Istilah discovery learning diungkapkan pertama kali oleh Bruner yang berlawanan dengan
reception learning (belajar penerimaan). Menurut Kosasih (2014: 83) pembelajaran discovery
learning merupakan nama lain dari pembelajaran penemuan. Sesuai dengan namanya, model
ini mengarahkan siswa untuk dapat menemukan sesuatu melalui proses pembelajaran yang
dilaksanakannya. Siswa dilatih untuk terbiasa menjadi seorang saintis (ilmuan).
Maka dapat disimpulkan bahwa discovery learning adalah suatu model untuk
mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri,
maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah
dilupakan siswa. Dengan belajar penemuan, anak juga bisa belajar berfikir analisis dan
mencoba memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan di transfer dalam
kehidupan bermasyarakat.
Bell (1978) mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan,
a. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran.
b. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang
efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan mneggunakan ide-ide orang lain.
d. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi
1. Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi
siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau
mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan,
sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
2. Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena
membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau
pemecahan masalah lainnya.
3. Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan
mengembangkan aspe konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang
mendapat perhatian.