Anda di halaman 1dari 15

PERENCANAAN PERLENGKAPAN SISITEM PIPA AIR

LIMBAH PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DI


KOTA BANYUASIH

EQUIPMENT PLANNING FOR WASTE WATER PIPESLINE


SYSTEM IN WASTE WATER TREATMENT INSTALLATION IN
BANYUASIH CITY
Muhammad Hilmi1, Devita Eka Z. S.2, Fatihaturrizky Amelia3, Prayogi Mahestra4
Rabu (Parallel 2)
1,2,3,4,5)
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Jl. Kamper, Kampus
IPB Dramaga, Bogor, 16680
Email: mahestrayogi@gmail.com

Abstrak: Limbah cair merupakan air buangan yang berasal dari penggunaan air bersih. Limbah cair
dibagi menjadi dua jenis yaitu limbah cair domestik dan limbah cair non-domestik. Limbah cair
domestik merupakan air buangan yang berasal dari kegiatan rumah tangga sedangkan limbah cair
non-domestik merupakan air buangan yang berasal dari tempat fasilitas umum seperti kantor, rumah
sakit, sekolah, dan pasar. IPAL merupakan serangkaian unit bangunan yang berfungsi untuk
mengolah dan menyalurkan air buangan domestik maupun non-domestik agar memenuhi standar baku
yang diijinkan untuk dibuang ke badan air. Praktikum Perencanaan Sistem Penyaluran Air Limbah
dilakukan pada hari Rabu tanggal 5 Februari 2020 pukul 13.00-16.00 WIB. Praktikum ini dilakukan
di RK IKK 1-2, Departemen Ekologi Manusia Praktikum dilakukan untuk menentukan tinggi air
minimum dan kecepatan air minimum untuk penggelontoran serta penanaman pipa. Tinggi air
minimum terlihat meningkat ketika topografi daerah semakin rendah karena sistem pengolahan IPAL
yang menmanfaatkan gaya gravitasi sehingga semakin rendah topografi suatu daerah maka pipa yang
melalui daerah tersebut semakin besar. Berdasarkan perhitungan galian untuk penanaman pipa dapat
dilihat bahwa jika dilihat maka semakin rendah topografi maka semakin dalam kedalaman
penanaman pipa yang direncanakan. Hal ini dikarenakan pengaliran air limbah menggunakkan sistem
gravitasi yang mengandalkan perbedaan elevasi, yakni membutuhkan kemiringan lebih antara
topografi yang tinggi dan rendah agar dapat mengalirkan air limbah.
Kata kunci: IPAL ,kecepatan,minimum,tinggi

Abstract:Liquid waste is waste water that comes from the use of clean water. Liquid waste is divided
into two types, namely domestic liquid waste and non-domestic liquid waste. Domestic liquid waste is
wastewater originating from household activities while non-domestic liquid waste is wastewater from
public facilities such as offices, hospitals, schools, and markets. WWTP is a series of building units
whose function is to treat and distribute domestic and non-domestic wastewater to meet the standards
that are allowed to be discharged into water bodies. Practicum for Wastewater Distribution System
Planning is conducted on Wednesday 5 February 2020 at 13.00-16.00 WIB. This practicum was
conducted at RK IKK 1-2, Department of Human Ecology The practicum was conducted to determine
the minimum water level and minimum water velocity for flushing and planting pipes. The minimum
water level is seen to increase when the topography of the area is lower because the WWTP treatment
system utilizes the force of gravity so that the lower the topography of an area, the greater the pipe
going through the area. Based on excavation calculations for pipe planting, it can be seen that if it is
seen, the lower the topography, the deeper the planned pipe planting depth. This is because
wastewater drainage uses a gravity system that relies on elevation differences, which requires more
slope between high and low topography in order to drain wastewater.
Keywords: high,minimum,velocity, WWTP

PENDAHULUAN
Sistem penyaluran limbah cair non-kakus saat ini masih bercampur dengan saluran
drainase yang ditujukan hanya untuk mengalirkan limpasan air hujan ke sungai.
Dampak dari penggabungan air limpasan dan air buangan domestik ini membuat
aliran di hilir sungai semakin tercemar akibat akumulasi air buangan dari hulu. Air
buangan non-kakus atau greywater yang dibuang langsung ke saluran drainase tanpa
pengolahan terlebih dahulu dapat menyebabkan penipisan oksigen, peningkatan
kekeruhan, eutrofikasi, serta kontaminasi mikroba dan bahan kimia terhadap badan
air (Tilley dan Peters 2008). Tangki septik berkontribusi sebagai sumber pencemar
melalui kontaminasi langsung dan tidak langsung. Kontaminasi langsung seperti
bakteri pathogen, nutrient, zat organik. Sedangkan kontaminasi tidak langsung dari
masuknya air yang dapat meningkatkan penyebaran kontaminan dan atau
kelangsungan mikroba (Reay 2004). Sehingga perlu adanya pengolahan terhadap
greywater dan efluen dari tangki septik untuk mengurangi pencemaran terhadap
lingkungan.
Air limbah domestik diperkirakan berkontribusi sekitar 70% dari muatan organik
di sungai-sungai di Indonesia wilayah perkotaan di Indonesia (Suwondo dan Yulianto
2008). Sebagian besar air limbah domestik di Indonesia berasal dari greywater, yang
mengalir melalui saluran pembuangan atau sistem drainase tanpa perawatan, jika ada,
dari tempat itu sebagian besar mengalir ke sistem perairan. Kombinasi dengan
pengelolaan limbah yang tidak tepat, sebagian besar Di kota-kota, greywater
mencemari beberapa sungai yang berfungsi sebagai sumber air minum dan
pembersihan air. Dengan kondisi pengolahan air limbah yang ada di Indonesia,
pencemaran air tubuh oleh konstituen dari air limbah domestik dan biaya produksi
pasokan air yang lebih tinggi tidak terhindarkan (Firdayati et al. 2015).
Profil hidrolis merupakan titik letak penanaman pipa air limbah yang akan
dipasang pada jalan. Dengan adanya profl hidrolis, dapat diketahui kedalaman
penanaman yang harus di gali pada saat konstruksi dan peletakan serta kebutuhan
bangunan pelengkap (Pratiwi dan Purwanti 2015). Praktikum kali ini bertujuan untuk
menentukan sistem penyaluran limbah cair domestik di Kota Banyuasih. Penentuan
volume air limbah yang mengalir dalam system perpipaan menuju IPAL menjadi
penting agar sesuai dengan kapasitas pipa yang digunakan. Meminimalisasi
kerusakan-kerusakan akibat kelebihan debit air limbah sehingga perhitungan
menggunakan debit puncak air limbah pada tiap blok.
METODOLOGI
Praktikum Teknik Pengolahan Limbah Cair dengan topik “Penentuan Volume dan
Debit Penggelontoran serta Perletakan Manhole” dilakukan di RK IKK 1-2, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Praktikum ini dilaksanakan pada Rabu, 12
Februari 2020 pukul 13.00-16.00 WIB. Praktikum bertujuan menentukan
perlengkapan sistem pipa, penanaman pipa, debit, dan kecepatan minimum awal,
volume dan debit penggelontoran, debit, dan kecepatan minimum akhir. Alat dan
bahan yang dibutuhkan pada praktikum dengan topik penentuan volume dan debit
penggelontoran serta perletakan manhole antara lain laptop yang telah dilengkapi oleh
perangkat lunak Microsoft Excel dengan menggunakan data praktikum Teknik
Pengolahan Limbah Cair pertemuan sebelumnya seperti, debit air limbah, debit
minimum, debit full, kecepatan full, diameter pipa, dan beberapa data sekunder dari
praktikum mata kuliah Teknik Pengolahan dan Suplai Air. Data lain yang juga
diperlukan sebagai data primer yakni jalur pipa, panjang segmen yang ditentukan
berdasarkan panjang antar node yang berhasil dibuat dengan skala yang telah
ditentukan serta dimensi pipa pasaran yang dapat dibandingkan dengan dimensi pipa
hasil perhitungan sehingga dapat digunakan untuk kebutuhan pemasangan pipa.
Tahap pertama penentuan debit dan kecepatan minimum awal. Langkah-langkah
pengerjaan praktikum ini dapat dilihat pada diagram alir berikut.

Mulai

Dibuat tabel I.16 yang berisikan kolom jalur pipa, panjang segmen, debit minimal, debit
full, Qmin/Qfull, dmin/dfull, diameter, diameter minimum, vfull/vmin, kecepatan full, dan
kecepatan minimum

Pada data pada kolom jalur pipa, panjang segmen ditentukan berdasarkan jarak antar
node yang sudah dilakukan pada pertemuan sebelumnya

Gambar 1 Penentuan debit dan kecepatan minimum awal


A

Kolom debit minimum dan debit full diperoleh dari perhitungan pada kolom 12 (Tabel
I.14) dan kolom 15 (Tabel I.15), kemudian ditentukan nilai rasio berdasarkan
pembagian nilai dari kolom 2 dan 3

Berdasarkan hasil perhitungan pada kolom ke 9 didapat diameter pipa desain pada
Tabel I.15, dapat dihitung diameter pipa desain (D) kemudian dapat dihitung juga
diameter minimumnya

Penentuan nilai rasio kecepatan minimum dibagi kecepatan full dapat dilihat dari grafik
design of main sewers didasarkan pada nilai rasio debit minimum dibagi debit akhir
pada setiap segmen pipa

Isi kolom untuk kecepatan full dari hasil perhitungan pada kolom ke 14 (Tabel I.15).
Kemudian berikan tambahan keterangan ”gelontor” untuk dmin <100 mm dan vmin <
0,6 m/detik

Selesai

Gambar 2 Penentuan debit dan kecepatan minimum awal (Lanjutan)

Selanjutnya penentuan volume dan debit penggelontoran ditentukan dengan


menggunakan data pada tabel I.16 dan dengan menggunakan bantuan grafik design of
main sewers. Metode penentuan volume dan debit penggelontoran secara ringkas
dapat dilihat di bawah ini.
Mulai

Buat tabel sesuai dengan contoh pada tabel I.17 pada modul mata kuliah Teknik
Pengolahan Limbah Cair

Isi kolom ke-1, 2 , dan 3 dengan nomor node pada segmen pipa penggelontoran,
kemudian hitung diameter (kolom 9, Tabel I.15) dan diemater minimum (kolom 8,
Tabel I.16), Lalu hitung juga kedalaman titik berat air (60–100 mm) pada kolom 4
dengan nilai kedalaman titik berat maksimum 100 mm

Input nilai kedalaman titik berat air pada saat mencapai kedalaman renang (60–100
mm) dan hitung nilai diameter minimum dan kedalaman titik berat pada kolom 5 dan 6,
setelah itu hitung nilai rasio diameter minimum dibagi diameter akhir dari perhitungan
kolom 6 (Tabel I.15)

Tentukan nilai rasio luas penampang basah saluran pada saat debit minimum dibagi
luas penampang basah saluran akhir dengan grafik design of main sewers

Isi kolom ke 9 dengan luas penampang full menggunakan persamaan Afull = 0,25π D²,
lalu isi kolom 10 untuk menentukan luas penampang basah saluran pada saat debit
minimum

Hitung rasio kedalaman titik berat air pada saat mencapai kedalaman renang berbanding
diameter full berdasarkan kolom 2 dan 4 tabel I.17

Gambar 3 Penentuan volume dan debit penggelontoran


A

Hitung rasio kedalaman titik berat air pada saat mencapai kedalaman renang dengan
Afull berdasarkan grafik design of main sewers (Gambar I.3)

Setelah itu tentukan nilai kecepatan aliran penghantar pada kolom 14, lalu isi kolom 15
untuk panjang segmen berdasarkan jarak antar node

Tentukan nilai debit dan volume penggelontoran pada kolom 16 dan 17 menggunakan
persamaan (I-13) dan persamaan (I-14)

Selesai

Gambar 4 Penentuan volume dan debit penggelontoran (Lanjutan)

Selanjutnya, menghitung penentuan debit dan kecepatan minimum akhir dapat


dilihat di bawah ini.

Mulai

Buat tabel sesuai dengan contoh tabel I.18 pada modul TPLC namun ada penambahan
penjumlahan debit minimum dan debit penggelontoran

Masukkan nilai debit penggelontoran pada segmen pipa dan jumlahkan dengan nilai
debit minimum

Gambar 5 Penentuan debit dan kecepatan minimum akhir


A

Hitung kembali sesuai langkah ke-4 hingga ke-10 (Tabel I.16) sehingga diperoleh
perubahan nilai d min (d min >100 mm) dan v min ( v = 0,6–3 m/detik) setelah
penambahan debit penggelontoran

Kosongkan kolom 4 untuk segmen pipa yang tidak mengalami penggelontoran sehingga
seluruh nilai akan serupa dengan dengan nilai Tabel I.16

Setelah semua perhitungan selesai langkah selanjutnya gambar dengan AutoCAD


perletakan pipa dan denah manhole

Selesai

Gambar 6 Penentuan debit dan kecepatan minimum akhir (Lanjutan)

Penggelontoran dilakukan apabila kecepatan (vmin) dan tinggi air (dmin) kurang
dari nilai persyaratan. Penggelontoran dilakukan apabila dmin<100 mm dan/atau
vmin<0,6 m/detik. Persamaan-persamaan untuk perhitungan penggelontoran adalah
sebagai berikut.

…………….…..……………(1)

……………………………………….…..(2)

…………………………………….…………....(3)

Keterangan :
Vw = kecepatan aliran penghantar (m/detik)
vmin = kecepatan aliran pada saat debit minimum (m/detik)
Amin = luas penampang basah saluran pada saat debit minimum (m2)
g = percepatan gravitasi (m/detik2)
Ag = luas penampang basah saluran pada saat kedalaman minimum air
berkisar 7,5–10 cm (m2)
dg = kedalaman titik berat air pada saat mencapai kedalaman berenang*
(60–100 mm)
𝑑g = 2/5 × dg
dmin = kedalaman titik berat air pada saat mencapai kedalaman minimum
(mm)
𝑑min = 2/5 × dmin
Qg = debit penggelontoran (m3/detik)
L = panjang segmen pipa (m)
Vg = volume penggelontoran (m3)
Selanjutnya menghitung instalasi pompa untuk mengangkut air limbah daru
elevasi rendah menuju elevasi tinggi untuk menghindari penanaman pipa terlalu
dalam di tanah dengan menggunakan persamaan sebagai berikut.

……………………….….………………….……...(4)

...................(5)

…………………………………………….…...(6)

Keterangan :
f = faktor friksi di dalam pipa
K = faktor form-loss pada sambungan pipa
Hf = kehilangan tekanan utama pipa/head loss (m)
Hm = kehilangan tekanan minor (m)
HT = total tekanan pompa (m)
Perencanaan penanaman pipa perlu dilakukan dengan cermat melalui beberapa
pertimbangan, antara lain elevasi muka tanah, sistem pengaliran, kemiringan pipa,
diameter pipa, dan kedalaman galian. Dasar perencanaan penanaman pipa air limbah
serupa dengan penanaman pipa pada air bersih sehingga SNI 7511-2011 tentang
“Tata Cara Pemasangan”. Penentuan detil penanaman jaringan perpipaan penyaluran
air limbah pada diagram alir berikut.
Mulai

Buat tabel sesuai dengan contoh pada tabel I.19 detail penanaman jaringan perpipaan
penyaluran air limbah

Lihat jalur pipa penyaluran air limbah Kota Banyuasih pada Gambar I.1 di modul TPLC
mengenai penggambaran profil melintang pipa harus memperlihatkan seluruh segmen
pipa dari node awal hingga IPAL.

Hitung elevasi dasar pipa (EDS), elevasi muka air (EMA), dan kedalaman galian (KG).
Masukkan data hasil perhitungan sesuai dengan format pada Tabel I.19

Berikan informasi penggunaan drop manhole pada kolom keterangan (kolom


ke-15) Tabel I.19, jika kedalaman galian terlalu dangkal dan Apabila terlalu
kedalaman galian terlalu dalam, berikan informasi penggunaan pompa pada
kolom keterangan (kolom ke-15). Sesuaikan EDS, EMA, dan KG setelah
mengalami modifikasi.

Sesuai

Gambar 7 Detail penanaman jaringan perpipaan penyaluran air limbah

Berdasarkan Gambar 7 detail penanaman jaringan perpipaan penyaluran air


limbah, dapat dihitung jarak jalur pipa, berdasarkan yang telah diperhitungkan pada
praktikum sebelumnya.
Jalur = a – b …………………………………………………………..……(7)
Keterangan :
a = titik node pertama
b = titik node kedua
Kemudian ditentukan elevasi dasar saluran upstream untuk penanaman pipa
berdasarkan persamaan (8) berikut.
EDS (𝑈S ) = ET (𝑈S ) − kedalaman asumsi awal∗ − 𝐷 …………………..(8)
Keterangan :
EDS (US) = elevasi dasar saluran upstream (m)
ET (US) = elevasi tanah upstream (m)
D = diameter Pipa (m)
Selanjutnya ditentukan elevasi dasar saluran downstream untuk penanaman pipa
berdasarkan persamaan (9) berikut.
EDS (𝐷S ) = EDS (𝑈S ) − (𝑆 × 𝐿)…………………………………………(9)
Keterangan :
EDS (DS) = elevasi dasar saluran downstream
ET (DS) = elevasi tanah downstream
S = kemiringan / slope
L = panjang segmen pipa (m)
Catatan: nilai EDS(US) pada segmen selanjutnya adalah EDS(DS)a-b. Namun,
apabila terdapat perbedaan diameter pada kedua segmen tersebut, nilai EDS(US) pada
segmen selanjutnya perlu dikoreksi dengan mengurangi selisih diameter untuk
mencegah terjadinya perubahan kecepatan aliran yang mendadak akibat terjadi
perbedaan elevasi muka air dan nilai d/Di menjadi tidak konstan. Sebagai contoh,
diameter pada node b – c sebesar 200 mm. Dengan demikian: EDS(US)b-c =
EDS(DS)a-b - (Db-c – Da-b).
Setelah menghitung elevasi dasar saluran untuk downstream, ditentukan juga
elevasi muka air untuk penanaman pipa berdasarkan persamaan (10) berikut.

……………………………………………(10)
Keterangan :
EMA (US) = Elevasi muka air upstream (m)
d/D = Kedalaman proporsional (m)
D = Diameter pipa (m)
Kemudian ditentukan elevasi muka air downstream untuk penanaman pipa
berdasarkan persamaan (11) berikut.

……………………………………………….(11)
Keterangan :
EMA (DS) = Elevasi muka air downstream (m)
d/D = Kedalaman proporsional (m)
Ditentukan kedalaman galian upstream untuk penanaman pipa berdasarkan
persamaan (12) berikut.
KG (𝑈S ) = ET (𝑈S ) − EDS (𝑈S )………………………………...…….(12)
Keterangan :
KG (Us) = Kedalaman galian upstream (m)
Setelah menentukan kedalaman galian downstream dan upstream, ditentukan
elevasi dasar saluran untuk penanaman pipa berdasarkan persamaan (13) berikut.
KG (𝐷S ) = ET (𝐷S ) − EDS (𝐷S )……………….………………. ……(13)
Keterangan :
KG (Ds) = Kedalaman galian downstream (m)

PEMBAHASAN
Menurut Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Pekerjaan Umum,
2003, hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam perencanaan desain
suatu sistem penyaluran air buangan meliputi sistem perpipaan merupakan saluran
yang tertutup, sehingga terhindar dari gangguan terhadap lingkungan di sekitarnya
dan saluran tidak terganggu oleh kegiatan di sekitarnya. Selanjutnya air bekas
dibuang dari pemukiman penduduk agar tidak mengganggu keindahan dan kesehatan
lingkungan yang ditimbulkan oleh proses penguraian maupun lalat dan binatang lain
yang mungkin hidup sehingga harus disalurkan ke pengolahan. Kemudian waktu
pengaliran air buangan dari titik terjauh ke lokasi pengolahan tidak boleh lebih dari
18 jam untuk menghindari terjadinya proses penguraian dalam saluran dan
penyaluran air buangan dilakukan dengan cara gravitasi dalam saluran tidak
bertekanan. Terakhir jaringan sistem pengumpul harus melayani semua daerah
pelayanan.
Sistem penyaluran air limbah merupakan bagian penting dalam sistem prasarana
perkotaan. Tujuan penelitian ini merancang desain sistem penyaluran air limbah
domestik dan non domestik di Desa Banyuasih. Data penelitian yang dipakai berupa
data sekunder dari perhitungan air bersih di Desa Banyuasih. Air limbah (waste
water) adalah kombinasi dari cairan dan sampah–sampah dan air yang berasal dari
daerah permukiman, perdagangan, perkantoran, dan industri, bersama–sama dengan
air tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada. Air limbah sebagai sumber
pencemar dapat berasal dari berbagai sumber yang pada umumnya karena hasil
perbuatan manusia dan kemajuan teknologi. (Sugiharto 1987).
Sistem perpipaan dibuat mengikuti jalan dan secara gravitasi sehingga
perencanaan jaringan perpipaan harus memperhatikan kontur. Penyaluran air limbah
diusahakan melalui jalur dan waktu alir sesingkat mungkin untuk menghindari
pencemaran lingkungan (Widiana et al. 2012). Perencanaan pipa pada penelitian di
Desa Banyuasih menggunakan 5 segmen pipa yang dibatasi lubang pemeriksaan
(manhole) di setiap persimpangan dengan jarak 150 m sampai 200 m yang dapat
dilihat pada gambar yang ada pada lampiran. Manhole diletakan pada perubahan
kemiringan saluran, perubahan arah aliran, dan perubahan diameter saluran (Howard
2009). Penentuan jumlah pompa atau drop manhole dipengaruhi oleh elevasi lahan,
kemiringan saluran, diameter pipa, panjang pipa, serta jenis pipa. Jenis pipa
berdasarkan diameter terbagi menjadi pipa persil, pipa service, pipa lateral, pipa
cabang, dan pipa induk. Pipa persil adalah saluran untuk menyalurkan air dari rumah
penduduk, bangunan umum, dan sebagainya ke pipa servis. Adapun pipa servis
merupakan saluran untuk menampung air limbah dari pipa persil ke pipa lateral,
sedangkan pipa lateral adalah saluran untuk menampung air limbah dari pipa servis
ke pipa induk. Kemudian, pipa induk adalah saluran untuk menampung air limbah
dari pipa cabang ke IPAL (DPU 2011). Segmen 1 sampai dengan segmen 5
merupakan segmen yang langsung terhubung ke lokasi rumah penduduk yang dapat
dilihat seperti gambar yang ada di lampiran. Sementara itu segmen 5 merupakan
tempat bersatunya semua segmen dan menuju IPAL. Pada penentuan debit dan
kecepatan minimum awal dilakukan pada tabel perhitungan Tabel 1 pada lampiran.
Tabel 1 memerlukan data node, panjang pipa, dan debit minimum serta debit full.
Nilai debit minimum (Q min) bervariasi sesuai dengan jumlah penduduknya. Nilai Q
min digunakan dalam menentukan kedalaman minimum untuk menentukan kelayakan
penggelontoran.
Perhitungan nilai debit dan kecepatan minimum diawali dengan perhitungan
Qmin/Qfull, yang kemudian digunakan untuk mencari nilai dmin/Dfull dengan
pembacaan grafik design of main sewers. Selanjutnya dengan menggunakan data
diameter yang telah didapatkan pada pertemuan sebelumnya yang dikalikan dengan
nilai dmin/Dfull maka dihasilkan nilai dmin. Nilai dmin yang dihasilkan dapat dilihat
pada tabel 1 pada lampiran. Berdasarkan hasil perhitungan nilai dmin dan D terlihat
meningkat ketika topografi daerah semakin rendah. Hal tersebut terjadi karena sistem
pengolahan IPAL yang menmanfaatkan gaya gravitasi sehingga semakin rendah
topografi suatu daerah maka pipa yang melalui daerah tersebut semakin besar. Pipa
yang semakin besar diakibatkan oleh semakin rendah topografi sehingga kumulatif
dari daerah pelayanan IPAL yang semakin banyak. Parameter yang dihasilkan dari
Tabel 1 adalah kecepatan minimum menggunakan parameter vmin/vfull dikalikan
dengan nilai vfull yang didapat dari perhitungan praktikum sebelumnya. Berdasarkan
perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa nilai vmin yang di hasilkan dari sebanding
dengan nilai vfull yaitu semakin rendah topografi maka semakin cepat aliran limbah
yang dihasilkan. Kecepatan dari aliran limbah ini juga dipengasuhi oleh slope
(kemiringan) dari daerah tersebut. Nilai slope diusahakan sekecil mungkin, tetapi
mampu memberikan kecepatan yang diinginkan sehingga tidak merusak permukaan
saluran (Thomas 2010).
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, nilai dmin terbesar masing-masing
segmen 1 sampai segmen 5 secara berurutan sebesar 244,73 mm, 182.75 mm, 59.16
mm, 128.93 mm, dan 99.25 mm. Sementara nilai vmin terbesar masing-masing
segmen 1 sampai segmen 5 secara berurutan sebesar 0.88 m/detik, 1.01 m/detik, 0.93
m/detik, 0.86 m/detik, dan 1.00 m/detik. Dalam melakukan perencanaan IPAL perlu
dipertimbangkan bagaimana aliran limbah tersebut memiliki kecepatan dan dengan
ukuran pipa yang sesuai agar tidak menyebabkan endapan maupun kecepatan yang
terlalu lambat. Kecepatan yang terlalu lambat akan mengakibatkan limbah
menginfiltrasi ke tanah sehingga terjadi pencemaran lingkungan. Aliran dan keadaan
pipa yang tidak sesuai dengan parameter yang dibutuhkan mengharuskan aliran
limbah tersebut harus digelontorkan. Penggelontoran merupakan penambahan air
dengan debit dan kecepatan tertentu ke dalam saluran. Penggelontoran membuat
aliran dalam pipa berjalan lancar untuk menghilangkan sedimen dan mengurangi
kepekatan air limbah (Gambiro, 2012). Penggelontoran dilakukan jika nilai
ketinggian air minimum (dmin) kurang dari 100 mm dan kecepatan minimum (vmin)
kurang dari 0,6 m/detik.
Pada daerah pelayanan di Desa banyuasih, pipa-pipa yang digelontorkan yaitu
sebanyak 32 node dari total keseluruhan 36 node. Node yang mengalami
penggelontoran diakibatkan karena nilai dmin dan vmin yang tidak memenuhi. Tabel 2
pada lampiran merupakan perhitungan lanjutan debit dan volume dari node yang
digelontorkan. Nilai yang diperlukan untuk menentukan kecepatan dan debit gelontor
mulai dari nilai D dan dmin yang didapat dari Tabel 1. Nilai yang diperlukan
selanjutnya adalah nilai d gelontor yang sudah ditentukan sebesar 100 mm untuk
semua segmen..
Perhitungan volume air limbah akhir dilakukan pada segmen pipa yang
mengalami penggelontoran. Pada perhitungan volume air limbah akhir, Qmin awal
ditambahkan dengan debit penggelontoran sehingga menghasilkan nilai Qmin/Qfull
baru. Namun, nilai Qmin yang digunakan adalah Qmin yang telah dijumlahkan dengan
Q gelontor. Qmin ditambah Q gelontor, hanya dilakukan pada perhitungan pada jalur
pipa dengan nilai dmin atau vmin belum memenuhi persyaratan. Setelah dilakukan
penggelontoran, nilai vmin dan nilai dmin akan meningkat dan memenuhi syarat
ketinggian dan kecepatan minimum di dalam pipa. Setelah tinggi muka air dan
kecepatan minimum memenuhi syarat, maka kemungkinan penyumbatan saluran
akibat pengendapan, kerusakan, atau penggerusan dinding saluran dapat dihindari.
Pada detil penanaman jaringan perpipaan penyaluran air limbah yang dapat dilihat
pada Tabel 3 pada lampiran. Parameter yang dibutuhkan untuk penentuan kedalaman
galian adalah panjang pipa, D, d/D, dan nilai slope, elevasi tanah (ET), elevasi dasasr
pipa (EDs), dan elevasi muka air (EMA). Nilai elevasi tanah (ET) yang diperoleh
nilainya bervariasi yang diperngaruhi oleh pemetaan jalur pipa pada peta kontur dan
elevasi tanahnya. Nilai Us kedalaman galian didapat dari selisih nilai Us ET dan Us
Eds, sementara itu nilai Ds kedalaman galian didapatkan dari nilai selisih Ds ET dan
Ds Eds. Jika dibandingkan nilai Us dan Ds kedalaman galian terbesar dari setiap
segmen 1 sampai 5 secara berurutan sebesar 1.55 m, 1.8 m, 1.4 m, 1.7 m, dan 1.8 m.
Berdasarkan perhitungan galian untuk penanaman pipa dapat dilihat bahwa jika
dilihat maka semakin rendah topografi maka semakin dalam kedalaman penanaman
pipa yang direncanakan. Hal ini dikarenakan pengaliran air limbah menggunakkan
sistem gravitasi yang mengandalkan perbedaan elevasi, yakni membutuhkan
kemiringan lebih antara topografi yang tinggi dan rendah agar dapat mengalirkan air
limbah.
Pada tahap perhitungan penanaman pipa, dua kondisi mungkin terjadi, yaitu
penggunaan pompa dan drop manhole. Pompa digunakan jika kedalaman galian
terlalu dalam atau kemiringan pipa lebih besar dibandingkan kemiringan elevasi
tanah. Drop manhole digunakan jika nilai kemiringan pipa lebih kecil dibandingkan
dengan kemiringan tanah. Selain perubahan diameter pipa, perbedaan ini juga terjadi
jika terdapat drop manhole, pompa atau pertemuan pipa pada persimpangan (Kerr
2008). Kapasitas pompa direncanakan berdasarkan aliran puncak air limbah,
demikian pula dengan perpipaan pada rumah pompa. Semakin besar kapasitas pompa,
biaya untuk perawatan dan pengontrolan sistem perpompaan akan semakin mahal.
SIMPULAN
Perencanaan pipa pada penelitian di Desa Banyuasih menggunakan 5 segmen
pipa yang dibatasi lubang pemeriksaan (manhole) di setiap persimpangan dengan
jarak 150 m sampai 200 m. Nilai dmin dan D terlihat meningkat ketika topografi
daerah semakin rendah karena sistem pengolahan IPAL yang menmanfaatkan gaya
gravitasi sehingga semakin rendah topografi suatu daerah maka pipa yang melalui
daerah tersebut semakin besar. Nilai dmin terbesar masing-masing segmen 1 sampai
segmen 5 secara berurutan sebesar 244,73 mm, 182.75 mm, 59.16 mm, 128.93 mm,
dan 99.25 mm. Sementara nilai vmin terbesar masing-masing segmen 1 sampai
segmen 5 secara berurutan sebesar 0.88 m/detik, 1.01 m/detik, 0.93 m/detik, 0.86
m/detik, dan 1.00 m/detik. Pada daerah pelayanan di Desa banyuasih, pipa-pipa yang
digelontorkan yaitu sebanyak 32 node dari total keseluruhan 36 node. Berdasarkan
perhitungan galian untuk penanaman pipa dapat dilihat bahwa jika dilihat maka
semakin rendah topografi maka semakin dalam kedalaman penanaman pipa yang
direncanakan. Hal ini dikarenakan pengaliran air limbah menggunakkan sistem
gravitasi yang mengandalkan perbedaan elevasi, yakni membutuhkan kemiringan
lebih antara topografi yang tinggi dan rendah agar dapat mengalirkan air limbah.

SARAN
Perbaikan yang dapat dilakukan untuk mengatasi nilai kecepatan diluar standar
yang berlaku adalah dengan memberlakukan prosedur cut and fill untuk
menyesuaikan kemiringan minimum yang diinginkan. Pengalihan aliran limbah dari
suatu blok ke segmen node lain dapat mengurangi fluktuasi debit puncak setiap
segmen.

Daftar Pustaka
Departemen Pekerjaan Umum Direktoran Jendral Cipta Karya. 2011. Tata Cara
Rancangan Sistem Jaringan Perpipaan Air Limbah Terpusat tentang
Pedoman Perencanaan. Jakarta (ID) : DPU.
Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. 2003. Jakarta (ID): Pedoman
Pengelolaan Air Limbah Perkotaan.
Firdayati M, Indiyani A, Prihandrijanti M, Otterpohl R. 2015. Greywater in
Indonesia: characteristic and treatment system. Jurnal Teknik Lingkungan.
21(2): 98 – 114.
Howard G.2009. Design of manhole placement. Journal of Civil
Engineering.342:153-162.
Pratiwi RS dan Purwanti IF. 2015. Perencanaan sistem penyaluran air limbah
domestik di Kelurahan Keputih Surabaya. Jurnal Teknik ITS. 4(1): 40-44.
Reay WG. 2004. Septic tank impacts on ground water quality and nearshore sediment
nutrient flux. Journal of Groundwater. 42(7): 1079-1089.
Soewondo P dan Yulianto A. 2008. The Effect of Aeration Mode on Submerged
Aerobic Biofilter Reactor for Greywater Treatment. Journal of Applied
Sciences in Environmental Sanitation. 3(3): 169-173.
Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah.Jakarta (ID):UI Press.
Tilley E dan Peters S. 2008. Sanitation System and Technologies. Dubendorf:
EAWAG.
Widiana S, Wardana I.W, Handayani D.S.2013. Perencanaan teknis sistem
penyaluran dan pengolahan air buangan domestic (studi kasus: Kelurahan
Bojongsalaman Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang). Jurnal
Teknik Lingkungan, 2(1):1-9.

Anda mungkin juga menyukai