Anda di halaman 1dari 5

Kemana desa Indahku

Part 1

Hari ini aku bersama Toni, Irfan dan Bunga akan pergi ke desa Indah Jaya karena ada tugas
kuliah. Disana kamia akan menginap lebih dari 1 bulan untuk mensurvei keadaan desa tersebut, lalu
Toni berkata, “Hei semuanya, suasana di desa itu seperti apa ya?, pasti sangat indah dan sejuk”. “Pasti
lah, apalagi suasana saat dipagi hari, sangat dingin seperti di pegunungan”, sahut Irfan sambil
mengemudi. “Sinta, apakah desa seperti itu?”, tanya Bunga kepadaku. “Tentu, di desa
pemandangannya sangat indah, warga disana jarang menggunakan kendaraan berpolusi dan mereka
juga sadar akan kebersihan lingkungan. Memang kenapa kau bertanya begitu Bunga?”, jawabku
sambil bertanya kembali kepada Bunga. “Sebenarnya baru pertama kali ini aku menginap di sebuah
desa, selama ini keluargaku semuanya tinggal di perkotaan, jadi aku tidak tau bagaimana suasana
tinggal di sebuah desa”, jawab Bunga.

Setelah dua jam di perjalanan, kami memutuskan untuk beristirahat dulu. Irfan dan Toni tidur
untuk bergantian mengemudi sedangkan aku dan bunga membeli makanan dimini market dekat rest
area, selesai membeli makanan kami kembali ke mobil. Saat di mobil, Bunga kembali berkata padaku
“Sinta, apakah perjalanan kita masih jauh?”. “Mungkin, bisa saja sampai malam. Memang kenapa
Bunga, kau ingin tidur?”, jawabku yang kembali bertanya pada Bunga. “Bukan begitu, aku hanya
tidak sabar bagaimana desa itu”, jawabnya sambil memakan makanannya. Tidak berlangsung lama,
Irfan dan Toni bangun yang membuat kami terkejut, mereka pun kebingungan dengan kami. Lalu
setelah kami selesai makan, kami merencanakan kegiatan yang akan dilaksanakan selama di sana
sambil kembali melanjutkan perjalanan ke desa Indah Jaya.

Saat kami sudah dekat dengan desa Indah Jaya, kami melihat dari kaca mobil begitu indahnya
pemandangan disana. Seakan terpana oleh keindahan sawah yang luas, padang rumput yang indah,
seta burung-burung yang terbang di langit sore. Bunga pun terlihat sangat senang dengan muka dan
tangan tertempel dikaca mobil seakan tidak berkedip melihat pemandangan desa di saat sore itu. Lalu
toni yang sedang mengemudi bertanya kepada kami, “Hei semuanya, apakah masu ke desa Indah Jaya
itu masih jauh, bisa gawat kalau kita masih di jalan saat malam”. “Tapi sesuai peta ini jarak dari sini
sampai desa sudah tidak jau lagi, mungkin 10 menit lagi kita akan sampai”, jawab Irfan sambil
melihat peta. Seltelah makin dalam menelusuri jalan, dan semakin berbeda juga pemandangan yang
terlihat. Kami terkejut saat melihat begitu banyak sawah dan padang rumpu yang sedang dibakar.
Bunga pun bertanya kepadaku, “Sinta, kenapa sawah dan padang rumputnya dibakar, memang
sebenarnya ada apa?”.

Saat itu kami melihat sebuah pabrik yang sangat luas di tengah sawah, asap-asap hitam pekat
terus keluar dari pabrik itu. Kami pun tetap melanjutkan perjalanan, dan akhirnya kami pun sampai di
desa Indah Jaya. Ternyata keindahan desa yang selama ini kita banyangkan selama perjalanan seakan
berbanding terbalik 180o dari yang kami pikirkan. Desa ini sangat kumuh, banyak warga desa yang
terserang berbagai penyakit yang disebabkan oleh limbah pabrik yang dibuang sembarangan di sungai
serta asap dari pabrik tersebut. Lalu, kepala desa menyambut kami dengan sedih akan kondisi desa
saat ini, lalu kami diajak menginap di rumah salah satu warga, Bu Santi menerima dengan senang hati
dan mengantar kami di kamar untuk beristirahat karena sudah malam. Di malam hari kami tidak bisa
tidur karena bau busuk akibat limbah pabrik juga suara berisik pabrik yang terdengar hingga kesini,
kami pun mengadakan rapat mendadak di ruang tamu. Walaupun mata kami sudah tidak kuat
menahan rasa ngantuk tetapi kami terus melanjutkan rapat kami. Irfan pun berkata, “Teman-teman,
kalian sudah melihat begitu parahnya desa ini oleh parbik itu. Bagaimana jika tugas utama kita berada
disini untuk membuat kembali desa ini indah dan bersih seperti dulu dari limbah pabrik”.

Awal
Kemana desa Indahku

Part 2

“Benar sekali, sekarang kita harus membersihkan desa ini dari limbah pabrik itu”, jawab Toni
dengan semangat. “Iya, aku tidak tega melihat warga di desa ini menderita akibat ulah pabrik itu”,
jawabku dengan marah. “Tapi bagaimana ?, bagaimana ita menghentikan pabrik itu, pabrik itu sangat
besar. Tidak mungkin kita bisa menuntut pabrik itu dengan mudah”, tanya Bunga. “Lebih baik mulai
besok kita bersama para warga bersama-sama membersihkan limbah pabrik itu, aku dan Toni akan
mengurusnya sedangkan kau dan Sinta membawa para warga yang sakit ke puskesmas terdekat”, ucap
Irfan yang masih belum yakin. “Tapi sampai kapan ?, sampai kapan kita akan membersihkan sungai
itu. Pabrik itu pasti akan terus membuang limbah sembarangan ke sungai”, sahut Bunga. “Aku belum
selesai bicara, sementara sebagian warga memberihkan sungai dan sementara yang lain membuat
tembok untu menghalang limbah terbuang ke sungai”, jawab Irfan. “Tapi jika kita membuat tembok
penghalang, maka aliran sungai juga akan berhenti”, Bunga kembali bertanya. “Kita tidak menutup
semua aliran sungai, kita membuat tembok penghalang hanya ¼ dari lebar sungai aslinya”, jawab
Irfan. “hwwuah..... bagaimana kalau bicaranya kita lanjutkan besok saja, aku sudah sangat ngantuk”,
ucap Toni. “Baiklah rapat hari ini selesai, kita lanjutkan besok”, jawab Irfan

Keesokan harinya, aku dan bunga ingin mandi dan meminta Bu Santi untuk menunjukan letak
kamar mandinya. Saat sampai di kamar mandi, kami melihat air di dalam bak mandi berwarna hijau
keruh. Kami pun bertanya pada Bu Santi, “Bu Santi, memang air di sini sampai berwarna hijau ya
bu?”. “Maaf ya neng Sinta, tapi kami dari dulu selalu memanfaatkan air sungai untuk kebutuhan
sehari-hari”, jawab Bu Santi dengan sedih. “Memang sudah berapa lama ibu menggunakan air sungai
yang tercemar limah ini?”, aku kembali bertanya. “Pabrik disini sudah berdiri kurang lebih setahun
yang lalu, tapi kalau air sungai yang tercemar baru beberapa bulan yang lalu?”, jawabnya Bu Santi.
“Memangnya warga disini tidak pernah mengadukan hal ini ke balai kota setempat?”, tanya Bunga.
“Waktu itu sudah saat air sungai kami berubah menjadi hijau tetapi dari pemerintah belum ada
jawaban”. Jawabnya sambil mengusap keringat di wajahnya. “Kalau begitu, kenapa ibu tidak membeli
air bersih dari penjual keliling saja?”, Bunga kembali bertanya. “Inginnya mah seperti itu, tapi disini
desa terpencil. Kalaupun ada penjual air keliling pasti harganya mahal, untuk makan saja kadang
kurang”. Jawab Bu Santi.

Selesai mandi kami menemuai Irfan dan Toni, ternyata mereka sedang melakukan kegiatan
kerja bakti untuk membersihkan sungai dan membuat tembok penghalang agar limbah tidak
mencemari sungai lagi. Perkerjaan kami berjalan lancar, tidak kami sangka ternyata warga sangat
antusias dalam menetralisir sungai dari limbah. Aku, Bunga dan para ibu-ibu lainnya juga ikut
membantu membuat makanan untuk para warga yang berkerja bakti. Lalu Irfan berbicara kepadaku,
“Jika warga sangat mendukung kita dalam mengembalikan desa ini seperti dulu, aku yakin kita bisa
mentralisir sungai ini dalam 1 minggu”. “Itu pasti. Tapi, aku yakin pemilik pabrik ini tidak akan diam
begitu saja”, jawabku dengan sedikit rasa cemas. “Masalah itu bisa kita pikirkan nanti setelah kerja
bakti ini selesai, oh iya..... mana minuman untukku Sinta?”, tanya Irfan sambil tersenyum lembut
terhadapku.

Seminggu kemudian, warga desa bisa kembali mendapatkan air bersih dari sungai dan warga
yang sedang sakit kondisinya mulai membaik. Sementara itu, seorang pegawai pabrik berlari menuju
suatu ruangan, “Bos, ini gawat bos. Para perkerja pabrik banyak yang sakit karena bau limbah yang
tidak terbawa arus sungai”. “Apa!, kenapa bisa limbah-limbah itu tidak terbawa arus sungai?”, tanya
sang bos. “Mungkin karena warga desa itu menutup saluran pembuangan limbah sehingga limbah
tidak hanyut terbawa arus sungai”, jawab pegawai itu dengan panik. “egggghh... (sambil memukul
meja), beraninya warga desa itu terhadap pabrikku!”, ucap bos dengan marah.

Muncul
Kemana desa Indahku : Part 3

Pagi hari ini, kami dan semua warga desa mengadakan makan bersama di rumah Bu Santi
untuk merayakan kembalinya sungai yang sekarang menjadi bersih kembali. Melihat semua warga
senang saat makan, kami juga menjadi senang. Saat aku dan Irfan sedang berbicara dengan para
warga, tiba-tiba Bapak Kepala Desa datang dan meminta Irfan untuk berbicara dengannya di suatu
tempat. “Maaf kalau saya meminta Dek Irfan untuk berbicara sebentar disini”, ucap Bapak Kepada
Desa. “Tidak juga, tapi apa yang mau bapak bicarakan dengan saya?”, ucap Irfan yang terbingung.
“Saya disini untuk memohon kepada Dek Irfan untuk tidak terlalu jauh mengurusi masalah di desa
ini”, ucapnya dengan serius. “Tapi desa ini harus bersih dari semua limbah dan asap pabrik, lalu
kenapa?”, tanya Irfan. “Kalian tidak mengerti masalah yang sebenarnya jadi bapak mohon untuk tidak
terlibat terlalu jauh dengan masalah yang ada di desa ini”, jawab bapak kepala desa sambil
meninggalkan Irfan.

Setelah berbicara dengan bapak kepala desa, aku melihat Irfan kembali dengan muka seperti
memikirkan sesuatu. Lalu aku menghampirinya dan berkata, “Irfan ada apa, apa yang kau bicarakan
dengan Bapak Kepala Desa?”. “Dia memintaku untuk tidak terlibat lebih jau tentang masalah yang
ada di desa ini”, jawabnya dengan penuh tanda tanya. “Tapi kenapa, kenapa kita tidak boleh
membantu warga di desa ini?”, tanyaku. “entahlah aku juga belum tahu, tapi sekarang tugas kita untuk
membersihkan asap pembakaran dari pabrik itu”, jawab Irfan. Tiba-tiba, sebuah mobil mewah
berwarna hitam datang dan berhenti di depan rumah Bu Santi, semua warga dan juga kami keluar
karena ingin tahu. Tiga orang mengenakan setelan jas hitam keluar dari mobil sambil bertanya kepada
warga dimana Kepala Desa. Bapak Kepala Desa pun keluar dari rumah Bu Santi dengan muka
ketakuttan. Ia pun berkata, “Oh, jadi bapak Kepala Desa disini”. “Iya, memang ada apa?”, tanya
Bapak Kepala Desa. “Saya John (sambil mengeluarkan kartu namanya), saya adalah direktur pabrik
yang berada di dekat desa ini. Saya disini ingin menyampaikan bahwa kalian jangan membuat
masalah dengan pabrik kami atau kalian akan menyesal”, jawabnya dengan mengancam.

“Memangnya kenapa?”, ucap Irfan sambil mendekati John. “Hah, kau siapa?”, tanya John.
“Aku Irfan, aku datang disini bersama teman-temanku dari kampu untuk mensurvei desa ini”, jawab
Irfan dengan serius. “Jadi kalian yang sudah membuat dinding untuk menyumbat limbah ke sungai?”,
tanya John. “Iya, kami dan warga desa sini yang membuatnya memang kaenapa?”, jawab Irfan sambil
kembali bertanya. “Aku peringatkan ya kepada kalian dan warga desa, jangan membuat masalah
dengan pabrik kami”, ulangnya. “Seharusnya kalian yang membuat masalah disini karena merusak
lingkungan didesa ini”, jawab Irfan. “Wah, memangnya kalian siapa?. Kalian hanya anak kecil yang
tidak tau apa-apa, jadi jangan ikut campur”, ucap John. “Kalian juga siapa, seenaknya membuat
parbik dan membuang limbah seenaknya ke sungai”, balas Irfan. “Hei anak muda, kami disini
mempunyai setifikat tanah dan pembuatan pabrik yang ditanda tangani langsung oleh walikota disini.
Jadi kami punya hak untuk membuang limbah disini, dan kuperingatkan kalian sekali lagi agar tidak
berurusan dengan pabrik kami atau tidak kami akan membawa ini ke pengadilan”, ucap John.
“Baiklah jika kalian ingin membawa kami ke pengadilan, kami akan menerimanya”, jawab Irfan.
“Apa (dengan muka terkejut), baiklah, kami siap menerima udangan peradilan kalian”, dengan muka
marah lau masuk ke mobil dan pergi meniggalkan rumah Bu Santi.

Di sore harinya kami mengadakan rapat mendadak. Toni yang saat itu kaget mendengar
perkataan Irfan dari Bunga bertanya kepada Irfan, “Apa kau gila Irfan, kita akan membawa kasus ini
ke pengadilan?”. “Memang kenapa?”, jawab Irfan dengan santai. “Memang kenapa, kita melawan
pabrik besar, mana mungkin kita menang?”, tanya Toni. “Kita kan punya kau, kau kan anak hukum.
Aku percaya padamu pasti kita bias menang di pengadilan nanti”, jawab Irfan sambil tersenyum.

Bertemu
Kemana desa Indahku : Part 4

“Iya juga ya, Toni kan anak hukum”, sahut Bunga. “Kalian mah kalo ngomong enak, tapi aku
belum pernah secara langsung menangani masalah”, jawab Toni yang sedikit takut. “Jangan khawatir,
jika kita menang dalam peradilan nanti Irfan akan membayar makan pagi dan siangmu selama
seminggu di kampus, iya kan Irfan”, ucapku sambil mebatap muka Irfan. “B..b…baiklah aku akan
mentraktirmu”, jawab Irfan dengan terpaksa. “Oke, kalau begitu nanti malam kita akan rapat lagi dan
aku kana menyerahkan rincian tuntutan untuk peradilan nanti, kalau begitu aku pergi duluan”, ucap
Toni sambil berlari menuju kamarnya. “Semangat sekali Toni ya”, ucap Sinta. “Memang, karena kau
Sinta, bisa-bisa aku bangkrut”, jawab Irfan yang kesal. “Tapi kan Sinta mengatakannya agar Toni
semangat, iya kan Sinta”, jawab Bunga. “Iya, tapi kau ikhlas kan Irfan?”, tanyaku. “Mau bagaimana
lagi”, jawabnya dengan muka yang masih kesal.

Di malam hari, kami kembali berkumpul untuk melanjutkan rapat tadi sore, Toni pun datang
dengan membawa selembaran kertas dan langsung diberikan kepada kami. “Wah sudah jadi,
cepatnya”, ucap Bunga dengan takjub. “Ini rincian tuntutannya, detail sekalikau Toni”, ucap Irfan.
“Pasti lah, kan kerja keras ini akan dibayar dengan makan pagi dan siang oleh Irfan”, balas Toni
sambil melirik Irfan. “Oh iya Toni, ngomong-ngomong kamu akan memulai tuntutan terhadap pabrik
kapan?”, tanyaku. “Entahlah, mungkin lusa atau Minggu depan”, jawab Toni. “Hah lusa, cepat sekali.
Apa kau ingin cepat-cepat meyelesaikan ini Toni?”, tanya Bunga. “Mungkin juga, mungkin karena
aku terlalu takut menghadapi peradilan nanti”, jawabnya dengan gemetar. “Tenang saja Toni, kita
pasti akan menang”, ucapku. “Baiklah, mungkin hari ini rapatnya sampai sini saja, ayo kita kembali”,
ucap Irfan.

Setelah rapat, kami tidur dikamar kami masing-masing, tapi aku tidak bisa tidur karena
memikirkan bagaimana keadaan desa nanti, jadi aku memutuskan untuk jalan-jalan sebentar di dekat
rumah Bu Santi. Tidak jauh dari rumah Bu Santi, aku melihat Irfan sedang duduk-duduk di balai desa.
Saat aku ingin menyapanya, tiba-tiba Bapak Kepala Desa datang di depan Irfan dan duduk bersama.
Aku yang penasaran mencoba mendekati mereka lalu bersembunyi di suatu tempat sambil
mendengarkan pembicaraan mereka. “Bapak Kepala Desa, ada apa Bapak datang kemari?”, tanya
Irfan sambil menggeser posisi duduknya. “Jangan panggil aku Bapak Kepala Desa, terlalu panjang.
Panggil saja aku Joko, saya disini Cuma mau bicara saja dengan Dek Irfan”, jawab Pak Joko sambil
duduk. “Tapi saya tidak terbiasa, tapi saya akan mencobanya”, ucap Irfan. “Dek Irfan, saya ingin
berbicara tentang peradilan nanti, apakah kalian serius akan menuntut pabrik itu?”, tanya Pak Joko.
“Iya, kami serius akan menuntutnya karena pabrik itu telah mencemari lingkungan desa dan membuat
banyak warga terserang panyakit”, jawab Irfan. “Whahaha..... (Pak Joko langsung tertawa). Jadi
kalian seriusya, kukira kalian anak kampus dari kota yang datang ke desa karena tugas hanya akan
mementingkan tugasnya saja dan tidak mempedulikan kedaan desa yang ia tinggali, tapi ternyata
kalian tidak. Baiklah, Bapak akan memberitahukan rahasia pabrik itu sebenarnya”, ucap Pak Joko.

“Rahasia pabrik sebenarnya, memangnya pabrik itu punya rahasia tersembunyi?”, Tanya
Irfan. “Iya, sebenarnya pabrik itu tidak memiliki sertifikat surat tanah dan izin bangun di desa ini,
mereka hanya menipu kalian agar kalian tidak berurusan lagi dengan pabrik itu. Sampai-sampai
mereka akan mengancam kalian ke pengadilan, tetapi mereka terkejut saat kau berani membawa kasus
ini ke pengadilan. Karena itu mereka tidak berani berkata lagi dan langsung pergi meniggalkan
kalian”, ucap Pak Joko. “Hah..... jadi seperti itu kenyataannya. Tapi kenapa bapak tidak
mengatakannya dari awal dan meminta kami untuk terlibat terlalu jauh dengan masalah di desa ini?”,
Irfan kembali bertanya. “Kalau itu, Bapak hanya menguji kalian apakah kalian tetap peduli terhadap
ligkungan di desa ini, karena sekarang jarang orang yang peduli akan keadaan lingkungannya
sendiri”, jawab Pak Joko.

Sebenarnya
Kemana desa Indahku : Part 5

Anda mungkin juga menyukai