Anda di halaman 1dari 75

Cinta di Area Rumah / Jembatan Kecil

by : Dwi Novitasari

Dhea Chairunnisah N

Prologue : Gadis kecil yang menyukai teman masa


kecilnya. Tapi saat mereka memasuki bangku SD dan
satu sekolah, mereka mereka seperti tak pernah
saling mengenal. Gadis kecil itu kebingungan dengan
sifat temannya itu yang tiba-tiba menjadi asing
baginya. Karena rasa penasaran itu, gadis kecil itu
mulai memiliki perasaan kepada teman masa kecilnya
itu. Hingga mereka masuk usia delapan belas tahun,
gadis kecil masih setia dengan persaan yang
dimilikinya. Hingga perasaan itu ia rasakan pada
teman masa kecilnya yang lainnya, yang juga satu
area rumah dengannya. Parahnya, rumah teman masa
kecilnya yang ia sukai saling berdampingang.

1
Bab 1

Matahari yang cukup terik di hari Jumat ini tidak


menghilangkan semangat bermain anak-anak Gang
Pahlawan. Segerombolan anak berlari kesana kemari
dengan riangnya. Sebagian dari mereka, melakukan
percakapan layaknya pedagang dan pembeli. Mereka
membaya segepok uang mainan.

“Bu, berapa harga daun seikat ini?” Dewi mengambil


tumpukan daun yang di ikat dan menunjukannya pada Ririn
sebagai penjualnya.

“Satu ikatnya delapan ribu bu.” Jawab Ririn.

“Wah mahal. Gimana kalau satu ikatnya enam ribu.” Dewi


mencoba menawar agar uang mainnya tidak habis.

Di saat kedua gadis cilik itu asik bermain. Tiba-tiba


bola plastic melayang kea rah mereka dan mengenai wajah
Ririn.

“Aduh. Aww sakit.” Ririn menangis dengan wajah yang


memerah karena bola yang melayang itu.

Dewi terkejut dengan yang dialami Ririn. Ia


menjatuhkan uang mainnya karena terkejut. Lalu
menghampiri Ririn tanpa memperdulikan uang yang
berhagra itu.

“Ririn. Kamu ngak apa-apa?” Tanya Dewi dengan wajah


kawatirnya yang terlihat imut di usianya.

“Sakit Dewi.” Jawab Ririn. Tangannya menyetuh wajah


memar itu.

Segerombolan anak laki-laki yang sedang asik bermin


bola itu menghampiri Ririn untuk mengambil bola yang

2
telah melukai wajah Ririn. Salah satu dari mereka
mengambil bola yang tak jauh dari Ririn. Mereka acuh
dengan ke adaan Ririn. Dewi melihat segerobolan anak
laki-laki yang hanya melihat penderitaan Ririn dan anak
laki-laki yang mengambil bola di dekat Ririn tanpa
melihat apa yang telah mereka perbuat membuat hatinya
panas.

“Hei kalian bocah nakal. Kalian harus minta maaf sama


Ririn!” Dewi meneriaki segerombolan anak laki-laki itu.

Segerombolan anak laki-laki itu hanya diam saat


mendengar perintah dari Dewi. Anak laki-laki yang
mengambil bola itu sontak berhenti saat akan menuju ke
temannya lalu ia membalikan badannya ke arah Dewi.

“Hei bocah cengeng. Cuma kena bola aja nangis. Hu dasar


anak Mama.” Jawab anak laki-laki itu.

“Kamu bilang apa? Bocah cengeng? Coba aja kamu


ngerasain wajah kamu kena bola. Kamu pasti juga nagis.”
Wajah Dewi merah padam setelah mendengar jawaban dari
anak laki-laki itu.

Dewi dan anak-laki itu saling mengejek. Tangisan


Ririn semakin keras dan segerombolan anak laki-laki itu.
masih terdiam. Sesekali mereka bebisik. Hari itu menjadi
yang teramai di Gang Pahlawan.

Gadis cilik yang memakai kaos pink dengan celana


pendek dan rambut yang diikat. Datang menghampiri
mereka. Wjahnya juga sama dengan Dewi, merah padam.

3
“Ada apa ini?” Tanya gadis cilik itu.

“Anak laki-laki itu tadi menendang bola. Lalu bolanya


mengenai wajah Ririn.” Jelas Dewi.

“Hei kamu harus minta maaf.” Teriak gadis cilik itu.

“Kamu siapa? Kamu berani ya bentak aku?” Jawab anak


laki-laki.

“Ya beranilah. Buat apa aku harus takut sama anak yang
nggak bisa bilang maaf karena perbuatannya. Oh ya,
kenalin aku Eyak.”Eyak menyilangkan tangannya.

Hari menjelang sore, tapi perkelahian mereka belum


berakhir. Suara tangisa Ririn tak terdengar lagi. Ririn
mematung melihat Eyak dan anak laki-laki itu berdebat.
Tak lama seorang pemuda datang menghampiri mereka.

“Ada apa ini? Kok ramai sekali?” Tanya pemuda itu.

“Ini lo Kak Chandra, anak itu habis nendang bola sampai


kena wajahnya Ririn. Lihat saja wajahnya Ririn, merah
memar.” Eyak menunjukan wajah Ririn yang sedari tadi
mematung.

“Benar itu?” Kak Chandra menanyakan pada Dewi dan


segerobolan anak laki-laki. Dewi mengangguk dengan
mantap menandakan apa yang dikatakan Eyak adalah
benar. Sedangkan segerombolan anak laki-laki hanya
terdiam saat Kak Chandra menanyakan hal itu.

Kak Chandra memandang anak laki-laki yang sedari


tadi berdebat dengan adiknya, Eyak. Kak Chandra melihat
adiknya dengan wajah garangnya. Lalu Kak Chandra
mengelus rambut adiknya dan menyuruhnya mengantar
Ririn pulang dang mengatakan hal yang terjadi. Wajah
Eyak cemberut saat mendengar perintah dari kakaknya. Dia
mengatakan kalao dia tak akan kemana-mana sebelum

4
mendengar anak laki-laki itu minta maaf. Melihat sikap
adiknya, Kak Chandra tersenyum. Ia merasa bahwa yang di
lakukan adiknya saat ini adalah benar. Lalu Kak Chandra
bertanya kepada anak laki-laki itu.

“Hei namamu siap?” Tanya Kak Chandra ke anak laki-laki


itu.

“Reza kak.” Anak laki-laki itu menjawab dengan wajah


menenduk.

“Bisa certain yang kamu lakuin.” Pinta Kak Chandra.

Mendengar permintak Kak Chandra membuat Eyak


kesal. Dia sudah menceritakan apa yang terjadi dari awal
dan sekarang kakaknya bertanya apa yang terjadi pada
anak nakal itu.

“Sudah kamu jelasin saja apa yang terjadi. Kakak nggak


akan marah sama kamu kok.” Pinta Kak Chandra lagi
dengan senyumannya yang hangat.

Melihat senyuman Kak Chandra membuat anak laki-


laki itu berani menceritakan apa yang sudah ia lakukan
dengan temannya. Ia mengaku bersalah dengan yang ia
perbuat. Sebenarnya ia tak sengaja melakukan hal itu. Saat
dia akan menendang bola ke gawang, ternya tendangannya
terlalu tinggi hingga melawati gawang. Ia bingung harus
berbuat apa saat melihat Ririn menangis karena bola yang
ia tendang tadi. Kalau dia minta maaf nanti ia diejek sama
teman-temannya. Setelah menjelaskan itu semua terlihat
wajah menyesal anak laki-laki.

“Kenapa kamu harus takut di ejek karena minta maaf.


Anak laki-laki kalau habis ngelakuin kesalahaan lalu ia
minta maaf, berarti ia itu keren.” Terang Kak Chandra.

5
“Emang minta maaf itu keren ya kak?” Tanya anak laki-
laki itu.

“Pasti.” Jawab Kak Chandra.

Anak laki-laki itu menggaruk kepalanya yang tak


terasa gatal. Lalu mengatakan bahwa ia menyesal dan
minta maaf. Dia menuju kea rah Ririn dan menjulurkan
tangannya. Ririn menerimanya dengan senyuman yang lucu
itu. Ia juga mengatakan kalau memar yang di wajahnya tak
terasa sakit sekarang. Hanya saja jangan di sentuh.
Mendengar penjelasan Ririn membuat anak laki-laki itu
ikut tersenyum. Lalu ia menuju Dewi. Ia menjulurkan
tangannya lagi di hadapan Dewi. Dewi menerimanya tanpa
mengatakan apapun. Terakhir ia menuju ke Eyak yang
sedari tadi berada di sebelah kakaknya dengan tangan
menyilang dan wajah cemberutny karena kakaknya tak
memarahi anak laki-laki itu.

“Aku nggak mau.” Eyak menolak permintaan maaf anak


laki-laki itu.

“Kamu nggak boleh gitu Eyak. Dia kan sudang ngakuin ke


salahannya dan juga minta maaf. Kalu kamu nggak maafin
dia kamu saja nggak keren.” Tegur Kak Chandra.

Dengan tangan yang masih menyilang, Eyak melihat


wajah anak laki-laki. Tak lama ia menerima permintaan
maaf anak laki-laki itu. Kak Chandra tersenyum lebar
melihat kelakuan adiknya.

Kak Chandra menyuruh anak laki-laki itu dan


temannya untuk pulang karena hari akan gelap. Anak laki-
laki itu dan temannya mengucapkan terimakasih pada Kak
Chandra. Lalu mengantarkan Ririn dan Dewi pulang
bersama adiknya. Di perjalanan menuju rumah Ririn, Kak

6
Chandra melihat kelakuan adiknya yang sedari tadi
khawatir akan ke adaan Ririn. Ia menanyakan hal yang
sama tentang wajah memar Ririn dan apakah Ibunya nggak
akan marah saat melihat Ririn nanti. Tiba di depan rumah
Ririn, Kak Chanadra menekan bel rumah dan tak lama Ibu
Ririn keluar. Betapa terkejutnya saat Ibu Ririn melihat
wajah Ririn memar. Ibu Ririn menanyakan apa yang sedang
terjadi dan kenapa baru sekarang pulang. Eyak dan Dewi
hanya menunduk. Mereka merasa bersalah karena nggak
bisa menjaga Ririn. Ibu Ririn menatap wajah Kak Chandra
dengan penuh amarah.

“Apa yang terjadi sama Ririn? Kenapa wajahnya memar?


dan darimana saja kalian kok baru jam segini pulang?”

“Begini Bu. Saat mereka bermain tak sengaja ada anak


yang menendang bola dan menimpa wajah Ririn.” Jawab
Kak Chandra.

“Apa? Siapa anak itu? Aku harus ketemu orang tuanya.”


Ibu semakin marah mendengar apa yang terjadi pada Ririn.

“Tapi bu, mereka sudah meminta maaf dan Ririn


memaafkan mereka.” Terang Kak Chandra.

“Nggak bisa seenaknya gitu dong. Lihat wajah Ririn jadi


memar begini. Mereka harus tanggung jawab dengan
kelakuan anak mereka.” Bu Ririn membentak Kak Chandra.

Ririn memeluk ibunya dan mengatakan bahwa itu


semua nggak perlu. Dia sudah memaafkan anak laki-laki
itu dan memintanya untuk tidak datang ke rumah anak
laki-laki itu. Tapi ibunya tetap kekeh ingin menemui
orang tua anak itu. Mendengar ibunya yang kekeh itu,
Ririn pun mengancam ibunya dengan tidak mau makan.
Ibunya terkejut mendengar ancaman anak itu. Dengan
terpaksa ibunya menuruti permintaan anaknya. Lalu ia
membawahnya masuk tanpa memerdulikan Kak Chandra,
Eyak, dan Dewi. Setelah itu Kak Chandra mengantar Dewi
pulang ke rumahnya. Kak Chandra tidak mengantarnya
sampai di depan pintu karena permintaan Dewi. Dewi

7
memeluk Kak Chandra dan mengucapkan terimasih atas
bantuannya lalu memluk Eyak. Dewi berlari menuju
rumahnya. Saat melihat Dewi masuk ke dalam rumahnya.
Kak Chandra dan Eyak munuju rumah mereka.

Di perjalanan Eyak mengeluh kecapean dan minta


untuk di gendong. Melihat tingkah manjanya yang lucu,
membuat Kak Chandra tidak bisa menolak permintaan
adiknya. Ia berhenti sejenak dari langkanya dan jongok.
Melihat itu, tanpa pikir panjang Eyak merangkul Kakaknya
dari belakang. Lalu mereka melanjutkan perjalanan. Kak
Chandra mengatakan bahwa yang di lakukan Eyak hari ini
adalah benar. Sayangnya saat Kak Chandra mengatakan hal
itu, Eyak tertidur pulas di gendongannya. SEkali lagi ia
tersenyum melihat tingkah laku adiknya yang masih duduk
di TK 2 itu.

¿∗¿

Langit yang cerah, udara yang segar, burung-burung


pun ikut berkicau di pagi hari ini. Eyak dan Silvi saling
bergandengan tangan saat mereka menuju ke TK. Di
perjalanan mereka menyanyikan lagu kebunku. Sesekali
Eyak berhenti melangkah untuk menari. Silvi melanjutkan
nyanyiannya meskipun langkahnya sesekali terhenti
melihat temannya yang menari. Tak lama kemudian mereka
mencium bau gorengan. Mereka mencari-cari dimana bau
itu berasal. Rumah sederhana dengan cat depan rumah
berwarna biru, di terasnya ada meja yang atasnya ada
beberapa macam gorengan. Saat mereka tau di mana bau
itu berasal, tanpa berpikir panjang mereka menuju ke
rumah itu. Seorang wanita yang tak terlihat tua sedari tadi
berdiri di depan gorengan yang menggoda itu. Wanita itu
adalah pemilik dari gorengan itu, lebih tepatnya wanita itu
adalah penjualnya.

8
“Ibu Na. Ini gorengan apa aja?” Tanya Eyak dengan mata
yang berbinar-binar dan bibir yang sedikit terbuka.

“Ada pisang goreng, tempe goreng, tahu isi, onde-onde,


molen, ote-ote. Ini juga ada roti kukus.” Bu Na menunjuk
keranjang yang paling pinggir.

“Kalian udah sarapan belum?” Tanya Bu Na. Ke dua gadis


cilik itu mengangguk dengan mantap.

“Aku tadi makan sop.” Jawab Silvi.

“Kalau aku nggak biasa makan pagi. Aku biasanya minum


susu. Tapi sekarang aku lapar. Bu Na aku mau beli pisang
goreng sama roti kukus.” Terang Eyak. Wajah polosnya
membuat Bu Na tertawa.

“Aku juga Bu Na mau beli onde-onde sama molen.” Silvi


ikut membuat pesanan.

Melihat tingkah gadis cilik itu, Bu Na hanya tertawa


dan menggelengkan kepalanya. Bu Na mengelus rambut
kedua rambut gadis cilik itu. Ia memberikan pesenan
kedua gadis itu tanpa meminta bayaran. Betapa terkejutnya
kedua gadis cilik itu. Mereka tersenyum lebar dan
mengucapkan terima kasih. Mereka mencium tangan Bu Na
dan melanjutkan perjalanan menuju TK.

Sesampainya di depan gerbang TK, Eyak melihat


prosotan yang cukup tinggi. Ia ingin sekelai bermain di
prosotan itu. Tapi ini sudah jam masuk. Silvi memegang
tangan Eyak dan menyuruhnya untuk cepat masuk, kalau
nggak mereka akan di marahi.

Di kelas, teman-temannya bernyanyi riang dan


bertepuk tangan. Setelah itu Bu Mina, guru TK,
membacakan sebuah dongeng tentang Hansel and Greetle.
Eyak tak bisa konsentrasi dengan cerita Bu Mina karena

9
memikirkan tentang prosotan yang ada di sebelah
kelasnya. Eyak memikirkan strategi bagaimana ia bisa
keluar dari kelas dan bermain prosotan itu. Tak lama, anak
laki-laki berbadan gemuk mengancungkan jarinya. Bu
Mina menanyakan ada apa dia mengancungkan jarinya.
Anak laki-laki itu meminta izin untuk ke toilet. Bu Mina
bertanya, apa dia perlu di temani. Anak itu mengatakan
tidak perlu lalu anak itu keluar dari kelas. Setelah melihat
hal itu Eyak langsung mengancungkan jarinya.

“Ada apa Eyak?” Tanya Bu Mina.

“Bu Mina, aku juga mau ke toilet.” Jawab Eyak.

“Kamu mau di antar?”

“Nggak Bu. Aku bisa sendiri. Aku kan sudah gede.”

Bu Mina menganggukan kepalanya menandakan ia


mengijinkan Eyak. Eyak tak bisa menutupi
kegembiraannya bisa keluar dari kelasnya. Tanpa pikir
panjang, Eyak berlari menuju prosotan yang sedari tadi ia
pikirkan. Ia menaikki tangga untuk bisa bermain prosotan.
Sayangnya, setelah ia menaikki beberapa anak tangga ada
gerbang kecil. Gerbang kecil adalah jalan terakhir agar dia
bisa bermain prosotan tetapi terkunci. Eyak cemberut saat
melihat gerbang kecil yang terkunci itu. Ia memutuskan
untuk turun dan kembali kekelas. Tak jauh dari prosotan
Eyak melihat kursi yang bisa diputar. Eyak berlari menuju
kursi itu dan mulai memutar tuas untuk memutarnya.
Semakin lama semakin cepat Eyak memutar tuas itu
membuatnya semakin senang. Beberapa menit kemudian
bel istirahat berbunyi. Anak-anak yang sedari tadi di kelas
keluar dari ruang itu dan menuju tempat bermain atau
kantin. Eyak yang awalnya bermain sendiri, sekarang
bermain bersama temannya.

Ding dong ding ding dong. Bel pulang sudah


berbunyi. Eyak dan Silvi berjalan bersama. Mereka

10
melewati jalan yang sama setiap hari untuk berangkat dan
pulang. Di persimpangan mereka berpisah. Silvi
melambaikan tangannya dan mengatakan besok ketemu
disini lagi. Eyak membalas lambain Silvi. Lalu mereka
saling berpaling dan meninggalkan satu sama lain. Eyak
berjalan sedikit lebih jauh dari pada rumah Silvi.

Setelah berjalan beberapa menit dari persimpangan.


Eyak tiba di depan rumahnya. Ia melihat rumahnya yang
sepi. ‘Sepertinya mama lagi jemput kakak’ batin Eyak.
Kemudian Eyak melangkahkan kakinya menuju pintu. Saat
ia membuka pintu ia melihat rumahnya yang kosong. Dia
melangkahkan kakinya menuju kamarnya dan mengganti
bajunya. Lalu ia membuka tasnya untuk mengambil dompet
kecilnya. Seperti biasa, ia akan menghitung berapa banyak
uang yang ia habiskan hari ini. Jika tak ada uang sama
sekali, berarti hari ini dia nggak bisa menabung. Uang
saku yang di kasihkan mama setiap hari adalah tiga ribu.
Mama selalu berpesan agar tidak menghabiskan semua
uangnya. Saat ia membuka dompetnya tersisa uang seribu
lima ratus. Itu berarti dia telah menggunakan separuh uang
sakunya. Ia mengambil semua uang yang ada di dompet
dan memasukannya di celengan yang terbuat dari tanah liat
berbentuk ayam. Celengan itu memang berat jadi ia selalu
berada di atas lantai. Karena mama takut jatuh dan
serpihannya berserakan. Itu akan membuat seseorang
terluka.

Eyak keluar rumahnya dan menuju rumah Kak Mela.


Di depan rumah Kak Mela, ia meneriaki nama Kak Mela
dan mengajaknya bermain. Tak lama Kak Mela keluar.
Tetapi ia tidak sendiri. Di tanggannya ada seekor hewan
kecil berbulu. Hewan itu adalah hamster. Eyak belum
pernah melihat hewan itu sebelumnya. Kak Mela membuka
pagarnya dan menyuruh Eyak untuk masuk. Di teras
rumahnya mereka memulai imajinasi mereka. Pandangan
Eyak tak bisa teralihkan dengan hamster yang digenggam
Kak Mela.

11
“Kak Mela itu apa?” Tanya Eyak.

“Ini hamster. Lucukan.”Jawab Kak Mela.

“Kayak tikus ya kak.”

“Enggak lah. Tikus kan jorok. Kalau ini itu lucu. Kamu
mau coba pegang?” Kak Mela menyodorkan hamster yang
ada di telapak tangannya.

Eyak hanya melihat hamster yang ada di genggaman


Kak Mela. Ia takut kalau hamster itu akan menggigitnya.
Kak Mela mengatakan kalau dia nggak suka kamu dia akan
menggigitmu. Dari pernyataan Kak Mela, Eyak mulai
membuka telapak tanggannya dan melihat reaksi dari
hamster itu. Kak Mela menaruh hamster itu di atas telapak
tangan Eyak. Dan hamster itu tidak menggigitnya. Eyak
tersenyum lebar mengetahui ia tidak di gigit oleh hamster
itu. Eyak mengelus-elus kepala hamster yang munyil itu.
Dia melihat meta hamster yang seperti manic.

Di saat asiknya menatap hamster yang ada di atas


telapak Eyak, Kak Mela memberikan misi. Misi ini
sederhana. Mereka hanya perlu mencari putik sari dari
bunga. Eyak terheran dengan misi yang di berikan Kak
Mela.

“Putik Sari itu apa?” Tanya Eyak dengan mengerutkan


keningnya.

“Kamu tidak tau putik sari? Bentarya aku ambil dulu


contohnya.” Kak Mela bergegas masuk ke rumahnya dan
mengambil putik sari yang ia sebutkan.

Kak mela kembali dengan membawa beberapa bunga.


Eyak terheran dengan pernyataan Kak Mela tadi tentang
putik sari. Yang di bawa Kak Mela adalah bunga. Lalu Kak
Mela Menjelaskan di mana putik itu. Ternyata putik bunga

12
itu berada di tengah kelopah bunga yang Kak Mela
genggam. Bentuknya seperti batang. Hanya saja lebih kecil
dari batang. Dan saat di tarik di bawah batang kecil itu
ada batang yang lebih kecil berwarna putih dan
mengeluarkan air. Ternya itu bukan air. Itu seperti madu
hanya berupa air. Lalu Kak Mela meneteskan air itu di
atas mulut hamster yang sedari tadi Eyak genggam.
Hamster itu menerima air yang Kak Mela berikan.

Eyak dan Kak Mela mulai memetik beberapa bunga.


Bunga Kak Mela petik berwarna merah sedangkan Eyak
kuning. Setelah terkumpul banyak Eyak dan Kak Mela
kembali ke teras dan menuju ke hamster yang ada di
kandangannya. Mereka mulai mengambil putik bunga yang
ada di bunga mereka petik. Tiba-tiba ada anak laki-laki
dengan memakai piama menghampiri Eyak dan Kak Mela.
Anak laki-laki itu berkulit putih. Aku belum pernah
melihat anak seputih itu.

“Kak Mela lagi ngapain?” Tanya anak laki-laki itu.

“Aku lagi ngasih makanan hamster.” Jawab Kak Mela.

Lalu Kak Mela memperkenalkan anak laki-laki itu ke


Eyak. Anak laki-laki itu bernamaHendra dia lebih muda
satu tahun dari aku. Hendra melambaikan tangannya
seperti sebuah salam yang biasa orang dewasa lakukan saat
pertama kali berkenalan. Eyak membalas lambaian Hendra.
Setelah perkenalan singkat itu, Kak Mela memberikan
hamsternya lagi kepada Hendra lalu mengajarkannya
member makan hamster dengan putik bunga.

Tak butuh waktu yang lama untuk Eyak kali ini


berteman dengan orang baru. Eyak adalah gadis cilik yang
pemalu tapi pemberani. Eyak mulai dekat dengan Hendra.
Sesekali Hendra mengajak Eyak dan Kak Mela bermain
kerumhnya. Rumahnya cukup minimalis tak seperti rumah

13
Eyak dan KAk Mela. Lalu ia mengajaknya ke kamarnya
yang berada di lantai dua. Ia mengeluarkan semua
mainannya yang ada di kotak besar seperti kardus, hanya
saja kotaknya lebih bagus. Eyak tercengang saat melihat
mainan Hendra. Mainan yang belum pernah ia lihat. Lego,
rumah-rumah, dan banyak lagi. Dengan warna yang bagus,
membuat Eyak ingin memiliki mainan yang dimiliki
Hendra.

Di saat mereka selesai bermain, Eyak dan Kak Mela


berpamitan kepada ibu Hendra. Ibunya Hendra berpesan
kalau sering-seringlah bermain dengan Hendra, karena
Hendra tidak punya teman selain mereka.

“Hendra, kamu mau aku kenalin sama teman-temanku?”


Eyak menawarkan kepada Hendra yang ada di sebelah
ibunya.

“Boleh.” Jawab Hendra.

“Kalau begitu saat kita main besok, aku akan membawa


teman-temanku.”

“Aku juga akan mengenalkanmu sama temanku. Aku juga


punya satu teman disini. Rumahnya ada di sebelahku.”
Hendra tersenyum lebar saat ia mengatakan mempunyai
teman juga untuk di perkenalkan.

Eyak dan Hendra berjanji besok saat mereka bermain


lagi, mereka akan memperkenalkan teman-teman mereka.

***

Siang hari yang berawan dengan ditemani angin yang


tak cukup kencang, terlihat anak-anak bermain seperti
biasanya. Eyak, Dewi, dan Ririn bermain petak umpet.

14
Eyak dan Ririn mencari tempat persembunyian agar Dewi
tidak bisa menangkap mereka. Setelah Dewi menghitung
sampai angka sepuluh, ia mulai mencari Eyak dan Ririn, ia
kebingungan harus mencari dimana keberadaan temannya
berada dan juga dia harus menjaga tempatnya menghitung
agar dia nggak kalah. Dengan terpaksa ia melangkahkan
kakinya meninggalkan tempatnya untuk mencari temannya.
Eyak berdiri di balik tembok rumah seseorang. Ia melihat
Dewi beranjak dari tempatnya. Dengan cepat ia
melangkahkan kakinya menuju tempat Dewi. Ia berhasil
berada ditempat Dewi. Mengetahui hal itu membuat Dewi
terkejut, karena baru beberapa langkah dia meninggalkan
tempatnya, ia sudah harus kalah. Dewi merasa kesal dan
ngambek untuk bermain petak umpet.

Di sela permainan, Eyak teringat dengan janjinya.


Dia menawarkan temannya untuk bertemu teman barunya.
Mereka setuju dengan tawaran Eyak. Setelah itu mereka
meninggalkan tempat bermain mereka.

Tak jauh dari tempat bermain, mereka sampai


diddepan rumah Hendra. Eyak memanggil nama Hendra
agar ia keluar dari rumahnya. Hendra keluar dari
rumahnya dengan membawa mobil mainan. Hendra
tersenyum lebar mengetahui Eyak menepati janjinya.
Dengan cepat ia membukakan pagar rumahnya. Mereka
mulai memparkenalkan diri mereka.

“Hendra, mana teman yang kau maksut itu? Kenapa dia


nggak bersamamu?” Tanya Eyak.

“Dia tak jauh dari sini kok Kak Eyak. Rumahnya ada di
sebelah. Ayo kita kerumahnya.” Jawab Hendra.

Hendra memegang tangan Eyak dan mengajaknya juga


kedua teman barunya kerumah teman yang sudah ia
janjikan. Ia memanggil nama temannya di depan rumah

15
agar temannya datang untuk membukan pagar rumahnya.
Hendra menyebutkan nama Kak Dimas berulang kali. ‘Dia
memanggil Kak. Berarti dia seumuran denganku’. Pikir
Eyak. Tak lama anak yang sedari tadi di panggil Hendra
keluar dari rumahnya. Kesan pertama yang Eyak lihat
adalah kulitnya yang lebih putih dari Hendra. Ia berpikir
kalau semuat temannya berkulit putih. Ia baru pertama
kali melihat anak berkulit putih hingga pipinya berwarna
merah pudar. Dimas membukakan pagar rumahnya dan
menanyakan anak-anak yang ada di sebelah Hendra.
Hendra menjawab kalau mereka semua adalah teman
barunya. Dimas tersenyum kecil dan memperkenalkan
dirinya. Lalu ia mempersilahkan mereka masuk kedalam
rumahnya. Rumahnya sepi. Dimas mengajak mereka
melewati ruang tamu lalu mereka mengajak tempat ajaib di
rumahnya yang membuat Eyak, Ririn, dan Dewi
tercengang. Dimas mengajak mereka ke jembatan kecil
yang ada dirumahnya. Dibawsh jembatan itu juga ada
kolam kecil. Di dalamnya terdapat ikan koi yang cukup
banyak.

“Kenapa di rumahmu ada jembatan?” Tanya Eyak.

“Entahlah. Ini rumah kakekku. Dari dulu jembatan itu


sudah ada.” Terang Dimas.

“Lalu rumahmu ada dimana?”

“Rumahku ada di Perumahan Kartini.”

Eyak tak bisa mengedipkan matanya mengetahui ada


jembatan kecil dan juga di bawahnya ada kolam. Ia
meminta ijin Dimas untuk melewati jembatan itu. Dimas
membolehkannya melewati jembatan itu. Eyak, Ririn, dan
Dewi melangkah melewati jembatan itu. Eyak melangkah
lagi di jembatan itu dan berdiri di tengah jembatan itu. Ia
melihat di kolam yang ada di bawah jembatan. Dimas
mendatangi Eyak dan menanyakan kenapa dia berhenti.
Eyak hanya ingin melihat ikan koi dari atas jembatan kecil
itu. Dimas menawarkan pudding untuk teman-teman

16
barunya. Mereka setuju dengan tawarannya lalu mengikuti
Dimas ke dapur dan mengambil beberapa pudding. Eyak
tak mengikuti teman-temanya. Ia tetapsaja berdiri di
jembatan itu dan melihat ikan koi. Tak lama Dimas
memberikan pudding untuk Eyak yang sedari tadi berdiri
di atas jembatan kecil itu.

“Kenapa kamu tidak ikut dengan mereka?” Tanya Dimas.

“Aku ingin disini. Baru pertama kali aku melihat hal


seperti ini.” Jawab Eyak.

Lalu mereka duduk di jembatan kecil itu dan


menikmati pudding rasa strawberry. Mereka saling
membicarakan satu sama lain. Dewi, Ririn, dan Hendra
bermain di taman kecil yang ada di dalam rumah Dimas.
Dimas beranjak meninggalkan Eyak dan mengambil
makanan ikan yang ada di dalam plastic tebal. Dimas
kembali ke jembatan itu. Ia membukakan plastic itu. Eyak
mencium bau yang tak sedap saat plastic itu di buka. Dia
benar-benar tak menyukai bau itu. Dimas mengambil
beberapa butir makanan ikan dan menawarkannya kepada
Eyak. Tetapi ia menolaknya karena baunya yang tak sedap
itu. Dimas mengatakan kalau dia akan menyesal. Lalu ia
menaburkan makanan itu dari atas kolam. Eyak melihat
sesuatu saat makanan itu sudah berada di atas permukaan
kolam. Ikan koi itu berdatangan mereka membuka mulut
mereka. Sesekali mulut mereka keluar dari air hanya untuk
dapat mengambil makanannya. Eyak terkejut melihat hal
itu. Matanya melebar. Lalu ia meminta makanan ikan koi.
Dimas memberikannya dia atas telapak tangan Eyak
dengan cepat Eyak menaburkan makanan ikan itu. Sekali
lagi ikan koi itu bbergeromrol menjadi satudi tempat eyak
memberikan makanan. Eyak tertawa kecil melihat kejadian
yang menurutnya itu lucu. Lalu ia meminta lagi dan Dimas
memberikannya. Eyak menaburkannya di sisi yang
berbeda. Benar saja, ikan koi itu bergerombol di tempat di
mana Eyak menaburkan makanan ikan koi. Dimas terheran-

17
heran melihat kelakuan Eyak dan tawanya. Baginya itu
hanyalah hal biasa.

Hari semakin sore, Eyak, Ririn, dan Dewi berpamitan


untuk pulang. Hendra tetap di rumah Dimas. Dimas dan
Hendra mengantarkan mereka sampai di depan rumahnya.

***

“Kak Mela. Kak Mela.” Eyak memanggil nama Kak


Mela di depan rumah Kak Mela. Kak Mela datang
menghampiri Eyak yang sedari tadi berdiri dan
memanggil-manggil namanya. Kak Mela menyuruh Eyak
cepat masuk karena ingin menunjukan sesuatu. Mereka
menuju lantai dua. Disana ada Hendra yang sedang
jongkok dan menatap kandang hamster. Eyak berlari
menuju Hendra lalu ia jongkok memandang apa yang
terjadi di dalam kandang itu. Di dalam kandang itu ada
satu hamster dan lima hewan kecil yang berwarna merah
kecoklatan. Hewan yang bersama hamster itu adalah
anaknya. Semalam hamster itu melahirkan. Mengetahui hal
itu Kak Mela menelepon Eyak dan Hendra untuk
memperlihatkan anak hamster itu. Mata mereka membulat
melihat anak hamster itu. Kak Mela memperingatkan untuk
tidak menyentuh anak hamster itu. Jika menyentuh anak
hamster itu nanti ibunya tidak mencium bau manusia lalu
dia akan memakan anaknya karena dikira itu bukan
anaknya. Eyak dan Hendra terkejut dengan apa yang akan
di lakukan hamster itu pada anaknya.

Setelah melihat anak-anak hamster Hendra mengajak


Eyak dan Kak Mela main ke rumah Dimas. Kak Mela tak
bisa ikut bermain karena ia ada PR. Lalu Eyak dan Hendra
pamit dan meninggalkan hamster itu. Hanya beberapa

18
langkah dari rumah Kak Mela, mereka sampai di rumah
Dimas. Mereka memanggil-manggil nama Dimas. Lalu
Dimas keluar dengan membawa kunci pagar. Eyak dan
Hendra masuk ke rumahnya lalu menuju kamarnya. Disana
mereka bermain Monopoli. Eyak kebingungan dengan
permainan itu karena tidak pernah bermain hal seperti itu.
Ia biasa bermain fisik, seperti petak umpet, gerobak
sodor, kejar-kejaran, dan sepak bola. Mengetahui hal itu,
Dimas mengajarkan Eyak bagaiman cara bermainnya.
Setelah Eyak paham mereka mulai permainan. Permaian ini
hanya membutuhkan sebuah keberuntungan dan banyak
uang. Di permainan pertamanya, Eyak berhasil menguasai
permainan itu. Dimas pergi ke dapur untuk mengambil
cemilan. Kali ini bukan pudding seperti sebelumnya.
Dimas membawa sekotak biscuit yang di atas ada berbagai
macam warna dan bentuk. Mereka menikmati camilan itu
dengan segelas susu. Di sela-sela mereka makan, Eyak
mengajak mereka untuk bermain petak umpet. Dimas
bertanya dimana mereka bisa bermain petak umpet. Eyak
menyarankan di depan rumah. Hendra setuju dengan saran
Eyak. Melihat Hendra setuju Dimas juga ikut setuju.
Setelah kesepakatan itu, mereka keluar dari kamar Dimas
dan turun tangga. Saat mereka mendekati pintu rumah,
mereka melihat ibu Dimas.

“Tante, kami mau main diluar. Boleh kan tante?” Tanya


Hendra.

“Boleh Hendra.” Ibu Dimas menjawab dengan senyuman.

Ibu Hendra melihat gadis cilik yang sepertinya ia


pernah lihat. Biasanya Dimas hanya bermain dengan
Hendra kalau lagi dirumah kakeknya. Tapi kali ini ada
satu teman lagi yang menemani hari Dimas.

“Kamu bukannya anaknya Pak Kris?” Tanya ibunya Dimas.

“Iya tante. Namaku Eyak.” Eyak memperkenalkan dirinya.

19
“Wah kamu sudah besar ya. Sering-sering ya main di
rumah Dimas.” Pinta ibunya Dimas.

“Iya tante.” Jawab Eyak.

Lalu mereka pergi keluar rumah. Di depan rumah


Dimas mereka mulai permaian petak umpet. Perta mereka
hom-pim-pa. Eyak kalah, maka ia yang harus menghitung
satu sampai sepuluh sedangkan Dimas dan Hendra
bersembunyi. Eyak memulai permainan dengan menghadap
dinding sebagai markasnya dengan mata tertutup lalu
menghitung angka satu sampai sepuluh. Setelah hitungan
ke sepuluh, Eyak membuka mata lalu membalikan
tubuhnya. Ia tak langsung beranjak dari markasnya. Ia
melihat di sekelilingannya. ‘Dimana mereka bersembunyi’
batin Eyak. Ia berjalan perlahan meninggalkan markasnya.
Tak jauh dari markasnya ia melihat kaos berwarna putih di
balik pot tanah liat cukup besar. Ia mendekati pot itu
perlahan. Tak jauh dari pot itu, ia melihat wajah Hendra.
“Hendra ketemu!” Teriak Eyak. Hendra keluar dari tempat
persembunyiannya dan mengejar Eyak yang menuju
markasnya. Tapi Eyak yang terlebih dahulu datang ke
markasnya. Dengan demikian Hendra kalah. Lalu Eyak
mencari Dimas. Unttuk mencari Dimas cukup sulit. Ia
tidak ada di sekitar markas. Ia mencari di pertigaan tetapi
tidak ada, ia melanjutkan menjari di gang sempit tapi
tidak ada. Ia kembali ke markas, disana hanya ada Hendra.
Ia melanjutkan kembali mencari Dimas. Ia mencoba
melewati belakang rumah seseorang yang jauh dari
markasnya. Benarsaja, ia berhasil menemukan Dimas.
Hanya saja tempatnya terlalu jauh dari markas. Mereka
berlari untuk cepat sampai ke markas. Dimas berlari cepat
meninggalkan Eyak dibelakang. Eyak mencoba mengejar
Dimas yang ada di depannya. Tiba-tiba di tersandung dan
terjatuh. Eyak yang memakai celana pendek tidak bisa
melindungi kakinya. Kakinya mengeluarkan darah. Eyak
mengis kesakitan. Mendengar tangisan Eyak, Dimas
menghampiri Eyak.

20
“Kamu nggak papa?” Tanya Dimas.

“Kakiku sakit.” Jawab Eyak menunjukan kakinya yang


berdarah.

Dimas menanyakan apakah dia bisa berjalan. Eyak


mencoba berdiri tapi kakinya menjadi lebih sakit. Eyak
mulai mengis lagi. Dimas menggendong Eyak dari
belakang tubuhnya. Meskipun begitu Eyak tetap menangis
kesakitan. Dimas menuju markas untuk menjemput Hendra.
Hendra terkejut melihat Eyak yang digendong dengan
kakinya yang terluka. Lalu mereka menuju rumah Dimas.
Setelah sampai di rumah Dimas, ibunya yang sedari tadi
berada di teras rumah dan melihat kaki Eyak lalu berjalan
menuju mereka. Ibu Dimas menyuruh Dimas membawa
Eyak di ruang tamu. Dimas membawa Eyak di ruanga tamu
dan menurunkan Eyak di sofa. Mata Eyak terlihat lembam
karena habis menangis. Tak lama ibunya Dimas datang
membawa kotak obat. Ia membasuh luka Eyak dengan kain
yang sudah di basahi air hangat. Dimas berdiri diam
melihat apa yang ibunya lakukan.

“Dimas, Hendra, kalian panggil kakaknya Eyak.” Suruh


ibunya Dimas.

Setelah mendengar perintah itu mereka segera pergi


meninggalkan rumah dan menuju ke rumah Eyak. Ibunya
Dimas masih membasuh luka Eyak yang punuh darah.
Setelah darahnya tak cukup banyak, ia menyemprotkan
antiseptic dan memberikan plester. Ia melihat wajah Eyak
yang kesakitan lalu mengelus rambutnya Eyak. Ia
meninggalkan Eyak di ruang tamu untuk menaruh kotak
obat dan mengambil pudding. Eyak menerimanya. Tak lama
Kak Chandra datang untuki melihat keadaannya. Ia
berterimakasih telah membersihkan luka diknya. Dan
membawanya pulang. Kak Chandra menggedongnya dari
belakan dan berpamitan. Sebelum melangkahkan kakinya,

21
Dimas mengatakan untuk Eyak cepat sembuh dan bisa
bermain lagi. Kak Chandra menjawab harapan Dimas
dengan senyuman.

“Eyak akan segera sembuh. Tampi untuk beberapa hari,


Eyak nggak boleh main dulu. Tunggu lukanya sembuh baru
dia bisa main.” Terang Kak Chandra.

Dimas dan Hendra hanya terdiam mendengar hal itu.


Mereka memasang wajah cemberut dan menyesal karen
nggak bida menjaga Eyak. Melihat wajah temannya, Eyak
mencoba menenangkan mereka. Ia mengatakan akan cepat
sembuh dan bermain lagi dengan mereka. Dimas dan
Hendra menatap wajah Eyak yang sebelumnya menangis
kesakitan sekarang berubah. Ia sekarang tersenyum.
Melihat wajahnya EYak membuat Dimas kembali
tersenyum. Dimas menjulurkan kelingkingannya. Eyak
menerima dengan menjulurkan kelingkingnya juga. Mereka
saling tersenyum. Lalu Kak Chandra membawa Eyak
pulang.

22
Bab 2

Anak-anak memakai seragam putih dengan bawahan


merah kotak-kotak, dasi kupu-kupu, dan topi dengan motif
yang sama dengan bawahan seragam. Mereka berdiri
berbaris di atas panggung. EYak berada di barisan kedua.
Ia naik di atas bangku kecil agar wajahnya tak terhalang
baris kedua. Di sana juga ada satu anak yang tak seragam
seperti mereka. Ia berada paling depan di panggung. Bella,
dia yang paling berbeda di antara teman-temannya. Di
depannya ada keyboard yang siap menanti untuk
dimainkan. Para undangan duduk di kursi plastic yang ada
di depan panggung. Bu Zaroh, kepala sekolah TK tersebut
member aba-aba untuk segera memulai pertunjukan. Stelah
itu Bella memainkan beberapa nada kemudian anak-anak
yang sedari tadi menunggu bagian mereka mulai menyanyi.
Lagu Himna Guru adalah pertunjukan pertam perpisah di
TK itu. Para undangan, orangtua murid, melihat mereka
dengan bangga dan mengabadikan di kamera digital
mereka. Eyak melihat ibunya yang duduk di barisan
ketiga. Melihat itu, Eyak semakin bersemangat melihat
ibunya tersenyum saat melihat penampilannya.

Pertunjukan kedua acara itu adalah tarian dari murid


perempuan di TK itu. Eyak juga mengambil bagian.
Mereka mengenakan seragam biru. Bajunya bermotif
kotak-kotak. Setelah pertunjukan mereka disebut untuk
tampil, mereka berbaris dan menuju kepanggung sesuai
formasi. Eyak berlatih dengan giat untuk penampilan satu
ini. Ia sangat suka menari. Jenis apapun tarian itu, pasti
dia akan ikut serta. Diatas panggung ada tiga barisan.
Eyak berada di barisan pertama. Jantungan berdetak
kencang. Ia melihat ibunya melambaikan tangannya. Ia
takut akan mengecewakan pertunjukan. Ia mengepalkan
keduatangannya dan mengatakan ia harus tenang. Tak lama
music dimulai. Mereka mulai menari. Para undangan
memberikan tepuk tangan yang meriah.

23
“Eyak kamu tadi narinya bagus.” Ujar ibu yang
memberikan sebotol susu rasa Eyak yang sedang istirahat
karena kelelahan.

“Benarkah?” Eyak mengambil sebotol susu yang di


sodorkan ibunya, lalu meminumnya dengan gembira
mendengar ucapan ibunya.

Beberapa jam kemudian setelah pertunjukan Eyak


yang kedua, Eyak dan ibunya meninggalkan sekolah itu.
Eyak akan masuk di bangku SD. Ia tak sabar untuk satu
sekolah dengan Kak Chandra. Orang tuanya sengaja
memasukan Eyak di sekolah yang sama dengan kakaknya
agar kakaknya bisa menjaganya.

Eyak dan ibunya menuju mobil. Disana ayah dan Kak


Chandra menunggu di mobil. Kakaknya heran melihat
wajah adinyka yang masih memakai make up.

“Hei kenapa kamu nggak bersihkan make up mu?” Tanya


Kak Chandra menunjuk wajah adiknya.

“Biarkan saja. Aku kan putri. Putri itu wajar kalau makai
make up.” Jawab Eyak dengan wajah cemberut.

“Kamu kelihatan jelek kalau pakai make up.” Ejek Kak


Chandra.

Wajah Eyak semakin ditekuk mendengar kakaknya


mengejek. Ayahnya tersenyum melihat tingkah lakunya.
Ibunya mencoba menenangkannya dengan menyuruhnya
untuk tidak mendengar ocehan kakaknya. Lalu Eyak dan
ibunya memasuki mobil.

24
Ayah berencana mengajak mereka untuk liburan di
rumah nenek yang ada di Bojonegoro. Perjalan Gresik ke
Bojonegoro dua jam kalau tidak macet. Di perjalanan, ibu
membersihkan make up Eyak. Wajah Eyak semakin di
tekuk saat wajahnya di bersihkan. Tak lama, ia tertidur
pulas di dalam mobil. Ia cukup kecapaian dengan
pertunjukannya pagi tadi. Dia tidur di pangkuannya
ibunya.

Sejam dari perjalan menuju Bojonegoro, ayah


berhenti di depot yang ada di Babat. Ibu membangun Eyak.
Tak lama Eyak terbangun. Ayah dan kakanya sudah berada
di dalam depot dan memilih tempat duduk. Ibu
mengandeng tangan Eyak yang masih mengantuk. Mereka
masuk ke depot yang cukup besar. Tak banya pengunjung
waktu itu. Ayah bertanya pada Eyak ingin makan apa.
Eyak memilih rawon kesukaannya dan es jeruk. Setelah
mereka selesai memesan, Eyak kembali tertidur di atas
meja. Kakaknya menjailinya agar dia tidak mengantuk.
Eyak menghiraukan kelakuan kakaknya. Lalu, Kak Chandra
mengajaknya ke toilet dengan menggendongnya. Ia
membasuhkan air di wajah Eyak. Eyak hanya terdiam.
Usaha kakaknya berhasil. Eyak benar-benar tidak
mengantuk lagi. Saat mereka kembali, pesanan mereka
sudah ada di meja makan.

Setelah makan, mereka mulai melanjutkan perjalanan


mereka. Kali ini ibu duduk di sebelah ayah dan Kak
Chandra duduk di belakang. Ayah menyetel lagu anak-
anak. Eyak dan kakaknya mulai menggerakan tangan dan
tubuhnya saat mendengar lagu yang di putar ayahnya.

Tak lama, mereka sampai tempata di rumah neneknya.


Tapi mobil mereka tidak bisa masuk dirumah neneknya.
Ayah memakir mobil di depan rumah warga yang ayah
kenal. Lalu mereka mengangkut semua barang bawaan

25
mereka, seperti tas yang berisi baju, dan beberapa kotak
kardus yang berisi makanan. Ayah membawa kardus itu di
bantu kakak dan ibu membawa tas baju mereka.

Mereka berjalan menuju kapal yang sedari tadi


menunggu mereka. Kapal kecil yang mereka tumpangi bisa
mengangkut sampai enam motor dan beberapa sepeda.
Butuh sekitar tiga menit untuk menyebrang. Sesampainya,
ayah membayar empat ribu. Mereka membawa bawaan
masin-masing lalu naik keatas yang cukup curang bagi
Eyak. Sesekali Eyak terpeleset saat berjalan. Tak lama
mereka sampai di jalan yang datar. Mereka berjalan lurus
hingga sampai di rumah yang kecil dengan lahan yang
luas. Ada banyak pepohonan di lahan itu. Rumah kecil itu
adalah rumah neneknya yang juga dihuni oleh adik
ayahnya dan suaminya berserta satu anak perempuan sang
lebih muda dua tahun dari Eyak.

Mengetahui mereka sudah sampai, nenek segera


menghampiri mereka dan memeluk Eyak dan Kak Chandra.
EYak mencium bau seperti tanah dan rumput segar saat
neneknya memeluknya. Lalu ia menemui sepupunya, Riris.
Mereka langsung bermain tanpa istirahat dulu. Eyak
mengendarai sepeda yang ada di rumah neneknya dengan
riris. Mereka mengelilingi desa, desa Trucuk. Di desa itu
tidak terlalu banyak kendaraan seperti di Gresik. Aroma
tanah dan rumput yang kas selalu menenangkan hati Eyak.
Ia melihat sapid dan kambing yang di lepaskan di lapangan
sepak bola. Pemilik kambing itu kenal dengan keluarga
Eyak. Ia sangat senang mengetahui Eyak datang di desa. Ia
mempersilahkan mereka bermain dengan kambing-
kambingnya. Eyak menjatuhkan sepeda yang tidak ada
penahannya lalu menuju ke gerombolan kambing yang
sedang makan rumput lapangan. Ia dan Riris mengusap
kepala kambing. Eyak melihat ada kambing yang lebih
kecil dari mereka. Itu adalah anak kambing. Teriak Eyak.
Ia baru pertama kali melihat anak kambing. Tubuhnya
kecil dan bulunya berwarna putih. Ia mengejar anak

26
kambing itu yang lari kesana kemari. Riris hanya melihat
tingkas sepupunya yang nggak bisa diam itu.

Menjelang sore, Eyak dan Riris kembali kerumah.


Saat didepan rumah, ia mencium aroma yang sangat ia
sukai. Aroma itu adalah ayam kuah santan yang ada di
meja ruang tamu. Ia langsung menuju dapur dan
mengambil piring untuk segera menyantap masakan itu.
Ibu melarang Eyak langsung makan sebelum ia mandi.
Eyak menuruti perkataan ibunya agar ia bisa segera
makan.

Liburan Eyak selama tiga hari membuatnya rindu


dengan teman-temannya di Gresik. Semenjak kakinya
terluka, ia belum pernah bermain dengan teman-temannya
lagi. Saat kakinya sembuh, ia di sibukan dengan latihan
untuk penampilannya acara perpisahan.

Disaat Eyak akan pulang, ia menangis karena tidak


mau pulang dulu. Ia masih mau ada di desa. Tapi karena
ayahnya ada pekerjaan yang harus di selesaikan, ayahnya
tak bisa mengabulkan permintaan Eyak. Neneknya
memeluk Eyak yang menangis itu. Lalu mengantarnya
sampai di kapal kecil. Nenek member uang lima ribu untuk
membelinya jajan. Eyak memegang uang itu, tapi ia tak
ingin uangnya. Setelah itu kapal berangkat untuk
menyebrang dan tangisan Eyak semakin menjadi. Hingga
akhirnya ia tertidur dalam perjalanan menuju Gresik.
Ibunya tak berani membangunkannya. Karena, jika Eyak
ingat apa yang terjadi beberapa waktu lalu, ia akan mulai
menangis lagi.

Sesampainya di rumah, ayah menggendong Eyak dan


membawanya ke kamar. Ia masih tetap tertidur. Ayak

27
keluar dan menutup pintu perlahan agar Eyak tak
terbangun.

Paginya, Eyak terbangun dari mimpinya yang


panjang. Ia lupa apa yang terjadi bebrapa waktu lalu. Ia
mencari-cari ibunya untuk makan. Ia merasa sangat lapar.
Ibunya memberinya nasi yang di campur sop ceker. Eyak
makan dengan lahap seperti habis berpuasa. Tangisan
kemarin, membuat Eyak kelaparan. Ia menonton tv. Ia
teringat dengan Dimas. Ia ingin bermain dengan Dimas.
Segera ia mandi dan mengganti bajunya lalu oergi
meninggalkan rumah menuju rumahnya Dimas. Ia
memanggil-manggil nama Dimas. Tapi yang muncul
seorang kakek-kakek yang tak pernah ia lihat sebelumnya.

“Kek Dimas ada?” Tanya Eyak.

“Dimas nggak ada. Ia ada di rumahnya.” Jawab kakek yang


berkacamata itu.

Eyak bertanya lagi kepada kakek itu, kapan Dimas


akan kembali. Kakek itu menjawab, ia tak tau kapan dia
akan disini lagi. Mendengar hal itu, Eyak kembali kerumah
dengan perasaan sedih karena tak bisa bermain dengan
Dimas. Sesampainya di rumah, ia menonton tv. Ia sangat
bosan. Kakaknya yang ada di ruang yang sama, melihat
adiknyaseperti itu, ia mengajaknya bermain sepak bola.
Wajah sedih itu sekarang menjadi ceria mendengar
kakaknya mengajak main. Lalu, mereka menuju teras dan
bermain dengan bola plastic.

***

28
Kukuruyuk…. Suara ayam jago yang ada di depan
rumah Eyak membangunkannya. Ia beranjak dari
ranjangnya lalu menuju kamar mandi. Kakak berada di
meja makan dengan meminum segelas susu. Kak Chandra
siap untuk berangkat ke sekolah. Sedangka Eyak baru saja
masuk ke dalam kamar mandi. Melihat hal itu membuat
Kak Dimas kesal. Ini adalah hari pertama Eyak masuk ke
SD. Tapi sikap malasnya tidak pernah berubah. “Cepat
mandinya! Nanti aku tinggal lima belas menit lagi.”
Teriak Kak Chandra. Tapi tak ada jawaban dari Eyak.

Dua puluh menit kemudian, Eyak sudah siap dengan


seragam barunya dan tas barunya. Ia menuju teras disana
Kak Chandra sudah menunggu dengan sepedanya.

“Ini sudah jam berapa? Kakak bilangkan lima belas


menit.” Teriak Kak Chandra kesal.

“Kan cuma telat lima menit kak. Toh kakak ya nggak


ninggal aku.” Jawab Eyak.

Lalu mereka berangkat. Pemandangan kali ini


berbeda dari sebelumnya. Biasanya Eyak melewati
kampong dan pasti ada aroma kue dekat tknya dulu. Tapi
sekarang, ia melihat jalanan ber aspal, banyak kendaraan,
dan bau asap kendaraan. Ia terasa asing dengan jalan baru
ini. Ia memeluk arat Kak Chandra karena ia takut jatuh.
Melihat kendaraan yang melaju cepat, membuatnya terdiam
dari bisanya. Ia benar-benar diam.

Sesampainya, Eyak melihat murid-murid yang


memakai seragam yang sama sepertinya. Di seekolah ini
lebihnya muridnya daripada sekolahnya yang dulu.

29
Kak Chandra mengantar Eyak ke kelas barunya. Eyak
hanya terdiam. Ia tak banyak berbicara seperti biasanya.
Tempat ini masih asing baginya. Sesampainya di kelas,
Kak Dimas memilihkan bangku yang dekat jendela. Eyak
duduk disana. Tak lama kemudian, ada anak yang duduk di
sebelahnya. Eyak menjulurkan tanggannya. Dan
mengenalkan dirinya. Anak itu menerima tanggan Eyak. Ia
menyebutkan namanya. Bella. Anak itu sekarang menjadi
teman sebangku Eyak. Kemudian Eyak dan Bella mulai
berkenalan dengan anak satu kelasnya. Eayak tak terdiam
lagi seperti semula. Tak lama, wanita tua memakai
seragam coklat berkerudung, memasuki kelas Eyak. Semua
anak-anak kembali ketempat duduk mereka. Mereka
terdiam. Wanita tua itu memperkenalkan dirinya. Bu Tri.
Sekarang wanita tua itu menjadi walikelas di kelas itu.

Bel kelas yang terdengar asing bagi Eyak


membuatnya terkejut. Bu Tri menjelaskan, bel itu pertanda
jam istirahat pertama mereka. Anak-anak berlonjak
gembira mengetahui sekarang saatnya istirahat. Bu Tri
keluar kelas.

“Eyak ayo kita ke kantin.” Ajak Bella.

“Tapi aku nggak tau kantin.” Jawab Eyak.

Lalu Eyak teringat oleh kakaknya. Ia mengajak Bella


untuk ke kelas kakaknya. Sebelum mereka keluar kelas,
Aulia teman kelas mereka mengajak merka ke kantin.
Mereka bertanya apakah dia tau tempat kantin. Ia
mengangguk dengan mantap. Lalu Eyak dan Bella
mengikuti kemana Aulia membawa mereka. Benar saja,
mereka sampai di kantin. Kantin itu tak cukup besar. Eyak
membeli gorengan dan Bella membeli mi. Eyak melihat
Aulia berdiri di depan kantin. Ia tak membeli makanan.
Eyak menghapiri Aulia dan bertanya kenapa dia tak
membeli makan. Aulia menjawab tadi ia sudah dari kantin.

30
Makanannya ia bawa ke kelas. Lalu ia melihat Eyak dan
Bella yang kebingungan dengan tempat kantin. Ya sudah ia
membantu mereka. Mengetahui hal itu membuat Eyak
senang dengan Aulia karena ia berani menunjukan kantin
kepadannya, padahal ia sudah dari kantin. Tak lama Bella
menghampiri mereka. Lalu mereka kembali ke kelas.

Bel berbunyi untuk ke dua kalinya, itu artinya jam


masuk. Anak-anak yang makan di kelas segera
menghabiskan makan mereka dan yang bermain di luar
kelas kembali kekelas. Anak-anak duduk dengan tertib.
Lalu datanglah ibu tua berseragam coklat. Dia terlihat
jahat. Anak-anak hening seketika ibu itu datang. Ibu tua
itu adalah Bu Lilik. Mendengar namanya ia teringat
dengan perkataan kakaknya. Ternyata itu adalah guru yang
paling di takuti di sekolah ini. Dia terkenal kejam dan
galak. Semua yang di katakana Kak Chandra memang
benar. Kejam dan galak tergambar di raut wajahnya.

Eyak memalingkan perhatiannya dari guru itu ke luar


jendela. Ia melihat anak kelas satu lain yang berada di
luar. Mereka sepertinya sedang berkeliling. Memerhatikan
anak-anak yang ada di luar membuatnya terkejut. Karena
dari segerombolan anak-anak itu ada anak yang sangat
ingin ia temui. Ya, anak itu adalah Dimas. Pupil Eyak
membesar mengetahi Dimas ada di depan matanya. Ia ingin
sekali keluar dan menemui Dimas. Tak tertahankan lagi, ia
mengancung jarinya dan mengatakan ia ingin ke toilet. Bu
Lilik mempersilahkan Eyak untu ketoilet tapi tak lama.
Mengetahui itu Eyak tersenyum lebar. Ia bergegas keluar
kelas. Ia melewati toilet. Ia sengaja melewati toilet untuk
mengelabui Bu Lilik yang mungkin saja melihatnya dari
dalam kelas. Ia melihat sekeliling. Di rasa aman ia meluai
menuju kea rah Dimas. “Dimas.” Eyak memanggil Dimas
yang ada di hadapannya. Dimas yang sedang jongkon,
mendongakkan kepalanya. Saat mendongakkan kepalanya
ada cahaya yang menyilaukan pandangannya. Beberapa
detik kemudian, cahaya itu mengilang. Sekarang ia tahu

31
siapa anak yang ada di hadapannya. Anak yang taka sing
baginya. Yup itu adalah Eyak. Dimas berdir dan
menyapanya balik.“Hi Eyak. Kamu juga sekolah disini.
Wah asik nih.” Kekankalan Eyak kembali. Ia mengajak
Dimas untuk kabur dari pelajaran dan pergi ke kantin.
Dimas terkejut dengan ajakan Eyak. Tapi Eyak memaksa
Dimas untuk mengikuti kemauannya. Lalu Eyak memegang
tangan Dimas dan lari ke kantin. Sesampainya di kantin
mereka memembeli beberapa camilan. Mereka asik
mengobrol hingga lupa dengan pelajaran mereka. DI sela-
sela canda mereka, Eyak melihat seorang guru yang akan
menuju kantin tak jauh dari hadapannya. Ia menarik
tangan Dimas lagi dan memebawanya di belakang kantin.
Dimas menanyakan apa yang terjadi. Eyak menutup mulut
Dimas. “Ssstt. Jangan berisik. Ada guru di sana. Kalau
kamu berisik nanti kita akan tertangkap.” Ujar Eyak. Lalu
mereka mengendap-enadap keluar dari belakang kantin dan
kembali ke kelas mereka.

Eyak kembali kekelasnya. Bu Lilik berdiri dari


duduknya setelah melihat Eyak kembali. Ia menanyakan
kenapa dia lama sekali. Eyak terdiam sejenak mencari-cari
alasan. Bu Lilik menanyakannya lagi. Lalu Eyak menjawab
kalau perutnya tiba-tiba sakit. Bu Lilik bertanya lagi apa
dia butuh obat. Dengan cepat Eyak menjawab tidak. Ia
sangat tidak suka obat untuk sakit perut. Rasanya pahit.
Bu Lilik menyuruhnya kembali ke bangkunya.

Bella berbisik menanyakan kemana ia lama sekali ke


toilet. Eyak menjelaskan kalau dia baru saja bertemu
dengan temannya. Bella memintanya mengenalkan
temannya. Eyak memangangguk mantap. Mendengar
kebisingan mereka, Bu Lilik mencari-mancari di mana
sumber kebisingan itu. Ia mengatakan agar tidak membuat
gaduh di dalam kelas. Dengan cepat Eyak dan Bella tutup
mulut lalu memperhatikan papan tulis. Pelaran Sejarah
membuat Eyak mengantuk.

32
Bel pulang berbunyi. Anak-anak di kelas bersiap
untuk pulang. Setelah member salam untuk guru. Mereka
di persilahkan pulang. Bella meninggalkan Eyak duluan
karena ibunya menungu di gerbang. Eayk menuju kelas
Kak Chandra. Di sana ia melihat kakaknya masih dalam ke
adaan pelajaran. Ia memanggil-manggil Kak Chandra.
Suara cempreng yang khas itu membuyarkan konsentrasi
teman kelas dan guru Kak Chandra. Anak-anak disana
mulai gaduh melihat wajah polos Eyak. Guru yang sedang
memberikan materi menghampiri Eyak dan menanyakan
ingin bertemu siapa. Ia menjawab Kak Chandra. Lalu Guru
itu memanggil Kak Chandra. Ia menghampiri adiknya.

“Kakak belum selesai?” Tanya Eyak.

“Kakak masih lama. Kamu di jemput mama aja. Kamu ke


koprasi. Disana ada tempat telepon untuk murid.” Terang
Kak Chandra.

Eyak menuju ke koprasi dan Kak Chandra kembali ke


kelasnya. Di saat ia berjalan menuju koprasi, ia melihat
Dimas. Dimas berjalan menujunya.

“Kamu belum pulang?” Tanya Dimas.

“Iya aku belum di jemput. Kak Chandra masih pelajaran.


Jadi nggak bisa pulang bareng.” Jawab Eyak.

“Kamu mau nggak pulang sama aku? Kakekku nunggu di


depan gerbang.”

“Benarkah aku boleh pulang bareng kamu? Tapi kamu


pulang kemana?” Tanya Eyak.

“Aku pulang ke rumah kakek. Orang tuaku masih bekerja


sekarang.” Jawab Dimas.

33
“Baiklah kalau begitu. Oh ya nanti kita main ya habis
pulang ke rumah.”

“Aku nggak boleh main kalau pulang sekolah.”

“Kenapa?” Tanya Eyak heran.

“Entahlah. Aku selalu nggak boleh main kalau pulang


sekolah.”

Mereka menuju kakeki yang sedari tadi menunggu di


depan gerbang. Mereka masuk ke dalam mobil. Di sana
mereka masih bercanda ria. Sesampainya di depan rumah
Eyak, ia turun dari mobil Dimas. Ia mengucapkan terima
kasih atas tumpangannnya. Mobil Dimas meninggalkan
Eyak yang berdiri di sebelahnya.

Eyak memasuki rumah. Ia mencium bauh yang sangat


enak. Ia menuju dapur dan melihat ayam goreng yang ada
di atas meja makan. Tanpa berganti baju ia mulai makan.
Ibunya datang kedapur setelah mendengar suara gaduh.
Ternyata anaknya yang sedang makan lahap. Ia kelaparan
atau makanannya enak. Ia meninggalkan anaknya segelas
jus dan menuju ruang keluarga. Eyak tak mengetahui
kehadiran ibunya karena terlalu asik makan.

***

Eyak berlari menuju gerbang sekolah yang hampir


ditutup oleh Pak Dawi. Satpam sekolah. Ia bertiak untuk
tidak menutup gerbang sekolah yang hampir tertutup.
Mendengar teriakan Eyak, membuat Pak Dawi berhenti
sejenak dan matanya tertuju pada Eyak yang menuju
kearahnya. Dengan kesempatan it, Eyak berhasil melewati
gerbang sekolah. Ia berteriak sekuat tenaga menandakan ia
berhasil masuk dalam kelas di detik-detik terakhir.

34
Sialnya, ia tak mengetahui ada Bu Lilik yak tak jauh dari
gerbang sekolah. Mendengar teriakan Eyak, Bu Lilik
menuju arah Eyak dan menarik rambutnya. Teriakan Eyak
yang semula menandakan victory berubah menjadi teriakan
kesakitan karena rambutnya.

“Kamu ini. Udah yang paling telat datangnya. Pagi-pagi


udah teriak. Ngganggu tau.” Teriak Bu Lilik yang masih
menarik rambut Eyak.

“Aduh… Aduh.. Ampun bu ampun bu. Bu aku mohon


lepasin tangan ibu. Nanti rambutku rontok bu.” Pinta
Eyak.

“Apa? Kamu itu ya, bentar lagi kamu udah mau Ujian
Nasional, masih aja telat. Semenjak kamu nggak di antar
lagi sama kakakmu, kamu jadi sering telat. Kamu
seharusnya bisa jadi kayak kakakmu yang nggak pernah
telat dan dikelas nggak pernah tidur nggak kayak kamu.”
Terang Bu Lilik.

“Ya ampun bu. Masih pagi udah buat pidato. Pidatonya


entar ajabu nunggu pesta perpisahan. Sekarang ibu lepasin
rambutku. Sakit banget bu. Mending gini aja deh, Bu Lilik
hokum aku apa aja asalakan ibu lepasin rambutku.” Pinta
Eyak.

Bu Lilik melepaskan rambut Eyak, lalu menyuruhnya


lari di lapangan sepuluh kali. Eyak mengiyakan yang
diprintah Bu Lilik. Eyak berpikir lebih baik lari
dilapangan dari pada rambutnya ditarik.

Eyak memulai larinya di lapangan. Hari ini sudah


menjadi hari yang biasa bagi Eyak. Ia memang sering
terlambat semenjak kakaknya masuk SMP. Sejak itu
kakaknya tak pernah mengantarnya lagi. Meskipun
cuacanya panas, Eyak tak pantang menyerah dengan apa

35
yang ia dapatkan. Ia terus saja berlari meskipun ia terasa
capek dan haus.

Aulia keluar dari kelasnya. Ia membawa sebotol


minum yang ia sebunyikan di balik badannya saat izin
keluar kelas. Ia menuju kearah Eyak yang duduk di
lapangan setelah menyelesaikan hukumannya. Ia
memberikan botol minum itu kepada Eyak lalu
meninggalkannya pergi. Eyak sangat berterima kasih
kepada teman sebangkunya selama lima tahun ini karena
keberaniannya memberikan minum kepadanya. Padahal ia
bisa saja mendapatkan hukuman karena member bantuan
kepada anak yang mendapat hukuman seperti Eyak.

Eyak menuju ruang kantor untuk bertemu Bu Lilik. Ia


mengatakan bahwa ia selesai melaksanakan hukumannya.
Tanpa berbasa-basi, Bu Lilik menyuruhnya masuk kelas.
Meskipun di nasehati untuk tidak telat lagi, itu sepertinya
mustahil.

Di perjalanan menuju kelas, ia mendengar bel


berbunyi pertanda jam pelajaran kedua. Ia telah
melewatkan pelajaran pertama. Tapi itu sudah menjadi
kebiasaannya. Saat ia melewati lapangan, ia melihat
segerombolan siswa sedang pelajaran olahraga. Ia berhenti
sejenak untuk melihat kelas apa yang sedang pejalaran
olahraga. Ia melihat Dimas. Setelah ia melihtanya, sekejap
ia mengetahui kalau itu kelas enam A. Kelas anak pintar.
Ia menunduk sejenak lalu melanjutkan perjalanannya
menuju kelas. Rene dan Sinta dari kelas enam A berjalan
melewati Eyak. Mereka berbisik, kenapa Dimas bisa
memiliki teman seperti Eyak. Dia selalu telat, kabur saat
pelajaran, dan tidur saat pelajaran. Mendengar hal itu
Eyak terdiam sejenak. Lalu ia berjalan lagi menuju
kelasnya.

36
Eyak sampai di dalam kelas. Guru belum datang. Itu
berarti tak ada yang menyambutnya lagi dengan pidato
dadakan. Ia duduk di bangkunya. Aulia dengan sigap
memainkan kipas plastic yang selalu ia bawa untuk
memberikan kesejukan buat Eyak.

“Hi Eyak, aku denger kamu tadi ketangkep sama Bu Lilik


lagi?” Tanya Toni anak yang duduk di sebelah bangkunya.

“Iya.” Jawab Eyak lemas.

“Wah kau ini.” Toni menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Emang kenapa? Udah biasa kale.” Jawab Eyak

Ketu kelas datang kekelas. Anak-anak terdiam


seketika untuk mengetahui apa guru jam ke dua masuk.
Ketua kelas menggeleng-gelengkan kepalanya pertanda
guru jam ke dua tidak masuk. Anak-anak di kelas berteriak
gembira. Mengetahui hal itu Eyak dan Aulia bergegas ke
kantin dengan anak-anak lainnya.

Di kantin eyak memesan mi goreng dan es teh. Eyak


dan Aulia duduk di meja makan yang ada di kantin itu.
Aulia bertanya pidato apa lagi yang di berikan oleh Bu
Lilik. Eyak tersenyum dan menbgatakan bahwa pidatonya
seperti kaset yang selalu di putar berulang kali. Tapi kali
ini ada bonusnya. Ia menarik rambutnya. Seketika
mendengar itu Aulia tertawa. Ia tak kaget dengan sikap
teman yang selalu ada disampingnya. Ia mulai terbiasa
dengan sikap bandelnya.

Eyak menikmati mi goreng yang ada di depannya.


Namun, kenimatan itu terhenti sejenak saat melihat Dimas
juga ada di kantin. Wajah bahagianya karena bisa makan
sehabis mendapat hukuman berubah menjadi muram.

37
Melihat wajah temannya yang mendadak berubah, Aulia
bertanya kepada Eyak, namun ia hanya menjawab dengan
senyuman kecut. Lalu Aulia melihat sekeliling kantin.
Pencariannya terhenti setelah melihat seseorang yang taka
sing baginya yang selalu merubah suasana hati Eyak. “Ada
Dimas ya?” Tanya Aulia. Sekali lagi Eyak hanya menjawab
dengan senyuman kecut. “Dia memang anak yang
menyebalkan. Hanya karena kamu dari kelas enam C, dia
begitu saja memutuskan pertemanan kalian.” Kesal Aulia.
Mendengar temannya kesal, Eyak menyuruhnya untuk
menghabiskan makanannya.

Setelah menghabiskan makanannya, Eyak menuju


perpustakaan dan meninggalkan Aulia yang masih
menikmati makannya. Aulia memahami kenapa ia ingin ke
perpustakaan. Eyak selalu begitu setelah melihat Dimas
bersama dengan temannya. Dia berusaha mendinginkan
emosinya.

Eyak sampai di perpustakaan. Ia segera menuju


tempat ‘tidurnya’. Tempat paling belakang dekat dengan
dinding dan di depan dinding ada rak buku yang terbuat
dari kayu yang melebihi tingginya. Ia ‘meletakan’
badannya tepat di bawah AC dengan tangan menjadi bantal
untuk kepalanya. Ia menutup matanya dan mencoba
menenangkan pikirannya.

Eyak hampir tertidur. Tiba-tiba ia mendengar suara


langakah kaki yang semakin mendekat. Eyak menghiraukan
langkah kaki itu. Lalu terdengar suara anak laki-laki yang
menanyakan apa yang Eyak lakukan. Eyak menjawabnya
dengan mata tertutup, “Bukan urusanmu.”ia bisa menebak
suara itu tanpa melihatnya. Yup, anak itu adalah Dimas.
Mendengar jawaban Eyak, ia memalingkan hadapannya dan
beranjak pergi meninggalkan Eyak dengan posisi tidur
terlentang. Namun langkah Dimas terhenti setelah

38
mendengar perkatakaan Eyak.“Kau masih mau berbicara
denganku?” Tanyak Eyak. Dimas membalikan badannya
menghadap kearah Eyak. Eyak membuka matanya.

“Jika kau malu berteman denganku. Jangan pernah


mengajakku bicara.” Lanjut Eyak.

“Hei aku hanya menannyakan apa yang kau lakukan


disini.” Dimas menyilakan tangannya.

“Kau masih peduli denganku? Lupakannla kalau kita


pernah berteman.” Eyak bangkit dari tidurnya lalu menatap
Dimas dengan tatapan tajam.

“Bukankah itu yang kau inginkan? Jika kau tetap berada di


dekatku, teman-temanmu akan membicarakan kamu dan
juga aku.” Lanjut Eyak yang membuat Dimas tak bisa
berkata-kata.

“Itu sangat menggangguku saat teman-temanmu


membicarakanku. Kenapa Dimas bisa berteman dengan
anak yang selalu datang telat. Kenap Dimas bisa berteman
dengan anak yang selalu tidur saat pelajaran. Kenapa
Dimas bisa berteman dengan anak…” Eyak terhenti sejenak
dan matanya berkaca-kaca.

“Dengan anak onar.” Air mata yang tak bisa ia tahan


keluar tanpa seizinnya.

“Aku membenci saat mereka mengatakan kalau aku anak


onar. Aku mohon kepadamu untuk tidak berbicara
denganku lagi. Aku memohon sebagai teman terakhirmyu.”
Eyak mengusap pipinya yang di basahi dengan air
matanya. Lalu ia meninggalkan Dimas yang masih terkejut.

Dimas tetap berada diposisinya meskipun Eyak sudah


tidak ada di hadapannya. Ia merasa bersalah dengan apa
yang sudah ia lakukan selama tiga tahun ini. Tapi ia tak
bisa lakukan apa-apa saat kelas tiga dulu. Teman-
temannya selalu mengejeknya berteman dengan Eyak. Ia

39
tak tahan dengan itu semua. Karena itu ia mulai menjahui
Eyak.

Eyak menuju kamar mandi setelah pertemuannya


dengan Dimas. Ia membasahi wajahnya dengan air. Lalu ia
menatap kaca yang ada di hadapannya. Di dalam hati
kecilnya. Ia sangat malu melakukan hal tadi. Dia merasa
bodoh bisa meminta seperti itu.

Selama pelajaran berlangsung Eyak benar-benar tak


bersemangat. Ia menghiraukan guru yang sedang mengajar.
Ia lebih menikmati melihat pemandangan dari dalam
jendela dari pada papan tulis. Bu July yang sedari tatdi
menjelaskan pelajaran bahasa Indonesia melihat Eyak. Ia
menarik nafas panjang lalu menghembuskannya.

Bel pulang berbunyi. Anak-anak kelas enam C dengan


sigap mengemasi barang-barang mereka yang ada di
demeja. Setelah berdoa dan member salam kepada guru
mereka lekas pergi dari tempat duduk mereka. Aulia
menggandeng tangan Eyak. Mereka berjalan bersama-sama
keluar dari kelas menuju gerbang sekolah.

Di depan gerbang Dimas berdiri menunggu


jemputannya. Ia melihat Eyak dan Aulia berjalan menuju
ke arahnya. Sebelum sampai melewati gerbang, Aulia
meninggalkan Eyak terlebih dahulu karena ibunya sudah
berad di depan gerbang. Eyak berjalan sendirian menuju
gerbang. Dimas berdiri mematung memandangi Eyak yang
sedang menuju kegerbang. Tapi Eyak menghiraukan
kehadiran Dimas. Ia tetap meleweti gerbang tanpa melihat
kearah Dimas. Eyak menyebrang jalan dan menunggu
angkot. Tak lama angkot berwarna merah yang selalu
mengantarny kesekolah dan pulang tiba. Ia membuka pintu
depan dan duduk di dekat sopir. Lalu angkot itu pergi

40
meninggalkan tempat itu. Dimas sedari tadi melihat Eyak
mulai dari gerbang hingga ia naik angkot. Kakekknya
menepuk pundak Dimas dan membuyarkan pandangannya.

Dimas memasuki mobil. Kakekknya bertanya kepada


Dimas, apaka ia sudah baikan dengan Eyak. Dimas
terdiam. Kakeknya melanjutkan “Dia adalah anak yang
baik. Sayang sekali pertemanan kalian hanya bertahan
sampai kelas tida SD.” Dimas tetap terdiam tanpa
mengatakan apapun.

41
Bab 3

Seorang cewek naik ke panggung mengenakan


seragam putih biru. Ia meneriaki anak-anak yang ada di
bawah untuk menyanyikan lagu potong bebek angsa.
Wanita itu seperti penguasa yang mengendalikan anak-
anak dibawah panggung. Wanita itu adalah anggota OSIS
SMP 2. Yup, hari ini adalah hari pertama kalinya mos bagi
Eyak. Ia mengenakan topi tani, kalung yang bahan
dasarnya adalah permen, dan talirafia sebagai rok. Anak-
anak dibawah menuruti perkataan anggota osis itu, Hany.
Kepala Eyak mendidih saat mendengar Hany menyuruhnya
menyanyi lagu itu. Tapi mai bagaimana lagi. Dia tiding
ingin memiliki masalah di hari pertamanya.

Jam sepuluh pagi, anak-anak mos beristirahat. Eyak


menarik napas panjang dan duduk menyandarkan
punggungnya di tembok. Bella datang mendekat ke tempat
Eyak dan menyodorkan sebotol air mineral. Eyak
menerimanya. Lalu Bella duduk dekat dengan Eyak dan
menyandarkar tubuhnya juga di tembok. “Nggak nyangka
ya kita satu sekolah lagi.” Ujar Bella. Eyak hanya
menjawabnya dengan anggukan. Mereka beristirahat sambil
mentap langit. Di benak Eyak, ia tak menyangka sekarang
sudah SMP dan juga…. ia tak satu sekolah lagi dengan
Teman masa kecilnya. Dimas.

Tiga puluh menit kemudian, mereka kembali ke


lapangan untuk menjalakan tugas mos yang sudah di
berikan sama anggota osis. Dengan terpaksa Eyak
mematuhi perintah anggota osis selama satu minggu.
Baginya, satu minggu adalah penjara.

42
Satu minggu telah beralu dan Eyak memulai pelajaran
pertamanya. Ia satu kelas lagi dengan Bella. Akhirnya ia
bisa satu bangku lagi dengan Bella selama lima tahun ia
merindukan teman satu bangku pertamanya saat SD.
Mereka terpisah saat kelas dua. Eyak di kelas C sedang
selalu berpindah-pindah, kadang dikelas A atau B. Hanya
Eyak dan Aulia yang selalu menetap di kelas C. Tapi
sekarang Aulia tak satu sekolah lagi dengan mereka. Aulia
berada di SMP 4.

Hari pertama pelajaran di SMP, Eyak seperti


biasanya. Ia tak bersemangat dengan papan tulis yang
harus selalu ia toton selama jam pelajaran. Ia selalu
memilih bangkku dekat dengan jendela. Jika ada rolling
bangku, ia akan menentangnya. Ia benar-benar
mempertahankan posisi duduknya. Bella dan Aulia hanya
menuruti kemauan temannya jika ia sudah menentang.

Di saat istirahat Eyak selalu mempunya dua tujuan.


Ke kantin untuk makan atau ke perpustakaan untuk tidur.
Kali ini ia ke perpustakaan untuk tidur. Sepuluh menit
sebelum bel masuk ke kelas, ia selalu terbangun dan pergi
ke kanton untuk membeli roti. Ke biasaannya ini terjadi
setelah ia bertemu Dimas dan mengatakannya untuk
menjahuinya saat di SD dulu.

Jam pelaran ketiga adalah pelajaran dari wali


kelasnya yang baru. Wali kelasnya adalah bapak pendek
dan gendut. Pak Ikhsan. Guru yang mengajar matenatika
itu menjadi obat yang munjarap bagi Eyak untuk mengikuti
pelajaran. Ia selalu bersemangat saat mengikuti
pelajarannya. Wali Kelasnya mengetahui hal itu, ia selalu
member perhatian yang lebih untuk Eyak, karena itu adah
kesempatan untuk membuatnya mau belajar. Tapi
sebenarnya, meskipun Eyak tidak memperhatikan guru saat
SD, ia bisa lulus dengan nilai yang tak terduga. Itu

43
karena, ia memiliki pendengaran yang orang lain tak
ketahui. Di saat ia melamun atau tidur, ia bisa mendengar
dan mengingat apa yang oaring lain katakana. Ia
merahasiakan ini dari siapapun kecuali temannya, Aulia
dan Bella.

Bel istirahat kedua berbunyi. Bella mengajak Eyak


untuk ke kantin. Tapi Eyak menolak ajakannya. Ia lebih
memilih perpustakaan dari pada ajakan temannya. Bibir
Bella maju beberap senti. Eyak mengacak-acak rambut
Bella dan menyuruhnya untuk cepat pergi ke kantin. Tanpa
berkata apa-apa Bella langsung mematuhi perinta Eyak.

Eyak kembali di posisinya saat tiba di perpustakaan.


Hanya saja kali ini ia hampir terlelap tidur. Iapun juga
bermimpi. Di mimpinya ia kembali demasa kecilnya. Ia
melihat Dewi dan Ririn yang ada di sampingnya. Lalu
mereka berlari kesana kemari. Lalu munculah anak kecil
yang tak ia inginkan. Anak itu adalah Dimas. Ia ingin
sekali bangun dari mimpinya. Tapi tiba-tiba, tubuh Eyak
seperti di bangunkan oleh seseorang. Ia tiba-tiba duduk di
sebelah Eyak dan menutup bibir Eyak. Eyak terkejut
setengah mati. Jantungnya berdebar hebat. Eyak
memberontak, tapi anak itu, lebih tepatnya anak laki-laki
yang berada di belakang Eyak, membisikan di telinganya
untuk diam. Tak lama ada suara Bu Aza, guru BK, yang
hampir menghampiri mereka. Tangan anak laki-laki itu
semakin kuat untuk menutup bibir Eyak. Eyak merasa
sedikit kesakitan. Akhirnya Bu Aza meninggalkan
perpustakaan dan anak laki-laki itu melepaskan
bungkamannya. Dengan cepat Eyak membalikan tubuhnya
menghadap anak laki-laki itu lalu menamparnya. Anak
laki-laki itu terkejut. Ia tak berontak sedikitpun saat Eyak
menamparnya. Lalu Eyak pergi meninggalkan anak laki-
laki itu.

44
Di kantin, Eyak memesan tiga donat dengan mimis
coklat dan segelas susu coklat. Ia duduk di dekat Bella.
Melihat temannya membeli donat dan susu coklat dengan
wajah merah, Bella bisa menebak kalau ia sedang kesal
setengah mati.

“Kau kenapa?” Tanya Bella.

“Tadi ada bocah sinting yang menutup bibirku dan


sepertinya tadi dia juga memelukku. Aaaahhh siapa sih
dia? Aku ingin menaparnya lagi.” Kesal Eyak.

“Apa? Kamu habis nampar anak? Gila! Kamu baru berapa


hari sekolah di sini udah berani aja menampar anak.”
Jawab Bella terkejut.

Eyak menjelaskan kejadian di perpustakaan dengan


amarah. Saat ia meminum susu coklat, tiba-tiba ada anak
laki-laki yang mendatanginya. Tanpa basa-basi, anak itu
duduk tepat di depan Eyak. Eyak terkejut setengah mati
untuk kedua kalinya mengetahui anak yang ada di
hadapannya adalah anak yang menutup bibirnya. “Kenapa
kau ada disini?” Teriak Eyka. Anak laki-laki itu menjawab
bahwa ia ingin minta maaf dengan kejadian tadi. Tapi
Eyak tak semudah itu menerima maafnya. Ia membalas
permintaan maafnya dengan makian yang tak ada habisnya.
Bella mencoba menenangkan Eyak dengan mengajaknya
pergi meninggalkan anak itu. Anak laki-laki itu melihat
dengan wajah penuh penyesalan saat melihat Eyak di bawa
paksa Bella.

Tepat jam dua, pelajaran sekolah berakhir. Eyak


berjalan menuju parkiran sepeda dan mengambil sepeda
ontelnya berwarna biru. Bella tak bersamanya karena ia
sudah di jemput. Saat ia akan mengayuh sepedanya ia
terhenti sejenak dan teringat dengan perkataan Bella
sebelum jam pelajaran berakhir. Anak laki-laki yang ia
tampar adalah kakak kelasnya dan dia terkenal onar.
Kemungkinan ia tadi dikejar-kejar oleh guru BK setelah

45
membuat ulah. Kepala Eyak semakin pening. Kenapa ia
harus berurusan dengan anak onar. Dan juga anak itu
adalah anak yang disukai Bella. Eyak terkejut setengah
meti setelah mendengar pernyataan Bella. Ia tak
menyangka tamannya bisa menyukai anak onar. Eyak
mencoba melupakan kejadian tadi dan mulai mengayuh
sepedanya.

***

Eyak berjalan di koridor menuju toilet. Ia baru saja


di marahi guru fisikanya karena tertidur di dalan kelas. Ia
disuruh mencuci mukanya lalu kembali ke dalam kelas.
Menurut Eyak yang disuruh gurunya malah membuatnya
semakin ngantuk.

Di saat ia memasuki toilet, tiba-tiba ada anak yang


menarik tangannya hingga membuatnya membalikan
tubuhnya. Eyak teriak kesakitan lalu ia melihat anak yang
menariknya. “Kamu?” Eyak terkejut dengan siapa ia
sedang berhadapan. Anak berkulit putih dan tinggi itu
adalah anak yang disukai oleh temannya.

“Apa yang kamu inginkan?” Tanya Eyak.

“Aku hanya ingin minta maaf.” Jawab anak laki-laki itu.

“Lupakan aja.” Jawab Eyak.

“Oh ya aku belum tau namamu. Namaku Jimi. Kalu kamu?”


Tanya Jimi.

“Mau tau aja.” Jawab Eyak lalu meninggalkannya ke dalam


toilet.

46
Jimi pergi meninggalkan Eyak yang ada di dalam
toilet sebelum mengetahui namanya. Ia berjalan melewati
koridor dan tangannya bersembunyi di dalam saku
celananya.

Eyak selesai mencuci muka dan keluar dari toilet.


Seketika ia ingin ke perpustakaan. Tanpa pikir panjang ia
pergi ke perpustakaan. Ia berada di tempat biasanya dan ia
melakukan hal seperti biasanya saat tiba di perpustakaan.
Tidur. Karena ia mencuci mukanya, ia mulai mengantuk
lalu tertidur. Ia kembali bermimpi tentang masa kecilnya.
Hanya saja rasa tidurnya tak keras seperti biasanya
melainkan empuk seperti ada bantal yang menahan berat
kepalanya. Ia tertidur hingga pergantian pelajaran.

Eyak terbangun dua puluh menit setelah ia terlelap.


Ia membuka matanya. Betapa terkejutnya hal pertama kali
yang ia lihat adalah wajah Jimi. Ia terbangun dari posisi
tidurnya dan menatap Jim heran. “Kenapa kau bisa ada di
sini?” Tanya Eyak. “Kau sudah bangun. Tidur cukup lama
tadi. Apa tidurmu nyenyak?” Jimi menjawab dengan
tersenyum. Ia seperti melihat kekasihnya bangun dari
tidurnya. Eyak merasa kesal hingga ia tak bisa berkata
apa-apa lalu meninggalkan Jimi pergi sendirian. Jimi
hanya tersenyum melihat tingkah Eyak.

Eyak kembali ke dalam kelas dengan wajah kesalnya.


“Kau kenapa lagi?” Tanya Bella. “Kenapa harus dia sih?”
Jawab Eyak yang membuat Bella bingung. Eyak berpikir
sejenak untuk mencerna perkataan dari temannya. Lalu ia
menyadari kalau yang Eyak maksud adalah kakak kelas
yang ia sukai. Mendengar tebakan Bella benar, membuat
Eyak tak enak hati. Bella menjawab tak apa, tapi di dalam
hatinya ia pasti kecewa, tebak Eyak. Eyak meminta maaf,
tapi mau giman lagi itu bukannlah ke inginan Eyak. Bella
tersenyum dan mengatakan tak apa lagi.

47
Bel berbunyi untuk jam pulang. Eyak bergegas
pulang dengan menuju ke parkiran untuk mengambil
sepeda lalu mengayuhnya. Butuh waktu dua puluh menit
untuk pulang pergi sekolah. Saat ia berada di pertigaan
rumahnya ia melihat anak yang tak asing. Anak itu adalah
Dimas. Eyak mengayuh sepedanya melewati Dimas yang
berjalan berlawanan dengan arahnya. Mereka terdiam.
Mereka tak menyapa satu sama lain. Mereka benar-benar
canggung setelah percakapan terakhir mereka. Di hati
kecil Eyak, ia merasa sedih harus putus persahabatan
dengannya. Namun bagaimana lagi. Dimas yang memulai
menghindari Eyak.

Eyak memakirkan sepedanya dekat dengan pagar


rumahnya. Ia membuka pintu dan mengucapkan salam.
Ibunya menjawab salam Eyak. “Ibu aku lapar.” Eyak
mengatakan itu agar ibunya menyiapkan makanan
untuknya. Tanpa menjawab apa-apa ibunya menyiapkan
makanan untuk Eyak dan segelas jus. Eyak datang di ruang
makan lalu menyantap yang sudah dihidangkan oleh
ibunya. Ibunya duduk di hadapan Eyak. Ia tersenyum saat
melihat Eyak sedang makan.

“Nak, minggu depan kamu ada acara nggak?” Tanya ibu.

“Kayaknya nggak ada ma. Emang ada apa?” Eyak


menjawab dengan mengunyah makanannya.

“Kamu mau nggak mama ajak belanja. Ada discount


minggu depan.” Terang ibu.

“Terserah mama aja. Tapi aku juga belikan baju.” Pinta


Eyak.

“Iya nak.”

Esok harinya, Eyak berangkat sekolah diantar oleh


Kak Chandra. Sepeda yang menjadi kendaraan sehari-hari

48
tidak bisa digunakan hari ini. Kemarin sore saat ia pulang
dari perpustakaan daerah, ban sepedanya tertancap paku.
Dengan terpaksa sepedanya tak bisa di pakai untuk besok.

Melihat Bella berjalan mendekati gerbang sekolah,


Eyak berlari mendekati Bella dan menepuk pundaknya.
Mengetahui yang menepuknya adalah teman baiknya, ia
membalasnya dengan menepuknya juga. Mereka berjalan
bersama menuju kelas mereka. Langkah kaki merekapun
tak kalah kompak. Langkah kaki mereka seperti menari.
Seirama.

Istarahat kali ini Eyak ke kantin. Saat Eyak dan


Bella menuju kantin, mendadak hujan rintik-rintik. Mereka
mulai mempercepat langkah kaki mereka. Sesampainya di
kantin, mereka memesan coklat panas dan roti kukus.
Mereka menikmati makanan mereka seperti seorang
kekasih. Canda tawa menemani kebersamaan mereka.

Hujan reda tempah jam istirahat selesai. Mereka


berjalan menuju kelas. Saat dilapangan, Bella melihat Jimi
memakai seragam basket dan memainkan basket dengan
teman-temannya. Melihat itu, langkah Bella terhenti. Eyak
yang mengetahui itu, menghampiri Bella yang tertinggal
beberapa langkah darinya. Ia menepuk pundak Bella. Bella
memalingkan pandangannya ke arah Eyak.

“Apa yang kau lakukan?” Tanya Eyak. Bella menjawabnya


dengan senyuman dan pandangannya kembali ke Jimi.

“Oh Jimi.” Tebak Eyak.

Mendengar Eyak memanggil Jimi dengan seenaknya,


membuat Bella kesal. Ia memarahi Eyak. Ia mengatakan
bahwa Jimi adalah kakak kelas. Tak seharusnya Eyak
memanggilnya begitu. Eyak geli mendengar yang di

49
bicarakan Bella. Ia menjawab “Anak menjengkelkan
seperti dia tak pantas dipanggil ‘senior’.”. Eyak menarik
lengan Bella dan membawanya masuk ke dalam kelas.

Bel pulang sekolah berbunyi. Eyak dan Bella


mengemasi barang mereka lalu pulang. Di perjalanan
keluar sekolah, Bella menawari Eyak untuk pulang
bersamanya. Tapi Eyak menolak. Bella sedikit cemberut
mendengar temannya menolak tawarannya. “Hei, bukannya
kau adala les hari ini.” Terang Eyak. Mendengar perkataan
Eyak membuat Bella teringat dengan jadwal hariannya.
“Sudah sana cepat nanti kamu terlambat lagi.” Suruh Eyak.
Bella meninggalkan Eyak dengan mengucapkan maaf. Eyak
menjawabnya dengan senyuman.

Eyak berdiri di depan sekolah untuk menunggu


angkot. Tiba-tiba hujan turun untuk kedua kalinya di hari
ini. Eyak berlari dan mencari tempat teduh. Betapa
kagetnya Eyak, tak lama ia meneduh, tiba-tiba Jimi juga
meneduh di tempat yang sama dengan Eyak. Jimi menatap
eyak dengan memberikan senyuman yang lebar. “Wah,
sepertinya kita jodoh Eyak.” Tutur Jimi. Eyak terkejut
untuk kedua kalinya mendengar Jimi menyebutkan
namanya. “Kamu tau darimana namaku?” Tanya Eyak
mengerutkan keningnya. “Aku tau dari mana itu nggak
penting.” Jawab Jimi.

Sudah dua puluh menit mereka meneduh. Hujan tak


kunjung berhenti. Tak lama, angkot datang dari arah
bersebrangan dari tempat mereka. “Pak tunggu sebentar!”
Teriak Eyak kepada supir angkot agar tidak pergi. Eyak
berlali meninggalkan Jimi. Namun Jimi tak diam saja. Ia
mengikuti Eyak dan membuka jaketnya sebagai payung.
Eyak tak menyadari kalau Jimi mengejarnya dan
memberikan ‘payung’ kepadanya. Saat mereka memasuki
angkot, Eyak terkejut untuk ketiga kalinya.

50
“Kamu kok ada disnin?” Tanya Eyak mengerutkan
keningnya.

“Kenapa? Aku juga menunggu angkot ini.” Jawab Jimi.

Lima belas menit angkot itu sampai di tujuan Eyak.


Eyak turun dari angkot begitu juga Jimi. Eyak terheran-
heran dengan yang dilakukan Jimi. “Kamu ngikutin aku?”
Tanya Eyak menebak. “Iya.” Jawab Jimi yang membuat
Eyak terkejut untuk keempat kalinya. “Aku ingin tau di
mana rumahmu.” Tambah Jimi. Eyak diam tanpa membalas
perkatan Jimi.

Jimi mengikuti setiap langkah Eyak dari belakang.


Senyumannya tak bisa di tutupi. Saat melewati pertigaan,
Eyak melihat Dimas. Eyak dan Dimas berhenti sejenak.
Mereka saling berpandangan. Namun pandangan Dimas
terhalang oleh kehadiran Jimi. Dimas mencoba
menghiraukan kehadiran Eyak dengan tak menyapanya dan
melangkah pergi meninggalkan Eyak dan Jimi. Melihat itu,
Eyak hanya bisa menundukan wajahnya dan kembali
melanjutkan perjalanan. Jimi mengerutkan keningnya. Ia
curiga dengan kehadiran Dimas.

Mereka sampai dirumah. Eyak terdiam sejenak lalu


membalikan tubuhnya. “Sekarang kamu sduah puaskan?
Pulanglah!” Pinta Eyak. Eyak membalikan tubuhnya lagi
lalu melangkah memasuki rumah. Beberap senti dari
jaraknya dengan Jimi. Jimi menghentikannya. “Cowok
yang kita temui di pertigaan itu siapa?” Tanya Jimi. Eyak
menghela nafasnya. “Itu bukan urusanmu.” Jawab Eyak
lalu meninggalkan Jimi yang masih berdiri di depan
rumahnya.

51
Melihat Eyak memasuki rumahnya, Jimi
melangkahkan kakinya beranjak dari depan rumah Eyak.
Tak jauh dari tempat ia melangkah, ia melihat Dimas. “Hei
kamu!” Teriak Jimi yang membuat Dimas terdiam di
tengah jalan. Jimi melangkahkan kakinya mendekati
Dimas.

“Kau kenal dengan Eyak?” Tanya Jimi.

“Apa urusannya dengan mu?” Tanya balik Dimas.

“Kenalin, aku Jimi.” Jimi mengulurkan tangannya.

“Aku Dimas.” Dimas menerima ajakan perkenalan itu.

“Aku calon pacar Eyak.” Tutur Jimi yang membuat Dimas


tersontak dan melepaska tangannya dari Jimi.

Jimi tersenyum dengan percaya diri. Ia meminta


untuk menjahui Eyak. Ia mengatakan kalau Eyak adalah
miliknya. Dimas terdiam saat mendengar pernyataan Jimi.
“Kamu masih calon. Kamu bukan pacarnya. Kau tak bisa
melarangku dekat dengannya.” Terang Dimas. Senyuman
percaya diri itu lenyap seketika. Dimas membalikan
badannya dan meninggal Jimi yang masih tak percaya
dengan ucapan Dimas. Jimi berteriak kesal, tapi Dimas
terus berjalan dan menghiraukan teriakan Jimi.

***

Eyak mendorong trolly. Sesekali ia berhenti untuk


mengambil barang ia inginkan dan menaruhnya di dalam
trolly. Di rasa barang yang ia butuhkan cukup, ia pergi ke
kasir dan membayar barang yang ia inginkan. Ice cream
rainbow dan cheese cake tak pernah ia lupakan. Kantong

52
plastic sedang memenuhi barang belanjaannya. Ia keluar
dari supermarket dan berjalan menuju rumah.

Beberap meter dari supermarket, ia melihat sosok


yang taka sing baginya. Ia mengikuti sosok itu untuk
memastikan dia tak salah orang. Anak perempuan yang
dikerumuni tiga anak cowok. Mereka memasuki gang
buntu. Entah apa yang mereka lakukan.yak berhenti
beberapa meter dari mereka, lalu ia melihat Bella yang
terpojok. Mata Eyak membulat. Ia melihat mereka
mendorong pundak Bella. Melihat itu Eyak memanas.
Anak-anak cowok itu meminta uang kepada Bella. ‘Apa
mereka memalak Bella?’ Gumam Eyak. Eyak mendatangan
Bella yang terpojok itu.

“He apa yang kalian lakukan!” Teriak Eyak yang sekejap


mendepani Bella.

“He siapa kau? Nggak usah ikut campu.” Jawab anak yang
memakai rompi dan topi berwarna hitam.

Eyak semakin menyentak anak cowok itu. Anak


cowok itu tak terimadengan ucapan Eyak, lalu
mendorongnya hingga terjatuh di tanah. Eyak melihat
telapak tanggannya yang berdarah. Hatinya semakin
memanas. Ia berdiri lalu memuku anak cowok itu.
Emosinya meledak, ia menghajar semua anak cowok itu.
Melihat temannya berkelehi, Bella memegang lengan Eyak
untuk menghentikan perkelahian lalu membawanya pergi.

Eyak duduk di kursi taman. Burung-burung yang ada


di atas pohon berkicau. Eyak mengambil nafas panjang.
Tak lama Bella datang membawa sekantong kresek kecil
yang berisi petadint dan plaster. Ia mengobati telapak
tangan Bella yang berdarah. Tiba-tiba Bella menangis saat
membiraka obat petadint. Eyak terkejut dengan tangisan
Bella. Eyak berpikir yang seharusnya menangis adalah

53
dirinya karena obat pitadint yang perih. Tapi kenapa Bella
yang mengais. Eyak mencoba menenangkan Bella. Bella
mengusap ai matanya. Ia berterima kasih kepada Eyak
karena telah menyelamatkannya. Eyak hanya tersenyum.

Mereka beristirahat sejenak di kursi taman itu.


Menghirup udara yang sejuk di sore hari membuat hati
mereka kembali relax. Eyak mengambil ice cream rainbow
yang ia beli di kantong kreseknya dan memberikan kepada
Bella. Bella menerimnya dengan sepenuh hati. Bella
langsung memakan ice crem rainbow itu. Ia tau dengan
langsung memakan pemberian dari Eyak akan membuat
Eyak senang. Saat ice cream rainbow itu lenyap, mereka
berpisah dan kembali ke rumah.

Setibanya di rumah, Eyak memasuki kamar lalu


membuka jendela. Tak luap ia menyalakan lagu dari
laptopnya. Ia memulai lagu pertaman yang berjudul Kala
Cinta Menggoda dari Crisey. Ia adalah penggemar Crisey.
Meskipun ia telah tiada, tapi lagunya tetap ia mainkan.

Eyak tak mematikan lagunya saat ia berada di kamar


mandi yang ada di dalam kamarnya. Ia berendam dalam
badtub. Dengan air hangat, membuat rasa capek sehabis
berkelahi, hilang seketika. Lag uterus bermain, hingga
membua Eyak hampir tetidur di dalam badtub.

Eyak membersihkan dirinya dan mengganti bajunya.


Ia mematikan lagu yang sedari tadi berputar di laptopnya.
Ia keluar dari kamarnya dan ke meja makan karna makbaan
malam telah tiba. Obrolan hangat dengan keluarga menjadi
teman yang pas saat mereka makan malam.

54
Esoknya sore hari yahg cerah, ia mengayuh
sepedanya menuju rumah. Jalan raya yang biasa ia lalui
tak seramai seperti biasanya. Tak jauh dari jalan raya, ia
memasuki tikungan yang sepi. Ia melaui polisi tidur
setelah tikungan. Lalu melanjutkan jalanan lurus. Namun,
ada insiden yang tak pernah ia duga. Saat ia sedang asik
mengayuh sepedanya, tiba-tiba ada seorang yang sengaja
mendorong sepedanya dari samping. Ia jatuh seketika.
Lutut dan telap tangnnya terluka. Ia membalikan badan
dan melihat tiga anak yang ia temui saat menolong Bella.
Eyak berdiri dan meneriaki ketiga anak yang tak jauh dari
hadapannya. Anak-anak itu menghampiri Eyak dan
membuatnya terpojok. Saat Eyak akan menampara mereka,
dengan cepat anak itu menangkap tangan Eyak dan usaha
Eyak gagal. Lalu anak itu mendorong Eyak hingga
terjatuh. Luka Eyak semakin terasa sakit. Mereka
mengatakan kepada Eyak yang jatuh ke tanah ingin balas
dendam. Mereka nggak terima dengan perlakuan Eyak
kemarin.

Anak yang pertama kali Eyak hajar kemarin,


menginjak lutu Eyak. Eyak menjerit kesakitan. Ia
menginjak lutut Eyak lebih keras lagi dan jiratan Eyak
semakin kencang. Saat anak itu akan menginjak untuk ke
tiga kalinya, tiba-tiba anak itu dihajar oleh seseorang.
Teman-temannya pun tak luput dari hajarang orang itu.
Lalu orang itu menghampiri Eyak dan bertanya apa dia
terluka. Eyak mendongakan wajahnya. Betapa terkejutnya
Eyak melihat Jimi bereada di hadapannya. Eyak terdiam.
Ketiga anak itu bangkit dan mencoba menghajar Jimi. Tapi
usaha mereka gagal karena mereka kalah dengan pukulan
Jimi.

Jimi menggendong Eyak tanpa ragu. Ia menuju mobil


Jeep hitam. Eyak duduk di sebelah Jimi di bagian depan.
Sepeda Eyak di letakan Jimi di atas mobil. Eyak tak bisa
berkata apa-apa karena masih terkejut. Saat Jimi memasuki
mobil, ia melihat Eyak belum mengenakan sabuk

55
keselamatan. Ia menarik nafas panjang lalu memasangkan
sabuk pengamannya Eyak. Lalu ia mengandarai mobilnya
pergi dari tempat itu menuju rumahnya.

Sesampainya dirumahnya, Jimi menggendong Eyak


keluar dari mobil lalu membawanya ke kamarnya. Rumah
mega dengan taman luas membuat Eyak tak bisa berkata
apa-apa. Saat Jimi akan memasuki kamarnya, Eyak
menghentikan langkahnya dengan menanyakan untuk apa
dia ikut masuk ke kamarnya. Jimi terdiam lalu
melanjutkan langkahnya menuju kamarnya.

Sesampainya di kamar, ia meletakan Eyak di kasur


lalu meninggalkan Eyak ke dapur untuk mengambil obat.
Eyak melihat sekeliling kamar Jimi yang tak pernah ia
sangka. Anak yang terkenal onar memilik kamar yang rapi.
Hingga rak buku yang ada di dekat lemari baju tertata
rapi. Tak lama Jimi kembali ke kamar. Tanpa basa-basi
Jimi langsung mengobati luka Eyak. Eyak terkejut dan
terdiam melihat tingkah laku Jimi. Ia memulai dengan
member obat antiseptic, petadint, lalu perban. Eyak
menjerit sesekali karena rasa perih. Saat akan memberika
obat di telapak tangannya, langkahnya terhenti saat
melihat plaster yang ada di detapak tangan Eyak. Ia
mengambil nafas panjang. “Hei, telapak tangan sudah
terluka dan sekarang terluka lagi.” Gumam Jimi. Eyak
tediam. “Siapa mereka?” Tanya Jimi. “Mereka adalah anak
yang mengganggu Bella kemarin. Mangkanya telapak
tanganku terluka.” Jawab Eyak. Mendengar jawaban Eyak,
Jimi terhenti lalu melihat wajah Eyak dengan raut wajah
serius. “Telap telapak tanganmu sudah terluka karena
berandalan itu. Lalu sekarang telapak tanganmu lagi dan
di tambah lututmu. Mulai sekarang jangan bertemu mereka
lagi.” Tegas Jimi. Mendengar apa yang di katakana Jimi,
membuat Eyak terdiam untuk kesekian kalinya karena
kelakuan Jimi.

56
Setelah Jimi mengobati luka Eyak, ia mengantarnya
pulang. Di pejalanan menuju rumah Eyak, mereka diam
seribu bahasa. Di batin Eyak ia merasa malu dan heran
dengan sikap Jimi. Beberapa menit kemudian mereka
sampai dirumah Eyak. Eyak turun dari mobil dan Jimi
menurunkan sepeda Eyak yang ada di atas mobilnya. Eyak
mengucapkan terima kasih kepada Jimi, tapi Jimi hanya
diam saja.

Mendengar keributan di luar rumah, ibu Eyak keluar


rumah. Ia terkejut melihat anaknya yang ditutup penuh
dengan perban. Ia memeluk Eyak dan menanyakan apa
yang terjadi. Eyak menjawab agar hibunya tak khawatir
dengan ke adaannya dan memberitau ibunya kalau Jimi
telah menolongnya. Ibunya mengucapkan terima kasih dan
menyuruh mereka masuk. Namu Jimi menolak tawarannya.
Mendengar tawarannya di tolak, ibu masuk ke dalam rumah
dan meninggalka Eyak dan Jimi di luar rumah.

Eyak menatap wajah Jimi dan mengucapkan terima


kasih. Jimi tersenyum dan mengatakan yang dia lakukan
adalah wajar untuk orang yang ia inginkan. Mendengar
perkataan Jimi membuat Eyak tertegun. Melihat ekspresi
Eyak, senyuman Jimi semakin lebar. Lalu ia pamit kepada
Eyak dan memasuki mobil untuk pulang kerumahnya. Eyak
tak berkutit sama sekalu setelah mendengar apa yang Jimi
ucapkan.

Di saat Eyak akan masuk rumah, ia melihat Dimas tak


jauh dari hadapannya. Eyak menghentikan langkahnya.
Lalu Dimas berjalan menuju arah Eyak berada. Langkah
Dimas berhenti beberapa sentimeter dari Eyak. Ia
menanyakan apa yang terjadi. Eyak menjawab dengan
ketus kalau yang ia alami bukan urusannya. Eyak
melangkahkan kakinya masuk kerumah dan meninggalkan
Dimas yang masih berada di depan rumahnya. Namun

57
langkahnya terhenti saat Dimas mengucapkan hal yang
membuat Eyak bingung. Di saat Eyak dekat dengan pintu,
Diman berucap agar tak dekat lagi dengan Jimi karena ia
tak suka. Eyak terdiam sejenak lalu melanjutkan
langkahnya dan mencoba menghiraukan omangan Dimas
dengan tak membalik badannya.

Saat memasuki rumah, Eyak masuk ke dalam


kamarnya dan menuju kamar mandi untuk membersihkan
badannya. Setelah itu ia mengganti bajunya dan
menghempaskan tubuhnya di atas kasur yang selalu
menemaninya tidur di rumah. Ia teringat dengan kelaukan
dan ucapan Jimi begitu juga dengan Dimas. Ia menutup
matanya dengan kedua telapak tangannya yang di
perberpan untuk melupakak tentang mereka. Namun, ia
teringat lagi dengan ucapa Dimas kalau ia tak suka
melihat Eyak dekat dengan Jimi. Seketika jantung Eyak
terasa dipukul. Badannya teras panas dan dipikarannya
sekarang hanya ucapan Dimas. Ia menutup tubuhnya
hingga wajahnya dengan selimut agar cepat tidur dan
melupakan tentangnya.

***

Pagi yang dingin tak membuat Eyak malas untuk


pergi sekolah. Hari ini ia tak menggunakan sepedanya
karena kakinya masih belum sembuh. Kak Chandra
mengantarnya dengan sepeda motor. Eyak menunggu
kakaknya mengeluarkan sepeda di depan rumah. Iya
memalingkan pandangannya dari kakaknya. Ia melihat
Dimsa keluar dari rumahnya. Mereka saling menatap
walaupun jarak mereka jauh beberapa meter. Lalu Dimas
pergi meninggalkan Eyak yang masih menatapnya. Kak
Chandra memanggil Eyak untuk naik sepeda motor yang
sudah ia keluarkan dari garasi.

58
Di perjalanan Eyak merasa kedinginan. Ia menahan
kedinginan itu karena ia tak memakai jaket. Mengetahui
adiknya kedinginan, Kak Chandra menyuruh adiknya
memasukan tangannya di saku jaketnya. Hanya itu saja
yang bisa dilakukan Kak Chandra. Karena, jika ia berhenti
sebentar untuk memberikan jaketnya, akan membatnya
telat. Jarak sekolah Eyak dan Kak Chandra cukup jauh.
Maka dari itu kakaknya jarang sekali mengantar Eyak.

Di sepan gerbang sekolah, Eyak turun dari sepeda


lalu berpamitan dengan kakaknya yang masih di atas
sepeda. Sebelum Eyak beranjak pergi, kakaknya
menyuruhnya untuk menghubunginya saat pulang. Eyak
tersenyum dan menganggukan kepalanya. Lalu kakaknya
pergi meninggalkan Eyak yang berdiri di depan gerbang
sekolah. Melihat kakaknya pergi dari hadapannya, Eyak
memasuki sekolah. Gerak jalannya agak berbeda karena
rasa sakit di kedua lututnya. Ia menarik nafas panjang dan
berbicara untuk dirinya sendiri kalau keadaan ini tak akan
lama.

Bella tiba di gerbang sekolah lalau turun dari mobil


yang mengantarnya. Saat ia turun, ia melihat Eyak yang
jalannya aneh. Ia berlari ke Eyak. Ia menanyakan apa yang
terjadi dengan Eyak. Ia tak percaya dengan keadaan Eyak
sekarang karena kemarin ia baik-baik saja. Eyak
tersenyum melihat tingkah temannya. Ia memegang lengan
Bella lalu mengajaknya masuk ke kelas. Beberapa langka,
Jimi menyapanya dari pinggirnya. Pertanyaan Jimi yang
menanyakan keadaan Eyak membuat Bella curiga. Ke
curigaan Bella terlihat dari raut wajahnya. Melihat
temannya, Eyak menghiraukan kehadiran Jimi lalu menarik
lengan Bella menjahui Jimi. Eyak berbisik kepada Bella,
ia akan menceritakan segalanya saat jam istirahat. Bella
mengangguk berat. Bella menengok kebelakang. Ia melihat

59
Jimi masih berdiri di tempat itu dan memerhatikan langkah
mereka.

Saat pelajaran, Bella masih kesal dengan kajedian


yang di alami Eyak kemarin. Bukan hanya itu saja.
Delapan puluh persen ia kesal karena yang menolong Eyak
adalah Jimi, kakak kelas yang ia sukai. Eyak melihat Bella
yang tak sepertibiasanya. Ia sangat kesal dengan suasana
itu.

Lalu jam istirahat tiba. Mereka menuju kantin. Eyak


memesan susu coklat pana dan donat seperti biasanya. Saat
pesanan mereka datang, Eyak meminum segelas susu coklat
panas sebelum memulai ceritanya. Bella menyimak yang di
ceritakaan Eyak. Namun raut wajahnya tak menyakinin
dengan cerita Eyak. Melihat hal itu, Eyak menyilangkan
tangannya. “Kau nggak percaya ya?” Tebak Eyak. Bella
terdiam. “Terserahlah.” Imbuh Eyak.

Di saat Pak Ikhsan menerangkan tentang aljabar di


papan tulis, Bella tak bisa konsentrasi karena suasana
hatinya. Melihat temannya melamun, Eyak menyenggoal
bahu Bella dan membuyarkan lamunannya. Ia menyuruhnya
untuk mencuci mukanya. Dengan cepat Bella
menyutujiyang di pinta Eyak.

Bella mencuci mukanya. Wajahnya terasa segar tapi


suasana hantinya tidak. Ia berjalan melewati koridor untuk
kembali ke kelasnya. Di pertengahan perjalanannya, ia
bertemu Jimi. Langkahnya terhenti karena kehadiran Jimi.
Namun, Jimi menghiraukan Bella yang tepat berada di
depannya. “Kak bisa bicara sebentar?” Tanya Bella yang
berhasil menghentikan langkah Jimi. Ia membalikan
badannya lalu menatap wajah Bella. Wajah Jimi terlihat
dingin hingga membuat Bella gugup. Lalu Bella

60
melanjutkan perkataannya. Ia ingin tau apa yang di alami
Eyak kemarin hingga membuat tubuhnya di penuhi perban.
Tatapan Jimi masih dingin. Jantung Bella berdebar
kencang karena bisa bertatapan langsung dengan Jimi. Tak
lama Jimi menganggukan kepalanya dan mengajakanya
untuk bicara di kantin. Bella tertegun dengan sikap Jimi.
Ia merasa ada kembang api di kepalanya. Ia mengikuti
langkah Jimi dari belakang.

Jimi memesanka dua gelas jus jeruk. Mereka duduk


berhadapan. Jantung Eyak semakin berdebar kencang. Ia
takut akan membuat kelakuan yang aneh di hadapan Jimi.
Jimi meminum jusnya sebelum memulai ceritanya. Dari
awal hingga akhir, cerita Jimi sama dengan cerita Eyak.
Keraguannya dengan Eyak hilang seketika setelah
mendengar cerita Jimi. Namun, hatinya tetap tak suka
kalau orang yang ada di hadapannya menolong temannya.
Kecemburuannya membuatnya tak bisa terima dengan
kebaikkan Jimi terhadap Eyak.

Tanpa sepengetahuan mereka berdua. Eyak sedari


tadi mengikuti Bella dari belakang hingga ia berdiri di
balik tembok untuk melihat yang sedang di lakukan Bella
dan Jimi. Sebelumnya ia mengikuti Bella untuk
menjelaskan lagi kenapa ia bisa ditolong Jimi. Namun
sepertinya itu tak perlu lagi. Eyak menyadari kalau
temannya sedang mengalami kecemburuan. Ia tak mau
dengan suasana pertemanan seperti ini. Batinnya
mengatakan untuk menyelesaikan suasana ini agar tidak
menimbulkan ke salah pahaman.

Bella kembali ke kelas setelah pertemuannya dengan


Jimi. Ia sekarang tersenyum, namun hatinya tidak. Ia
masih cemburu dengan yang di alami Eyak. Ia datang ke
kelas. Ia memperlihatkan wajahnya yang bahagia kepada
Eyak. Melihat wajah temannya, Eyak menebak kalu Bella

61
habis beretemu Jimi. Bella tersipu malu. Tanpa ia jawab,
Eyak sudah tau dari awal.

Saat perjalanan pulang, Bella menawarkan untuk


Eyak pulang bersamanya. Seperti biasa Eyak menolak
tawaran Bella. Bibir Bella manyun beberapa senti. Ia
memaksa Eyak untuk pulang bersamanya. Dengan terpaksa
Eyak menerima ajakan Bella. Saat mereka melewati
gerbang sekolah. Tiba-tiba Jimi datang dan menawarkan
kepada Eyak tumpangan. Raut wajah Bella murung
mendengar tawaran Jimi untuk Eyak. Melihat itu Eyak
langsung menolak tawaran Jimi. Dengan cepat ia
meninggalkan Jimi lalu menuju mobil Bella.

Saat perjalanan menuju rumah Eyak. Suasana di


mobil canggung di antara mereka berdua. Eyak bisa
menebak penyebab dari suasana itu. Lalu ia mencoba
mencairkan suasana dengan memberikan janji akan
membuatkan Bella Risoles kesukaannya. Senyuman Bella
pun kembali.

Setelah menurunkan Eyak dari mobilnya, Bella


membuka jendela mobilnya lalu melambaikan tangannya
dari dalam mobil. Eyak membalas lambaian tangan Bella
dengan melambaikan tangannya juga. Lalu Bella menutup
kaca mobil dan meninggalkan Eyak di depan rumah.
Melihat mobil Bella semakin menjauh, Eyak melangkahkan
kakinya memasuki rumah.

Satpam yang berkerja di rumah Bella membukakan


pagar setelah mendengar suara klakson mobil Bella.
Setelah mobilnya masuk di garasi, satpam itu menutup
pagar. Bella keluar dari mobil lalu menuju ke dalam
rumah. Rumahnya sepi sepi seperti biasa. Ayahnya adalah
pembisnis yang berhasil dan sekarang ayahnya sedang

62
pergi ke Jepang. Ibunya yang telah tiada membuat hari-
hari Bella sunyi saat di rumah. Kakak perempuannya yang
kuliah di Jerman, satu tahun sekali ia pulang ke rumah.
Bella ingin sekali mengikuti kakaknya ke Jerman agar ia
tak kesepian saat di rumah.

Bella melangkahkan kakinya melewati tangga menuju


lantai dua lalu memasuki kamarnya yang ada di lantai dua.
Ia melempar tasnya sembarangan lalu menghempaskan
tubuhnya di ranjangnya. Ia memejamkan matanya. Lalu ia
teringat kejadian yang tak ingin ia ingat. Melihat orang
yang ia sukai mengkhawatirkan temannya dan member
tumpangan pada temannya membuat hatinya panas. Ia
mengambil bantal dan menutupi mukanya yang mulai
memerah lalu ia teriak sekencang-kencangan.

Ia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi dan


merendamkan tubuhnya di air hangat. Perasaannya mulai
tengan. Bibi yang mengurusinya sehari-hari mengetuk
kamar Bella. Ia menawarkan apakah Bella ingin makan
sesuatu. Bella mengatakan tidak. Lalu bibi itu
meninggalkan ruangan Bella. Setelah percakapannya
dengan bibinya, ia merendamkan seluruh tubuhnya hingga
wajahnya. Hari ini ia benar-benar kesal dan ingin
melupakan tentang ejadian hari ini.

***

Minggu pagi yang hangat, membuat Eyak enggan


beranjak dari kasurnya. Perban yang menempel di
tubuhnya sudah di lepas. Hanya saja perban yang ada di
telapak tangan kirinya masih menempel karena lukanya
yang cukup dalam.

63
Ibu datang ke kamar Eyak dan mencoba untuk
membangunkannya. Eyak tetap saja tak mau bangun dan
menutup tubuh dan juga wajahnya. Lalu ibunya berkata
kalau Eyak sudah janji akan menemaninya belanja.
Mendengar perkataan ibunya, Eyak langusung bangun dari
tidurnya dan menanyakan ibunya apakah hari ini ia akan
belanja. Ibunya mengguk. Mata Eyak membulat lalau
beranjak dari kasurnya dan menuju kamar mandi. Ibunya
pergi meninggalkan kamar Eyak dan pergi ke dapur untuk
menyiapkan sarapan buat Eyak.

Eyak keluar dari kamarnya lalu menuju dapur. Kaos


kuning dan celana jeans adalah gayanya untuk pergi
belanja hari ini. Kakaknya yang asik menyatap
makanannya, melihat kelakuan adiknya membuatnya
tertawa. Ia meledeki adiknya untuk tidak terlalu gembira
hanya karena hal itu. Eyak memukul lengan kakaknya dan
menyuruhnya diam. Ibunya menyuruh mereka diam. Lalu
Eyak mulai sarapannya. Pagi yang hangat menemani
percakapan keluarga mereka.

Taksi yang tiba di depan rumah Eyak membunyikan


klaksonnya. Mendengar itu, ibu dan Eyak segera keluar
dari rumah dan memasuki mobil. Kakaknya keluar dari
rumah untuk melihat mereka. Sebelum memasuki mobil,
ibu menyuruh Kak Chandra untuk menjaga rumah. Kak
Chandra menjawab saat akan pulang nanti jangan lupa
membelikannya makanan. Ibunya menganggukan kepalanya
lalu memasuki mobil.

Setibanya di mall, ibu membeli beberapa baju. Lalu


mengajak Eyak ke toko kain. Ibunya memelih beberapa
kain. Melihat tingkah laku ibunya membuat Eyak
penasaran dan menanyakan untuk apa membeli kain.
Sebelum ibunya menjawab, tiba-tiba ada ibu-ibu datang
menghampiri mereka. Ibu itu adalah ibunya Dimas. Ibu

64
Dimas menanyakan apakah sudah mendapatkan kain yang
bagus. Mendengar perkataan ibunya Dimas membuat Eyak
semakin bingung. Lalu ibunya menjelaskan kalau tiga
minggu lagi adiknya ibunya Dimas akan menikah. Ibu
membeli kain untuk di kenakan ibunya Dimas. Karena
ibunya Eyak adalah penjahit, maka ibunya Dimas meminta
bantuan ibunya Eyak.

Di sela-sela mengobrol, Dimas menghampiri ibunya.


Eyak terkejut melihat kehadiran Dimas. Ia pikir hanya
ibunya saja. Dimas menanyakan kepada ibunya apakah ia
sudah menemukan yang ia inginkan. Ibunya menjawab
kalau ia tak perlu mencari lagi karena ibunya Eyak telah
memilihkan kain yang bagus. Dimas member salam kepada
ibunya Eyak. Kecanggungan Eyak dan Dimas tak bisa di
hilangkan.

“Hei kalaian dulu berteman baik. Tapi kenapa sekarang


jadi diam-diaman gini?” Tanya ibunya Dimas mencoba
mencairkan suasana.

“Sudahlah bu. Namanya juga anak muda.” Jawab ibunya


Eyak.

Setelah percakapan singkat itu, Mereka berjalan


bersama untuk membeli makan siang. Ibu mereka berada di
depan mereka. Meskipun jarak mereka dekat, tapi mereka
tetap diam seperti tak pernah mengenal satu sama lain.

Di perjalanan mereka menuju tempat makan. Ia


menabrak seseorang hingga ia terjatuh. Lagi-lagi telapak
tangannya terluka. Ini adalah ketiga kalinya telapak
tangannya terluka. Ia menjerit pelan menahan rasa
sakitnya. Langkah menuju tempat makan langsung terhenti
melihat kondisinya Eyak. Ibunya Dimas menyuruhnya

65
untuk membeli obat dan mengobati tangan Eyak. Wajah
Eyak dan Dimas membeku. Ibunya Dimas menghiraukan
ekspresi wajah mereka lalu membawa ibunya Eyak ke
tempat makan. Dengan terpaksa kali ini mereka hanya
berdu. Ibunya memang sengaja meninggalkan mereka
berdua agar mereka kembali akrab lagi seperti dulu.

Eyak memberikan telapak tangannya di atas telapak


tangan Dimas. Hal ini biasa ia lakukan saat mereka masih
berteman. Namun kali ini berbeda. Jantungnya berdetak
kencang. Eyak merasa panas meskipun di dalam mall itu
dingin. Ia bunging dengan perasaannya saat ini.

Dimas memberikan obat antiseptic lalu membalut


perban baru di telapak tangan Eyak. Dimas melakukannya
dengan hati-hati. Di benaknya, ia merasa sedih saat
melihat lukanya Eyak. Ia teringat saat Eyak jatuh dan
kakinya terluka. Namun, rasa sedihnya itu tak bisa ia
tunjukan pada Eyak seperti dulu.

Setelah selesai membalut perban, Dimas


meninggalkan Eyak tanpa mengatakan apapun. Bibir Eyak
maju beberap senti melihat kelakuan Dimas. Tapi mau
gimana lagi. Ia yang memintanya agar menjahuinya.
Sebenarnya ia sangat merindukannya. Melihat tangan
Dimas dimasukan di dalam kantong celana, ingin
membuatnya memegang lengan Dimas. Entah mengapa ia
berpikiran seperti itu hingga membuat tubuhnya semakin
memanas

Mereka kembali di tempat makan yang ada di mall.


Ibu mereka asik ngobrol tanpa mengetahui kehadiran
mereka. Dimas duduk lalu di susul Eyak. Mereka duduk
saling berhadap-hadapan. Eyak melihat Dimas memulai
makannya. Tak sedetik pun ia menatap Eyak. Melihat

66
kelakuan Dimas, Eyak memulai makannya. Tanpa Eyak
sadari, sesekali Dimas mencuri-curi pandang saat Eyak
makan. Sesekali bibirnya tersenyun tapi tak lebar.

Setelah mereka selesai makan, Eyak dan ibunya pamit


terlebih dahulu. Dimas dan ibunya tidak pulang bersama
mereka karena masih ingin berjalan-jalan di mall.

Taxi yang sudah di pesan ibunya Eyak, menunggu di


parkiran mall. Melihat penumpangnya mendekatinya,
sekejap ia membukakan pintu. Eyak dan ibunya masuk lalu
supir itu menjalankan mobilnya.

Sesampainya di rumah, Eyak memasuki kamarnya. Ia


melempar tasnya kecilnya yang telah menemaninya
seharian di atas meja. Lalu ia menuju kamar mandi dan
membersihkan dirinya. Selesainya ia mengganti bajunya
dengan piama untuk bersiap tidur.

Saat ia mencoba tidur, ia teringat kejadian di mall


yang membuat jantungnya berdetak tak karuan. Saat Dimas
membantu mengobati luka yang ada di telapak tangannya.
Mengingat kejadian itu, pipi Eyak memerah dan tubuhnya
terasa panas. Karena perasaan aneh itu, Eyak menarik
selimut yang menyeluti tubuhnya hingga ke kepalanya.

Esoknya, ia pergi ke sekolah dengan sepeda


kesanyanganya. Hari ini ia telat bangun karena
perasaannya yang aneh pada Dimas. Ia mengayuh
sepedanya dengan kekuatan tak seperti biasanya. Belum
sampai keluar dari kampong, ia melihat Dimas berjalan
menuju sekolahnya. Batinnya, kenapa ia berangkat jam
segini? Apa ia tak akan telat. Karena kecepatan
mengayuhnya yang cukup kuat. Membuatnya semakin cepat

67
mendekati Dimas. Jantungnya pun berdetak kencang lagi.
Merasakan hal itu, Eyak lebih kencang lagi mengayuh
sepedanya dan melewati Dimas tanpa memandangnya.

Tiba-tiba Dimas merasakan angin yang kencang.


Angin itu membuatnya terhenti sejenak. Lalu ia tau dari
mana asal angin itu. Ia melihat Eyak yang mengayuh
sepedanya. Melihat itu, diam-diam Dimas tersenyum.

Eyak berhasil melewati gerbang sekolah yang akan


ditutup. Lalu ia memakirkan sepedanya. Ia berlari menuju
kelas. Anehnya ia tak melihat Bella di bangkunya. Ia
berpikir kalau Bella akan telat hari ini. Tapi mana
mungkin karena Bella tak pernah telat.

Hingga bel istirahat berbunyi Bella belum juga


datang ke sekolah. Hari ini Eyak ke kantin sendirian. Ia
memesan banyak makanan karena lapar setelah mengayuh
sepeda dengan kecepatan tinggi. Ia merasa kesepian tanpa
kehadiran temannya. Di saat ia sedang memikirkan
temannya. Dewi teman sekelasnya menghampirinya, lalu
bertanya tentang Bella. Eyak menggelengkan kepalanya.

Saat jam pulang sekolah berbunyi, Eyak berlari


menuju parkiran dan memulai ayuhannya menuju rumah
Bella. Sesampainya di sana, satpam yang berjaga di
gerbang, membukakan gerbang. Lalu Eyak menuntun
sepedanya menuju halaman Bella.

Bibi berjalan keluar rumah menuju halaman untuk


menyambut Eyak. Eyak bertanya kepada bibi apakah Bella
ada di rumah dan bagaiman mana keadaannya. Bibi
menjawab dengan raut wajah khawatir karena Bella yang

68
ternyata sedang demam cukup tinggi. Mendengar jawaban
bibi, Eyak langsung menuju kamar Bella.

Eyak mengetuk kamar Bella untuk meminta ijin


masuk ke kamarnya. Suara yang terdengar lemah menjawab
Eyak. Eyak membuka pintu kamar Bella dan melihat Bella
yang ada di atas ranjangannya dengan baju tidurnya.
Wajahnya pucat hingga membuat Eyak khawatir. Eyak
mendekati Bella lalu duduk di sebelahnya.

Eyak menanyakan ke adaan Bella. Bella tersenyum


agar temannya tak perlu terlalu khawatir. Bella bertanya
kepada Eyak tentang sekolah hari ini. Eyak menjawab
kalau semua anak di kelas menanyakan tentang ke adaan
Bella yang mendadak tidak masuk. Tertawa yang tak
terlalu kuat menghiasi wajah Bella.

Melihat ke adaan temannya, Eyak meminta ijin untuk


tinggal di rumah Bella. Ia sempat menolak tawaran Eyak.
Tapi paksaan dari Eyak membuatnya setuju. Eyak
kegirangan setelah diijinkan tinggal di rumah Bella. Lalu
ia menelepon kakaknya untuk mengantarkan pakainnya.

Bibi datang ke kamar Bella dan membawa beberapa


cemilan untuk mereka. Karena Bella sakit, maka camilan
yang diberikan bibi beberapa roti dan bubur. Eyak tidak
bisa menolak pemberian bibi. Mereka memulai dengan
makan bubur. Tak lama bibinya mengantarkan tas yang
berisikan baju ke kamar Bella. Ta situ adalah kiriman dari
Kak Chandra yang dipinta Eyak.

Setelah menghabiskan cemilan, mereka bersiap untuk


tidur. Namun sebelum tidur. Bella memulai obrolan malam

69
yang tak terduga. Eyak dengan sigap meladeni Bella yang
sebenarnya ia merasa ngantuk dan ingin cepat-cepat tidur.

“Ada apa?” Tanya Eyak lemah.

“Terima kasihnya sudah mau menginap di rumahku.” Jawab


Bella.

“Kau ini apa apaan sih. Seharusnya aku yang berterima


kasih karena sudah diijini menginap di rumahmu.” Imbuh
Eyak.

Percakapan yang tak terduga membuat Eyak terdiam.


Bella tiba-tiba menjelaskan kenapa ia bisa sakit. Ini
dikarenakan ia rindu dengan ayah dan kakaknya. Rasanya
ia ingin pergi menemui kakaknya yang ada di Jerman.

Eyak memahami perasaan Bella untuk saat ini. Tapi


Eyak ingin mengatakan sesuatu yang selalu membuatnya
kepikiran. Menurutnya ini adalah kesempatan yang pas.
“Hei, kau cemburu ya denganku?” Tanya Eyak yang
membuat Bella tak bisa berkata apa-apa. Eyak melanjutkan
bicaranya dengan menjajikan kalu Bella akan bersama
Jimi, tidak dengannya. Suasan menjadi sunyi sesaat. Bella
menjawab apa yang membuat Eyak resah. Ia sekarang tak
masalah Jimi dekat dengan siapa. Tapi ia tak bisa
berbohong kalau ia cemburu lalu mengatakannya pada
Eyak. Setelah percakapan singkat itu mereka benar-benar
tidur.

***

Langit dipenuhi dengan awan membuat suasani pagi


ini terasa dingin. Eyak memakirkan sepedanya lalu menuju

70
kelas. Tak jauh dari tempat ia memakirkan sepedanya,
Bella memanggilnya. Eyak menghentingkan langkahnya
lalu membalikan tubuhnya. Eyak tersenyum lebar saat
Bella datang ke arahnya. Bella menggandeng tangan Eyak
lalu mereka melangkahkan kakinya menuju kelas.

Eyak memalingkan perhatiannya dari papan tulis ke


jendela. Ia melihat hujan deras dari luar jendela. Ia
teringat dengan kejadian di mall waktu itu. Saat tangannya
dan Dimas sengaja bersentuhan untuk mengobati telapak
tangan Eyak yang terluka. Ia sempat melihat wajah Dimas
yang dingin.

Bu Annis, guru Kimia, mendatangi Eyak lalu


menepuk punggung Eyak dan membuyarkan lamunan Eyak.
Bu Annis kesal dan menyuruhnya untuk keluar dari kelas.
Tanpa menjawab, Eyak langsung berdiri dan meninggalkan
kelas. Lalu, ia melangkahkan kakinya menuju
perpustakaan. Setibanya, ia merasa kedinginan dari
biasanya. Ia menuju tempat biasanya dan melakukan hal
kebiasaanya. Ia tertidur saat mendengar rintikan hujan
dari dalam perpustakaan. Ia memimpikan kejadian saat di
mall. Meskipun tidur, memikirkan kejadian saat itu,
membuat jantungnya berdetak.

Bel istirahat berbunyi. Eyak terbangun lalu menuju


kantin. Di sana Bella duduk manis menunggu temannya.
Eyak menghampiri Bella lalu memesan makanan. Karena
hujan belum redah, mereka memesan minuman yang
hangat.

Di sela-sela ngobrol mereka di kantin. Mereka di


kejutkan dengan teriak seseorang yang tak jauh dari
hadapan mereka. Anak laki-laki yang taka sing bagi
mereka berdua, berteriak di tenga-tengah lapangan. Jimi.

71
Hujan deras tan menghalanginya untuk mengutarakan
niatnya yang membuat anak-anak berada di kelas keluar
untuk melihat Jimi dan anak-anak yang berjalan di area
koridor menghentikan langknya atau anak-anak yang
berada di kantin seperti Eya dan Bella memandang heran
dengan kelakuan Jimi.

“Eyak apakah kau au jadi pacarku?” Teriak Jimi yang


membuat semua orang menjerit dan terkejut begitu pula
Eyak dan Bella. Eyak tertegun melihat aksi Jimi yang tak
pernah ia duga. Ia tak bisa mengedipkan kedua matanya.
Bella yang berada di samping Eyak, berlari menjahui Eyak
dan kerumunan. Eyak mencoba mengejar Bella, namun ia
terhenti karena Jimi memegang lengannya. Eyak bingung
harus melakukan apa. Ia ingin mengejar Bella, tapi anak-
anak yang melihatnya dengan Jimi berteriak untuk
menerima Jimi. Ia teringat dengan wajah Bella.

“Plakk!” Eyak menampar wajah Jimi. Anak-anak yang


melihat itu, diam seketika. Jimi tak berkutit sama sekali.
Lalu Eyak berlari mengejar Bella.

Bella yang berlari menghindari Eyak, terjatuh di


depan parkiran. Lututnya berdarah dan membuatnya sakit
untuk bergerak. Eyak mendekati Bella dan memegang
pundaknya. Dengan cepat Bella melepaskan tangan Eyak
yang ada di pundaknya. Tangisan Bella tak terlihat karena
wajahnya di basahi air hujan. Hanya suar isak tangis yang
terdengar.

Eyak mencoba menenangkan Bella dan menjelaskan


kalau ini tak ia inginkan. Namun Bella tak percaya begitu
saja. Melihat orang yang ia sukai menyukai temannya,
membuat hatinya sakit. Beberapa kali Eyak meminta maaf
dan mecoba menenangkan Bella, selalu di tolak. Eyak

72
memegang pudak Bella lagi. Karena sakit hatinya, Bella
melihat batu yang tak jauh darinya. Ia mengambulnya lalu,
“Duk!” Ia meukul kepala Eyak. Darah mengalir dari
kening Eyak dan membuatnya pingsan seketika. Tangan
Bella gemetar setelah melihat temannya pingsan karena
ulahnya.

Jimi yang tak jauh dari mereka, berlari mendekati


mereka saat mengetahui Eyak pingsan. Jimi melihat darah
di kening Eyak. Tanpa pikir panjang ia membawa Eyak di
UKS dan meninggalkan Bella tanpa meliriknya sedikitpun.

Tak lama Eyak di UKS, mobil ambulan tiba untuk


membawanya menuju rumah sakit. Hantaman batu itu
membuatnya membutuhkan dua jahitan. Jimi dan guru UKS
ikut dengan Eyak.

Jimi memesan kamar Paviliun untuk Eyak


beristirahat. Ia membayar semua pengobatan hingga tempat
istirahatya. Guru UKS menelpon orang tua Eyak untuk
mengabari ke adaan anaknya.

Tanpa ada yang tau, Bella mengikuti Eyak saat


melihat mobil ambulan membawanya. Ia berdiri di depan
kamar Eyak dan melihat ke adaan Eyak. Ia merasa bersalah
tapi ia tak bisa menutupi rasa cemburunya.

Jimi membuka pintu kamar dan mengejutka Bella


yang sedari tadi berdiri di depan pintu. Tanpa bicara
panjang lebar, ia mengajak Bella berbicara di tempat lain.
Bella mengiyakan ajakan Jimi.

73
Wajah dingin Jimi tak bisa di sembunyika. Ia
bertanya kepada Bella kenapa ia melakukan itu. Ia terdiam
sejenak lalu menceritakan apa yang ia rasakan saat Jimi
mengutarakan cintanya kepada Eyak bukan padanya.
Ekspresi Jimi tak berubah. Jimi mengatakan kalau
perasaannya kepada Eyak tak bisa diubah. Lalu
meninggalkan Bella. Air matanya tak tertahankan setelah
Jimi mengatakan hal itu. Hatinya benar-benar hancur.

Eyak membuka matanya perlahan. Penglihatannya


terasa kabur. Ia mendengar suara Jimi dan membuat
pengelihatnnya kembali seperti sebelumnya. Ia bertanya
kepada Jimi kenapa ia berada di ruangan ini. Jimi
menjelaskan secara perlahan-lahan tentang kejadian yang
baru menimpa Eyak. Mendengar cerita Jimi, Eyak teringat
dengan Bella. Sontak ia membangunkan tubuhnya, namun
luka yang ada di keningnya membuatnya sakit. Jimi
membaringkan tubuh Eyak perlahan dan menyuruhnya
untuk beristirahat terlebih dahulu. Eyak memegang tangan
Jimi dan memintanya untuk membawa Bella ke
hadapannya. Ia khawatir dengan ke adaan temannya.

Orang tua Eyak datang menjemputnya. Kekhawatiran


mereka tak tertahankan. Mereka menanyakan apa yang
membuat Eyak menjadi seperti ini. Eyak menjawabnya
dengan senyuman dan menyuruh mereka tak khawatir. Guru
UKS yang ada di sebelah Eyak menyuruh orang tua Eyak
membawanya pulang terelbih dahulu. Ayah Eyak melihat
Jimi lalu memarahinya. Ia berpikir kalau Jimi telah
melukai anaknya. Eyak menghentikan makian ayahnya dan
menjelaskan kalau luka di keningnya bukan salah Jimi.
Guru UKS menjelaskan kalu pengobatan dan tempat Eyak
istirahat saat ini di bayar oleh Jimi. Eyak dan orang
tuanya terkejut. Ayah eyak meminta maaf dan berterima
kasih kepada Jimi begitu pula dengan ibunya. Eyak tak
bisa berkata apa-apa dengan semua yang di lakukan Jimi
hari ini.

74
Eyak memasuki mobil begitu pula orang tuanya. Saat
mobil akan berangkat, Eyak melihat Jimi yang berada di
luar mobil. Ia tersenyum padanya dan melambaikan
tangannya. Eyak benar-benar dengan yang harus ia lakukan
menghadapi sikap Jimi.

Sesampainya di rumah, kak Jimi membukakan pintu


mobil dan menuntun Eyak memasuki rumah. Langkah Eyak
terhenti sejenak saat ia melihat Dimas di depan rumahnya
menatapnya. Lalu ia memalingkan wajahnya dan memasuki
rumah.

75

Anda mungkin juga menyukai