Baca Ini Psoriasis PDF
Baca Ini Psoriasis PDF
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Psoriasis
2.1.1 Definisi
Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronis dengan karakteristik berupa
plak eritematosa berbatas tegas, skuama kasar, berlapis, dan berwarna putih
keperakan (Gudjonsson dan Elder, 2012). Penyakit ini bersifat kronis dan rekuren,
dimana pasien akan terus mengalami periode remisi dan eksaserbasi secara
autoimun paling prevalen yang disebabkan oleh aktivasi berlebihan dari sistem
2.1.2 Epidemiologi
Coimbra dan Santos-Silva, 2014). Ras Asia memiliki angka prevalensi psoriasis
menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan (1,3% vs. 2,5%). Psoriasis jarang
muncul pada usia dibawah 10 tahun dan usia puncaknya adalah sekitar 15 – 30
Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar periode Januari –
Desember 2009, tercatat 156 kasus baru psoriasis dari 10.856 kunjungan (1,4%).
7
(Mak dkk., 2009). Sekitar 10% - 30% pasien psoriasis berisiko terkena psoriasis
artritis (Krueger dan Bowcock, 2014). Selain risiko morbiditas yang meningkat,
yaitu laki-laki 3,5 tahun dan wanita 4,4 tahun dibanding subjek yang sehat (Mak
dkk., 2009). Studi longitudinal menunjukkan remisi spontan dapat terjadi pada
bertanggung jawab atas timbulnya psoriasis adalah mutasi pada gen caspase
2013).
Faktor lingkungan yang dapat memicu psoriasis antara lain adalah infeksi
viral dan bakterial seperti HIV dan faringitis streptokokal. Trauma fisik (respons
seperti beta bloker, ACE inhibitor, lithium dan hidroksiklorokuin juga telah
8
2013).
2.1.4 Patogenesis
perubahan pada sistem imun innate (keratinosit, sel dendritik, histiosit, neutrosit,
mastosit, sel endotel) dan sistem imun didapat (limfosit T). Aktivasi sel sistem
imun innate menghasilkan growth factor, sitokin dan kemokin yang berpengaruh
Pada fase awal, terjadi aktivasi sel-sel sistem imun innate (sel dendritik
dan keratinosit) oleh berbagai faktor lingkungan seperti trauma mekanis, infeksi,
(IL-1 dan TNF-α) serta protein syok termis. Senyawa ini mengaktivasi sel
dendritik (sel langerhans dan sel dendritik residen) pada epidermis dan dermis.
(dendritic cell) dan keratinosit juga dapat mengaktivasi sel-sel tersebut, yang
Gambar 2.1 Protein utama yang dihasilkan oleh sel dentritik (CD) dan sel
dendritik myeloid tipe inflamatori (CDi), limfosit Th tipe 1 (Th1), limfosit Th tipe
17 (Th17) dan keratinosit (K) pada psoriasis. FG: growth factor; iNOS: inducible
nitric oxide synthase (Sanchez, 2010).
memicu ekspansi dan aktivasi sel T tipe Th17 dan Th22 (Gambar 2.2). Efek
produk sitokin mereka, seperti halnya TNF dan IFN-γ pada keratinosit, dapat
pada lesi psoriasis. Variasi genetik pada lokus IL-4/IL-13 dapat menyebabkan
inflamasi yang diinisiasi oleh TNF, IL-1, ligasi TLR, dan IL-17 pada individu
Gambar 2.2 Model interaksi imun pada lesi psoriasis. Antigen-presenting cell
(APC) memproduksi IL-23 dan menstimulasi sel T tipe Th17 dan Th22 (dan
mungkin juga sel Tc17) untuk melepaskan IL-17 dan IL-22. IL-17 memicu
keratinosit untuk meningkatkan kemokin proinflamasi yang menarik sel T,
neutrofil dan sel mononuklear pada lesi. IL-22 menyebabkan akantosis epidermal.
Kedua sitokin tersebut meningkatkan produksi anti-microbial protein (AMP).
IFN-γ dari sel Th1 memodulasi gen responsif KC, dan menstimulasi APC untuk
melepaskan IL-23 (Nograles dkk., 2010).
sinar ultraviolet, stress, trauma pada individu yang memiliki kerentanan terhadap
interferon-α (IFN-α) oleh sel dendritik plasmasitoid dan maturasi sel dendritik
myeloid menjadi sel dendritik matur. Sel dendritik matur akan migrasi ke
limfonodi dan memproduksi berbagai sitokin yang akan memicu diferensiasi dan
ekspansi sel T naif menjadi sel T helper 1 atau Th1 (seperti IL-12), sel Th17
(seperti IL-6, tumor growth faktor- β1 atau TGF-β1 dan IL-23), sel Th22 (seperti
TNF-α, IL-6). Baik sitokin yang dihasilkan oleh sel Th1(tumor necrosis faktor- α
atau TNF-α, IFN-γ, IL-21) dan Th17 ( IL-17A, IL-17F, IL-22, IL-21) akan
11
atraktan yang mengekspresikan reseptor CCR6 dari sel dendritik dan sel T, yang
seperti IL-1β, IL-6 dan TNF-α yang berperan pada meningkatnya aktivasi sel
dendritik dan ekspansi inflamasi lokal. Tumor necrosis faktor-α akan menginduksi
vascular endothelial growth faktor (VEGF) pada kulit, yang akan mengatur lalu
lintas sel. Selain itu TNF-α dapat meningkatkan ekspresi IL-8 yang merupakan
salah satu anggota dari kemokin, dimana pada keratinosit berperan meningkatkan
infiltrasi sel T ke dalam epidermis. Secara singkat pembentukan lesi psoriasis tipe
plak melalui 3 langkah berbeda yaitu aktivasi sel T, migrasi sel T ke dalam lesi
kulit, pelepasan sitokin yang diaktivasi oleh sel T pada kulit (Monteleone
dkk.,2011).
lesional dan nonlesional mengekspresikan kadar NGF (nerve growth factor) yang
tinggi dibandingkan kontrol. Fantini dkk mengamati tingginya kadar NGF pada
lesi psoriasis. Nerve growth factor sering dihubungkan dengan peningkatan nNOS
(neuronal nitic oxide synthase) yang diisolasi dari sel neuron namun bekerja tidak
spesifik pada sel-sel neuron saja. Beberapa fungsi NGF sesuai dengan proses
inflamasi dan proliferasi pada psoriasis. Nerve growth factor memicu proliferasi
mendegranulasi sel-sel mast dan memicu migrasi sel-sel ini, dimana kedua proses
ini terjadi pada awal perkembangan lesi psoriasis. Selanjutnya NGF mengaktivasi
limfosit T dan menarik infiltrat sel-sel inflamasi. Nerve growth factor diketahui
RANTES merupakan kemotaksis bagi sel T memori CD4+ dan mengaktivasi sel-
kemokin. Penigkatan kadar RANTES dipicu oleh NGF juga berkontribusi untuk
dalam terjadinya fenomena reaksi Köbner. Peningkatan NGF pada kulit yang luka
kadar NGF yang lebih tinggi pada kulit non lesi dibandingkan kulit kontrol.
Peristiwa stres dapat mengubah kadar SP dalam sistem saraf pusat dan
tepi. Pada model hewan, telah dilaporkan bahwa stres dapat meningkatkan kadar
pada eksaserbasi psoriasis selama kejadian stres selama hidup (Raychaudhuri dan
Farber, 2000).
Lesi klasik psoriasis berbentuk plak eritematosa berbatas tegas, meninggi, dengan
permukaan yang dilapisi skuama keperakan (Gudjonsson dan Elder, 2012; James
14
dkk.,2000). Ukuran lesi dapat bervariasi mulai dari papul pinpoint hingga plak
multipel yang menutupi sebagian besar tubuh. Dibawah skuama kulit pasien
diangkat akan tampak titik perdarahan yang muncul karena trauma pada kapiler
yang dilatasi disebut tanda Auspitz (Gambar 2.5). Erupsi psoriasis biasanya
psoriatik yang berbeda-beda dapat muncul pada satu pasien yang sama
Gambar 2.5 Tanda Auspitz (kiri) dan Fenomena Koebner (kanan). Perhatikan
adanya titik perdarahan setelah skuama diangkat. Fenomena Koebner yang
terjadi pada pasien setelah terbakar sinar matahari. Perhatikan bahwa lesi tidak
muncul pada area yang tertutup/tidak terbakar (Gudjonsson dan Elder, 2012).
adalah induksi psoriasis secara traumatik pada kulit non-lesional (Gambar 2.5).
Fenomena ini sering muncul pada periode eksaserbasi dan selalu mengenai lokasi
biasanya muncul 7-14 hari setelah trauma dan sekitar 25% pasien pasti pernah
mengalami reaksi ini, yang meningkat menjadi 76% jika ada faktor pemicu
15
tambahan seperti stres emosional, infeksi, dan reaksi akibat obat. Fenomena
Koebner tidak spesifik untuk psoriasis, namun dapat menjadi petunjuk yang
dijumpai yang disebut “plak psoriasis vulgaris” yang ditemui pada lebih dari 80%
pasien dan ditandai oleh plak eritematosa berskuama, yang berlokasi di siku, lutut,
kulit kepala, dan pantat (Gambar 2.6). Ukuran plak bervariasi, mulai dari lesi
umumnya disebabkan oleh eksaserbasi klinis dan lesi yang parah pada area kulit
yang tidak tertutup, manifestasi sistemik, serta efek samping obat (Monteleone
dkk., 2011).
Gambar 2.6 Lesi Klasik Psoriasis Vulgaris (Gudjonsson dan Elder, 2012).
16
Luasnya daerah yang terlibat bervariasi antara satu pasien dengan lainnya.
Kelainan kuku ditemukan pada 40-50 persen kasus dan jarang dijumpai jika tidak
ada penyakit kulit di tempat lain. Kelainan kuku paling sering berupa pitting nail
yaitu cekungan bervariasi mulai dari 0,5-2,0 mm, dapat tunggal atau multipel dan
lebih sering mengenai jari-jari tangan dibanding kaki. Selain pitting nail, kelainan
pada kuku yang jarang dijumpai adalah onikolisis, perubahan warna, penebalan
Psoriasis gutata (dari kata latin gutta yang berarti tetes) ditandai dengan
erupsi berupa papul kecil dengan ukuran diameter 0,5-1,5 cm pada badan bagian
atas dan ekstremitas bagian proksimal. Biasanya muncul pada usia muda dan
sering dijumpai pada orang dewasa muda. Bentuk psoriasis ini memiliki
hubungan yang paling kuat dengan HLA-Cw6 dan adanya infeksi streptokokus
plak kronis dapat timbul lesi gutata, dengan atau tanpa memperburuk kondisi dari
lesi plak kronis yang yang sudah ada. Psoriasis gutata akut biasanya sembuh
bahwa hanya sepertiga individu dengan psoriasis gutata berkembang menjadi plak
Psoriasis inversa (fleksural) yaitu lesi psoriasis dapat muncul pada daerah
lipatan kulit seperti aksila, regio genito-krural, serta leher. Skuama yang ada lebih
minimal atau tidak ada. Lesi berupa eritema batas tegas dan mengkilap yang
17
selalu terletak pada daerah yang memiliki kontak kulit dengan kulit. Proses
berkeringat terganggu pada daerah yang terkena (Griffiths dan Barker, 2010).
meluas hingga seluruh tubuh termasuk wajah, tangan, kaki, kuku, badan, serta
klinis yang ada didominasi oleh eritema. Skuama yang muncul berbeda dengan
skuama pada psoriasis plak kronis. Yang tampak hanya skuama superfisial bukan
skuama yang putih dan tebal. Pasien dengan psoriasis eritroderma ini kehilangan
dan sangat berisiko mengalami hipertemi saat udara panas. Edema pada
panas badan, pustul kecil steril monomorfik, nyeri dan sering dipicu oleh infeksi
sistemik. Hal ini dapat terlokalisir pada telapak tangan maupun kaki (psoriasis
(Sanzhes, 2010).
lipatan nasolabial, perioral, dan area presternal serta area intertriginosa. Bila tidak
18
dijumpai lesi psoriasis di tempat lain maka sulit untuk kita membedakannya
dermatitis seboroik dengan didasari oleh faktor genetika psoriasis dan relatif
10% pasien dan dapat juga terjadi pada pasien tanpa manifestasi kulit psoriasis.
Manifestasi yang paling sering adalah artritis dengan gejala yang sama dengan
interfalangeal dari tangan. Kadang monoartritis dan poliartritis dari sendi besar
dapat terjadi. Pasien dengan psoriasis artropati, peningkatan frekuensi dari HLA-
abnormal dari keratinosit (3) dilatasi berlebih dari pembuluh darah dermis papiler
yang menyebabkan eritema (4) infiltrat inflamasi tebal yang terdiri dari kelompok
sel T-helper CD4+ dan antigen-presentic dendritic cell (DC) pada dermis, serta
penting untuk membatasi faktor pemicu kondisi ini, seperti trauma fisik, infeksi,
stres, perubahan musim dan iklim, konsumsi beta blocker, klorokuin, alkohol,
rokok, maupun sindrom metabolik (Diluvio dkk., 2006; Fry dan Baker, 2007).
tingkat keparahan penyakit saat muncul dengan tujuan berupa periode remisi yang
pustular/eritrodermi, dan plak kronis, dimana kategori plak sejauh ini paling
minggu. Pada kasus yang ringan, seringkali pasien tidak memerlukan terapi,
namun jika lesi tersebar luas diseluruh tubuh, maka fototerapi dengan UVB
ditambah dengan terapi topikal (steroid dan analog Vitamin D3) seringkali sangat
cepat. Obat yang paling sering digunakan untuk tipe ini adalah asitretin. Terapi
lain yang dapat diberikan adalah siklosporin A, PUVA, UVB, metotreksat, agen
21
psoriasis derajat ringan (<10% luas permukaan tubuh), dapat digunakan terapi
topikal seperti emolien, glukokortikoid, dan analog vitamin D3 (lini pertama) atau
asam salisilat, ditranol, tazarotene dan tar (lini kedua), pilihan fototerapi dapat
terapi topikal ditambah dengan fototerapi dan day treatment center (Goeckerman
Fototerapi yang dapat dipilih antara lain narrowband UVB (NB-UVB) dan
broadband UVB (BB-UVB) sebagai lini pertama dan psoralen dan UVA (PUVA),
laser excimer serta klimatoterapi sebagai lini kedua (Gudjonsson dan Elder, 2012).
Psoriasis derajat berat (>30% luas permukaan tubuh) dapat diterapi dengan
semua pilihan yang ada, ditambah terapi sistemik seperti metotreksat, asitretin,
pertama dan fumaric acid ester (FAE), siklosporin A, serta agen lain seperti
Siklosporin A tidak dianggap sebagai terapi sistemik lini pertama karena efek
samping jangka panjangnya, namun dalam tatalaksana jangka pendek terapi ini
sangat berguna untuk induksi remisi. Jika pasien tidak mampu mentolerir terapi
22
Skor PASI adalah pengukuran secara klinis dengan perhitungan luas daerah yang
terkena dan derajat keparahan dari eritema, ketebalan infiltrat dan skuama. PASI
{0,4(Ell+Ill+Sll)All}.
Keterangan:
A (area) = luas permukaan tubuh dalam 4 bagian yang terkena yaitu: kepala dan
leher (h = head), badan (t = trunk), ekstremitas atas (ul = upper limb), ekstremitas
Tabel 2.1 Penilaian presentase luas permukaan tubuh (A) yang terkena
<10% 1
10-29% 2
30-49% 3
50-69% 4
70-89% 5
90-100% 6
23
Ringan 1
Sedang 2
Berat 3
Sangat berat 4
Hasil perhitungan PASI merupakan nilai tunggal dari 0-72. Skor PASI
penderita dinyatakan menderita psoriasis ringan bila skor PASI <7, psoriasis
sedang bila skor PASI 7-12, dan psoriasis berat bila skor PASI >12. Skor PASI ini
jarang digunakan pada praktek klinis akibat kompleksitas yang ditimbulkan oleh
penggunaan skor PASI. Skor PASI merupakan suatu sistem penilaian yang
digunakan untuk tujuan penelitian. Pada uji klinis persentase perubahan pada
PASI dapat digunakan sebagai titik akhir penilaian terapi psoriasis (Schmitt dan
Nitric Oxide (NO) awalnya ditemukan sebagai vasodilator potensial pada tahun
Molekul sederhana ini merupakan radikal bebas yang berusia pendek dengan
2003). Radikal bebas baik berupa Reactive Oxygen Species (ROS) maupun
Reactive Nitrogen Spesies (RNS) mempunyai peran dalam sistem biologi. Nitric
Oxide termasuk dalam RNS. Radikal bebas ini terdapat pada kulit maupun
karotenoid, selenium, flavinoid untuk melawan efek berbahaya dari radikal bebas.
Mekanime enzimatik dan non enzimatik ini dikenal dengan antioksidan. Produksi
berlebihan dari radikal bebas akan menyebabkan stres oksidatif yang mengarah
pada kerusakan struktur seluler seperti lipid, protein dan DNA dan menganggu
penting dari peroksidasi lipid yang berhubungan erat dengan derajat peroksidasi
lipid pada jaringan. Radikal bebas berperan penting dalam induksi penyakit kulit
seperti psoriasis (Akturk dkk., 2012). Nitric oxide merupakan gas yang larut
berentang antara 5 nM hingga 4 µM. Nitric oxide yang baru disintesis bersifat
aktif secara biologi pada lokasi tertentu. Beberapa efek NO dihubungkan dengan
sifatnya sebagai pembawa messenger intraseluler dan dimediasi oleh aktivasi dari
(Kimura dan Esumi, 2003). Nitric oxide merupakan suatu radikal bebas yang
mempunyai peran fisiologi dan patofisiologi pada hampir semua sistem organ.
Selain berfungsi sebagai messenger yang dapat berdifusi pada sistem vaskular dan
25
neuron, nitric oxide berperan pada innate immunity, inflamasi dan proses
penyembuhan luka (Mori, 2007; Vasilets dkk., 2009). Penyakit seperti disfungsi
pada kulit termasuk keratinosit, melanosit, sel langerhans, fibroblast dan sel-sel
Nitric oxide disintesis oleh enzim intraseluler yaitu NOS (Nitric Oxide
Synthase), melalui dua tahap oksidasi dari L-arginine yang menghasilkan citruline
poliamin, prolin dan nitric oxide. Tiga isoform utama NOS antara lain NOS1,
yang diisolasi dari jaringan saraf (juga dikenal sebagai nNOS), NOS2 (atau
iNOS), suatu isoform inducible, dan NOS3 (atau eNOS), predominan pada
endotel. Ketiganya hadir sebagai homodimer dengan berat molekul antara 130 dan
160 kDa dan semua membutuhkan kofaktor, yaitu xavin dinucleotide, xavin
ini aktivitas isoenzim NOS diatur oleh protein terkait dan terlokalisisr dalam sel
(Habib dan Ali, 2011; Omer dkk., 2012). Inducible NOS diekspresikan selama
kondisi inflamasi sebagai respon terhadap beberapa sitokin seperti TNF α, IL-1,
26
IFN ᵞ. Regulasi bentuk ini dibawah kontrol dari faktor transkripsi nuclear factor
durasi produksi NO, sebagaimana distribusinya dalam sel dan jaringan. Keduanya
yaitu eNOS dan nNOS bekerja sebagai pengganti protein yang diekspresikan, dan
ekspresinya tidak terbatas pada sel-sel endotel atau neuron. Nitric oxide
diproduksi dari keduanya nNOS and eNOS selama proses infeksi dan autoimun.
Tipe sel yang mengandung eNOS dan nNOS menghasilkan aliran NO yang
rendah dalam waktu yang singkat (Priya dkk., 2013). Nitric oxide pada
mengaktivasi atau menghambat protein yang berbeda. Bentuk isoform yang ketiga
yaitu iNOS yang terbentuk langsung saat makrofag teraktivasi, berfungsi sebagai
komponen sistem imun bawaan. Sitokin dan produk mikrobial sering bekerja
(iNOS) dan eNOS diekspresikan dalam sel-sel dendritik, sel-sel natural killer
(NK), sel mast, monosit, makrofag, mikroglia, sel-sel Kupffer, eosinofil dan
neutrofil, sebagaimana sel-sel lain yang terlibat dalam reaksi imun. Tidak seperti
nNOS dan eNOS, yang diatur secara ketat dan bergantung pada masuknya
kalsium ke dalam sel, iNOS menghasilkan sejumlah besar NO jika diinduksi. Saat
dan oksidasi. Inducible Nitric Oxide Symthase (iNOS) diatur pada berbagai
tingkat mulai dari transkripsi untuk sintesis, stabilitas, aktivitas dan degradasi.
27
Dibandingkan dengan nNOS atau eNOS, iNOS kurang rentan terhadap umpan
balik inhibisi oleh NO (Cals-Grierson dan Ormerod, 2004; Schairer dkk., 2012).
keratinosit. Tonus otot polos pada pembuluh darah diatur oleh suatu calcium-
dependent constitutive endothelial isoform (NOS tipe 3). Isoform yang dapat
diinduksi (NOS tipe 2) pertama kali diidentifikasi pada makrofag. Akan tetapi,
saat ini banyak bukti mengenai produksi NOS2 dari keratinosit. Inducible Nitric
Oxide Symthase (NOS2) tidak diproduksi secara terus menerus namun diinduksi
pada banyak tipe sel oleh lipopolisakarida dan sitokin, khususnya Tumor Necrosis
Factor α (TNFα), interferon γ (IFN γ), interleukin 1β (IL-1β), IL-2, IL-6, IL-8,
kimia, NOS2 menghasilkan kadar NO yang lebih tinggi ribuan kali. Kadar NO
yang lebih tinggi ini bersifat sitotoksik terhadap patogen dan mengakibatkan
waktu paruh fisiologis yang sangat pendek dan diproduksi dalam jumlah yang
- -
yang stabil yaitu NO3 (nitrat) dan NO2 (nitrit). Nitrit diukur dengan pemeriksaan
ini melibatkan konversi enzimatik dari nitrat menjadi nitrit oleh enzim Nitrat
absorbances yang berkaitan dengan kromofor azo ini secara akurat menentukan
konsentrasi nitrit. Proporsi relatif dari nitrit dan nitrat bervariasi dan tidak dapat
diprediksi dengan pasti. Dengan demikian indeks yang terbaik untuk produksi NO
total adalah jumlah dari nitrit dan nitrat. Sampel dapat diambil dari plasma, serum,
urin dan media kultur. Sampel dari plasma atau serum dibutuhkan untuk
Nitric oxide merupakan salah satu mediator penanda inflamasi yang penting,
yaitu merupakan mediator labil yang dapat terdeteksi seiring dengan tingginya
kadar beberapa sitokin seperti IFNγ, TNFα, IL-8, IL-1, dan IL-6. Nitric oxide
meningkat pada sejumlah gangguan kulit akibat stimulasi tertentu seperti pada
dermatitis kontak, dermatitis atopik, SLE dan psoriasis. Dalam beberapa tahun
terakhir, klonalitas limfosit pada lesi psoriasis dan peningkatan pelepasan sitokin
pada area tersebut telah diteliti. (Kadam dkk., 2010; Mahmoud dkk., 2013;
relaksasi otot polos, dan respon terhadap imunogen. Selama lebih dari 10 tahun
penting pada kulit. Keratinosit yang mengisi sebagian besar area epidermis, secara
pada dermis dan jenis sel lainnya dalam kulit mengekspresikan isoform endotel
(NOS3). Dalam kondisi tertentu, tampak bahwa semua sel kulit mampu
kuat terlibat dalam psoriasis dan kondisi inflamasi kulit lainnya. Sebaliknya
fungsi barier dan menentukan laju aliran darah di mikrovaskuler. Kadar NOS
yang lebih tinggi distimulasi oleh sinar Ultraviolet (UV), luka pada kulit,
dalam proteksi keratinosit terhadap apoptosis sel yang terinduksi oleh UV.
Peningkatan aktivitas NOS pada kulit yang terluka penting untuk proses infiltrasi
sel darah putih dan mengawali proses inflamasi. Sebagai respon terhadap kedua
ancaman, radiasi UV dan kulit yang terluka, aktivasi konstitutif NOS berlangsung
dan tumpang tindih dengan ekspresi NOS2. Sementara pada tingkat makro,
setidaknya terdapat tiga laju produksi NO yang berbeda terjadi pada kulit, yang
30
penting dalam mengatur adaptasi dan fungsi kulit (Cals-Grierson dan Ormerod,
2004)
Peningkatan Reactive Oxygen Species (ROS), seperti Nitric Oxide (NO) dan
terjadi gangguan keseimbangan antara agen oksidan dan antioksidan. Pada pasien
psoriasis terjadi peningkatan NO dan MDA yang signifikan dan penurunan kadar
superoxide dismutase (SOD) (Aktur dkk., 2012; Coimbra dan Silva, 2014).
pada TNF-α serta aktivasi cyclo-oxygenase. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Gokhale dkk tahun 2005 ditemukan kadar NO yang signifikan tinggi pada pasien
dengan psoriasis aktif dibandingkan pada individu normal. Berdasarkan hasil studi
tersebut, terdapat korelasi positif yang signifikan antara berat dan durasi penyakit
dan kadar NO pada pasien dengan psoriasis tipe plak kronis (Ghokale dkk., 2005).
yang signifikan dari pasien psoriasis dengan lesi kulit aktif dan menyimpulkan
31
bahwa produksi NO oleh fibroblast pada daerah pinggir lesi lebih tinggi
dibandingkan pada daerah lesi, yang menandakan bahwa fibroblast pada daerah
pinggir lesi sebagai sel-sel yang terlibat secara aktif dalam perkembangan lesi
gangguan fungsi barier. Hal ini berujung pada peningkatan kadar NO dan
diferensiasi keratinosit. Hal ini menjadi salah satu mekanisme dalam patogenesis
memproduksi TNF dan iNOS (Lowes dkk., 2007; Nograles dkk., 2010). Sesuai
skema patogenesis psoriasis oleh Sanchez dkk, iNOS dihasilkan oleh sel dendritik
myeloid tipe inflamatori yang juga disebut sel CD11c+. Sel tersebut adalah
ekuivalen dari TIP-DC yang memiliki fungsi melawan infeksi bakteri pada tikus
(Lowes dkk., 2007; Monteleone dkk., 2011). Selain itu, sel CD11c+ juga
memproduksi IL-23 (yang dapat mengaktivasi sel T) dan IL-20 (yang dapat
iNOS dan IL-23 yang merupakan produk hasil sintesis sel TIP-DC (Lowes dkk.,
2007).
psoriasis yang diterapi dengan metotreksat dan ternyata terdapat penurunan kadar
produksi NO dengan jalan penghambatan enzim cNOS ataupun iNOS. Tekin juga
menyebutkan bahwa iNOS umumnya dijumpai pada leukosit, makrofag dan sel
besar NO telah dijumpai dalam berbagai gangguan imunologis, seperti SLE dan
RA. Produksi NO pada kulit psoriasis adalah 10x lebih tinggi dari orang normal
dan 10x lebih tinggi lagi pada plak psoriatik itu sendiri. Oleh karena itu, inhibisi
iNOS dapat dianggap sebagai modalitas terapi yang efektif pada kondisi-kondisi
Gambar 2.9 Efek dan kinetik nitric oxide yang diproduksi oleh iNOS dan cNOS
(Guzik dan Korbut, 2003).
Kinetik produksi nitric oxide oleh iNOS berbeda jauh dengan produksi
oleh eNOS atau nNOS (Gambar 2.9). Inducible Nitric Oxide Symthase (iNOS)
memproduksi nitric oxide dalam jumlah besar dan bersifat toksik yang
hitungan detik, dimana aktivitasnya bersifat langsung dengan kerja cepat. Nitric
antioksidan, antiplatelet, dan antiproliferatif dari NO. Nitric oxide yang dihasilkan
selama masa pelepasan produk lipid toksik oleh lipopolisakarida bakteri gram
masif, melebihi jumlah fisiologis yang biasanya dihasilkan oleh nNOS dan nNOS.
Sejumlah besar “NO inflamatoris” yang dihasilkan oleh sel dendritik tipe myeloid
besar pula (O2-). Kedua molekul ini dapat bergabung membentuk peroksinitrit
(ONOO-) yang memediasi efek sitotoksik NO, seperti kerusakan DNA, oksidasi
mitokondrial. Efek ini dapat memberikan hasil positif dalam reaksi pertahanan
tubuh, dengan cara membunuh mikroba. Nitric Oxide (NO) dan peroksinitrit
(ONOO-) dalam jumlah besar juga memiliki efek mengganggu jalur sinyal
berbagai protein dan enzim yang penting untuk kelangsungan hidup sel, seperti
protein JAK atau STAT, jalur sinyal NK-κB, MAPK, protein G serta faktor
transkripsi lain. Nitric oxide juga terlibat dalam regulasi hormon yang mengontrol
proses inflamasi secara sentral. Contohnya nitric oxide dapat menginhibisi sekresi
CRH oleh ACTH dan mengurangi sekresi corticosterone (Guzik dan Korbut,
2003).
berkurangnya substrat yang tersedia untuk produksi NO. Hal ini menyebabkan
menstimulasi sel epitel untuk memproduksi dan melepas kemokin dan mediator
35
pertumbuhan lain seperti VEGF yang tampak penting untuk proliferasi keratinosit
dan angiogenesis. Nitric oxide pada konsentrasi yang sesuai menginduksi sintesis
(HIF-1) berperan sebagai faktor kunci proses transkripsi pada pengaturan gen
yang sesuai memicu sintesis VEGF melalui jalur termediasi HIF-1 dan VEGF
angiogenesis. Angiogenesis pada jaringan normal secara ketat diatur oleh NO itu
sendiri dan bekerja secara positif atau negatif pada ekspresi gen HIF-1-mediated
memicu aktivasi sintesis VEGF dalam VSMC dan umpan balik positif VEGF
berujung pada produksi NO yang lebih banyak oleh eNOS pada sel endotel
vaskular (VEC). Jumlah NO yang berlebih berefek negatif terhdap sintesis VEGF
(iNOS) banyak diekspresikan dalam makrofag dan sel tumor dan dapat
berarti sebagian dari efek NO yang didapat oleh sel-sel ini mungkin disebabkan
aktivitas iNOS. Nitric oxide seperti halnya hipoksia dapat mengatur ekspresi
iNOS dengan memodulasi aktivitas HIF-1, karena trasnkripsi iNOS dapat diatur
dengan HIF-1. Dalam tekanan oksigen yang sangat rendah, HIF-1 dan iNOS
yang signifikan terhadap kadar NO serum dari pasien psoriasis setelah diberikan
36
kadar cGMP, yang bertindak sebagai mediator sekunder dan mengatur proliferasi
bahwa statin, yang diketahui menghambat ekspresi iNOS dan sitokin proinflamasi
dapat efektif pada kondisi – kondisi seperti psoriasis (Ghokale dkk., 2005;
(PI3K)-Akt, jalur ERK1 dan ERK2 (juga dikenal sebagai p42 dan p44 mitogen-
protein kinase (SAPK, dikenal juga sebagai p38 kinase) (Kimura dan Esumi,
2003).
melaui aktivasi PI3K dalam kondisi normoksia pada tipe sel tertentu. Sebaliknya
37
inhibisi PI3K tidak berefek pada induksi protein HIF-1 dan aktivitas
Gambar 2.10 Mekanisme upregulasi VEGF oleh NO dan hipoksia (Kimura dan
Esumi, 2003).