Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

DEMOKRASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Disusun Oleh :

Sihab Ajuhri 171370032

JURUSAN ILMU HADITS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN ADAB

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDDIN


BANTEN

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Demokrasi dalam Perspektif Islam” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya.

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna bagi siapapun yang membacanya dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Hubungan Demokrasi dengan
Syariat Islam di Indonesia .

Makalah ini saya buat untuk memenuhi salah satu Syarat memperoleh Beasiswa
Kajian Keislaman. Saya menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya dan
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat Membangun dan Menyadarkan bagi siapapun
yang menganggap bahwa NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) adalah Negara
Thaghut dengan Menerapkan Hukum yang bertentangan dengan Nilai-nilai Keislaman.
Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan
dan saya memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Serang, 26 Maret 2019

2
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………i

DAFTAR ISI………………………………….…………………………………………….ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………………....…..1
B. Rumusan Masalah…………………………………………..……………………...1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Demokrasi...............................................................................................2
B. Prinsip-Prinsip Demokrasi........................................................................................3
C. Demokrasi dalam Perspektif Islam...........................................................................5
D. Realita Demokrasi di Indonesia ...............................................................................7
E. Pro dan Kontra Penetapan Hukum di Indonesia.......................................................8

BAB III PENTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………………….….10
B. Saran-saran………………………………………………………………………..10

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………....….…11

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

  Pada akhir dasawarsa abad ke-20, demokratisasi menjadi salah satu isu yang paling
populer diperbincangkan. Indikasi nyata dari kepopuleran isu itu adalah berlipat gandanya
jumlah negara yang menganut sistem pemerintahan demokratis. Negara yang awalnya tidak
demokratis, serta merta merubah haluan negaranya menjadi demokratis.
Demokrasi pada substansinya adalah sebuah proses pemilihan yang melibatkan
banyak orang untuk mengangkat seseorang yang berhak memimpin dan mengurus tata
kehidupan komunal mereka. Dan tentu saja yang akan mereka angkat atau pilih hanyalah
orang yang mereka sukai. Mereka tidak boleh dipaksa untuk memilih suatu sistem ekonomi,
sosial atau politik yang tidak mereka kenal atau tidak mereka sukai. Mereka berhak
mengontrol dan mengevaluasi pemimpin yang melakukan kesalahan, berhak mencopot dan
menggantinya dengan orang lain jika menyimpang.
Demokrasi sering diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia,
partisipasi dalam pengambilan keputusan dan persamaan hak di depan hukum. Dari sini
kemudian muncul idiom-idiom demokrasi, seperti egalite (persamaan), equality (keadilan),
liberty (kebebasan), human right (hak asasi manusia), dst. Secara normatif, Islam
menekankan pentingnya ditegakkan amar ma’ruf nahi munkar bagi semua orang, baik
sebagai individu, anggota masyarakat maupun sebagai pemimpin negara. Doktrin tersebut
merupakan prinsip Islam yang harus ditegakkan dimana pun dan kapan saja, supaya terwujud
masyarakat yang aman dan sejahtera.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan Demokrasi ?


2. Benarkah Demokrasi Bertentangan dengan Islam ?
3. Seperti Apa Konsep Demokrasi itu ?

4
4. Apa yang Melatar Belakangi Sebagian Masyarakat Mengaggap bahwa Demokrasi
bertentangan dengan Nilai-nilai Ke-Islaman ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Demokrasi

Kata demokrasi berasal dari kata Yunani, yaitu “demos” dan “kratos”, Demos memiliki
arti the people sedangkan kratos yaitu to rule. Ada pula demos diartikan common people dan
kratos yaitu indicates government or rule. Demos artinya rakyat, dan kratos, artinya
pemerintahan. Demokrasi berarti suatu bentuk pemerintahan yang mengikutsertakan seluruh
anggota masyarakat dalam pengambilan keputusan yang menyangkut soal-soal kenegaraan
dan kepentingan bersama.1 Dalam wacana politik modern demokrasi didefisinikan seperti
yang dirumuskan oleh negarawan Amerika, Abraham Lincoln yaitu, pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat (governance of the people, by the people, for the people).2

Menurut Muhammad Imarah,3 demokrasi adalah suatu sistem politik dan sosial yang
membangun hubungan antara individu masyarakat dan negara dan keikutsertaan mereka
secara bebas dalam membuat undang-undang hukum yang mengatur kehidupan umum yang
mengacu pada prinsip yang mengatakan bahwa rakyat adalah pemilik kekuasaan dan sumber
hukum. Dengan demikian, secara terminologi dapat dipahami bahwa demokrasi pada
hakekatnya adalah suatu bentuk pemerintahan yang menganut sistem kedaulatan rakyat.

Definisi paling umum yang digunakan oleh ilmuwan sosial adalah definisi Joseph A.
Schumpeter dalam bukunya, Capitalism, Socialism, and Democracy. Metode demokratis
adalah suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik di mana individu-
individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan dengan cara perjuangan kompetitif atas

1
Nurkholis, Konstruksi Demokrasi Dalam Pemikiran Nurcholish Madjid, SOSIO-RELIGIA, Vol. 10, No.1,
Februari 2012 . hal. 159.
2
Abraham Lincoln, dalam Umarudin Masdar, Membaca Pikiran Gus Dur Dan Amin Rais Tentang
Demokrasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), 29.
3
Muhammad Imarah, dalam Nurkholis, Konstruksi Demokrasi., 159

5
suara rakyat.4 Sedangkan Sidney Hook mendefinisikan demokrasi sebagai bentuk
pemerintahan di mana keputusan-keputusan pemerintah yang penting, atau arah kebijakan di
balik keputusan ini, secara langsung maupun tidak langsung, yang didasarkan pada
kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.5 Adapun Aren
lijphart mengkonseptualisasikan demokrasi sebagai perpaduan antara pengakuan dan
penghargaan terhadap pluralitas dengan terpeliharanya stabilitas politik pemerintah.6

Dari definisi para ahli di atas menunjukkan bahwa demokrasi cenderung mementingkan
atau mendahulukan keterlibatan rakyat dalam proses pengambilan keputusan atau kebijakan
politik, dan rakyat (warga negara) ikut mengawasi jalannya keputusan tersebut dan mendapat
jaminan persamaan, perlakuan dalam pengambilan tersebut.

B. Prinsip-Prinsip Demokrasi

Mengacu kepada pengertian demokrasi diatas, dapat disimpulkan beberapa prinsip


mengenai sistem pemerintahan yang demokratik. Pertama, akuntabilitas. Bahwa dalam
demokrasi setiap penguasa yang dipilih oleh rakyat harus dapat mengemukakan
pertanggungjawaban kebijaksanaan yang akan dan telah diputuskan. Kedua, rotasi kekuasaan.
Rotasi atau pergantian kekuasaan merupakan suatu hal yang harus ada, peluang rotasi
tersebut harus dengan teratur dan damai. Ketiga, rekrutmen politik yang terbuka. Setiap
warga Negara mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi penguasa. Keempat,
pemilihan umum. Setiap warga Negara yang dewasa memiliki hak untuk memilih dan dipilih.
Kelima, menikmati hak-hak dasar. Misalnya, mereka bebas berpendapat, berkumpul,
berserikat, dan menikmati pers yang bebas.7

Dalam paparan Affan Gafar, ilmu politik membagi dua macam pemahaman terhadap
demokrasi: pemahaman secara normatif dan pemahaman secara empirik. Pemahaman
demokrasi secara empirik biasanya dikenal dengan sebutan procedural democracy. Dalam
pemahaman secara normatif, demokrasi merupakan sesuatu sistem yang secara ideal hendak
dilakukan atau diselenggarakan oleh sebuah negara, seperti misalnya terungkap dalam

4
Joseph A. Schumpeter, dalam Nurkholis, Konstruksi Demokrasi., 159
5
Sidney Hook, dalam Nurkholis, Konstruksi Demokrasi., 160
6
Aren lijphart, dalam Idris Thaha, Demokrasi Religius Pemikiran Nurcholis Majid Dan Amin Rais (Bandung:
Mizan Publika, 2005), 31.
7
Idris Thaha, Demokrasi Religius., 33.

6
pernyataan Abraham Lincoln bahwa demokrasi adalah suatu “pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat”. Dari pernyataan ini bisa dinyatakan bahwa demokrasi dibangun di
atas dua prinsip yaitu pemerintahan sendiri dan penetapan atau pembuatan undang-undang
oleh rakyat.8

Adapun pemahaman demokrasi secara empirik (procedural democracy) biasanya


menggunakan sejumlah indikator, salah satunya adalah, seberapa banyak ruang gerak yang
diberikan pemerintah kepada warga negara untuk berpartisipasi. Warga negara atau rakyat
(demos), dalam demokrasi selalu mendapatkan perhatian, bahkan terfokus padanya. Oleh
karena itu selalu ditekankan peranan warga negara yang senyatanya dalam proses
politik.9 Dalam demokrasi, pemerintah hanyalah salah satu unsur yang hidup berdampingan
dalam suatu struktur sosial dari lembaga-lembaga yang banyak dan bervariasi, seperti partai
politik, organisasi dan asosiasi. Namun diakui bahwa yang memiliki kemutlakan dan
kedaulatan adalah manusia atau rakyat.

Demokrasi selalu memberikan perhatian kepada warga negaranya. Implikasi dari cara
pandang yang demikian adalah pada diletakkannya pilar-pilar demokrasi yang selalu
mengutamakan kepentingan warga negara, yaitu10:

1. Kedaulatan rakyat,
2. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah (rakyat),
3. Kekuasaan mayoritas,
4. Hak-hak minoritas,
5. Jaminan hak-hak asasi manusia,
6. Pemilihan yang bebas dan jujur,
7. Persamaan di depan hukum,
8. Proses hukum yang wajar,
9. Pembatasan pemerintah secara konstitusional,
10. Pluralisme sosial, ekonomi dan politik,
11. Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerjasama dan mufakat

8
Afan Gafar, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), hal. 6
9
Gafar, Politik Indonesia: Transisi., hal. 6.
10
Diane Ravicth, What Is Democracy?, terjemahan Budi Prayitno, (Amerika: United States Information
Agency, 1991), hal. 6

7
Demokrasi tersebut harus dipupuk, disirami dan dipelihara ketika sudah mulai tumbuh,
agar dapat bertahan dan menjadi dewasa. Dalam hal ini, menurut Mochamad Parmudi, ada
beberapa prasyarat agar suatu demokrasi dapat tumbuh. yaitu:11

1. Konsep negara hukum, karena demokrasi hanya dapat hidup dan berkembang dengan
baik jika unsur-unsur negara hukum terpenuhi di negara yang menerapkan sistem
demokrasi.
2. Intensitas konflik harus ditekan sekecil mungkin.
3. Stabilitas ekonomi dan sosial harus dipertahankan.
4. Konsep masyarakat madani (civil society), di mana dalam masyarakat seperti itu
berlaku prinsip terbuka, egaliter, bebas dari rasa takut, toleransi menghormati
keberagaman, dan sebagainya.
5. Konsensus dasar dan organisasi masyarakat yang plural harus ada.
6. Budaya demokrasi yang genuine di negara yang bersangkutan, sehingga dapat
menangkis berbagai pola perilaku masyarakat yang tidak demokratis. Dengan
demikian dapat terbentuk suatu demokrasi berperadaban (civilized democracy). Tanpa
budaya demokrasi yang genuine tersebut, pelaksanaan demokrasi akan berjalan
terhuyung-huyung, dan membutuhkan waktu lama untuk sampai kepada penerapan
demokrasi yang baik.
7. Konsep ranah publik (public sphere) yang luas, yakni yang merupakan tempat di
mana rakyat dapat dengan bebas menyuarakan aspirasinya.
8. Kultur oposisi, di mana para oposan terhadap pemerintah dapat mengkritik
pemerintah tanpa ada intimidasi dari pihak manapun.
9. Kehidupan beragama yang menghargai pendapat orang lain/sekte lain/agama lain.
10. Tingkat kemakmuran masyarakat yang baik.

C. Demokrasi Dalam Perspektif Islam

Secara historis, demokrasi berasal dari Barat, akan tetapi dalam perkembangannya telah
menjadi milik dunia. Artinya, prinsip-prisip dasar dalam demokrasi tetap diakui, namun
dalam penerapannya beradaptasi dengan lingkungan sosio-kultural setempat. Berdasarkan
pola berpikir ini, demokrasi ditemukan dalam ajaran Islam karena keduanya memiliki
kandungan etik yang sama. Di dalam ajaran Islam ditemukan banyak prinsip yang mengatur
11
Mochamad Parmudi, Islam dan Demokrasi di Indonesia: Dalam Perspektif Pengembangan Politik
Islam (Semarang: IAIN Walisongo, 2014), hal. 63-64

8
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang sejalan dengan prinsip-prinsip
demokrasi. Dari penelitian Tahir Azhary, misalnya, ditemukan sembilan prinsip negara
hukum menurut Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah:12

1. Prinsip kekuasaan sebagai amanah (4: 58)


2. Prinsip musyawarah (42: 38, 3:159)
3. Prinsip keadilan (4: 135, 5: 8,16: 90, 6:160)
4. Prinsip persamaan (9: 13)
5. Prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia (17: 70,17: 33,
5: 32, 88: 21, 88: 22, 50: 45, 4: 32)
6. Prinsip pengadilan bebas (dialog Mu'adz dengan Rasulullah saw. ketika akan diangkat
menjadi hakim di Yaman)
7. Prinsip perdamaian (2: 194, 2:190, 8: 61-62)
8. Prinsip kesejahteraan (34:15)
9. Prinsip ketaatan rakyat (4:59)

Semua prinsip di atas juga merupakan prinsip demokrasi. Dalam Islam, demokrasi
"diislamkan" dengan memberikan landasan substansial "kedaulatan ilahi" yang diamanahkan
kepada rakyat. Kebebasan, misalnya, dalam Islam diakui bahkan dijamin keberadaannya,
akan tetapi kebebasan tersebut dijalankan dalam rangka mencari ridha Allah sehingga
kebebasan itu dipagari oleh sistem nilai Islam. Begitupun dengan paham "kedaulatan rakyat".
Rakyat tetap memegang "kekuasaan tertinggi" dalam suatu negara, akan tetapi hal tersebut
merupakan amanah yang diberikan Allah kepadanya. Dengan demikian, pelaksanaan
kedaulatan rakyat tersebut berada dalam pagar sistem nilai Islam.13

Sebelumnya telah disepakati bahwa dalam ajaran Islam tekandung nilai-nilai demokrasi.
Demokrasi sendiri dapat berupa lembaga dan sistem nilai. Dengan kata lain, demokrasi
adalah suatu konsep sistem politik. Berdasarkan hal ini, Islam sepatutnya berpihak pada
konsep sistem politik atau konsep negara demokrasi. Sebab, setelah sistem nilai demokrasi
"diislamkan", preferensi sistem politik yang semula kosong menjadi berisi. Islam dan
demokrasi saling melengkapi. Islam mengisi preferensi nilai, sedangkan demokrasi
memberikan konsep/bentuk sistem politik.14

12
Parmudi, Islam dan Demokrasi., 35
13
Parmudi, Islam dan Demokrasi., 36
14
Parmudi, Islam dan Demokrasi., 37

9
D. Realita Demokrasi di Indonesia

Dalam perjalanan sejarah bangsa, sejak kemerdekaan hingga sekarang, banyak


problematika, pengalaman dan pelajaran berharga yang dapat diambil hikmahnya, terutama
pelaksanaan demokrasi di bidang politik. Setidaknya ada empat model demokrasi yang
pernah diterapkan dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia, yaitu Demokrasi Parlementer,
Demokrasi Terpimpin, Demokrasi Pancasila, dan Demokrasi pada Era Reformasi.

1. Era Demokrasi Parlementer

Demokrasi Parlementer telah dipraktikkan pada masa berlakunya UUD 1945 periode
pertama (1945-1949) kemudian dilanjutkan pada masa berlakunya Republik Indonesia
Serikat (RIS) 1949 dan UUDS 1950. Pelaksanaan Demokrasi Parlementer tersebut secara
yuridis resmi berakhir pada tanggal 5 Juli 1959 bersamaan dengan pemberlakuan kembali
UUD 1945.15

Pada masa berlakunya Demokrasi Parlementer (1945-1959), pemerintahan yang


bertugas sebagai pelaksana pemerintahan sering berganti, karena kedudukan negara berada di
bawah DPR (parlemen) dan keberadaannya sangat tergantung pada dukungan DPR, serta
timbulnya perbedaan pendapat yang sangat mendasar di antara partai politik yang ada saat
itu.[17] Usia pemerintahan (kabinet) tidak bisa bertahan lama, karena sering mengalami mosi
tak percaya di tengah jalan dan akhirnya jatuh. Namun dalam sistem inilah Indonesia
menampung banyak partai yang akan ikut serta dalam pemilu 1955.

2. Era Demokrasi Terpimpin

Kegagalan konstituante dalam menetapkan UUD baru, yang diikuti suhu politik yang
memanas dan membahayakan keselamatan bangsa dan negara, maka pada tanggal 5 Juli 1959
Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden. Dekrit Presiden dipandang sebagai usaha

15
Parmudi, Islam dan Demokrasi., 115

10
untuk mencari jalan keluar dari kemacetan politik melalui pembentukan kepemimpinan yang
kuat. Untuk mencapai hal tersebut, digunakan Demokrasi Terpimpin.16

Ada beberapa alasan bagi Soekarno mengeluarkan dekritnya. Pertama, anjuran presiden
dan pemerintah untuk kembali ke UUD 1945 pada 22 Juni 1959 tidak memperoleh jawaban
dari Konstituante; kedua, sebagian besar anggota Konstituante menyatakan walk out dari
sidang, sehingga tugas-tugas mereka tak bisa terselesaikan, dan ketiga, keadaan demikian
menimbulkan bahaya bagi ketatanegaraan dan keselamatan negara.17

E. Pro dan Kontra Penetapan Hukum di Indonesia

Sebelumnya kita sudah membahas mengenai hubungan antara demokrasi dengan


Islam, dimana dalam pembahasan tersebut di atas sudah menerangkan secara jelas
bahwasannya tidak ada pertentangan dalam masalah ini. Akan tetapi masih banyak orang-
orang khususnya di Indonesia yang menganggap bahwa hukum di indonesia bertentangan
dengan ajaran islam.

Diantara Argumen mereka adalah :

pendapat Sebagian Masyarakat Indonesia yang menyatakan bahwa Demokrasi tidak diakui
Islam, dan mengarah pada kemusyrikan bahkan masuk kategori kekufuran.

Alasannya, demokrasi berarti pemberian kewenangan untuk menetapkan hukum kepada


rakyat. Padahal dalam Islam, rakyat tidak berhak menetapkan hukum. Allah lah yang
memiliki hak prerogatif menetapkan hukum, sebagaimana firman-Nya:

ِ ‫إِ ِن ْال ُح ْك ُم إِاَّل هَّلِل‬

Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. [Al-An’am/6 : 57]

َ ِ‫َو َم ْن لَ ْم يَحْ ُك ْم بِ َما أَ ْن َز َل هَّللا ُ فَأُو ٰلَئ‬


َ‫ك هُ ُم ْال َكافِرُون‬

“Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka ia termasuk
golongan kafir.” (QS. Al-Maaidah,5:44)

16
Parmudi, Islam dan Demokrasi., 125
17
Parmudi, Islam dan Demokrasi., 127

11
Demokrasi sendiri merupakan undang-undang thagut, padahal kita diperintahkan agar
mengingkarinya, firmanNya :

َ ِ‫ت َوي ُْؤ ِم ْن بِاهَّلل ِ فَقَ ِد ا ْستَ ْم َسكَ بِ ْالعُرْ َو ِة ْال ُو ْثقَ ٰى اَل ا ْنف‬
‫صا َم لَهَا ۗ َوهَّللا ُ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم‬ ِ ‫فَ َم ْن يَ ْكفُرْ بِالطَّا ُغو‬

“(Oleh karena itu) barangsiapa yang mengingkari thagut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul (tali) yang amat kuat yang tidak akan putus.
Dan Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui”. [Al-Baqarah/2 : 256]

َ‫َولَقَ ْد بَ َع ْثنَا فِي ُكلِّ أُ َّم ٍة َر ُسواًل أَ ِن ا ْعبُ ُدوا هَّللا َ َواجْ تَنِبُوا الطَّا ُغوت‬

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) :
Sembahlah Allah (saja) dan jauhi thagut itu”.[An-Nahl/16 : 36]

Oleh karena itu hanya ada dua pilihan, beriman kepada Allah dan berhukum dengan
hukumNya atau beriman kepada thagut dan berhukum dengan hukumnya. Setiap yang
menyelisihi syari’at Allah pasti berasal dari thagut.

Adapun orang-orang yang berupaya menggolongkan demokrasi ke dalam sistem


syura, pendapatnya tidak bisa diterima, sebab sistem syura itu teruntuk sesuatu hal yang
belum ada nash (dalilnya) dan merupakan hak Ahli Halli wal Aqdi yang anggotanya para
ulama yang wara’ (bersih dari segala pamrih). Demokrasi sangat berbeda dengan system
syura seperti telah dijelaskan di muka.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep demokrasi tidak sepenuhnya
bertentangan dan tidak sepenuhnya sejalan dengan Islam. Prinsip dan konsep demokrasi yang
sejalan dengan islam adalah keikutsertaan rakyat dalam mengontrol, mengangkat, dan
menurunkan pemerintah, serta dalam menentukan sejumlah kebijakan lewat wakilnya.
    Adapun yang tidak sejalan adalah ketika suara rakyat diberikan kebebasan secara
mutlak sehingga bisa mengarah kepada sikap, tindakan, dan kebijakan yang keluar dari
rambu-rambu ilahi. Karena itu, maka perlu dirumuskan sebuah sistem demokrasi yang sesuai
dengan ajaran Islam.
Sebagai agama yang sesuai dengan fitrah manusia, Islam memberikan prinsip-prinsip
dasar dan tata nilai dalam mengelola organisasi atau pemerintahan. Al-qur'an dan As-sunnah
dalam permasalahan ini telah mengisyaratkan beberapa prinsip pokok dan tata nilai yang
berkaitan dengan kepemimpinan, kehidupan bermasyarakat, berorganisasi, bernegara
termasuk di dalamnya ada system pemerintahan yang nota-benenya merupakan kontrak
sosial. Prinsip-prinsip atau nilai-nilai tersebut antara lain: prinsip Tauhid, As-syura
(bermusyawarah) Al-'adalah (berkeadilan) Hurriyah Ma'a Mas'uliyah (kebebasan disertai
tanggung jawab) Kepastian Hukum, Jaminan Haq al Ibad (HAM) dan lain sebagainya.

B. Saran

Saya menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi

13
perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

DAFTAR PUSTAKA

Nurkholis, Konstruksi Demokrasi Dalam Pemikiran Nurcholish Madjid, SOSIO-RELIGIA, Vol.


10, No.1, Februari 2012.

Abraham Lincoln, dalam Umarudin Masdar, Membaca Pikiran Gus Dur Dan Amin Rais Tentang
Demokrasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999).

Aren lijphart, dalam Idris Thaha, Demokrasi Religius Pemikiran Nurcholis Majid Dan Amin
Rais (Bandung: Mizan Publika, 2005).

Afan Gafar, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000).

Diane Ravicth, What Is Democracy?, terjemahan Budi Prayitno, (Amerika: United States


Information Agency, 1991).

Mochamad Parmudi, Islam dan Demokrasi di Indonesia: Dalam Perspektif Pengembangan


Politik Islam (Semarang: IAIN Walisongo, 2014).

14

Anda mungkin juga menyukai