1. Bruxism
Bruxism, atau yang sering dikenal dengan istilah kerot/ tooth grinding, adalah
mengatupkan rahang atas dan rahang bawah yang disertai dengan geinding
(mengunyahkan) gigi-gigi atas dengan gigi-gigi bawah. Bruxism adalah kebiasaan
bawah sadar (sering tidak disadari) walaupun ada juga yang melakukannya ketika tidak
tidur. Jika bruxism dilakukan dengan tekanan kerot yang keras, maka akan terjadi
kerusakan gigi yang parah dan berlangsung dalam waktu cepat.
Penyebab bruxism:
Pada beberapa individu agaknya bruxism bersifat herediter. Olkinuora
mengklasifikasikan para pelaku bruxism menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Kelompok yang kegiatan bruxismnya dikaitkan dengan kondisi stress yang dialami,
dan
2. Kelompok yang kegiatan bruxismnya tidak berhubungan dengan kondisi stress.
Dia menyimpulkan bahwa bruxism yang bersifat herediter lebih sering terjadi pada
kelompok yang tidak berkaitan dengan stress. Tapi dari berbagai pemeriksaan
psikometrik tidak ada kenyataan yang membuktikan bahwa pasien yang melakukan
bruxism mengalami gangguan keperibadian atau sakit mental atau sebagainya.
Akibat bruxism:
1. Sakit pada otot pengunyahan, sakit kepala dan sakit pada telinga.
2. Gangguan bentuk gigi, karena bruxism dapat menyebabkan mahkota gigi
menjadi pendek dan hilang nilai estetikanya, gigi menjadi sensitive, email
menipis sehingga dentin menjadi terbuka.
3. Gigi menjadi lebih sensitive terhadap dingin, tekanan dan stimulus lainnya.
4. Fraaktur gigi dan tambalan.
5. Gangguan pada sendi TMJ.
Penanggulangan bruxism:
Ada 3 macam pendekatan untuk menanggulangi pasien dengan bruxism, yaitu:
1. Pendekatan perilaku biasanya diawali oleh dokter giginya melalui penjelasan
dan menyadarkan pasien akibat kebiasaan yang dilakukannya. Dapat pula
dianjurkan pada pasien untuk mendapatkan terapi perilaku yang spesifik seperti
hypnosis, biofeedback dan semacamnya.
2. Pendekatan secara emosional dapat diawali dengan cara bimbingan psikologi.
Hal ini bertujuan agar pasien dapat mengelola stressnya.
3. Pendekatan interseptif meliputi menawarkan peralatan night guard/bite guard
(splint stabilisasi maksila) untuk melindungi permukaan gigi dan untuk
mengurangi atau untuk menyebarkan tekanan yang terbentuk di system
musculoskeletal akibat bruxism.
Jika pada bruxism pasien mengunyahkan gigi-giginya disaat tidak sedang tidur,
pada clenching, pasien mengintakkan gigi-giginya sambil mengatupkan kedua
rahangnya secara terus menerus atau intermiten dengan tekanan vertical. Keausan
oklusal mungkin tidak begitu berarti, tapi efek yang ditimbulkan pada pasien yang
mempunyai kebiasaan clenching lebih berupa penebalan ligament periodontal, rasa
lelah pada otot pengunyahan, rasa sakit sendi pada TMJ.
Kebiasaan parafungsi lain yang tidak berkaitan dengan pekerjaan misalnya
merokok dengan pipa, menggigit pensil atau kuku dapat mengakibatkan keausan pada
jaringan gigi.
Berbagai kebiasaan yang berdampak buruk bukan disebabkan karena stress emosi
(neurosis) maupun karena pekerjaan seseorang dikelompokkan kedalam satu kelompok
khusus yang temasuk miscellaneous habits.
Merokok
Hubungan antara merokok dengan kesehatan mulut perlu diperhatikan dengan
ditemukannya pengaruh merokok yang meliputi: kanker mulut, timbulnya lesi-lesi
prekanker seperti leukoplak, meningkatnya keparahan dan meluasnya penyakit jaringan
periodontal dan sulitnya penyembuhan luka (Allard dkk, 1999). Penggunaan tembakau
ternyata tidak terbatas pada kegiatan merokok, tetapi banyak dikerjakan sebagai
kebiasaan yang menyangkut budaya/ kultur suatu masyarakat, misalnya mengunyah
tembakau, menyirih, yang juga berkaitan dengan kisaran berbagai penyakit mulut.
Novia, Rosalia. 2013. Kebiasaan Buruk Dalam Rongga Mulut. https://.Academia. edu/10
496278/Kebiasaan_Buruk_Dalam_Rongga_Mulut. Diakses pada tanggal 15 Juni 2019.
Pukul 14:45.