Anda di halaman 1dari 31

ANATOMI KOMPARASI SKELET EKSTREMITAS

BADAK KALIMANTAN (Dicerorhinus sumatrensis harrissoni)


DENGAN BADAK SUMATERA (Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis)

REZA PRATAMA BAJA PUTRA

DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Anatomi


Komparasi Skelet Ekstremitas Badak Kalimantan (Dicerorhinus sumatrensis
harrissoni) dengan Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis)
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September2018

Reza Pratama Baja Putra


NIM B04140185
ABSTRAK
REZA PRATAMA BAJA PUTRA. Anatomi Komparasi Skelet Ekstremitas Badak
Kalimantan (Dicerorhinus sumatrensis harrissoni) dengan Badak Sumatera
(Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis). Dibimbing oleh NURHIDAYAT dan EVA
HARLINA.

Badak kalimantan dan badak sumatera merupakan hewan langka yang berasal
dari famili Rhinocerotidae. Kedua hewan ini dikategorikan sebagai hewan yang
terancam punah akibat penurunan populasi 80% selama tiga periode. Penelitian ini
bertujuan mempelajari perbandingan skelet ekstremitas badak kalimantan dan badak
sumatera serta kaitannya terhadap perilaku kesehariannya. Penelitian ini
menggunakan skelet ekstremitas badak kalimantan dan badak sumatera yang sudah
dikeringkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa badak kalimantan memiliki
struktur skelet yang lebih pendek dibandingkan pada badak sumatera.Tuber spinae
scapulae pada kaki depan badak kalimantan relatif menjulur ke caudolateral
dibandingkan pada badak sumatera. Spatium interosseum pada kaki depan dan
belakang badak kalimantan relatif lebar dibandingkan pada badak sumatera. Struktur
digit kaki depan dan belakang badak kalimantan relatif menjulur ke
craniolateralyang diduga dapat membantu badak kalimantan berjalan di kondisi
tanah yang relatif basah dibandingkan pada badak sumatera.

ABSTRACT

REZA PRATAMA BAJA PUTRA. Comparative Anatomy of Bornean Rhinoceros


(Dicerorhinus sumatrensis harrissoni) and Sumatran Rhinoceros (Dicerorhinus
sumatrensis sumatrensis).Supervised by NURHIDAYAT and EVA HARLINA.
Bornean rhinoceros and sumatran rhinoceros are rare members of the family
Rhinocerotidae. They are enlisted as critically endangered species due to very severe
declines of greater than 80% over three generations. This research was aimed to
study the anatomical comparativeextremity skeletonsof bornean rhinoceros and
sumatran rhinoceros and the relation on its daily behaviour. This research used the
bornean rhinoceros’ and sumatran rhinoceros’ extremityskeletons.The results
showed that bornean rhinoceros extremity skeletons were smaller than the sumatran
rhinoceros’. Tuber spinae scapulae on bornean rhinoceros’ forelimb was much
relatively protruded to the caudolateral side rather than on sumantran rhinoceros.
Spatium interosseum on bornean rhinoceros’ forelimbs and hindlimbs was much
wider than the one on sumatran rhinoceros’. Bornean rhinoceros’ digits were much
protruded to the craniolateral which give it a better movement on a wetland surface
rather than Sumatran rhinoceros.

Keywords: anatomy, bornean rhinoceros, extremity, skeletons, sumatran rhinoceros


ANATOMI KOMPARASI SKELET EKSTREMITAS
BADAK KALIMANTAN (Dicerorhinus sumatrensis harrissoni)
DENGAN BADAK SUMATERA (Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis)

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
Judul Skripsi : Anatomi Komparasi Skelet Ekstremitas Badak Kalimantan
(Dicerorhinus sumatrensis harrissoni) dengan Badak Sumatera
(Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis)
Nama : Reza Pratama Baja Putra
NIM : B04140185

Disetujui oleh

Dr. Drh. Nurhidayat, M.S,PAVet Dr. Drh. Eva Harlina, M.Si, APVet
Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof. Drh. Agus Setiyono, M.S, Ph.D, APVet


Wakil Dekan Akademik dan Kemahasiswaan FKH-IPB

Tanggal Pengesahan:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini telah selesai. Penelitian mengenai Anatomi
Komparasi Skelet Ekstremitas Badak Kalimantan dengan Badak Sumatera
dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Juli 2018. Terima kasih penulis ucapkan
kepada:
1. Dr Drh Nurhidayat, MS, PAVet dan Dr Drh Eva Harlina, MSi, APVet selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan nasihat
selama penelitian dan penyusunan skripsi.
2. Keluarga besar Laboratorium Anatomi: Dr Drh Heru Setijanto, PAVet (K),
Prof Dr Drh Srihadi Agungpriyono, PAVet (K), Dr Drh Savitri Novelina, MSi,
PAVet, Dr Drh Chairun Nisa, MSi, PAVet, Drh Supratikno, MSi, PAVet, Drh
Danang Dwi Cahyadi, MSi, Pak Holid, dan Mas Bayu yang telah banyak
membantu penulis dalam penelitian.
3. Tim peneliti Badak Kalimantan dibawah pengawasan Drh Muhammad Agil,
MSc, PhD.
4. Tamsil Sa’i dan Arik Yuliani sebagai ayah dan ibu, dan Astaria Cordelia
sebagai adik.
5. Teman-teman kelompok penelitian, Deanty Chairunissa dan Ng Yuen-Yi.
6. Keluarga besar ACINONYX 51 dan teman-teman seperjuangan asisten
anatomi serta tidak lupa keluarga besar BBQue yang selalu setia memberikan
dukungan dan semangat.
Penulis sadar tulisan ini sangat jauh dari kesempurnaan, semoga karya ilmiah ini
bermanfaat untuk ilmu pengetahuan.

Bogor, September 2018

Reza Pratama Baja Putra


DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Biologi Badak Sumatera dan Badak Kalimantan 3
Morfologi Badak 3
Habitat dan Perilaku Alamiah 3
Perbandingan Struktur Tulang Penyusun
Kaki Depan dan Kaki Belakang Perissodactyla 3
METODE 5
Waktu dan Tempat Penelitian 5
Bahan dan Alat 5
Metode Penelitian 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Hasil 6
Pembahasan 16
SIMPULAN DAN SARAN 19
DAFTAR PUSTAKA 20
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Morfologi os scapula pada badak kalimantan (A) dan


badak sumatera (B) 7
Gambar 2 Morfologi os humerus pada badak kalimantan (A) dan
badak sumatera (B) 8
Gambar 3 Morfologi skeleton antebrachii pada badak kalimantan (A)
dan badak sumatera (B) 9
Gambar 4 Morfologi skeleton manus pada badak kalimantan (A) dan
badak sumatera (B) 10
Gambar 5 Morfologi os coxaepada badak kalimantan (A) dan
badak sumatera (B) 12
Gambar 6 Morfologi skeleton femoris pada badak kalimantan (A) dan
badak sumatera (B) 13
Gambar 7 Morfologi skeleton cruris pada badak kalimantan (A) dan
badak sumatera (B) 14
Gambar 8 Morfologi skeleton pedis pada badak kalimantan (A) dan
badak sumatera (B) 15
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Badak kalimantan (Dicerorhinus sumatrensis harrissoni)dan badak sumatera


(Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis) merupakan herbivora yang termasuk ke
dalam ordo Perissodactyla dan famili Rhinocerotidae. Kedua badak tersebut termasuk
satwa langka yang dilindungi dan telah dinyatakan sebagai salah satu dari 12 hewan
dengan kategori kritis di dunia (Mitteirmeir et al. 1997). Sekitar 10 tahun terakhir,
angka penurunan populasi badak sumatera telah mencapai 50%. Populasi badak
sumatera yang ada di Taman Nasional Gunung Lauser dan Bukit Barisan,
diperkirakan tersisa sekitar 250 sampai 300 ekor (Antara 2008). Akibat dari
penurunan populasi tersebut menyebabkan badak kalimantan dan badak sumatera
dimasukkan ke dalam Red Listoleh International Union for Conservation of Nature
(IUCN) pada tahun 2008 (IUCN 2012). Oleh karena itu, upaya perlindungan dan
pelestarian hewan ini telah banyak dilakukan pemerintah bersama masyarakat yang
telah diatur di dalam Undang-Undang No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Pemerintah No.7/1999 tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Badak kalimantan dan badak sumatera termasuk ke dalam kelompok ungulata,
yaitu hewan yang menggunakan kukunya untuk menumpu ketika bergerak dengan
digit ketiga sebagai poros tungkai untuk menyangga tubuh (Van Hoeve 2003). Kedua
hewan tersebut memiliki tiga jari dengan digit ketiga yang paling berkembang,
sedangkan digit kedua dan keempat berukuran relatif lebih kecil (De Blasé dan
Martin 1981). Selain itu, struktur footpad atau bantalan kaki pada kedua badak
berperan dalam mendistribusikan jumlah gaya ke setiap digitnya ketika menumpu
(Hutchinsons 2012).
Distribusi badak sumatera diduga dimulai dari timur India, Myanmar, Thailand,
Vietnam, Cina, lalu ke selatan menuju Malaysia, Pulau Sumatera, dan Kalimantan.
Badak kalimantan berhabitat di Sabah, Serawak, dan beberapa individu yang ada di
Kalimantan (Rabinowitz 2002). Menurut Baroux et al. (1998), Pulau Sumatera,
Kalimantan, dan Jawa pernah sempat menyatu pada zaman Pleistocene dan mulai
memisah pada 20000 sampai 10000 tahun sebelum masehi membentuk dangkalan
sunda (Sunda Plate) akibat pergeseran lempengan bumi. Pemisahan pulau tersebut
dapat mengakibatkan kepunahan populasi badak yang menyebar di sekitar area
tersebut serta memungkinkan adanya perubahan perilaku dan adaptasi badak di
kondisi lingkungan yang baru.Pemisahan pulau tersebut dapat mengakibatkan
kepunahan populasi badak yang menyebar di sekitar area tersebut serta
memungkinkan adanya perubahan perilaku dan adaptasi badak di kondisi lingkungan
yang baru.
Perbedaan kondisi geografis dapat memengaruhi morfologi skelet ekstremitas
badak kalimantan dan badak sumatera terkait dengan adaptasi dan perilaku
kesehariannya, seperti berjalan, berlari, berkubang, kawin, dan mendaki (Van Strien
1974). Kondisi topografi di Pulau Kalimantan relatif landai dan berlumpur
2

dibandingkan di Pulau Sumatera yang relatif terjal dan keras sehingga diduga badak
kalimantan memiliki skelet yang lebih pendek dibandingkan badak sumatera.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mempelajari perbandingan karakteristik struktur skelet


badak kalimantan dengan badak sumatera pada bagian ekstremitas dan dikaitkan
dengan adaptasi terhadap habitat dan perilaku kesehariannya.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai


perbandingan anatomi badak, menjadi dasar dalam mempelajari fisiologi, perilaku
alamiah, dan adaptasi badak terhadap lingkungan sekitarnya serta menjadi petunjuk
dalam upaya pengendalian badak dengan asas kesejahteraan hewan.

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Badak Sumatera dan Kalimantan

Badak Sumatera merupakan hewan herbivora dengan klasifikasi sebagai


berikut (IUCN 2012):
Kelas : Mamalia
Ordo : Perissodactyla
Family : Rhinocerotidae
Genus :Dicerorhinus
Spesies : Dicerorhinus sumatrensis
Menurut Van Strien (1974), Dicerorhinus sumatrensis memiliki 3 subspesies,
yaitu Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis tersebar di Sumatera dan Semenanjung
Malaya, lalu Dicerorhinus sumatrensis horrissoni yang ditemukan di Kalimantan,
dan Dicerorhinus sumatrensis lasiotis yang daerah distribusinya meliputi Burma
Selatan sampai Asia dan Pakistan. Subspesies yang terakhir, yaitu Dicerorhinus
sumatrensis lasiotis dianggap telah punah sehingga hanya tersisa dua subspesies
yang masih bertahan hidup sampai saat ini (IRF 2002).

Morfologi

Badak sumatera merupakan badak terkecil di antara seluruh spesies badak


dengan berat mencapai 800 kg, tinggi badan 1.2 – 1.5 m, dan panjang badan 2.5 –
3

3.15 m. Tubuhnya ditutupi oleh rambut-rambut kecil yang kaku (Grzimek 2003).
Badak sumatera jantan memiliki tinggi badan 1.2 – 1.37 m, sedangkan badak
sumatera betina memiliki tinggi sekitar 1.2 – 1.44 m (Van Strien 1974; IRF 2002).
Hewan ini memiliki dua cula berbentuk kerucut yang terdapat pada permukaan
tulang hidung (os nasale) dan tulang kepala depan (os frontale). Panjang cula nasalis
biasanya berkisar antara 25-80 cm, sedangkan cula frontalis relatif pendek dan tidak
lebih dari 10 cm. Berat badan dari hewan ini diperkirakan berkisar antara 600 – 950
kg (WWF 2014).

Habitat dan Perilaku Alamiah

Badak sumatera hidup soliter, kecuali pada saat musim kawin dan masa sapih
(Wilson dan Mittermeier 2011). Badak ini berhabitat di hutan hujan tropis, hutan di
pegunungan, dan perbukitan yang tidak jauh dari sumber air (Nowak 1999). Djuri
(2009) menyatakan bahwa badak sumatera berhabitat pada daerah rawa sampai
dengan daerah pegunungan yang tinggi. Jenis makanan yang disukai badak sumatera
ditemukan di daerah perbukitan. Hewan ini sering merobohkan pepohonan untuk
mendapatkan dedaunan dengan mudah. Perilaku ini didukung oleh skelet kepala
yang kokoh serta skelet kaki yang kompak, kokoh, dan relatif pendek (Aptriana
2009).
Badak sumatera memiliki empat aktivitas utama, yaitu berjalan, berkubang,
makan, dan kawin. Hewan ini memiliki pola perilaku yang berbeda dibandingkan
dengan satwa lainnya. Hal ini terkait dengan fungsi anatomis dan kebutuhan
fisiologis tubuhnya yang memengaruhi pola perilaku kesehariannya (Grzimek 2003).
Hewan ini dapat dengan mudah berjalan menembus pepohonan yang lebat, keras,
dan berduri (Van Strien 1974). Badak akan bergerak berpindah tempat mencari
lokasi baru untuk mendapatkan makanan atau berpindah tempat bila ia merasa
terganggu dan cuaca yang cenderung fluktuatif (Van Strien 1974).

Perbandingan Struktur Tulang Penyusun Kaki Depan dan Kaki


Belakang Perissodactyla

Skelet tungkai kaki depan badak sumatera tersusun oleh cingulum


membrithoracici (os scapula), skeleton brachii (os humerus), skeleton antebrachii
(os radius dan os ulna) dan skeleton manus (ossa carpi, ossa metacarpalia, dan ossa
digitorum manus) (Nurhidayat et al. 2015). Pada hewan piara, os scapula menjadi
tempat pertautan otot-otot gelang bahu, sedangkan os humerus dan ossaradius-ulna
menjadi lokasi insersio otot-otot lengan atas dan bawah (Getty 1975).
Os humerus memiliki sebuah corpus dan dua ekstrimitas yaitu extremitas
proximalis dan distalis. Ujung dari ekstremitas ini dapat terlihat bagian condylus
humeri lateralis et medialis yang dimargo lateral-nya memiliki suatu bungkul, yaitu
epicondylus lateralis et medialis. Pada bagian proximal epicondylus lateralis
terdapat peninggian tajamyang disebut crista epicondylus lateralis. Bagian distal dari
4

permukaanos humerus terdapat fossa radialis yang dangkal dan kasar, sedangkan di
bagianvolar terdapat fossa olecrani yang sangat cekung dan mengadakan persendian
dengan tuber olecrani (Nurhidayat et al. 2015).
Skeleton antebrachii terdiri atas os radius dan os ulna. Os radius Badak
Sumatera relatif lebih kecil dan pendek dibandingkan os ulna. Kedua tulang ini
dipisahkan oleh suatu lekah yaitu spatium interosseumantebrachii, berbeda pada
kuda dan ruminansia yang memiliki os radius dan ulnamenyatu (Getty 1975). Os
radius memiliki corpus radii dan dua ekstremitates, yaitu extremitates proximalis et
distalis, serta memiliki dua permukaan, yaitu faciescranialis et caudalis. Os ulna
memiliki penjuluran di extremitas proximalis kearah caudal yang disebut olecranon
(Nurhidayat et al. 2015).
Menurut WAVA (2017), ossa membri pelvini terdiri dari beberapa bagian yaitu
cingulum membri pelvini (gelang panggul), skeleton femoris (daerah paha), skeleton
cruris (daerah kaki bawah) dan skeleton pedis (tulang telapak kakibelakang). Pada
kuda, ossa membri pelvini berfungsi sebagai pendorong saat berjalan dan berlari
(Dyce et al. 2010). Oleh karena itu, otot-otot kaki belakang kuda lebih subur dan
kuat dari otot kaki muka. Persendian di kaki belakang dapat lebih bebas begerak
seperti gerakan mempertahankan diri, menggaruk kulit dan sebagainya. Kaki
belakang sebagai tenaga pendorong disalurkan melalui pelvis ke sumbu badan
(collumna vertebralis). Sudut antara collumnavertebralis dan os ilium harus sekecil
mungkin sehingga penyaluran tenaga darikaki belakang ke sumbu badan dapat
berlangsung efektif (Soesetiadi 1977a).
Kaki belakang terhubung langsung dengan sistem persendian sacroiliaca dan
ordo Perissodactyla menggunakan kaki belakang sebagai lokomosi utama (Colville
dan Bassert 2002). Hal ini didukung dengan bentuk os ilium yang relatif lebar dan
besarserta posisinya yang relatif vertikal (Young 1981). Pada ruminansia, ala ossis
ilii relatif horizontal dibandingkan pada hewan karnivora yang posisinya relatif
vertikal. Pada os pubis, terdapat acetabulum dan dua foramen obturatum yang
menyerupai lubang besar (Colville dan Bassert 2002).
Tulang paha atau skeleton femoris dibentuk oleh os femoris dan os patella
yang berbentuk bidang layang-layang, sedangkan skeleton cruris dibentuk oleh ossa
tibia et fibula yang pada kuda dan sapi os fibula-nya relatif kecil dan hanya bertaut di
proximoplantar os tibia. Pada babi dan anjing, os fibula relatif panjang dan terpisah
sempurna dari os tibia turut membentuk spatium interosseum cruris (Getty 1975).
Celah ini membantu hewan tersebut untuk menggerakkan telapak kaki lebih fleksibel
(Colville dan Bassert 2002).
Skeleton pedis dibentuk oleh ossa tarsi, ossa metatarsalia, dan ossa digitorum
pedis (WAVA 2017). Badak sumatera memiliki 7 buah ossa tarsi (Lestari 2009).
Selain itu, hewan karnivora dan babi memiliki 7 ossa tarsi (Getty 1975), ruminansia
memiliki 7 ossa tarsi (Getty 1975), dan kuda memiliki 6 ossa tarsi (Akers dan
Denbow 2008).Ossa metatarsalia dan ossa digitorum pedis merupakan tulang-tulang
penyusun telapak dan tulang jari kaki belakang (Colville dan Bassert 2002). Os
metatarsale I pada karnivora relatif rudimenter sehingga seolah terlihat memilki 4 jari.
5

Pada ruminansia, ossa metatarsale I et V relatif rudimenter dan os metatarsale II


yang relatif kecil. Pada kuda, os metatarsale yang berkembang hanya os metatarsale
III (Colville dan Bassert 2002). Ossa digitorum pedis badak sumatera terdiri dari
Sembilan tulang yang tersusun tiga baris (Lestari 2009).

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Februari sampai dengan Juli 2018
bertempat di Laboratorium Riset Anatomi, Bagian Anatomi, Histologi, dan
Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Penelitian ini menggunakan satu set preparat tulang kaki depan dan kaki
belakang badak kalimantan betina yang berasal dari Kutai, Kalimantan Timur dan
badak sumaterabetina yang berasal dari sumbangan Yayasan Suaka Rhino Sumatera
(YSRS). Set preparat skelet kaki depan terdiri dari os scapula, os humerus, os radius,
os ulna, ossa carpi, ossa metacarpalia, dan ossa digitorum manus. Set untuk kaki
belakang terdiri dari os coxae, os femoris, os patella, os tibia, os fibula, ossa tarsi,
dan ossa digitorum pedis. Peralatan yang digunakan adalah alat tulis, kamera digital,
dan lem tembak.

Metode

Penelitian mulai dilakukan dengan mengamati dan mempelajari morfologi


setiap bagian ekstremitas badak kalimantan dan badak sumatera. Parameter yang
diamati adalah bentuk umum, ciri khas pada bagian skelet tertentu, pengukuran skelet,
serta komparasi terhadap skelet badak kalimantan dan skelet badak sumatera.
Preparat dilakukan radiografi terhadap bagian ekstremitas dan dilakukan pemotretan
dengan menggunakan kamera digital Canon®EOS700D. Hasil foto diolah dengan
menggunakan software Adobe®Photoshop. Skelet tersebut dianalisis secara deskriptif
komparatif mulai dari karakteristik anatominya dan membandingkan skelet dari
kedua subspesies badak tersebut serta dikaitkan dengan adaptasi terhadap habitat dan
perilaku kesehariannya.
6

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Skelet badak kalimantan dan badak sumatera memiliki karakteristik struktur
skelet yang kokoh dan kompak. Skeleton appendiculare pada kedua badak terdiri dari
ossa membri thoracici et pelvini. Ossa membri thoracici terdiri dari os scapula, os
humerus, os radius, os ulna, ossa carpi, ossa metacarpalia, dan ossa digitorum
manus. Ossa membri pelvini terdiri dari os coxae, os femoris, os tibia, os fibula, ossa
tarsi, ossa metatarsalia, dan ossa digitorum pedis.
Cingulum membri thoracici pada badak kalimantan dan badak sumatera
dibentuk oleh os scapula yang kokoh dan kompak. Tulang ini menyerupai kipas besar
dan lebar serta memiliki panjang 32.4 cm dan lebar 16.9 cm pada badak kalimantan
(1A), sedangkan pada badak sumatera tulang ini memiliki ukuran yang lebih panjang,
yaitu panjang 36.7 cm dan lebar 20.6 cm (1B). Facieslateralis dibagi dua oleh suatu
peninggian, yaitu spina scapulae. Selain itu, spina scapulae pada kedua hewan ini
(1A3 dan 1B3)ditemukan tuber spinae scapulae (1A4 dan 1B4). Bungkul inimenjulur
lebih ke caudolateral pada badak kalimantan dibandingkan pada badak sumatera yang
menjulur ke lateral.
Faciesmedialis dari tulang ini pada kedua badak ditemukan facies serrata
dengan permukaan yang kasar dan bergerigi serta fossa subscapularis dengan
permukaan halus dan bergelombang. Facies serrata pada badak kalimantan (1A7)
tampak lebih kasar dibandingkan pada badak sumatera (1B7). Selain itu, ditemukan
jejak syaraf di permukaan facies serrata.
Angulusventralis dari tulang ini pada badak kalimantan dan badak sumatera
terdapat cavitas glenoidalis yang akan bersendi dengan caput humeri dari os humerus
serta lekukan tersebut tampak relatif lebih bulat dan dalam pada badak kalimantan
(1A9) dibandingkan pada badak sumatera (1B9). Selain itu, bagian medial dari tulang
ini terdapat sebuah penjuluran kecil yang mirip seperti paruh gagak, yaitu processus
coracoideus. Penjuluran ini relatif subur pada badak kalimantan (1A6) dibandingkan
pada badak sumatera (1B6).
Skeleton brachii pada badak kalimantan dan badak sumatera dibentuk oleh os
humerus yang relatif kokoh dan pendek. Os humerus pada badak kalimantan (2A)
relatif lebih pendek dibandingkan pada badak sumatera (2B) yang masing-masing
berukuran 30.9 cm dan 33.2 cm.
Extremitas proximalis terdapat beberapa bungkul besar, yaitu tuberculum
humeri majus pars cranialis et caudalis, tuberculum humeri minus, dan tuberositas
deltoidea tanpa tuberculum intermedialis. Kedua hewan ini memiliki sulcus
intertubercularis (2A8 dan 2B8) yangrelatif lebih lebar dan luas serta alur yang licin.
7

Badan atau corpus dari tulang ini ditemukan sulcus musculi brachialis (2A7
dan 2B7) berupa lekukan yang berjalan miring dengan aspek halus dan licin. Lekukan
ini relatif lebih dalam pada badak kalimantan dibandingkan pada badak sumatera.
Selain itu, pada margo lateral,di distal crista humeri (2A6 dan 2B6) terdapat
tuberositas deltoidea dan relatif lebih pendek pada badak kalimantan (2A5)
dibandingkan pada badak sumatera (2B5).
A B

2 2

3
1 1
3
4 4

5 5

A B

7 7

8 8

5 5
9 6 9 6
8

Gambar 1 Morfologi os scapula pada badak kalimantan (A) dan badak sumatera (B)
1. Fossa supraspinata;2. Fossa infraspinata;3. Spina scapulae;4. Tuber spinae
scapulae; 5. Tuberculum supraglenoidale;6. Processus coracoideus;7. Facies serrata;8.
Fossa subscapularis; 9. Cavitas glenoidalis.(Bar: 3 cm)

A 3 B A 2 3 B
4 4 3 3
2 1
8 8 1

6 6

5
5 9 5
5 9
7
7

15 15 15
11 15 10
11 10
14 14
12 12 13 13

A1 B1
2 2
4

4 8
8

Gambar 2 Morfologi os humerus pada badak kalimantan (A) dan badak sumatera (B)
Inset: A1: Extremitas proximalis os humerus badak kalimantan
B1: Extremitas proximalis os humerus badak sumatera
1. Caput humeri; 2. Tuberculum majus pars cranialis;3. Tuberculum majus pars caudalis;4.
Tuberculum minus;5. Tuberositas deltoidei;6. Crista humeri; 7. Sulcus m. brachialis; 8.
Sulcus intertubercularis; 9. Tuberositas teres major;10. Fossa olecrani;11. Fossa
radialis;12. Condylus humeri lateralis et medialis;13. Epicondylus lateralis;14.
Epicondylus medialis;15. Crista epicondylus lateralis. (Bar: 2cm)

Skeletonantebrachii pada badak kalimantan dan badak sumatera terdiri dari os


radius dan os ulna. Os radius pada badak kalimantan memiliki panjang 26.8 cm,
sedangkan os radius badak sumatera, yaitu 27.6 cm. Os radius relatif lebih kecil dan
9

pendek dibandingkan dengan os ulna. Panjang os ulna pada badak kalimantan


berukuran 33.9 cm dibandingkan pada badak sumatera yang panjangnya 37.2 cm.
Kedua tulang ini dipisah oleh suatu celah, yaitu spatium interosseum antebrachii(3A1
dan 3A2) yang membentang dari proksimal ke sepertiga distal ossa radius-ulna.
Celah ini tampak lebih luas pada badak kalimantan dibandingkan dengan badak
sumatera.
A B A B
3 3
2 4 2
2 4 4 2
4
5
7 5 6
cvc
7 6
v

b 1 b b b
1

a
a a a

8 8 8 8

Gambar 3 Morfologi skeleton antebrachii pada badak kalimantan (A) dan badak
sumatera (B)
a. Os radius;b. Os ulna;1. Spatium interosseum antebrachii;2. Olecranon;3. Tuber
olecrani;4. Processus anconeus;5. Incisura trochlearis;6. Fovea capitis radii; 7.
Tuberositas radii;8. Processus styloideus.(Bar: 2 cm)

Extremitas proximalisos radius terdapat tuberositas radii di dorsomedial


dengan permukaan yang kasar. Pada extremitas distalis,ditemukan processus
styloideus yang relatif pendek pada badak kalimantan dibandingkan pada badak
sumatera. Os ulna pada kedua badak tidak menyatu dengan os radius, tetapi
mengadakan persendian di facies caudalis dari os radius. Extremitas proximalis dari
os ulna pada badak kalimantan dan sumatera memiliki olecranon dan bungkulnya,
yaitu tuber olecrani. Ujung proksimal dari tulang ini ditemukan processus anconeus
yang subur dan runcing ke cranial dan di distalnya terdapat incisura trochlearis atau
semilunaris berupa lekukan berbentuk setengah lingkaran. Lekukan tersebut pada
badak kalimantan memiliki lekukan yang lebih lebar dibandingkan pada badak
sumatera. Lekukan ini beserta fovea capitis radii dari os radius akan bersendi dengan
10

condylus humeri dari os humerus. Extremitas distalis dari ossa radius-ulna akan
bersendi dengan ossa carpi.
Ossa carpi pada badak kalimantan dan badak sumatera terdiri dari delapan
buah tulang dengan dua baris, yaitu baris proksimal yang terdiri dari os carpi radiale,
os carpi intermedium, os carpi ulnare, dan os carpi accessorium, dan baris distal
yang terdiri dari os carpale I, os carpale II, os carpale III, dan os carpale IV et
V.Pada kedua badak, os carpale I et II terpisah, sedangkan os carpale IV et V bersatu
dan menjulur ke caudoventral.Ossa phalanges pada badak kalimantan dan sumatera
terdiri dari tiga buah ossa digitorum manus, yaitu os phalanx proximalis, os phalanx
media, dan os phalanx distalis. Panjang masing-masing digit II, III, dan IV pada
badak kalimantan secara berurutan adalah 6.2 cm, 7 cm cm, dan 6.1 cm, sedangkan
pada badak sumatera masing-masing memiliki panjang 7.0 cm, 7.9 cm, dan 7.3 cm.
Digit IV pada badak kalimantan relatif melebar ke craniolateral dibandingkan pada
badak sumatera.

A B

3
1 3
2 1 2
a
a
4 6 4 6
5 5

7 9 7
8 8 9

b b

A B
11 11
11 11 11
11
12 12
12 12 12 12
13 13
13 13 13
13
d f
d e f
e
11

Gambar 4 Morfologi skeleton manus badak kalimantan (A) dan badak sumatera(B)
a. Ossa carpi;b. Ossa metacarpalia;c. Ossa digitorum manus;d. Digit I; e. Digit III;
f. Digit IV;1. Os carpi radiale;2. Os carpi intermedium;3. Os carpi ulnare; 4. Os carpale
II;5. Os carpale III;6. Os carpale IV;7. Os metacarpale II;8. Os metacarpale III;9. Os
metacarpale IV; 10. Os metacarpale V;11. Os phalanx proximalis;12. Os phalanx
media;13. Os phalanx distalis.(Bar: 2 cm)
Cingulum membri pelvini pada badak kalimantan dan badak sumatera
dibentuk oleh os coxae (5Aa dan 5Ba) yang relatif besar dan kokoh serta menyatu
pada symphysis pelvina yang berupa rigi dengan aspek halus. Tulang ini dibentuk
oleh os ilium, os ischii, dan os pubis. Ketiga tulang ini membentuk pertautan di
acetabulum. Acetabulum pada badak kalimantan relatif lebih dalam (5A4)
dibandingkan pada badak sumatera (5B4). Acetabulum ini akan mengadakan
persendian dengan os femoris.
Bagian cranial dari os ilium terdapat ala ossis ilii (5A2 dan 5B2) yang lebar
menyerupai sayapdan relatif lebih panjang pada badak kalimantan dibandingkan pada
badak sumatera. Selain itu, ditemukan dua bungkul, yaitu tuber sacrale (5A3 dan
5B3) dan tuber coxae (5A1 dan 5B1) yang masing-masing menghadap ke
dorsomedial dan ke lateral. Tuber sacrale ini relatif lebih menjulur ke dorsal pada
badak kalimantan dibandingkan pada badak sumatera. Selain itu, tuber coxae pada
kedua badak terbagi menjadi dua. Os pubis pada kedua badak terletak di medial dan
membentuk sisi cranial pada dasar ruang pelvis. Margo anterior pada kedua badak
ditemukan pecten ossis pubis yang berupa penebalan di tengahnya yang tampak
relatif datar pada badak kalimantan dibandingkan pada badak sumatera. Margo
posterior pada kedua badak ditemukan foramen obturatum(5A11 dan 5B11) yang
terletak di antara os pubis dan os ischii. Lubang ini pada badak kalimantan relatif
lebih kecil dibandingkan pada badak sumatera.
Os ischii pada kedua badak terletak paling caudal dari os coxae. Facies pelvina
pada kedua badak memiliki struktur yang konkaf dan permukaan yang halus dan licin.
Facies ventralis pada kedua badak memiliki permukaan yang relatif kasar. Margo
cranialis merupakan tepi caudal dari foramen obturatum. Margo caudalis pada kedua
badak memiliki struktur yang tebal dan kasar. Tepi ini mengarah ke craniomedial
membentuk arcus ischiadicus (5A9 dan 5B9)dengan tepi yang lain. Lengkungan ini
relatif lebih lebar pada badak kalimantan dibandingkan pada badak sumatera. Selain
itu, margo posterior dari os ischiiditemukan tuber ischiadicum (5A8 dan 5B8)yang
pada badak kalimantan hanya bercabang dua, tetapi pada badak sumatera bungkul ini
bercabang tiga.
Skeleton femoris pada badak kalimantan dan badak sumatera dibentuk oleh os
femoris dan os patella.Os femoris pada badak kalimantan (8Aa)berukuran 35.8 cm,
sedangkan pada badak sumatera (8Ba) berukuran 38.2 cm. Os femoris pada kedua
badak memiliki trochanter major (8A3 dan 8B3)yang kurang subur sehingga celah
caput ossis femoris relatif dangkal dan sempit.Pada extremitas proximalis, caput
femoris memiliki bentuk yang bulat dan relatif lebih kecil pada badak kalimantan.Di
lateral-nya, ditemukan trochanter major dengan permukaan kasar serta berukuran
relatif lebih pendek pada badak kalimantan (8A3) dibandingkan pada badak sumatera
12

(8B3). Pada margo medialis dari corpus ossis femoris, terdapat trochanter minor
(8A4 dan 8B4)yang memiliki permukaan kasar dan memanjang ke medial. Bungkul
ini pada badak kalimantan relatif lebih pendek dibandingkan pada badak sumatera.
Margo lateral dari corpus ossis femoris pada kedua badak terdapat trochanter tertius
(8A5 dan 8B5)yang menyerupai kubus dengan sisi yang menjulur ke lateral. Bungkul
ini pada badak kalimantan tampak relatif lebih pendek dibandingkan pada badak
sumatera.

A B

a 3 2

1 1
7

c
9 8

A B

6 5
11

4
4

Gambar 5Morfologios coxae pada badak kalimantan (A) dan badak sumatera (B)
a. Os ilium;b. Os ischii;c. Os pubis;1. Tuber coxae;2. Ala ossis ilii;3. Tuber sacrale;4.
Acetabulum;5. Fossa acetabuli;6. Facies lunata;7. Pecten ossis pubis;8. Tuber
ischiadicum;9. Arcus ischiadicus; 10. Symphysis pelvis; 11. Foramen obturatum.(Bar:
3cm)

Extremitas distalis dari tulang ini terdapat dua condylus di caudodistal dengan
bagian tengah terbentuk lekukan menyerupai katrol, yaitu trochlea ossis femoris di
13

craniodorsal. Condylus lateralis et medialis dari os femoris akan mengadakan


persendian dengan condylus dari os tibia membentuk persendian femorotibiale.
Skeleton cruris pada badak kalimantan dan badak sumatera disusun oleh os
tibia dan os fibula. Os tibia pada kedua badak ini berukuran relatif pendek berukuran
26.4 cm pada badak kalimantan dan 28.2 cm pada badak sumatera. Pada extremitas
proximalis, condylus medialis tampak relatif lebih besar dibandingkan dengan
condylus lateralis pada kedua badak. Bagian cranial dari ekstremitas ini ditemukan
tuberositas tibiae yang tampak relatif kurang menjulur pada badak kalimantan
dibandingkan pada badak sumatera. Selain itu, pada kedua badak ditemukan crista
tibiae yang relatif lebih tajam pada badak kalimantan dibandingkan pada badak
sumatera.
A B A B
1
1 66 77 7
3 3 6
2 2 2
2 2

4
4
55 a 5
a 5 a 5 a a

10
10 10

12 12
11 11 88 9 8 9

A B A B

b b b b

Gambar 6 Morfologi skeleton femoris badak kalimantan (A) dan badak sumatera (B)
a. Os femoris;b. Os patella;1. Caput femoris;2. Collum femoris;3. Trochanter major;4.
Trochanter minor;5. Trochanter tertius;6. Crista intertrochanterica;7. Fossa
trochanterica;8. Condylus lateralis;9. Condylus medialis;10. Fossa supracondylaris;11.
Trochlea ossis femoris;12. Epicondylus lateralis.(Bar: 2 cm)
14

Extremitas distalis dari tulang ini ditemukan struktur menyerupai katrol, yaitu
cochlea tibiae. Sisi lateral dan medialnya ditemukan malleoli lateralis et medialis
yang masing masing dibentuk oleh os tibia. Bungkul ini tampak relatif pendek pada
badak kalimantan dibandingkan pada badak sumatera yang tampak lebih menjulur ke
distal. Os fibula pada kedua badak terletak di lateral os tibia yang masing-masing
berukuran 22.9 cm pada badak kalimantan dan berukuran 24.6 cm pada badak
sumatera. Ujung proksimal dan distal pada tulang ini bersendi dengan os tibia dan
membentuk suatu lekah, yaitu spatium interosseum. Lekah ini tampak relatif lebih
lebar pada badak kalimantan dibandingkan pada badak sumatera.
Skeleton pedis pada badak kalimantan dan badak sumatera terdiri dari ossa tarsi,
ossa metatarsalia, dan ossa digitorum pedis. Ossa tarsi pada kedua badak berjumlah
tujuh buah tulang yang tersusun dari tiga baris.

A B A B
Gambar 7 Morfologi skeleton cruris badak kalimantan
1 (A) dan badak sumatera
1 (B)
3
a. Os tibia;b. 3
Os fibula;1. Condylus lateralis tibia;2.2 Condylus medialis tibia;3.
2
9 9
Tuberositas tibiae;4. Crista tibiae;5. Caput fibulae;6. Maleolus lateralis;7. Maleolus
medialis; 8. Spatium interosseum cruris;9. Sulcus ligamentum patellae mediale.(Bar: 3
cm)

Baris proksimal terdiri dari os calcaneus dan os talus, baris medial terdapat os
tarsi centrale, dan baris distal terdiri dari os tarsale I, os tarsale II, os tarsale III, dan
os tarsale4IV. Os tarsale I et II pada
4 kedua badak tidak ditemukan adanya 8 perbedaan
8
ukuran. b b b b
Ossa metatarsalia atau tulang telapak kaki terdiri dari tiga buah tulang, yaitu os
a II, os metatarsalea III, dan os metatarsale
metatarsale a a
IV. Tulang tapak kaki

6 7 7
6
15

terpanjang terdapat pada os metatarsale III dengan panjang 13.9 cm untuk badak
sumatera dan 11.7 cm pada badak kalimantan. Bagian distal dari tulang ini akan
bersendi dengan ossa phalanges atau tulang jari kaki. Ossa phalanges pada badak
kalimantan dan sumatera terdiri dari tiga buah ossa digitorum pedis, yaitu os phalanx
proximal, os phalanx media, dan os phalanx distalis. Panjang masing-masing digit II,
III, dan IV pada badak kalimantan secara berurutan adalah 6.2 cm, 7 cm cm, dan 6.1
cm, sedangkan pada badak sumatera masing-masing memiliki panjang 7.0 cm, 7.9 cm,
dan 7.3 cm. Digit IV pada badak kalimantan relatif melebar ke craniolateral
dibandingkan pada badak sumatera.
16

A B
4 4

3 3

a
2
2
a
1
1
6
8 6
7 5 8
5
7

11
9 9
11 10
10

b b

A B

12 12 12 12 12
12
13 13 13 13
13 13
14 14
14 14 14
14 d f d
f e e

Gambar 8 Morfologi skeleton pedis badak kalimantan (A) dan badak sumatera (B)
a. Ossa tarsi;b. Ossa metatarsalia;c. Ossa digitorum pedis;d. Digit II; e. Digit III;f.
Digit IV;1.Os talus;2. Trochlea tali;3. Os calcaneus;4. Tuber calcanei;5. Os tarsale
II;6. Os tarsi centrale;7. Os tarsale III;8. Os tarsale IV; 9. Os metatarsale II;10. Os
metatarsale III;11. Os metatarsale IV;12Os phalanx proximalis;13. Os phalanx
media;14. Os phalanx distalis.(Bar: 3 cm)
17

Pembahasan

Badak kalimantan merupakan salah satu subspesies dari badak sumatera yang
ditemukan di Pulau Kalimantan (Rookmaker 1977). Secara umum, struktur skelet
kaki pada badak kalimantan relatif kokoh dan kompak seperti pada badak sumatera
(Nurhidayat et al. 2015). Namun, badak kalimantan memiliki struktur skelet kaki
depan dan belakang yang relatif lebih pendek dibandingkan pada badak sumatera.
Badak kalimantan menggunakan digit ketiganya sebagai tumpuan utama dalam
menopang badannya yang berat (De Blasé dan Martin 1981). Menurut Sigit (2000),
skelet kaki depan berperan dalam menopang beban leher dan kepala yang cukup berat.
Os scapula pada badak kalimantan berbentuk menyerupai kipas yang besar
dan lebar seperti pada badak sumatera (Nurhidayat et al. 2015), badak jawa (Wijaya
2014), dan badak india (Bordoloi et al. 1993). Spina scapulae pada badak kalimantan
membagi permukaan di sisi lateralnya menjadi dua lekuk (fossa) dan terdapat tuber
spinae scapulae berbentuk bungkul besar yang menjulur ke caudolateral, mirippada
badak jawa yang menjulur ke caudolateral dengan ukuran yang lebih besar (Wijaya
2014), tetapi bungkul ini pada badak sumatera yang lebih menjulur ke lateral
(Nurhidayat et al. 2015). Kondisi ini diduga berkaitan dengan perkembangan m.
trapezius yang berinsersio di bungkul tersebut lebih berkembang dibandingkan pada
badak sumatera (Susanti 2012) dalam menarik os scapula ke cranial dan caudal. Os
humerus pada badak kalimantan tampak relatif lebih pendek dibandingkan pada
badak sumatera (Nurhidayat et al. 2015). Extremitas proximalis dari os humerus
badak kalimantan, badak sumatera (Nurhidayat et al. 2015), dan badak jawa (Wijaya
2014) tidak memiliki tuberculum intermedius sehingga sulcus intertubercularis pada
badak kalimantan relatif lebar. Facieslateralis dari tulang ini pada badak kalimantan
ditemukan crista humeri yang relatif lebih menjulur dibandingkan pada badak
sumatera (Nurhidayat et al. 2015), tetapi rigi ini mirip pada badak jawa (Wijaya
2014). Pada badak kalimantan, rigi ini menjulur ke lateral membentuk tuberositas
deltoidea. Kondisi rigi ini berbeda dibandingkan pada badak sumatera yang
memanjang ke distolateral (Nurhidayat et al. 2015) dan pada badak jawa yang berupa
bungkul besar (Wijaya 2014). Musculus brachiocephalicus yang berinsertio di
bungkul tersebutpada badak kalimantan otot ini diduga kurang berkembang
dibandingkan pada badak sumatera (Susanti 2012) sebagai protraktor kaki depan.
Os radius pada badak kalimantan relatif lebih pendek dibandingkan os ulna
seperti halnya pada badak sumatera (Nurhidayat et al. 2015) dan badak jawa (Wijaya
2014). Kedua tulang ini terpisah dan membentuk spatium interosseum antebrachii
yang relatif lebar pada badak kalimantan. Celah ini tampak relatif sempit pada badak
sumatera (Nurhidayat et al. 2015) dan badak jawa (Wijaya 2014). Menurut Konig et
al. (2007), spatium interosseum berpengaruh terhadap fleksibilitas hewan ketika
melakukan pronatio dan supinatio sehingga badak kalimantan diduga memiliki
fleksibilitas kaki depan yang lebih baik dibandingkan pada badak sumatera. Hal ini
diduga bahwa badak kalimantan memiliki habitat di Kalimantan Timur dengan
tekstur tanah yang relatif lebih lunak (Wahyunto dan Subagjo 2004), dibandingkan
badak sumatera dengan habitat di dataran yang lebih tinggi sehingga badak
18

kalimantan memerlukan skelet antebrachii lebih fleksibel dengan dukungan spatium


interosseum antebrachii yang lebih lebar dibandingkan pada badak sumatera.
Kemampuan badak kalimantan dalam menopang badannya yang berat terletak
di skeleton manus. Menurut Sigit (2000), beban tubuh hewan ditumpukan di kaki
depan dengan persendian skeleton manus yang fleksibel dan kokoh. Badak
kalimantan memiliki bidang perluasan sendi carpus yang relatif luas untuk
mendukung kemampuan kakinya untuk mencengkeram tanah yang relatif berlumpur
di Kalimantan dibandingkan dengan badak sumatera yang habitatnya relatif dataran
tinggi dengan kondisi tanah yang relatif keras. Hal ini diduga berkaitan dengan
fleksibilitas kelompok otot fleksor carpus dan abduktor digit (Khotimah 2014)
sehingga untuk aktivitas berlari dan memperluas kubangannya, badak kalimantan
diduga membutuhkan kelompok otot fleksor carpus yang relatif fleksibel dengan
kondisi habitatnya di tanah basah di Kalimantan. Telapak kaki depan badak
kalimantan memiliki footpad seperti pada badak sumatera (Nurhidayat et al. 2015),
badak jawa (Wijaya 2014), badak india (Bordoloi et al.1996), dan badak afrika
(Geraads et al. 2012). Menurut Hutchinson (2012), footpad berpengaruh dalam
mendistribusikan jumlah gaya yang mampu ditahan oleh setiap digit saat badak
menumpu dan membantu badak kalimantan ketika berlari.
Struktur skelet kaki belakang pada badak kalimantan relatif kokoh dan
kompak seperti pada badak sumatera (Lestari 2009), badak jawa (Asriastita 2014),
dan badak afrika (Chang dan Jang 2004) walaupun badak kalimantan memiliki
ukuran yang paling kecil dan pendek. Menurut (Colville dan Bassert 2002), skelet
kaki belakang berfungsi sebagai lokomotor utama untuk menghasilkan gaya dorong
tubuh ketika badak berjalan atau berlari (Sigit 2000). Skelet kaki belakang pada
badak kalimantan dibentuk oleh os coxae, os femoris, os patella, os tibia, os fibula,
ossa tarsi,ossa metatarsalia, dan ossa digitorum pedis.
Ossa membri pelvini pada badak kalimantan dibentuk oleh os coxae dengan
ala ossis ilii yang relatif lebih panjang dibandingkan pada badak sumatera yang
melebar ke caudodorsal (Lestari 2009) dan badak jawa yang melebar ke craniolateral
(Asriastita 2014). Kelompok otot ekstensor sendi paha yang berorigo di ala ossis ilii
pada badak kalimantan diduga cukup lebar dan relatif subur seperti pada badak
sumatera (Saputra 2012). Kelompok otot ini berperan ketika badak melakukan
urinasi atau defekasi dengan melakukan gerakan retraktor dari kedua kaki
belakangnya secara bergantian (Grzimek 2003). Bagian ventromedial dari os ilium
pada badak kalimantanterdapat facies articularis yang membentuk persendian dengan
facies articularis ala sacralis dan membentuk persendian tegang sebagai pendorong
kaki belakang ketika berjalan atau berlari (Budras et al. 2009). Acetabulum pada
badak kalimantan berbentuk seperti mangkuk yang dangkal, mirip pada badak
sumatera (Lestari 2009) dan badak jawa (Asriastita 2014). Menurut Santosa et al.
(2010), struktur ini diduga berperan ketika badak menggulingkan badannya untuk
berkubang dengan mengayunkan keempat kakinya dengan adanya persendian peluru
sehingga memungkinkan gerakan yang lebih fleksibel (Hariyadi et al. 2010). Badak
kalimantan memiliki tuber coxae yang bercabang dua mirip pada badak sumatera
(Lestari 2009), tetapi pada badak jawa bungkul ini tidak bercabang (Asriastita 2014).
Badak kalimantan memiliki tuber sacrale yang relatif lebih menjulur ke dorsal.
19

Bungkul ini relatif pendek pada badak sumatera (Lestari 2009) dan badak jawa yang
lebih lebar serta pipih (Asriastita 2014). Hal ini diduga berkaitan dengan
perkembangan ligamenta yang bertaut di tuber coxae pada badak kalimantan lebih
berkembang dibandingkan pada badak sumatera (Lestari 2009) dan badak jawa
(Asriastita 2014) sehingga badak kalimantan diduga membutuhkan gaya dorong kaki
belakang yang lebih kuat untuk memudahkannya berjalan atau berlari dalam kondisi
tanah yang relatif gembur di Kalimantan dibandingkan pada badak sumatera di
Sumatera.
Badak kalimantan memiliki struktur os femoris yang kokoh dan kompak,
tetapi relatif lebih pendek dibandingkan pada badak sumatera (Lestari 2009), badak
jawa (Asriastita 2014), dan badak india (Bordoloi et al. 1993). Tulang ini memiliki
trochanter tertius yang berbentuk seperti kubus dengan bagian lateralnya relatif
melengkung ke medial. Keadaan bungkul ini mirip pada badak sumatera (Lestari
2009) dan sangat subur pada badak jawa dengan ujungnya yang lebih meruncing ke
proximolateral (Asriastita 2014). Bungkul ini merupakan origo dari m. quadriceps
femoris vastus lateralis dan insersio dari tendo pendek m. tensor fasciae latae dan m.
gluteus superficialis (Saputra 2012). Menurut Akers dan Denbow (2008), otot-otot
tersebut bekerja sama dalam fleksor persendian paha, ekstensor persendian lutut, dan
abduktor kaki belakang yang dibutuhkan ketika berjalan dan berlari sehingga diduga
otot-otot tersebut kurang berkembang pada badak kalimantan terkait dengan kondisi
topografi tanah yang relatif lebih lunak di Kalimantan dibandingkan kondisi di pulau
Sumatera. Os tibia dan os fibula pada badak kalimantan terletak saling menyilang dan
terpisah sehingga membentuk spatium interosseum cruris. Celah ini tampak relatif
lebih luas dibandingkan pada badak sumatera (Lestari 2009) dan badak jawa
(Asriastita 2014). Hal ini diduga pergerakan kaki belakang pada badak kalimantan
memiliki fleksibilitas yang efektif dalam menggerakkan kaki belakangnya seperti
dalam aktivitas berkubang, urinasi, maupun defekasi sebagai penanda wilayah
teritorialnya (Hutchins dan Kreger 2006).
Ossa tarsi pada badak kalimantan disusun oleh tulang-tulang yang pendek dan
tidak beraturan seperti pada badak sumatera (Lestari 2009) dan badak jawa (Asriastita
2014). Menurut Dyce et al. (2010), struktur tersebut mendukung fleksibilitas fleksor
dan ekstensor di persendian tarsus dalam aktivitas kawin. Badak betina akan
meregangkan kekuatan kaki belakang dan dibebankan pada persendian lutut dan
tarsus untuk menopang beban dari badak jantan (Lestari 2009). Hal ini diduga
berkaitan dengan m. quadriceps femoris sebagai ekstensor persendian lutut (Saputra
2012). Badak kalimantan memiliki tiga jari dengan bidang persendian ossa digitorum
pedis yang relatif lebar dibandingkan pada badak sumatera (Lestari 2009). Budras et
al. (2009) memaparkan bahwa perluasan persendian tersebut didukung oleh adanya
footpad yang berfungsi sebagai bantalan digit untuk menumpu di tanah yang relatif
lunak. Kondisi habitat di Kalimantan memiliki tekstur tanah yang lebih lunak
(Wahyunto dan Subagjo 2004) dibandingkan tanah di Sumatera sehingga badak
kalimantan memerlukan bidang tumpu jari yang relatif lebih luas untuk berdiri dan
mencengkeram permukaan kakinya di Kalimantan dibandingkan badak sumatera.
Kelompok otot fleksor tarsus, ekstensor jari, dan abduktor jari juga mendukung
kemampuan berdiri tersebut dengan struktur otot yang besar dan tebal (Fanama 2014).
20

Secara keseluruhan, skelet kaki depan dan kaki belakang pada badak
kalimantan cukup memiliki efisiensi pergerakannya untuk aktivitas sehari-hari,
seperti berjalan, berlari, berkubang, kawin, dan mendaki. Oleh karena itu, ukuran
skelet kaki badak kalimantan yang relatif pendek dibandingkan pada badak-badak
lainnya diduga berkaitan dengan kemampuan skeletnya dalam menahan bobot
badannya serta adaptasi badak kalimantan selama masa hidupnya di Pulau
Kalimantan dengan kondisi tanah relatif lebih lunak dibandingkan dengan badak
sumatera yang hidup di Pulau Sumatera dengan kondisi tanah yang relatif keras dan
terjal.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Badak kalimantan memiliki skelet kaki yang lebih pendek dibandingkan pada
badak sumatera. Pada kaki depan, tuber spinae scapulae lebih menjulur ke
caudolateral dibandingkan pada badak sumatera. Struktur digit kaki depan dan
belakang pada badak kalimantan relatif lebih menjulur ke craniolateral dibandingkan
pada badak sumatera. Adaptasi terhadap lingkungan pada kondisi tanah yang relatif
basah dan landai di Kalimantan berpengaruh terhadap morfologi skelet kaki depan
dan belakang pada badak Kalimantan terkait dengan perilaku kesehariannya.

Saran

Penelitian muskuloskeletalekstremitas disarankan untuk dilakukanterhadap


badak kalimantan dan badak sumaterauntuk mengetahui perbedaan yang lebih
signifikan dari segi konstruksi otot pergerakannya terhadap perilaku kesehariannya.

DAFTAR PUSTAKA

Antara. 2008. Badak Sumatera Berkurang 50% dalam 5 Tahun [internet].


www.kompas.com/read/xml. [diakses 8 September 2017].
Akers RM, Denbow RM. 2008. Anatomy & Physiology of Domestic Animals. Iowa
(US): Blackwell Pub.
Aptriana CD. 2009. Anatomi Skelet Kepala Badak Sumatera (Dicerorhinus
sumatrensis) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Asriastita D. 2014. Karakteristik Anatomi Skelet Kaki Belakang Badak Jawa (Rhino
ceros sondaicus) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Baroux E, Avouac JP, Bellier O, Sebrier M. 1998. Slip-partitioning and fore-arc
deformation at the Sunda Trench, Indonesia. Terra Nova. 10: 139-144.
Bordoloi CC, Kalita HC, Kalita SN, Baisyah G. 1993. Scapula of the great indian
rhino (Rhinoceros unicornis). Indian Veterinary Journal. 70: 540-542.
21

Budras KD, Sack WO, Röck S. 2009. Anatomy of the Horse 5th Edition. Hannover
(DE): Schlüterche Verlagsgesellschaft.
Colville T, Bassert JM. 2002. Clinical Anatomy & Physiology for Veterinary Tech
nicians. London (UK): Elsevier.
De Blasé AF, Martin RE. 1981. A Manual of Mammalogy with Keys of Families of
The World 2nd Edition. United State of America (US): Wm C Brown.
Djuri S. 2009. Buletin Cahaya Warna Edisi 14 - Badak Sumatera (Dicerorhinus
sumatrensis) juga Salah Satu Titipan Tuhan Bagi Manusia. Bogor (ID):Balai
Diklat Kehutanan Bogor.
Dyce KM, Sack WO, Wensing CJG. 2010. Textbook of Veterinary Anatomy 4th Edi
tion. Philadelphia (US): WB Saunders.
Fanama FP. 2014. Anatomi Otot-Otot Kaki Belakang Badak Sumatera (Dicerorhinus
sumatrensis): Daerah Cruris dan Digit [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Geraads D, McCrossin M, Benefit B. 2012. A New rhinoceros, Victoriaceros
kenyesis gen. et sp. nov., and other perrisodactyla from the middle Miocene of
Maboko, Kenya. Journal of Mammal Evolution. 19: 57-75.
Getty R. 1975. Sisson and Grossman’s The Anatomy of The Domestic Animals 5th
Edition. Philadelphia (US): WB Saunders.
Grzimek. 2003. Grzimek’s Animal Life Encyclopedia 2nd Edition Volume 15:
Mammals IV. New York (US) : Van Nostrand Reinhold Company.
Hariyadi AR, Setiawan R, Daryan, Yayus A, Purnama H. 2010. Preliminary behavior
observations of the javan rhinoceros (Rhinoceros sondaicus) based on video
trap surveys in Ujung Kulon National Park. Pachyderm. 47: 93-99.
Hutchinson M, Kreger MD. 2006. Rhinoceros behavior: implications for captive
mana gement and conservation. International Zoo Yearbook. 40: 150-173.
Hutchinson. 2012. Rhino’s Feet Tested to See How They Support Heavy Loads.
[Inter net] http://www.bbc.co.uk/news/science-environment-16286655 [diakses pada
12 Juli 2018].
[IUCN] International Union for Conservation of Nature. 2012. IUCN Red List of
Threatened Species. [Internet] www.iucnredlist.org [Diakses pada 27 April
2018].
[IRF] International Rhino Foundation. 2002. IRF Rhino Information: Sumatran Rhino.
[Internet] http://www.rhinos-irf.org/rhinos/sumatran.html [Diakses pada 27
April 2018].
Khotimah AK. 2014. Anatomi Otot-Otot Kaki Depan Badak Sumatera (Dicerorhinus
sumatrensis): Daerah Antebrachii dan Digit [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Konig HH, Liebich HG, Constanticescu GM, Bowen M, Dickomeit H, Shook K,
Weller R, Bragulla H, Budras KD, Cerveny C, Maier J, et al. 2009. Veterinary
Anatomy of Domestic Mammals: Textbook and Colour Atlas6th Edition.
Stuttgart (DE): Schattauer Verlag.
Lestari EP. 2009. Anatomi Skelet Tungkai Kaki Badak Sumatera (Dicerorhinus
sumat rensis) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
22

Mitterirmeir RA, Gil PR, Mittmeirmeir CG. 1997. Megadiversity Earth’s Bio
logically Wealthiest Nations. Canada (CA): Quebecor.
Nowak RM. 1999. Walker’s Mammals of The World 5th Edition Volume 2. Baltimore
(GB): The Johns Hopkins University Press.
Nurhidayat, Cahyadi DD, Lestari EP, Nisa P, Supratikno. 2015. Anatomical
characteristic of forelimb skeleton of Sumatran rhino (Dicerorhinus
sumatrensis). Di dalam: Nurhidayat, editor. Proceeding of the 5th Congress
Asso ciation of Veterinary Anatomists; 2015 Feb 12-13; Bali, Indonesia. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor. Hlm 23-24.
Rabnowitz A. 2002. Helping a species go extinct: the sumatran rhino in Borneo.
Conser vation Biology. 9(3): 482-488.
Rookmaker LC. 1977. The rhinoceros of borneo: a 19th century puzzle. Journal
Malay Rhino Asiatic Society. 50(1): 52-62.
Santosa Y, Wulan C, Hikmah A. 2010b. Studi karakteristik kubangan badak jawa
(Rhi noceros sondaicus Desmarest 1822). Jurnal Manajemen Hutan Tropis. 15(1):
83-90.
Saputra AE. 2012. Anatomi Otot Daerah Panggul dan Paha Badak Sumatera (Dicero
rhinus sumatrensis) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Susanti H. 2012. Anatomi Otot Daerah Bahu dan Lengan Atas Badak Sumatera
(Dicero rhinus sumatrensis) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sigit K. 2000. Peranan Alat Lokomosi sebagai Sarana Kelangsungan Hidup Hewan
Kajian Anatomi Fungsional. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Van Strien NJ, Manullang B, Sectionov IW, Khan MKM, Sumardja E, Ellis S, Han
KH, Boeadi PJ, Bradley ME. 2008. Dicerorhinus sumatrensis. The IUCN Red
List of Threatened Species. [Internet] http://www.iucnredlist.org/details/6553/0
[Diakses pada 30 April 2018].
Van Strien NJ. 1974. Dicerorhinus sumatrensis(Fischer), the Sumatran or Two-
Horned Asiatic Rhinoceros: A Study Literature. Belanda (NL): Mededelingen
Landbouwhogeschool Wageningen.
[WAVA] World Association of Veterinary. 2017. Nomina Anatomica Veterinaria 6th
Edition. Hannover (DE): Editorial Committee.
[WWF] World Wildlife Fund for Nature. 2014. Asia’s Rhino and Elephant Action
Area Strategy. Jakarta (ID): Yayasan WWF Indonesia.
Wahyunto SR, Subagjo H. 2004. Peta Sebaran Lahan Gambut, Luas dan Kandungan
Karbon di Kalimantan. Bogor (ID): Wetlands International – Indonesia
Programme.
Wilson DE, Mittermeier RA. 2011. Handbook of The Mammals of The World Volume
2. Barcelona (SP): Lynx Edicions.
Wijaya VP. 2014. Karakteristik Anatomi Skelet Kaki Depan Badak Jawa (Rhino
ceros sondaicus) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 Mei 1996 dari ayah Tamsil Sa’i
dan ibu Arik Yuliani. Penulis adalah putra pertama dari dua bersaudara. Penulis
menempuh pendidikan formal di SDN Pajeleleran I Bogor, SMP Al Azhar Syifa Budi
Cibinong, Bogor, sampai pada kelas satu dan pindah ke SMP Al Azhar Syifa Budi
Parahyangan, Bandung Barat, mulai dari kelas dua sampai dengan kelas tiga, dan
SMAS Taruna Bakti Bandung. Penulis melanjutkan pendidikannya di Institut
Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2014 melalui jalur Ujian Talenta Mandiri (UTM)
dan diterima di Fakultas Kedokteran Hewan.
Penulis mengikuti program asisten praktikum anatomi mulai dari tahun 2015
sampai dengan tahun 2018. Selain itu, penulis aktif di keanggotaan Himpunan Minat
dan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik (HKSA) Fakultas Kedokteran
Hewan IPB dan mengikuti keanggotaan internal HKSA sebagai anggota fraksi hewan
kecil dan anggota divisi informasi dan komunikasi (INFOKOM).

Anda mungkin juga menyukai