Bab I Pendahuluan
1.1 latar belakang
Surabaya merupakan salah satu kota metropolis di
Indonesia yang terus berkembang, terletak di timur Pulau
Jawa dan menjadi Ibukota Provinsi Jawa Timur. Surabaya
memiliki latar belakang penduduk yang heterogen berasal dari
berbagai karakter, etnis dan kultur berbeda. Salah satu entitas
budaya masyarakat urban yang ada di Surabaya adalah pelaku
vegetarian, dengan jumlah diperkirakan 2000-an
(menggunakan data jumlah anggota IVS Surabaya pada
Desember 2012)
Vegetarian merupakan pola hidup manusia yang telah
berlangsung lama, berdasarkan pengetahuan sejarah manusia,
vegetarian berasal dari filsafat Timur, tepatnya India yakni
ajaran filsafat tentang keabadian/Jainisme. Jainisme
dipopulerkan oleh Vardhaman Mahavira pada 526 SM yang
sezaman dengan Budha Sidharta Gautama (Kebung, 2011:
54). Ajaran Jaina tidak muncul dari sumber Brahman-Arya
tetapi mencerminkan kosmologi dari zaman yang lebih tua
daripada Yoga, Sankhya dan Budhisme. Paham Jainisme
tentang Ahimsa (himsa =han yang berarti membunuh)
sebenarnya adalah tidak mau melukai/menyakiti karena pada
dasarnya semua makhluk hidup memiliki monade hidup/jiwa,
sehingga jika membunuh makhluk hidup berarti akan
menggelapkan jiwa kita sendiri karena akan menjadikan diri
kita sebagai kuburan hewan yang dibunuh kemudian
dikonsumsi tersebut.
Sementara itu ajaran Ahimsa dalam kitab
Sarasamuccaya menjelaskan tentang larangan menyakiti dan
membunuh hewan sebagai berikut, bahwa manusia yang
perilakunya tidak pernah menyakiti makhluk lain, tidak
mengikatnya, tidak membunuhnya, melainkan hanya
menyenangkan makhluk lain tersebut, maka orang yang
demikian itu dianggap memperoleh kebahagiaan tertinggi.
Lebih lanjut juga dijelaskan jika ketampanan yang
dikehendaki, sempurna tanpa cacat, usia panjang atau
kepandaian, keberanian, kesaktian, kesadaran yang langgeng,
maka perbuatan membunuh atau menyakiti itu hendaknya
jangan dilakukan (Kajeng, 2010: 119-120).
Pola hidup sebagai vegetarian telah menjadi tren perilaku
yang dianut oleh sebagian penduduk kota Surabaya saat ini,
banyaknya restoran vegetarian atau restoran yang
menyediakan menu khusus bagi vegetarian merupakan salah
satu indikator perkembangan pola hidup tersebut. Pada
Desember 2012, terdapat 27 restoran yang secara khusus
menyediakan menu vegetarian padahal tiga tahun yang lalu
hanya tiga restoran (Jawa Pos 12 Desember 2012), sedangkan
secara keseluruhan di Surabaya terdapat 304 rumah makan
dan 362 restoran yang sebagian besar juga menyediakan menu
vegetarian (Dinas Pariwisata Pemkot Surabaya, Desember
2012).
Pelaku vegetarian di Surabaya sangat bervariasi terdiri
atas berbagai latar belakang usia, agama, jenis kelamin, etnis
serta berbagai profesi. Secara formal terdapat lembaga yang
didirikan oleh para komunitas vegetarian, yakni Indonesian
Vegetarian Society/IVS cabang Surabaya dengan anggota
berjumlah 1500 orang (Jawa Pos, 12 Desember 2012), namun
tidak semua individu pelaku vegetarian di Surabaya menjadi
anggotanya.
Beberapa alasan telah menjadi pertimbangan dipilihnya
pola hidup vegetarian, suatu entitas budaya di kota Surabaya
sebagai obyek utama penelitian:
Pertama adalah aspek budaya, Surabaya merupakan kota
dengan beraneka kultur masyarakat, etnis, pendidikan dan
latar sosial yang heterogen, keadaan demikian memungkinkan
peluang yang besar timbulnya konflik di masyarakat.
Penduduk Surabaya sangat terbuka dengan masuknya
berbagai unsur budaya asing/daerah, hal ini terjadi karena
karakteristik masyarakat lugas dan terbuka. Salah satu entitas
budaya yang adaadalah komunitas vegetarian, komunitas
masyarakat dengan pola hidup tidak mengonsumsi makanan
berbasis hewan dan produk turunannya. Vegetarian sebagai
pola hidup saat ini telah berkembang pesat, salah satu
indikator adalah telah bermunculan restoran yang khusus
menyediakan menu vegetarian atau restoran umum yang juga
menyediakan menu bagi kaum vegan serta adanya beberapa
kegiatan pameran/expo di berapa pusat perbelanjaan di
Surabaya dengan tema vegetarian.
Kedua adalah aspek kesehatan. Ilmu kedokteran modern
telah membantu membuktikan bahwa pola hidup vegetarian
sangat sehat dan baik bagi kesehatan tubuh manusia. Hal ini
sesuai dengan pernyataan seorang ahli gizi bahwa
mengonsumsi makanan berbasis tumbuhan bermanfaat secara
drastis dalam menjaga kesehatan dan bahkan mungkin
menyelamatkan hidup, Fueling your body with plant-based
can revolusionize your health- perhaps even save your life
(Atlas, 2010: vi).
Pelaku vegetarian bisa menemukan sumber protein
nabati yang lebih sehat dan alami, yang berasal dari protein
kedelai, hal ini membantu mengurangi resiko terserang
penyakit seperti kanker, jantung, asam urat, diabetes melitus,
osteoporosi, dll. Terhindarnya pola hidup vegetarian dari
berbagai penyakit berbahaya tersebut karena secara ilmiah
makanan berbasis hewan ternak dan ikan laut serta produk
hasil olahannya memiliki kadar purin tinggi seperti yang ada
di dalam jeroan, hati, limpa, babat, usus, paru, otak, udang,
kerang, cumi, kepiting, dll. Purin adalah zat yang terdapat di
dalam setiap mahkluk hidup baik hewan atau tumbuhan,
ketika manusia mengonsumsinya maka dengan sendirinya zat
purin tersebut berpindah ke dalam tubuh manusia meski telah
dipanaskan dalam air mendidih dengan suhu lebih dari 100
derajat (Lestari, 2009: 7-8).
Ketiga adalah aspek penyelamatan lingkungan.
Vegetarian sebagai pola hidup diharapkan mampu
mengurangi penggunaan air bersih dalam jumlah besar.
Mengurangi penggunaan air bersih dalam jumlah besar,
mampu secara nyata mengurangi efek negatif Global
Warming yang saat ini telah dirasakan oleh banyak negara di
dunia, meliputi hujan ekstrim, badai salju dan panas yang
ekstrim. Hutan adalah paru-paru dunia yang di bawahnya
terdapat cadangan air bersih yang diperlukan semua mahkluk
hidup, hutan juga menyediakan oksigen bagi kita semua
karena kemampuannya untuk mengikat karbon dioksida
(CO2) dan memproduksi oksigen, hutan mampu menjaga
suhu bumi tetap teduh dan stabil. Dalam perkembangan saat
ini terjadi peningkatan hutan-hutan tropis yang gundul baik di
Indonesia atau Amerika Tengah dan Afrika Tengah, banyak
hutan ditebang dengan berbagai tujuan diantaranya untuk
membuka lahan bagi industri peternakan dan perkebunan,
keadaan demikian yang turut mendukung terjadinya
perubahan iklim/climate change (KVMI, 2005: 31-32).
1.2 Masalah Penelitian
Fokus penelitian ini adalah pada bagaimana pola hidup
vegetetarian menjadi suatu identitas subkultur bagi
masyarakat urban di Surabaya sebagai pelakunya. Rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah motivasi yang melatarbelakangi seseorang
menjadi pelaku vegetarian di Surabaya ?
2. Bagaimanakah makna identitas sebagai vegetarian
menurut pelaku dan yang bukan pelaku vegetarian di
kota Surabaya?
3. Bagaimanakah ideologi penganut vegetarianisme di
Surabaya dianut dan diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari?
Bab III
Metodologi Penelitian
Paradigma merupakan cara atau jalan suatu analisis
ilmiah yang memungkinkan semua masalah yang
dirumuskan dapat dipecahkan dengan baik. Dalam rangka
mendapat pemahaman yang komprehensif tentang vegetarian
dan makna identitas sebagai vegetarian, penelitian ini
menggunakan pendekatan studi kualitatif yang bertujuan
menemukan makna identitas, motivasi serta ideologi individu
pelaku vegetarian. Metode kualitatif yang digunakan melalui
kajian literatur, interpretasi peristiwa, wawancara sebagai
sarana pendukung dari kajian teori tentang perspektif
subkultur vegetarian Surabaya. Penelitian ini bersifat
Etnografi. Instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu
sendiri/human instrument, yang berfungsi untuk menetapkan
fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data,
melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis
data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas
temuannya (Sugiyono, 2011: 222).
Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Creswell
(2004: 182) bahwa peneliti kualitatif melihat fenomena sosial
secara komprehensif, sehingga melihat gejala yang ada
sebagai satu kesatuan yang utuh. Informan dalam penelitian
ini adalah vegetarian baik laki-laki dan perempuan, telah
menjadi pelaku vegetarian minimal setahun dan ketika
penelitian dilakukan masih tetap sebagai pelaku aktif
vegetarian, berasal dari berbagai latar etnis, pekerjaan,
pendidikan dan latar sosial lainnya. Telah berdomisili di
Surabaya sekurang-kurangnya setahun terakhir.
Tujuan Etnografi menurut Spradley, pada dasarnya
untuk memahami sudut pandang penduduk asli (pelaku
vegetarian), melalui hubungannya dengan kehidupan dan
untuk mendapatkan pandangannya tentang dunianya
(Spradley, 2007: 3). Seorang etnografer akan mengamati dan
mencatat berbagai kondisi emosional, juga menyelidiki makna
ekspresi rasa takut, cemas dan marah serta berbagai perasaan
lain yang berhubungan dengan pelaku vegetarian. Melalui
metode etnografi, teknik pengumpulan data yang utama
adalah Observasi Partisipasi dan Wawancara Terbuka
serta mendalam, yang dilakukan dalam jangka waktu relatif
lama, bukan kunjungan singkat. Pada penelitian ini,
penelitian survey tidak dilakukan oleh peneliti karena
penelitian ini cukup dilakukan dengan wawancara secara
mendalam dan melakukan pengamatan budaya yang melekat
terhadap para pelakunya.
Kemudian, Spradley menjelaskan bahwa seorang etnografer
membuat kesimpulan budaya berdasarkan dari tiga sumber:
Pertama, dari hal yang dikatakan orang. Kedua, dari cara
orang bertindak. Ketiga, dari berbagai artefak yang digunakan
orang tersebut (Spradley, 2007: 10). Dalam metode etnografi,
terdapat dua belas langkah metodologi yang nantinya
diterapkan dalam penelitian tentang pelaku vegetarian ini.
Bab IV
Temuan dan Analisis
4.1 Motif Vegetarian
Pelaku vegetarian menyadari bahwa ajaran cinta kasih,
tidak menyakiti dan membunuh makhluk lain merupakan
suatu tindakan mulia, sehingga memotivasi mereka untuk
secara sadar mengakui bahwa apa yang selama ini telah
mereka lakukan sebelumnya dan juga masyarakat pada
umumnya (dengan mengonsumsi makhluk bernyawa) adalah
suatu tindakan yang ‘tidak benar’. Mereka mengikuti apa
yang telah diajarkan oleh kelompoknya dan apa yang menjadi
suara hatinya yang terdalam, suara kebenaran dari Sang
Pencipta, untuk selanjutnya berhenti menyakiti dan
membunuh hewan apalagi memakannya. Mereka sangat
percaya diri dan yakin bahwa vegetarian adalah tindakan yang
tepat, keputusan tersebut telah membuat persepsi kehidupan
mereka berbeda dengan kelompok lainnya, pelaku vegetarian
akhirnya menyesuaikan diri dengan aturan dalam
komunitasnya, menjadi bagian dari komunitas dengan segala
konsekuensinya, dan lebih menghargai identitas sebagai
vegetarian.
Vegetarian merupakan awal untuk belajar akan cinta
kasih kepada semua makhluk hidup, setiap hari, dari cinta
kasih itu diteruskan dengan nilai-nilai spiritual yang tinggi.
Hewan-hewan yang kecil harus dihargai, bukan hanya tidak
dimakan, terdapat nafas kehidupan di sana, proses belajar
untuk mencintai dan menghormati makhluk lain itu berakibat
seorang pelaku vegetarian akhirnya bisa mengendalikan diri
ketika bertemu keadaan yang tidak diinginkan, itulah
kemuliaan yang tinggi sebagai manusia.
Secara kualitatif peneliti menemukan adanya tiga jenis
motivasi yang ada pada pelaku vegetarian, ketiga jenis
motivasi tersebut adalah motif spiritual, motif kesehatan
serta motif ajaran agama.
Suatu masyarakat cenderung untuk menyamakan apa
yang mereka lakukan, menyamakan rangsangan yang umum
yang karenanya mereka bereaksi, reaksi terhadap pola makan
yang tidak wajar dari pelaku vegetarian tersebut dimediasi
oleh struktur dan proses mental masyarakat secara umum,
reaksi tersebut beragam namun intinya masyarakat Surabaya
tetap bisa menerima keberadaan komunitas pelaku vegetarian
sebagai bagian dari varian kebudayaan masyarakat Surabaya
secara umum.
4.2 Identitas Vegetarian
Terdapat suatu pengaruh interaksi simbolik dalam
pembentukan makna identitas sosial pelaku vegetarian di
Surabaya, yakni pengaruh sosial masyarakat terhadap individu
pelaku vegetarian yang dimediasi oleh konsepsi pribadi,
kepribadian itu sendiri muncul dan secara konstan diubah
melalui kehidupan dengan proses interaksi antar individu, di
dalam kehidupan keseharian baik di tempat kerja dan di
rumah. Pelaku vegetarian awalnya tidak menunjukkan
identitasnya sebagai seorang vegetarian namun pada akhirnya
lingkungan di sekitarnya mengetahui, interaksi yang timbul
beragam baik menghormati atau sebaliknya, tetapi pada
akhirnya keberadaan pelaku vegetarian diakui sebagai bagian
dari masyarakat secara umum, interaksi ini sangat simbolis
sejak kebiasaan/perilaku tidak hanya fungsional saja tapi
merupakan ekspresi yang berlebihan, masyarakat pada
akhirnya bisa menerima keberadaan pelaku vegetarian,
memperhitungkan keberadaannya dengan menyediakan menu
yang tidak mengandung unsur hewani (simbol makanan
vegetarian) khusus untuk pelaku vegetarian tersebut dalam
berbagai acara syukuran yang ada di lingkungan tempat
tinggalnya.
Terdapat proses yang mengubah seseorang menjadi
anggota kelompok yakni pertama, Penggolongan diri/self
categorization yakni proses penggolongan akan menghasilkan
tiruan persepsi atas semua anggota dari kategori sosial atau
kelompok dengan karakter yang sama dan membedakannya
dengan kelompok lain. Terdapat proses yang dilalui pelaku
vegetarian di Surabaya sebelum memutuskan untuk memilih
bervegetarian, yakni terlebih dulu telah mengenal orang lain
yang telah bervegatarian/ajaran tentang vegetarian, kemudian
memahami persepsi dan karakter yang muncul, dan akhirnya
bervegetarian/mengategorikan dirinya sebagai vegetarian.
Proses yang kedua adalah perbandingan sosial/social
comparison, yang menyebutkan terdapat kerangka subjektif
penilaian manusia, yakni terdapat seperangkat perbandingan
lain yang subjektif dan terdapat pada individu dalam
pembuatan penilaian tertentu, dan inilah yang mengatur
pembuatan penilaian tersebut. Kerangka subjektif dalam
pemikiran pelaku vegetarian Surabaya di antaranya adalah,
keyakinan membunuh hewan untuk dikonsumsi adalah suatu
dosa besar/karma pembunuhan. Keyakinan selanjutnya adalah
realitas yang dirasakan setelah bervegetarian, ketika orang
lain mudah terpancing untuk marah/emosi, pelaku vegetarian
merasa bangga karena mereka tidak mudah untuk
marah/emosi.
Secara kualitatif, peneliti menemukan terdapat delapan
identitas sosial pelaku vegetarian di Surabaya, meliputi: Tidak
Mengonsumsi Makanan Hewani Kecuali Susu Hewan dan
Telur Unggas, Lebih Sabar dalam Menghadapi Masalah,
Memiliki Kondisi Fisik Relatif Lebih Sehat Dibandingkan
Orang yang Tidak Bervegetarian, Wajah dan fisik Tampak
Lebih Fresh, Tanda Penuaan Relatif Lebih Lambat, Berpikir
Lebih Spiritual, Lebih Memilih Hidup Sederhana, Identitas
Sosial Vegetarian dari Aspek Non-Pelaku (orang yang
sungguh-sungguh terpanggil hatinya sehingga bisa menahan
nafsunya untuk tidak memakan daging dan pelaku vegetarian
lebih sabar dalam menghadapi sesuatu yang tidak disukai).
Identitas sosial pelaku vegetarian di Surabaya adalah
fenomena perilaku yang secara kualitatif berbeda dengan
individu yang bukan pelaku, ini merupakan perilaku
kelompok yang di dalamnya terdapat rangkaian konsep diri
mengenai bagaimana pola makan vegetarian kemudian
berkembang menjadi pola hidup seorang vegetarian yang
penuh cinta kasih, sabar dan lebih spiritual, suatu konsep yang
awalnya sangat sosial menjadi identitas sangat pribadi.
Terdapat suatu motivasi individual di dalam diri pelaku
vegetarian untuk mengadopsi suatu nilai tertentu, kategori diri
tertentu dan menghindari suatu nilai yang lain, hal ini
nampaknya merupakan suatu proses mekanis melalui
kemampuan individu untuk secara subjektif menegaskan
kembali suatu konteks atau menegosiasi semua konteks yang
baru dari suatu perilaku untuk dilihat. Pelaku vegetarian di
Surabaya secara subjektif menegasakan dan menegosiasikan
suatu konsep baru tentang bagaimana seharusnya manusia itu
hidup dan berhubungan dengan alam sekitarnya, hidup yang
selaras dan harmonis dengan tidak membunuh hewan dan
mengonsumsinya sehingga dapat membantu menanggulangi
berbagai permasalahan, baik kesehatan, krisis pangan serta
kerusakan lingkungan.
4.3 Ideologi Vegetarian
Secara kualitatif, peneliti menemukan bahwa terdapat
empat aspek ideologi yang ada pada pelaku vegetarian di
Surabaya, diyakini sepenuh hati dan menjadi satu dalam
sikap, perbuatan dan pemikiran pelaku vegetarian yang
menjadi informan. Berikut merupakan beberapa
ideologi/keyakinan mereka, meliputi: Jiwa Lebih
Tenang/Sabar, Semakin Merasa Dekat dengan Tuhan,
aspek Spiritual Lebih Berkembang serta Vegetarian
sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan .
Aspek ketenangan jiwa yang dimiliki oleh pelaku
vegetarian, salah satu pemicunya adalah kemampuan
menurunkan tingkat emosi sehingga bisa mengendalikan diri
ketika menghadapi permasalahan. Setiap hari, seorang pelaku
vegetarian berlatih untuk mengembangkan ajaran cinta kasih
kepada semua makhluk, setiap hari berlatih hidup sederhana
melalui pola makan vegetarian namun tetap bisa bersyukur
dan berbahagia. Namun bukan berarti seorang pelaku
vegetarian tidak bisa marah, marah adalah hal yang lumrah,
marah yang terkendali untuk pembelajaran, bertujuan untuk
kebaikan dari kebiasaan-kebiasaan yang kurang tepat dalam
kehidupan
Apa pun latar belakang agama yang dianut oleh
pelaku vegetarian, terdapat satu kesamaan yang dirasakan
yakni semakin merasa dekat dengan Sang Pencipta. Di dalam
kehidupan keseharian, mulai bangun pagi hingga malam
menjelang tidur, semua tindakan dilakukan dengan penuh
kesadaran sebagai wujud pengakuan terhadap keberadaan
Tuhan. Setiap hari selalu berlatih untuk berpikir yang positif,
berbuat untuk kebaikan semua makhluk hidup, setiap hari
selalu berlatih hidup sederhana baik dari pola makan dan pola
hidup, hanya untuk semakin dekat dengan Tuhan, sebagai
umat yang taat.
Aspek selanjutnya yang diyakini oleh pelaku
vegetarian dalam penelitian ini adalah spiritualitas yang lebih
berkembang. Pelaku vegetarian yang sungguh-sungguh dalam
menerapkan pola hidup vegetarian, menyadari bahwa ada
aspek spiritual dalam diri mereka yang dirasakan lebih
berkembang. Keyakinan akan aspek spiritualitas yang lebih
berkembang, ditemui pada semua pelaku vegetarian baik
Budha, Islam dan yang lainnya. Mereka bisa menangkap
dengan jelas cahaya Ketuhanan, mengakui kebesaran Sang
Pencipta yang telah membuat kehidupan tidak hanya di dunia
tapi juga di akhirat kelak. Terdapat aspek spiritualitas yang
universal yang telah dirasakan oleh mereka yang
bervegetarian dengan sungguh-sungguh.
Pola hidup vegetarian terdiri atas seperangkat
pengetahuan terhadap suatu pola makan yang melaksanakan
ketentuannya dengan penuh tanggung jawab dan kesungguhan
yang pada akhirnya berpengaruh terhadap pola hidup
pelakunya, vegetarian merupakan Ilmu Kebijaksanaan
Kehidupan Manusia.
Aspek yang dikaji oleh ilmu pengetahuan itu
(ontologis), istilah vegetarian berasal dari bahasa latin vegetus
yang memiliki makna sehat, kuat dan bergairah, jadi orang
yang bervegetarian adalah orang yang sehat, kuat dan
bergairah. Pengertian lain vegetarian adalah orang yang
memilih untuk sama sekali tidak memakan makhluk berjiwa,
baik yang terbang di udara, merayap di darat dan berenang di
air.
Cara untuk mendapatkan pengetahuan tersebut
(epistemologis), terdapat beberapa upaya dalam melaksanakan
pola vegetarian, selain tentu saja tidak memakan makhluk
yang bernyawa. Berdasarkan penuturan informan, dijelaskan
bahwa melalui pola makan sederhana dengan tidak
mengonsumsi daging/makhluk bernyawa, maka dengan
sendirinya pelaku vegetarian telah berlatih untuk hidup
sederhana dalam berbagai aspek, meliputi pemikiran, gaya
hidup dan lain-lain.
Untuk manfaat apakah ilmu pengetahuan tersebut
dipergunakan (aksiologis), aspek aksiologis/manfaat dalam
bervegetarian. Secara kualitatif menurut penuturan informan
dalam penelitian ini, sangat banyak, oleh peneliti kemudian
diklasifikasikan sebagai identitas yang khusus, yakni bagian
dari identitas sosial yang terdapat pada pelaku vegetarian di
Surabaya yang meliputi: lebih sabar dalam menghadapi setiap
masalah, memiliki fisik lebih sehat dibandingkan orang yang
tidak bervegetarian, wajah dan fisik tampak lebih fresh, tanda
penuaan lebih lambat, lebih banyak berpikir spiritual serta
lebih memilih hidup sederhana. Kesemua manfaat tersebut
terjadi secara perlahan tanpa disadari oleh pelakunya.
Bab V
Simpulan dan Saran
Pelaku vegetarian menyadari bahwa ajaran cinta kasih,
tidak menyakiti dan membunuh makhluk lain merupakan
suatu tindakan mulia, sehingga memotivasi mereka untuk
secara sadar mengakui bahwa apa yang selama ini telah
mereka lakukan sebelumnya dan juga masyarakat pada
umumnya (dengan mengonsumsi mahkluk bernyawa) adalah
suatu tindakan yang ‘tidak benar’. Mereka mengikuti apa
yang telah diajarkan oleh kelompoknya dan apa yang menjadi
suara hatinya yang terdalam, suara kebenaran dari Sang
Pencipta, untuk selanjutnya berhenti menyakiti dan
membunuh hewan apalagi memakannya. Terdapat adanya tiga
jenis motivasi yang ada pada pelaku vegetarian, ketiga jenis
motivasi tersebut adalah motif spiritual, motif kesehatan
serta motif ajaran agama.
Terdapat proses yang dilalui pelaku vegetarian di
Surabaya sebelum memutuskan untuk memilih bervegetarian,
pertama terlebih dulu telah mengenal orang lain yang telah
bervegatarian/ajaran tentang vegetarian, kemudian memahami
persepsi dan karakter yang muncul, dan akhirnya
bervegetarian/mengategorikan dirinya sebagai vegetarian.
Kedua adalah adanya kerangka subjektif dalam pemikiran
pelaku vegetarian Surabaya diantaranya adalah, keyakinan
membunuh hewan untuk dikonsumsi adalah suatu dosa
besar/karma pembunuhan. Keyakinan selanjutnya adalah
realitas yang dirasakan setelah bervegetarian, ketika orang
lain mudah terpancing untuk marah/emosi, pelaku vegetarian
merasa bangga karena mereka tidak mudah untuk
marah/emosi.
Delapan identitas sosial pelaku vegetarian di Surabaya,
meliputi: Tidak Mengonsumsi Makanan Hewani Kecuali Susu
Hewan dan Telur Unggas, Lebih Sabar dalam Menghadapi
Masalah, Memiliki Kondisi Fisik Relatif Lebih Sehat
Dibandingkan Orang yang Tidak Bervegetarian, Wajah dan
fisik Tampak Lebih Fresh, Tanda Penuaan Relatif Lebih
Lambat, Berpikir Lebih Spiritual, Lebih Memilih Hidup
Sederhana, Identitas Sosial Vegetarian dari Aspek Non-
Pelaku (orang yang sungguh-sungguh terpanggil hatinya
sehingga bisa menahan nafsunya untuk tidak memakan daging
dan pelaku vegetarian lebih sabar dalam menghadapi sesuatu
yang tidak disukai).
Secara umum, vegetarian merupakan suatu pola
makan yang tidak mengonsumsi makanan berbasis hewani,
tetapi masih mengonsumsi susu hewan dan telur unggas.
Istilah vegetarian berasal dari bahasa latin vegetus yang
memiliki makna sehat, kuat dan bergairah, jadi orang yang
bervegetarian adalah orang yang sehat, kuat dan bergairah.
Secara khusus vegetarian merupakan suatu upaya pelaku
untuk mendekat kepada Tuhan, bervegetarian menghendaki
batin yang bersih penuh kerendahan hati, tenang, damai,
penuh belas kasih sehingga dapat dengan jelas merasakan
keberadaan Tuhan yang berada di dalam diri setiap manusia,
Tuhan berada di dalam setiap hati manusia yang jernih, karena
suara hati yang jernih itulah suara Tuhan. Demikianlah
keyakinan yang ada pada pelaku vegetarian dalam penelitian
ini. Berkaitan dengan penelitian makna identitas sosial
vegetarian di Surabaya, hasil penelitian menemukan dua jenis
pola vegetarian yakni Vegan dan Lacto ovo.
Apa pun motivasi awal bervegetarian, pada akhirnya
bervegetarian merupakan suatu upaya seseorang untuk bisa
mendekat dan memahami keberadaan Sang Pencipta,
merasakan bahwa Tuhan itu berada di dalam diri manusia,
sangat dekat bahkan melebihi urat leher manusia itu sendiri.
Kesimpulan tersebut dibuktikan pada temuan-temuan di
lapangan yang dialami oleh pelaku vegetarian, yang di awali
dengan pola makan vegetarian kemudian secara perlahan
merubah perilaku seseorang dan akhirnya menjadi suatu pola
hidup. Hasil penelitian menemukan dua jenis pola vegetarian
yakni Vegan dan Lacto ovo. Terdapat empat aspek ideologi
yang ada pada pelaku vegetarian di Surabaya, diyakini
sepenuh hati dan menjadi satu dalam sikap, perbuatan dan
pemikiran pelaku vegetarian yang menjadi informan,
meliputi: Jiwa Lebih Tenang/Sabar, Semakin Merasa
Dekat dengan Tuhan, aspek Spiritual Lebih Berkembang
serta Vegetarian sebagai Suatu Ilmu Pengetahuan .
Saran
Perlu adanya studi-studi lanjutan yang terkait dengan
makna identitas vegetarian di masyarakat. Sampai saat ini
studi tentang vegetarian masih terbatas, yakni pada kandungan
gizi dan nutrisi pelaku vegetarian saja, belum banyak yang
memahami bagaimanakah sesungguhnya perilaku vegetarian
itu, identitas mereka dan berbagai keyakinan mereka.
Keberadaan pelaku vegetarian seharusnya mendapat
perhatian khusus dari pemerintah atau pembuat kebijakan
publik, karena aspek positif yang ada pada pelaku vegetarian
sangat besar, baik aspek budaya, kesehatan dan penyelamatan
lingkungan. Apalagi akhir-akhir ini, di Indonesia timbul
beberapa kerusuhan di masyarakat, terkadang dipicu oleh hal
yang sederhana. Sebagai negara multikultur, semestinya
semua masyarakat mampu menghargai dan menghormati
perbedaan yang ada sehingga bisa hidup damai penuh cinta
kasih terhadap sesama.
Daftar Pustaka
Dengan metode ini pelaku vegetarian baik dari IVS (Indonesian Vegetarian
Society/Non IVS berusaha untuk mengadakan upaya perlawanan simbolik terhadap: 1.
Budaya konsumtif masyarakat Surabaya yang lebih dominan. Yakni budaya mengonsumsi
mahkluk bernyawa/hewan meliputi sapi, ayam, ikan, telur dan lain-lain sebagai bahan pokok
yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat kota Surabaya (total lebih dari tiga juta
penduduk Surabaya pada Desember 2012). 2. Berbagai industri peternakkan di Surabaya dan
sekitarnya.
Pelaku vegetarian/Subkultur vegetarian Surabaya yang dimaksud adalah istilah bagi
pelaku vegetarian yang berdomisili di Surabaya baik yang tergabung dalam IVS dengan
jumlah anggota resmi di Surabaya lebih dari 1500 orang/Non IVS, pelaku vegetarian adalah
individu yang menghindari daging, telur dan makanan laut lainnya karena seorang vegan
menolak semua produk-produk yang terbuat dari binatang ternak dan hasil laut di dalam diet
yang dilakukan sebagai sebuah gaya hidup terbaik pilihannya, (Atlas, 2010: 2). Penelitian
terhadap pelaku vegetarian di Surabaya mendapatkan temuan bahwa seorang vegetarian akan:
1. Cenderung lebih sehat baik jasmani maupun rohani, bersikap sabar, penuh
cinta kasih, menghormati, menghargai terhadap semua mahkluk hidup baik
manusia, hewan serta tumbuhan karena sama-sama dianugerahi
kehidupan/nyawa oleh Tuhan.
2. Menghindari kekerasan dalam penyelesaian setiap masalah, meski masih
tetap bisa marah namun tidak meledak-ledak karena marah hanya boleh
untuk menegakkan kebenaran
Berdasarkan hasil temuan tersebut, dapat diduga terdapat korelasi positif antara individu yang
tidak mengonsumsi makanan berbasis hewan sebagai sumber nutrisi dengan sikap dan
perilaku kesehariannya. Apabila 10% saja dari penduduk Indonesia menerapkan pola hidup
Vegetarian, kemungkinan hal ini akan mampu mereduksi terjadinya berbagai potensi konflik
di masyarakat serta mengurangi ketergantungan atas impor daging dari Negara lain.
Penulis merupakan mahasiswa magister kajian sastra dan budaya pada Fakultas ilmu
Budaya Universitas Airlangga Surabaya. Lahir di Sidoarjo pada 22-01-1981, menyelesaikan
pendidikan dasar di SDN Barengkrajan I pada 1993, pada 1996 lulus dari SMPN I Krian serta
lulus SMAN I Krian pada 1999. Pada 2005 menyelesaikan pendidikan Sarjana Sastra
Indonesia dari Fakultas Sastra Universitas Airlangga. Saat ini aktif sebagai tenaga pengajar di
SMK YPM 7 Tarik di Sidoarjo.
Tema analisis yang kedua yakni Ilmu Sosial, Metodologi dan Perkembangan Kontemporer
dengan Subtema Perkembangan Penelitian Sosial terhadap Perkembangan Ilmu Sosial
Bertujuan menjawab pertanyaan kedua yakni Kontribusi apa yang dapat dimainkan oleh
ilmuwan sosial di tengah kuasa tirani modal?