Anda di halaman 1dari 3

KEUTAMAAN BERDO’A KEPADA ALLAH

Oleh : Nelpiandi, S.HI / Wakil Ketua IKADI Bungo

Ramadhan adalah bulan yang amat mulia dengan segala karunia dan
berkahnya. Ia datang untuk semua orang yang mau menyambut kehadirannya
dengan penuh rahmah dan maghfirah. Hari ini kita masih diberi kesempatan Allah
untuk memasuki bulan yang mulia ini. Kesempatan ini seharusnya menjadikan kita
untuk lebih banyak merenung dan bertanya, apakah yang harus kita perbuat dalam
mengisi setiap aliran waktu yang mengalir sepanjang Ramadhan ini. Atau akankan
kita biarkan waktu itu berlalu begitu saja tanpa ada makna yang dapat kita raih,
tanpa ada bekas yang tergores dalam relung hati dan jiwa kita.
Sebagai manusia yang lemah (dhaif), kehadiran Ramdhan dengan segala
kelebihan yang melekat padanya, seharusnya dapat kita gunakan untuk bermunajat
kepada Allah atas segala keluh dan kesah kita, atas segala upaya dan usaha kita,
atas segala do’a dan pinta kita. Ini adalah kesempatan yang teramat baik bagi kita
untuk menumpahkan segala hasrat dan keinginan yang mungkin belum di jawab
oleh Allah yang telah kita panjatkan di bulan-bulan yang lain. Dalam suatu riwayat
disebutkan Rasulullah pernah bersabda yang artinya ;
”Wahai manusia, telah datang kepadamu Ramdhan. Bulan di mana kamu
diundang menjadi tamu Allah. Dan kamu dijadikan sebagai golongan Allah yang
mulia. Nafas-nafas kalian adalah tasbih. Tidur kalian adalah ibadah. Amal kalian
diterima. Do’a kalian mustajab. Maka mintalah kepada Allah dengan niat yang
tulus, dengan hati yang bersih, agar Allah memberi taufiq kalian untuk berpuasa
dan membaca kitabnya (al-Qur’an). Maka orang yang sengsara, adalah siapa
yang tidak diampuni dosanya pada bulan yang agung ini...”
”Dan bertaubatlah kalian kepada Allah atas dosa-dosa kalian. Angkatlah
tangan kalian dalam do’a di waktu-waktu shalat kalian, sesungguhnya itulah
sebaik-baik waktu di mana Allah melihat hamba-hamba-Nya dengan penuh
rahmat. Menjawabnya jika mereka memanggil, menyambutnya jika mereka
menyeru, memberinya jika mereka meminta, dan mengabulkannya jika mereka
memohon kepada-Nya...”

Berdo’a, ya berdo’alah, karena memang lewat media do’alah kita dapat


berkomunikasi secara ”resmi” kepada Allah Swt. Do’a merupakan permohonan
seorang hamba kepada sang Khaliq, sebagai bukti bahwa hamba-Nya itu adalah
makhluk yang lemah (dhaif). Dan sesungguhnya Allah akan selalu mengabulkan
permintaan hamba-Nya yang berdo’a dengan sungguh-sungguh. Firman Allah :

”Berdo’alah kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkannya...” (Al-Mu’min: 60)


Hanya saja ada satu hal yang harus kita pahami bahwa bentuk pengabulan do’a itu
bermacam-macam. Ada yang sifatnya langsung (cash) ada juga yang tertunda
(delayed). Sebagaimana yang dijelaskan dalam riwayat berikut :
”Tidak ada seorang muslim yang menghadapkan mukanya kepada Allah untuk
berdo’a, kecuali Allah akan mengabulkannya. Kadang-kadang pengabulannya
dipercepat dan kadang ditangguhkan.(HR. Ahmad dan Hakim).
Maka ketika do’a kita benar-benar dikabulkan oleh Allah, hendaknya semakin
menambah rasa syukur, keimanan dan ketaqwaan kita kepada-Nya. Bukan
sebaliknya malah menjadi kan kita menjadi takabbur dan sombong serta lupa
dengan Allah. Orang yang seperti ini sering disebut sudah terkena sindrom
Tsa’labah.
Dan ketika do’a kita belum dikabulkan oleh Allah, maka janganlah kita
berputus asa lalu berpaling dari Allah dan tidak mau lagi meminta kepadanya. Lalu
mencari cara lain, seperti meminta kepada selain Allah. Dalam keadaan yang
seperti sangat mudah bagi kita untuk terperangkap dalam jerat kemusyrikan atau
perbuatan syirik. Padahal mungkin itulah yang terbaik bagi kita, karena ilmu kita
sangat terbatas, sementara ilmu Allah sangat luas, Maha Luas :
”Bisa saja kamu membenci sesuatu, padahal hal itu baik untuk kamu, dan
boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagi kamu. Dan Allah yang
mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui”(QS. Al-Baqarah: 216)

Memang terkadang kita manusia, sebagaimana dinyatakan oleh Ustadz


Djalaludin Rahmat, seringkali bersikap dan beranggapan seakan-akan do’a itu
ibarat lampu Aladin dan Tuhan menjadi Jin. Ketika anda berdo’a, Tuhan harus
keluar untuk bersimpuh di depan anda, sambil berkata: ”Tuan katakanlah kehendak
tuan”. Maka ketika itu, Tuhan tidak memenuhi kehendak anda, anda menjadi
marah kepada-Nya. Anda kecewa, kesal dan marah, lalu membuang lampu aladin
itu. Artinya ketika do’a anda belum dikabulkan oleh Allah, anda berontak dan
menjauh dari tuhan serta tidak mau berdo’a lagi.
Imam Ja’far ash-Shadiq pernah berkata: ”Bila anda ingin tahu posisi anda di
sisi Tuhan, lihatlah di mana posisi Tuhan di hati anda.” Alangkah rendahnya kita
di mata Tuhan, bila kita memperlakukan Dia ibarat Jin untuk lampu aladin kita.
Kita seringkali berdalih, do’a adalah ungkapan cinta. Tetapi kebanyakan kita
berdo’a kepada-Nya ketika kita memerlukannya. Jadi kita mencintai Allah karena
kita memerlukannya. Tapi ketika dalam keadaan biasa-biasa saja, maka rasa cinta
kita kepada Allah kembali sirna.
Untuk itu harus kita sadari bahwa setiap do’a yang kita panjatkan haruslah
senantiasa di barengi dengan ikhtiar yang sungguh-sungguh dan kesabaran yang
mendalam. Karena tanpa ikhtiar dan sabar maka do’a kita hanya akan menjadi
mantera-mantera kata yang tak memiliki makna. Allah Swt berfirman:

” Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai


penolongmu, sesunggunya Allah bersama orang-orang yang sabar” (QS. Al-
Baqarah : )

Dalam al-Qur’an diceritakan bagaimana Nabi Zakariyya yang sudah puluhan tahun
do’anya tidak dipenuhi. Namun apakah berhenti ia berdo’a ? kecewakah ia kepada
Tuhan ? Tuhan justru memuji Zakariyya setelah Zakariyya memuji Tuhan :
”Ingatlah rahmat Tuhan-Mu untuk hambanya Zakariyya. Ketika ia berdo’a
kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata, ”Tuhanku, sungguh
sudah rapuh tulangku, sudah berkilauan kepalaku dengan uban, tetapi aku belum
bernah kecewa untuk berdo’a kepada-Mu, ya Tuhanku.” (QS. Maryam : 2-4)
Demikian pula Nabiyullah Musa a.s. menurut Imam Jafar, ada rentang waktu
empat puluh tahun antara permulaan do’a Musa dengan tenggelamnya Fir’aun.
Lalu bagaimana dengan kita. Akankah kita berhenti berdo’a dan memohon
kepada Allah. Atau benarkah kita sedang kecewa, lalu tak mau lagi berharap
kepada Allah. Semua berpulang kepada kita. Namun di atas itu semua, kita
manusia tetaplah makhluk yang lemah yang masih sangat mengharapkan kasih
sayang Allah Swt. Tidaklah pantas bagi kita untuk kecewa dan berhenti berdo’a
kepada Allah swt. Mungkin saja selama ini sudah sering kita menyusun dan
menyampaikan do’a, tetapi umumnya do’a kita itu kering, tidak menyentuh hati
dan terskesan sangat formal.
Untuk itu marilah, mumpung ini masih dalam suasana Ramadhan, kita
perbarui sikap kita, kita susun kemabali rangkaian do’a-do’a kita, kita
sempurnakan munajat kita dengan kesungguhan ikhtiar dan kesabaran kita. Insya
Allah, Allah masih sayang dengan kita, Allah akan mendengarkan segala keluh dan
kesah kita serta akan menjawab pinta dan harap kita...

Anda mungkin juga menyukai