Anda di halaman 1dari 7

Akibat hukum

Akibat hukum adalah akibat yang ditimbulkan oleh peristiwa hukum (Ishaq, 2008:86). Karena
suatu peristiwa hukum disebabkan oleh perbuatan hukum, sedangkan suatu perbuatan hukum
juga dapat melahirkan suatu hubungan hukum, maka akibat hukum juga dapat dimaknai sebagai
suatu akibat yang ditimbulkan oleh adanya suatu perbuatan hukum dan/atau hubungan hukum.

Baca Juga : Peristiwa Hukum (Rechtfeit)

Lebih jelas lagi, menurut Syarifin (1999:71), akibat hukum adalah segala akibat yang terjadi dari
segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap obyek hukum atau akibat-
akibat lain yang disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu oleh hukum yang bersangkutan
telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum.

Baca Juga : Perbuatan Hukum

Berdasarkan uraian tersebut, untuk dapat mengetahui telah muncul atau tidaknya suatu akibat
hukum, maka yang perlu diperhatikan adalah hal-hal sebagai berikut :

1. Adanya perbuatan yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap obyek


hukum atau terdapat akibat tertentu dari suatu perbuatan, yang mana akibat
itu telah diatur oleh hukum;
2. Adanya perbuatan yang seketika dilakukan bersinggungan dengan
pengembanan hak dan kewajiban yang telah diatur dalam hukum (undang-
undang).

Contoh :

1. Timbulnya hak dan kewajiban si pembeli dan si penjual tanah merupakan


akibat dari perbuatan hukum jual beli tanah antara pemilik tanah dengan
pembeli
2. Dihukumnya seorang pembunuh adalah akibat hukum dari perbuatan
pembunuhan tersebut, yakni menghilangkan jiwa orang lain

Wujud Dari Akibat Hukum


Menurut Soeroso (2005:296), akibat hukum dapat berwujud sebagai berikut :

1. Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu keadaan hukum.


Contoh :
a. Usia menjadi 21 tahun, akibat hukumnya berubah dari tidak cakap hukum
menjadi cakap hukum, atau
b. Dengan adanya pengampuan, lenyaplah kecakapan melakukan tindakan
hukum.

2. Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu hubungan hukum, antara dua


atau lebih subyek hukum, di mana hak dan kewajiban pihak yang satu
berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang lain.

Contoh:
Made mengadakan perjanjian jual beli dengan Ketut. Dengan adanya
perjanjian tersebut (persitiwa hukum), maka lahirlah hubungan hukum
antara Made dan Ketut. Dengan lahirnya hubungan hukum tersebut, lahir
akibat hukum berupa hak dan kewajiban. Setelah dibayar lunas, hubungan
hukum tersebut menjadi selesai.

3. Dijatuhkannya sanksi apabila dilakukannya tindakan yang melawan hukum.

Contoh:
Seorang pencuri yang dihukum adalah suatu akibat hukum dari perbuatan si
pencuri. Mencuri ialah mengambil barang orang lain tanpa hak dan secara
melawan hukum.

Daftar Referensi

 Ishaq. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Cet. I. Sinar Grafika, Jakarta.


 Pipin Syarifin. 2009. Pengantar Ilmu Hukum. CV. Pustaka Setia, Bandung.
 R. Soeroso. 2005. Pengantar Ilmu Hukum. Cet. VII. Sinar Grafika, Jakarta
Hubungan hukum

Menurut Soeroso, pada prinsipnya hukum mengatur hubungan antara orang satu dengan yang
lainnya. Semua hubungan dalam masyarakat tidak mungkin di lepaskan dari hukum. Oleh karena
itu Hubungan hukum ialah hubungan antara dua atau lebih subyek hukum. Dalam hubungan
hukum ini hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan hak dan kewajiban yang lain
(Soeroso, 2005: 269).

Menurut Ishaq, Hubungan hukum adalah setiap hubungan yang terjadi antara dua subyek hukum
atau lebih di mana hak dan kewajiban di satu pihak berhadapan dengan hak dan kewajiban di
pihak lain (Ishaq, 2008: 84).

Berdasarkan definisi tersebut, pada dasarnya hukum memiliki dua segi, yaitu segi
kekuasaan/kewenangan atau hak (bevoegheid) dan segi kewajiban (plicht). Hak dan kewajiban
ini timbul akibat adanya suatu peristiwa yang diatur oleh hukum, seperti yang tercantum dalam
Pasal 1457 KUH Perdata tentang perikatan (verbintenis), yang timbul akibat adanya suatu
perjanjian (overeenkomst).

A menjual tanah kepada B. Perjanjian ini menimbulkan hubungan antara A dan B yang diatur oleh
hukum. A wajib menyerahkan tanah kepada B, dan B wajib membayar harga tanah kepada A serta
berhak meminta tanah kepada A. Seandainya salah satu pihak tidak mengindahkan
kewajibannya, maka pihak yang dirugikan itu dapat mengajukan gugatan ke pengadilan, dan
hakim akan menjatuhkan sanksi hukum. Hubungan A dan B yang diatur oleh hukum seperti
demikianlah yang dinamakan hubungan hukum atau rechtsbetrekking.

Ciri Adanya Hubungan Hukum


Untuk memahami lebih jernih tentang hubungan hukum, maka perlu
disampaikan bahwa hubungan hukum itu setidaknya mempunyai tiga unsur
sebagai cirinya, yaitu :

1. Adanya orang-orang yang hak atau kewajibannya saling berhadapan.

Contoh :
Made menjual tanah kepada Ketut.
Made wajib menyerahkan tanahnya kepada Ketut.
Made berhak meminta pembayarannya kepada Ketut.
Ketut wajib membayarnya kepada Made.
Ketut berhak meminta tanah Made setelah dibayar.
2. Adanya obyek yang berlaku berdasarkan hak dan kewajiban (dalam contoh
di atas objeknya adalah tanah)
3. Adanya hubungan antara pemilik hak dan pengemban kewajiban, atau
adanya hubungan terhadap objek yang bersangkutan.

Contoh :
Made dan Ketut mengadakan hubungan jual beli tanah. Made dan Ketut
sebagai pemegang hak dan pengemban kewajiban. Sedangkan tanah adalah
objek yang dijadikan dasar untuk Made dan Ketut mengadakan hubungan
hukum.

Syarat Hubungan Hukum


Untuk mewujudkan suatu hubungan hukum, harus dipenuhi syarat-syarat
sebagai berikut.

1. harus ada dasar hukumnya, yaitu peraturan hukum yang mengatur hubungan
hukum tersebut, dan
2. harus menimbulkan peristiwa hukum
Contoh :
Made dan Ketut mengadakan perjanjian jual beli tanah. Dasar hukumnya
adalah Pasal 1474 dan Pasal 1513 KUH Perdata.

Pasal 1474 KUH Perdata berbunyi :

Ia mempunyai dua kewajiban utama, yaitu menyerahkan barangnya dan


menanggungnya.

Pasal 1513 KUH Perdata berbunyi :

Kewajiban utama si pembeli ialah membayar harga pembelian, pada waktu


dan di tempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian

Berdasarkan contoh tersebut, tampak adanya suatu perjanjian jual beli. Dari
perjanjiang adanya perjanjian jual beli itu, timbul peristiwa hukum (jual beli),
yaitu suatu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum.
Jenis-Jenis Hubungan Hukum
Untuk memahami lebih lanjut mengenai jenis-jenis hubungan hukum, dapat
dilihat dari sudut kedudukan subyek hukum yang melakukan hubungan hukum
dan sifat hubungan antar subyek hukum.

Dilihat dari sudut pandang kedudukan subyek hukum yang melakukan hubungan hukum, maka
hubungan hukum itu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Hubungan yang sederajat (nebeneinander)


Hubungan hukum yang sederajat tidak hanya terdapat dalam hukum perdata
saja (misalnya jual beli), tetapi juga dalam hukum kenegaraan dan
internasional (negara dengan negara).
2. Hubungan Beda derajat (nacheinander)
Hubungan hukum yang berbeda derajat tidak hanya terdapat dalam hukum
negara (penguasan dengan warga), tetapi juga dalam hukum keluarga (orang
tua dengan anak)

Sedangkan jika dilihat dari sudut pandang sifat hubungannya, hubungan hukum dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu :

1. Hubungan Timbal Balik


Disebut timbal balik karena para pihak yang berhubungan sama-sama
mempunyai hak dan kewajiban. Pada hubungan timpang, salah satu pihak
hanya mempunyai hak, sedangkan pihak lain hanya mempunyai kewajiban.
2. Hubungan Timpang
Pada hubungan timpang, salah satu pihak hanya mempunyai hak, sedangkan
pihak lain hanya mempunyai kewajiban.

Dari penjabaran tersebut, maka secara umum hubungan hukum dapat dikelompokan menjadi
tiga jenis, yaitu :

1. Hubungan hukum bersegi satu (eenzijdige rechtsbetrekkingen)


Dalam hal hubungan hukum yang bersegi satu hanya satu pihak yang
berwenang. Pihak lain hanya berkewajiban. Jadi dalam hubungan hukum
yang bersegi satu hanya ada satu pihak saja berupaya memberikan sesuatu,
berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu (pasal 1234 KUH Perdata)

Misalnya :

o Tiap perikatan untuk memberikan sesuatu diatur dalam Pasal 1235 s/d 1238
KUH Perdata
Pasal 1235 KUH Perdata, berbunyi "dalam tiap-tiap perikatan untuk
memberikan sesuatu adalah termaktub kewajiban berutang untuk
menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai
bapak rumah yang baik, sampai pada saat penyerahan.
Kewajiban yang terakhir ini adalah kurang atau lebih luas terhadap
persetujuan-persetujuan tertentu, yang akibatnya mengenai hal ini akan
ditunjuk dalam bab-bab yang bersangkutan"
o Tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu diatur
dalam Pasal 1239 s/d 1242 KUH Perdata
Pasal 1239 KUH Perdata berbunyi :
"Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat
sesuatu, apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan
penyelesaiannya dalam kewajiban penggantian biaya, rugi dan bunga".

2. Hubungan hukum bersegi dua (tweezijdige rechtsbetrekkingen)

Contoh :
Dalam suatu perjanjian jual-beli kedua belah pihak (masing-masing)
berwenang/berhak meminta sesuatu dari pihak lain. Tetapi sebaliknya kedua
belah pihak (masing-masing) juga berkewajiban untuk memberi sesuatu
pada pihak yang lain (Pasal 1457 KUH Perdata)

3. Hubungan antara "satu" subyek hukum dengan "semua" subyek hukum


lainnya
Selain hubungan hukum bersegi satu dan bersegi dua di atas, acapkali masih
ada hubungan antara subyek hukum dengan subyek hukum lainnya.
Hubungan ini terdapat dalam hal "eigendomsrecht" (hak milik)

Contoh :
Menurut Pasal 570 KUH Perdata, yang menjadi pemilik tanah
berhak/berwenang memungut segala kenikmatan (genot) dari tanah itu, asal
saja pemungutan kenikmatan itu tidak dilakukan secara bertentangan
dengan peraturan hukum atau bertentangan dengan kepentingan umum.
Pemilik berhak pula memindah-tangankan atau vervreemden(menjual,
memberikan, menukar, mewariskan) secara legal.
sebaliknya "semua" subyek hukum lainnya berkewajiban mengakui bahwa
yang mempunyai tanah adalah pemiliknya dan berhak memungut segala
kenikmatan dari tanah itu.
Daftar Referensi

 Ishaq. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Cet. I. Sinar Grafika, Jakarta.


 R. Soeroso. 2005. Pengantar Ilmu Hukum. Cet. VII. Sinar Grafika, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai