Anda di halaman 1dari 3

Nama : Agustin Rivai

NIM : 1910104105
Kelas : D (3)
Tugas : Kesehatan Reproduksi
“ Kesetaraan Gender Pada Wanita Bekerja/Karir Dilingkungan Kerja”

ANALISIS KASUS

Kesetaraan gender merupakan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh
kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam
kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan
nasional serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan (Afif:2013). Pada kenyataannya
sampai saat ini, perempuan seringkali dianggap lemah dan hanya menjadi sosok pelengkap.
Terlebih lagi adanya pola berpikir bahwa peran perempuan hanya sebatas bekerja di dapur,
sumur, mengurus keluarga dan anak, sehingga pada akhirnya peran di luar itu menjadi tidak
penting. Istilah kesetaraan gender sering terkait dengan istilah diskriminasi terhadap
perempuan, subordinasi, penindasan, perilaku tidak adil dan semacamnya. Dalam dunia kerja,
perbedaan gender terkadang dapat menimbulkan suatu ketidakadilan terhadap kaum laki – laki
dan terutama kaum perempuan. Ketidakadilan gender dapat termanifestasi dalam berbagai
bentuk ketidakadilan, yakni : Marginalisasi perempuan ( penyingkiran / pemiskinan) kerap
terjadi di lingkungan sekitar contohnya yaitu banyak pekerja perempuan yang tersingkir dan
menjadi miskin akibat dari program pembangunan seperti internsifikasi pertanian yang hanya
memfokuskan petani laki-laki. Terdapat juga bentuk keadilan yang berupa Subordinasi yaitu
keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama
dibandingkan jenis kelamin lainnya. Kadang kala kaum pria beranggapan bahwa ruang lingkup
pekerjaan kaum wanita hanyalah disekitar rumah.

 Penyebab

Masalah gender atau pemilahan peran sosial laki-laki dan perempuan merupakan hasil
dari konstruksi sosial dan budaya melalui pembiasaan, sosialisasi, budaya dan pewarisan
budaya sejak anak dilahirkan ke dunia yang dipengaruhi oleh waktu dan tempat (Suryadi dan
Idris, 2004). Pada prinsipnya gender bisa berbeda dan dipengaruhi oleh waktu dan tempat
sehingga tidak bisa berlaku universal dan tetap menetap (Suryadi dan Idris, 2004). Faktor-
faktor penyebab lain terjadinya Kesenjangan gender pada Perempuan adalah adanya nilai
sosial serta budaya patriakal. Sebagian masyarakat di Indonesia masih menganut pemahaman
agama yang bersifat parsial sehingga menyebabkan ketidakadilan dalam memperlakukan
manusia menurut gendernya. Adanya seterotipe di dalam masyakarat yang masih tertanam
kuat tentang apa yang patut dan tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang wanita, juga menjadi
faktor penyebab terjadinya ketidaksetaraan antara pria dan wanita. Pendapat ini menekankan
perbedaan antara pria dan wanita, bahwa ada hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh
wanita.

 Dampak

Kesetaraan gender menjadi sebuah perubahan sosial karena telah mengubah struktur sosial
dalam masyarakat. Yang dulunya terkotak-kotak antara wanita dan pria, kini menjadi bebas
terbatas sesuai peran dan statusnya dalam masyarakat. Kesetaraan gender memberi dampak
positif yakni mengembangkan kreatifitas, bakat dan kemampuan wanita. Namun ada juga
dampak negatif yang muncul akibat tuntutan kesetaraan gender. Kaum perempuan yang
menyalahgunakan arti emansipasi wanita dan kesetaraan gender, akan menuntut kesamaan hal
yang secara kodrat sebenarnya tidak bisa dipertukarkan. Misalnya dalam berumahtangga.
Wanita kodratnya menjadi “pelayan” dalam rumah tangga, sedangkan pria sebagai kepala
keluarga. Akibat persepsi yang salah terhadap kesetaraan gender, si wanita jadi “durhaka”
terhadap suaminya. Mungkin karena si wanita yang bekerja sedangkan si pria tidak, atau
mungkin gaji si wanita lebih tinggi daripada si pria, sehingga si wanita ini merasa lebih
dominan karena yang memegang kendali perekonomian keluarga sehingga ia tidak bisa
menghargai apa yang diperintahkan suaminya sebagai kepala keluarga. Dampak inilah yang
banyak terjadi di masyarakat sekarang ini. Dampak negatif dari ibu rumah tangga yang sibuk
diluar rumah akan berdampak pada efektivitas interaksi antara suami, istri dan anak dalam
lingkungan keluarga akibatnya banyak rumah tangga yang mengalami keretakan dan bahkan
sampai pada puncak perceraian, berdampak pada kondisi psikologis anak-anaknya.

 Peran Pemerintah
Mengingat permasalahan gender termasuk dalam 17 tujuan utama dalam capaian
terbaru Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs. Pemerintah indonesia sebagai
anggotanya ikut berperan aktif untuk mensukseskan tujuan utama program tersebut. Ditahun-
tahun sebelumnya, mengacu pada UU Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang
menjelaskan adanya pengakuan terhadap prinsip persamaan bagi seluruh warga negara tanpa
kecuali. Diantara Peraturan Perundang-undangan yang mengandung muatan perlindungan hak
asasi perempuan adalah: Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, dan Undang-undang Politik (UU
No. 2 Tahun 2008 dan UU No. 42 Tahun 2008). Kemudian Inpres Nomor 9 Tahun 2000
tentang Pengarustamaan Gender (PUG) dan Kerpres No. 181 Tahun 1998 tentang
Pembentukan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan
yang diubah dengan Perpres Nomor 65 Tahun 2005, UUD RI Nomor 1 Tahun 2017 Kesetaraan
Gender, dan Perpres No. 59 tahun 2017 tentang Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
 Peran Bidan
Selama ini pelayanan kebidanan tergantung pada sikap soasial masyarakat dan keadaan
lingkungan dimana bidan bekerja. Kemajuan sosial ekonomi merupakan paham parameter
yang amat penting dalam pelayanan kebidanan. Keadilan dalam memberikan pelayanan
kebidanan adalah aspek yang paling penting dalam pelayanan kebidanan di Indonesia.
Keadilan dalam pelayanan ini dimulai dengan: Pemenuhan kebutuhan klien yang
sesuai,keadaan sumber daya kebidanan yang selalu siap untuk melayani,adanya penelitian
untuk mengembangkan/ meningkatkan pelayanan ,adanya keterjangkauan ke tempat
pelayanan. Seorang bidan tidak hanya tentang ibu hamil dan menolong persalinan, tetapi juga
bidan bisa menjadi teman bagi seorang perempuan/wanita untuk menambil keputusan. Profesi
bidan merupakan wujud dari betapa diperlukan seorang wanita dalam dunia kerja. Profesi bidan
mematahkan persepsi tentang kesejangan gender. Oleh karena itu, bidan perlu
mensosialisasikan bagaimana perempuan memliki kedudukan yang sama dengan laki-laki.

 Daftar Pustaka

1. Marwah. (2018). Penerapan Kesetaraan Gender dalam Pengembangan Karir Karyawan.


Jurnal Perempuan, Agama dan Jender. Vol.17, (1) : 80 – 95. Diakses tanggal 22
oktober 2019
2. Nurlian dan Harmona Daulay. (2008). Kesetaraan Gender dalam Pembagian Kerja
pada Keluarga Petani Ladang. Vol II (2) : 76-80. Diakses tanggal 22 oktober 2019
3. Rahmawati dan Sunuwati. (2017). Transformasi Wanita Karir Perspektif Gender
Dalam Hukum Islam (Tuntutan Dan Tantangan Pada Era Modern). An Nisa’a: Jurnal
Kajian Gender dan Anak. Vol 12 (02) : 107-115. Diakses tanggal 22 oktober 2019
4. Natasha, Harum.(2013).Ketidaksetaraan gender Bidan pendidikan: Faktor Penyebab,
Dampak dan solusi. Vol. XII (1) : 52-63. Diakses tanggal 22 oktober 2019
5. Pfleiderer B, Bortul M, Palmisano S, Rodde S, Hasebrook J. (2018). Improving female
physician's careers in academic medicine: Chances and challenges. Best Practice &
Research Clinical Anaesthesiology. 32(1):15-23. Diakses tanggal 22 oktober 2019.

Anda mungkin juga menyukai