Terjadi di Sumatera Barat atau di tanah Minangkabau. Perselisihan antara kaum Padri
dengan kaum Adat yang kemudian mengundang campur tangan pihak Belanda.
Perang Padri pertama (tahun 1821-1825) dan perang Padri kedua (tahun 1830-1837)
1) Perang Padri Pertama
Di kota Lawas, berkembang ke daerah lainnya seperti Alahan Panjang. Kaum Padri dipimpi
oleh Datok Bandaro bertempur melawan kaum Adat yang dipimpin oleh Datuk Jati. Setelah
Datuk Bandaro meninggal dunia, pucuk pimpinan dipegang oleh Malim Basa (Tuanku Imam
Bonjol) dan dibantu oleh Tuanku Pasaman, Tuanku Nan Renceh, Tuanku Nan Cerdik, dan
Tuanku Nan Gapuk. Tahun 1821, kaum Padri menyerbu pos Belanda di semawang dan
mengacaukan kedudukan Belanda di daerah Lintau. Belanda membangun benteng namaFirt van
der Capllen. Tahun 1822 didaerah Baso terjadi pertempuran antara Pasukan Padri yang dipimpin
oleh Tuanku Nan Renceh. 1823 terjadipertempuran lagi di Bonio dan Agam. Belanda dapat
merebut benteng pertahanan kaum Padri. 1825, kedudukan Belanda mulai sulit karena harus
berhadapan dengan kaum Padri dan juga harus menghadapi pasukan Diponegoro.
November 1825, Belanda dan Kaum Padri menandatangani perjanjian damai yang berisi tentang
pengakuan Belanda atas beberapa daerah sebagai wilayah kaum Padri dan untuk sementara
peperangan gelombang pertama berakhir.
Perang padri kedua :
Adat mulai banyak membantu kaum Padri dan kedua kaum tersebut menyadari bahwa perlunya
kerja sama. Perang antara rakyat Minangkabau melawan penjajah Belanda.
1831, penyerangan terhadap belanda di daerah Muarapalam. 1832, dipimpin oleh Tuanku Nan
Cerdik dan Tuanku Imam Bonjol melakukan penyerangan pos Belanda di Mangopo. 1833,
terjadi pertempuran besar di daerah Agam. 1834 hingga tahun 1835, pemerintah Belanda mulai
mengepung benteng Bonjol. Tahun 1837, pasukan Belanda melakukan penyerangan terhadap
benteng Bonjol. Pada tanggal 25 Oktkober 1837, benteng pertahanan Kota Bonjol jatuh ke
tangan Belanda. Imam Bonjol diasingkan ke Cianjur, kemudian dipindahkan ke Minahasa hingga
wafat dann dimakamkan di Pineleng.
C.PERANG DIPONEGORO
Di lingkungan istana terdapat golongan yang memihak Belanda, banyak juga yang menentang
Kolonial Belanda, seperti Pangeran Diponegoro (putra Sultan Hamengku Buwono III).
Kecurigaan yang berlebihan ini pada akhirnya menimbulkan permusuhan dan peperangan yang
disebut perang Diponegoro.
Aceh merupakan salah satu kerajaan di Indonesia yang kuat dan masih tetap bertahan hinga
abad ke-19. berdasarkanTraktat London tahun 1824 bangsa Inggris dan Belanda yang sudah
pernah berkuasa di Indonesia harus saling sepakat untuk menghormati keberadaan kerajaan
Aceh.
Berdasarkan Perjanjian (Taktat) Sumatera tahun 1871 atau yang lebih dikenal dengan Traktat
London ke-3, pihak Inggris melepas tuntutannya terhadap daerah Aceh. Kerajaan Aceh berusaha
mencari bantuan ke Turki serta menghubungi Kedutaan Italia dan Kedutaan Amerika Serikat di
Singapura. Sementara bantuan dari Turki belum datang, pada bulan Maret 1873, perangnya ke
Kutaraja atau Banda Aceh di bawah pimpinan Jendral Kohler, berusaha merebut dan
menduduki ibu kota dan Istana Kerajaan Aceh. Kerajaan Aceh berhasil, tetapi dalam
pertempuran tersebut Jendral Kohler tewas tertembak. Mengawali terjadinya perang Aceh
yang berkepanjangan mulai tahun 1873 sampai 1904. pasukan Belanda melaksanakan operasi
Konsentrasi Stelsel sambil menggertak para pemimpin Aceh agar menyerah. Beberapa pimpinan
utama Aceh seperti Teuku Cik Di Tiro, Cut Nya’ Din, Panglima Polim, dan Cut Meutia
(bersama-sama dengan rakyat Aceh) untuk melancarkan serangan umum.
Pada bulan Desember 1873, Belanda mengirim pasukan perang ke Aceh dengan kekuatan 8.000
personil dibawah pimpinan Mayor Jendral Van Swiesten. Akan tetapi upaya Belanda untuk
menawan Sultan Mahmud Syah belum berhasil karena Sultan beserta para pejabat kerajaan
telah menyingkir ke Luengbata. Setelah Sultan Mahmud Syah meninggal karena sakit, ia
digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Muhammad Daudsyah.
Setelah Teuku Cik Di Tiro sebagai pemimpin utama Aceh Wafat. Pucuk pimpinan dilanjutkan
oleh Teuku Umar dan Panglima Polim. Pada tahun 1893, Teuku Umar beserta pasukannya
memanfatkan kelengahan Belanda dengan tujuan mendapatkan senjata. Disambut baik dan
mendapat gelar Teuku Johan pahlawan. Pada tahun 1896, Teuku Umar bergabung kembali
dengan rakyat Aceh dengan membangun markas pertahanan Meulaboh.
Peristiwa Teuku Umar yang berhasil menyiasati Belanda dipandang sebagai kesalahan besar
Deykerhoff sebagai gubernur militer. Digantikan oleh Jendral Van Heutsz. Belanda memeberi
tugas kepada Dr. Snock Hurgronje untuk menyelidiki perilaku masyarakat Aceh. Dr. Snock
Hurgronje dalam menjalankan tugasnya menggunakan nama smaran, yaitu Abdul gafar.
Untuk mengalahkan Aceh, lebih cepat dan tepat, Belanda menggunakan Strategi sebagai
berikut :
1. menghancurkan dan menangkap seluruh pemimpin dan ulama dari pusat
2. membentuk pasukan gerak cepat (marschose marechausse)
3. semua pemimpin dan ulama yang tertangkap harus menandatangani perjanjian
4. setelah melakukan operasi militer, Belanda mengikuti kegiatan perdamaian
rehabilitasi (pasifikasi)
5. bersikap lunak terhadap para bangsawan.
Atas usulan Dr. Snock Hurgronje, pemerintah Belanda memberi tugas kepda Jendral militer
Van Heutsz. Pada tahun 1899, pasukan gerak cepat pimpinanVan Heutsz, is gugur pada tahun
1899. dilanjutkan oleh istrinya Cut Nya’ Din, tetapi kemudian tertangkap dan diasingkan ke
Sumedang hingga akhir hayatnya.
Belanda menyandera keluarga raja dan keluarga Panglima Polim. Perlawanan Aceh berikutnya
dilanjutkan oleh Cut Meutia, tetapi perlawanan ini dapat dipadamkan dan pada tahun 1904
perang Aceh dinyatakan berakhir.
PERJUANGAN PAHLAWAN DALAM MERAIH
KEMERDEKAAN BANGSA INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
KESIPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Perjuangan rakyat indonesia sangatlah berat mulai dari zaman kerajaan samapai
datangnya beberapa penjajah yang membelenggu bangsa Indonesia berabad-abad, dan akhirnya
karena kegigihan pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka.
B. Saran
Ingatlah darah-darah yang bertumpahan di tanah air ini demi mempertahankan kehormatan dan
memperjuangkan kemerdekaan. Oleh karena itu kita tanamkan jiwa pejuang terdahu yang
mengorbankan hidupnya demi kemerdekaan indonesia sehingga kita dapat meneruskan
perjuangannya untuk membawah Indonesia menjadi negara yang mampu melahirkan generasi
emas.