, pola napas dapat komplikasi, dll. tindakan/ intervensi yang
dengan penurunan teratasi, dengan kriteria dibutuhkan selanjutnya.
hasil: 2. Kaji kualitas, frekuensi, dan 2. Untuk menentukan pemberian
ekspansi paru
1. Saturasi O2 >95% kedalaman pernapasan. intervensi oksigenasi.
2. RR dalam rentang 3. Observasi TTV setiap 2 jam. 3. Untuk dapat megetahui
normal perubahan kondisi klien
3. Bunyi napas tidak 4. Berikan terapi oksigen, jika 4. Untuk memberikan bantuan
terdengar wheezing diperlukan. oksigenasi sehingga mampu
4. Pola tidur sedikit meningkatkan RR pasien dan
teratasi dengan lama meningkatkan saturasi oksigen
istirahat 5 jam dan 5. Kolaborasikan pemberian 5. Untuk memperlebar saluran
kembali tidur lagi bronkodilator, jika diperlukan. pernapasan
5. Dapat 6. Pertahankan posisi pasien 6. Untuk memungkinkan ekspansi
mendemonstrasikan semifowler, kecuali pasien paru yang adekuat
batuk efektif dan dengan gejala hemaptoe
teknik relaksasi 7. Ajarkan pasien batuk efektif dan 7. Untuk memberikan terapi
6. Pasien dapat teknik relaksasi nonfarmako yang mengurangi
melakukan napas penyempitan saluran napas
dalam pasien dan membantu untuk
mengeluarkan sekret dari
inflamasi yang terjadi
8. Ajarkan pasien napas dalam 8. Untuk membantu ekspansi dada
dengan cara meniup balon dengan cara yang menarik dan
tidak membebankan pasien
2. Gangguan perfusiSetelah dilakukan 1. Kaji status input dan output 1. Untuk memantau sirkulasi
jaringan berhubungan perawatan selama 1x24 cairan. darah dalam ginjal yang
dengan penurunan suplai jam, gangguan perfusi membantu dalam proses
darah tidak adekuat jaringan dapat teratasi, penyaringan darah
dengan kriteria hasil: 2. Pantau parestesia (sensasi 2. Untuk mengetahui lokasi
1. Status sirkulasi; aliran terbakar/tertusuk-tusuk), sirkulasi yang tidak adekuat
darah adekuat ke kesemutan, hiperestesia, dan
seluruh tubuh hipoestesia.
2. Pasien tidak tampak 3. Anjurkan pasien untuk 3. Mencegah terjadinya dekubitus,
anemis melakukan miring kanan dan membantu memperlancar
3. Akral pasien tampak miring kiri. sirkulasi darah keseluruh tubuh
hangat, kering, dan 4. Observasi TTV pasien setiap 2 4. Untuk mengetahui status
merah. jam perubahan kondisi pasien
4. Menunjukkan 5. Anjurkan pasien untuk minum 5. Untuk menyeimbangkan cairan
keseimbangan cairan banyak tubuh pasien
antara input dan 6. Kolaborasikan pemberian cairan 6. Untuk menyeimbangkan cairan
output melalui infus tubuh pasien
5. TTV dalam rentang
normal:
S: 36,5-37,5C
N: 60-100x/mnt
3. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan 1. Kaji PQRST nyeri pada pasien 1. Untuk mengetahui penyebab,
perawatan selama 1x24 lokasi, skala, intensitas waktu
dengan sesak napas, agen
jam, nyeri akut dapat nyeri sehingga akan didapat
cidera terhadap tindakan teratasi, dengan kriteria intervensi lanjutan yang tepat.
hasil: 2. Observasi TTV pasien setiap 2 2. Untuk mengetahui perubahan
WSD/pungsi
1. Nyeri berada dalam jam status kondisi kesehatan pasien
skala rentang ringan 3. Ajarkan terapi nonfarmako 3. Untuk mengurangi rasa nyeri
2. TTV dalam rentang berupa teknik relaksasi atau dengan mendilatasi otot saluran
normal: guided imagery, atau teknik pernapasan pasien, hipnoterapi,
N: 60-100x/mnt distraksi. maupun mengalihkan rasa sakit
RR: 16-20x/mnt dari nyeri yang dirasakan
TD: 120/90 mmHg 4. Kolaborasikan pemberian pasien dengan skala ringan
3. Pola tidur sedikit analgesik, jika diperlukan. hingga sedang.
teratasi dengan lama 4. Untuk mengurangi nyeri
istirahat 5 jam dan 5. Berikan kompres hangat atau dengan skala sedang hingga
kembali tidur lagi dingin pada dada pasien berat.
4. Mampu mengontrol 5. Untuk membuat pasien
nyeri menggunakan 6. Observasi tindakan terapi merasakan sensasi yang lebih
manajemen non farmako maupun non farmako rileks
farmakologi 7. Tingkatkan istirahat 6. Mengetahui efektivitas
tindakan yang telah dilakukan
7. Untuk mengurangi stres yang
dapat memicu timbulnya nyeri

DISCHARGE PLANNING:

1. Meminimalkan stressor atau penyebab stress


2. Istirahat yang berkualitas
3. Melakukan gaya hidup sehat: olahraga teratur, mengkonsumsi sayur dan buah, diet TKTP, tidak mengkonsumsi rokok maupun
minuman beralkohol
4. Ajarkan keluarga untuk mengetahui keadaan emergency dengan cepat membawa pasien ke RS
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: diagnosis NANDA,


intervensi NIC, kriteria hasil NOC, ed 9. Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga

Rosemberg, Martha C., Smith, Kelly. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan. Yogyakarta:
Digna Pustaka.

Rubenstein, David dkk. 2005. Lecture Notes Kedokteran Klini. Ed. Keenam. Jakarta:
Penerbit Erlangga.

Wilkison, JM.2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Brunner and Suddarth. 2001. Buku Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai