Anda di halaman 1dari 24

BAB III

SYSTEM PLANNING

A. ANALISA KEBUTUHAN AIR BERSIH

Pada umumnya kesalahan terbesar dalam perencanaan suatu sistem distribusi air minum
ditimbulkan oleh ketidakpastian dalam penetapan kebutuhan air. Salah satu penetapan
kebutuhan air minum ini adalah dengan memperhatikan faktor lokasi. Karekteristik
kebutuhan air minum akibat faktor lokasi tertentu adalah kebutuhan air minum
berdasarkan fungsi pemakaian air oleh pelanggan pada satuan lokasi terkecil pada
jaringan distribusi. Dalam sistem distribusi air minum perkotaan, tujuan penggunaan air
ini dapat diklasifikasikan dalam lima kategori, yaitu: pemakaian rumah tangga,
komersial, industri, institusi, dan fasilitas umum. Pada tiap kategori tersebut mempunyai
nilai konsumsi persatuan langganan yang berbeda menurut tipe penggunaannya.
Penyebaran kebutuhan air minum dalam zona-zona pada jaringan sistem distribusi
tidaklah seragam. Oleh karena itu data kebutuhan air pada tingkat titik simpulnya didapat
dengan langkah-langkah sebagai berikut : (Walski, Gassler & Sjostrom 1990 : 23)

a. Data kebutuhan air minum harian rata-rata ( debit pembebanan) pada suatu titik
simpul dikumpulkan sebagai bagian dari data rekening pembayaran pelanggan (air
minum yang dikonsumsi pelanggan) kemudian dihitung dengan menjumlahkan data
konsumsi air minum yang terkait dengan titik simpul tersebut (menurut batas-batas
penamaan lokasi) sehingga akan memberikan total kebutuhan air minum dari
geografis yang sebenarnya.

b. Jika data kebutuhan air minum yang dikonsumsi tidak terukur secara lengkap maka
perhitungan kebutuhan dapat dilakukan dengan metode pendekatan pengumpulan
pelanggan (aggregrating individual users) yang diusulkan oleh Lina Weaver dkk
(1966) dari Universitas jhon Hopkins dengan langkah-langkah sebagai berikut :
(Walski, 1984 : 98)

III - 1
 Langkah pertama adalah menghitung banyaknya rumah tangga (estimasi jumlah
penduduk terlayani), jumlah bangunan industri institusi dan komersial pada tiap
blok yang terkait pada luasan pelayanan suatu titik simpul dari peta jaringan
distribusi.
 Kemudian nilai kebutuhan air minum harian menurut tujuan penggunaan air
minum digunakan untuk menghitung estimasi debit pembebanan pada titik simpul
tersebut mengalikannya dengan jumlah pelanggan tiap jenis aktifitas.

Tabel 3.1 Nilai kebutuhan air minum harian untuk bangunan tempat tinggal

Kategori Keterangan Jumlah Penduduk Kebutuhan Air


Kota (jiwa) (ltr/org/hari)
I Metropolitan Diatas 1 juta 120
II Kota Besar 500.000 s/d 1.000.000 100
III Kota Sedang 100.000 s/d 500.000 90
IV Kota Kecil 20.000 s/d 100.000 60
V Desa 10.000 s/d 20.000 60
VI Desa Kecil 3.000 s/d 10.000 45
Sumber : Pedoman Kebijaksanaan Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT)
Repelita V, Ditjen. Cipta Karya, 1994

Tabel 3.2 Nilai kebutuhan air minum harian untuk industri

Jenis Industri Unit Produksi Kebutuhan Air Minum


(ltr/unit/hari)
Bengkel 1 Kendaraan 40
Kulit 100 kg 4
Kertas Ton 200 s/d 400
Gula Ton 1 s/d 2
Tekstil 100 kg 8 s/d 14
Sumber : A. Kamala & DL. Kantharo, 1988 : 8

III - 2
Tabel 3.3 Nilai kebutuhan air minum harian untuk bangunan selain tempat tinggal

Jenis Bangunan Unit Kebutuhan Air


(ltr/unit/hari)
Pabrik (ada kamar mandi) Pegawai 45
Pabrik (tidak ada kamar mandi) Pegawai 30
Rumah Sakit (tempat tidur < 100) Tempat tidur 340
Rumah Sakit (tempat tidur > 100) Tempat tidur 455
Asrama Penghuni 135
Perkantoran Pegawai 45
Restauran Tamu 70
Hotel Tamu 180
Bioskop, Gedung Konser, Teater Pengunjung 15
Sekolah Reguler Pelajar/Mahasiswa 45
Sekolah Asrama Pelajar/Mahasiswa 135
Sumber : A. Kamala & DL. Kantharo, 1988 : 8

Kebutuhan air untuk pemadam kebakaran pada suatu jaringan distribusi juga
diperhitungkan meskipun kebutuhan ini tidak berdampak langsung bagi nilai
kebutuhan air minum rata-rata melainkan pada nilai kebutuhan puncak sistem, kerena
kebutuhan air untuk pemadam kebakaran hanya berlangsung dalam suatu periode
pendek (bebrapa jam) dalam satu hari.

Sedangkan besarnya kehilangan pada jaringan distribusi akbat kebocoran bergantung


pada kecermatan dalam proses konstruksinya, umum serta kondisi dari sistem
jaringan distribusi tersebut.

Berdasarkan pedoman-pedoman tersebut di atas maka analisis kebutuhan air bersih


untuk lokasi studi diasumsikan :

 Kebutuhan air untuk lokasi desa dan Desa Baru non real estate adalah 60
liter/orang/hari.
 Kebutuhan air di lokasi perumahan real estate secara umum diperhitungkan
sebagai kota sedang, yaitu sebesar 90 liter/orang/hari.
 Jumlah jiwa tiap rumah rumah tangga di lokasi perumahan real estate adalah 5
orang/rumah tangga.

III - 3
 Pelayanan sosial air bersih berbentuk hidran umum diperhitungkan sebesar 30
liter/orang/hari.
 Perencanaan air efektif sebesar 80% dari jumlah kebutuhan air bersih.

Dalam merencanakan jumlah kebutuhan air bersih maka diperlukan pemilahan


pengguna air bersih dimana dalam hal ini adalah untuk jenis rumah tangga, sarana
perekonomian, sarana pendidikan, sarana peribadatan, sarana industri, perkantoran
dan layanan sosial (kran umum). Hasil pemilahan yang dilakukan adalah seperti
ditunjukkan dalam tabel 3.4 sampai dengan tabel 3.27.

Berdasarkan hasil pemilahan yang dilakukan tersebut kemudian dilakukan analisa


masa depan (future analisys) untuk mengetahui proyeksi jumlah kebutuhan air.
Proyeksi yang dilakukan didasarkan pada deret data yang diperoleh yaitu tahun 1998
– 2002 dengan mengetahui ratio rata-rata pertumbuhan (average annual growth rate)
yang dinyatakan dalam %. Tahun proyeksi yang ditinjau adalah untuk tahun 2003,
2006, 2011, 2016 dan 2020. Hasil proyeksi jumlah penduduk dan sarana sosial
ekonomi adalah seperti ditunjukkan dalam tabel 3.28 s/d tabel 3.34.

Dari hasil proyeksi tersebut kemudian dikorelasikan dengan jumlah kebutuhan air tiap
satuan yang ditinjau (asumsi-asumsi yang digunakan) akan diperoleh jumlah sebaran
kebutuhan air keseluruhan. Sebaran kebutuhan air tersebut merupakan debit
pengambilan di jaringan pipa distribusi dimana dalam perhitungan hidrolik jaringan
dinayatakan dalam titik-titik pengambilan (node). Proyeksi jumlah kebutuhan air
dalam studi ini adalah ditunjukkan dalam tabel 3.35 s/d tabel 3.39. Sedangkan
sebaran kebutuhan air pada tiap node yang ditinjau adalah seperti ditunjukkan dalam
tabel 3.40 s/d tabel 3.42.

III - 4
B. HIDROLOGI DAN KUALITAS AIR

1. Hidrologi

Penerapan hidrologi dalam perencanaan penyediaan dan pengelolaan air bersih yang
bersumber dari air permukaan (sungai) adalah untuk mengetahui besar ketersediaan
air di pengambilan (intake) dan jumlah kebutuhan air (water demand).
1.1. Iklim
1.1.1. Curah Hujan
Beriklim tropis basah , yang dipengaruhui oleh faktor kosmik ,regional dan lokal .
Secara umum Nusantara dipengaruhui oleh angin musson Barat (Musim penghujan )
dan Musson Timur ( musim kemarau ) . Untuk Kab. Bengkalis pengaruh iklim
mempunyai keunikan ,dari pengolahan data curah hujan stasiun di Kab. Bengkalis
(1978-2002), selama setahun terjadi dua musim hujan diatas rata-rata tahunan ,yakni
musim hujan I (Maret – Mei )dan musim hujan II (September – Desember )
sedangkan musim kemarau terjadi dua kali yakni musim kemarau I ( Januari –
Febuari ) dan musim Kemarau ( Juni-Agustus) . Dari 4(empat) pos hujan
terdistribusikan 2 pos hujan di kepulauan kab. Bengkalis dan 2(dua) pos daratan Riau
, diperoleh curah hujan wilayah Kab. Bengkalis 1966 mm sedangkan sensibilitas
curah hujan dari masing-masing pos hujan menunjukkan Kota Bengkalis lebih
tinggi Curah hujan tahunannya ( 2194 mm ) dan rata-rata bulanan 164 mm/bulan.

Kejadian & besaran curah hujan tahunan di ibu kota Kab. Bengkalis dari catatan pos
observasi Bengkalis (1978-2002) diperoleh curah hujan rata-rata tahunan 2194 mm
dengan curah hujan rata-rata bulanan , curah hujan tahunan terbasah terjadi tahun :
curah hujan tahunan 3504 mm, curah hujan bulan maksimum pada Maret 594 mm
dan sebaliknya curah hujan tahunan terkering terjadi tahun 1992 dengan curah hujan
tahunan 1529 mm , curah hujan bulanan minimum pada Agustus 49 mm

III - 5
Peta Lokasi Stasiun Hujan

III - 6
1.1.2. Evapotranspirasi .

Evapotranspirasi rata-rata tahunan di kab. Bengkalis diperoleh 1428 mm/tahun


dan evapotranpirasi maksimum bulanan diodapat pada bulan maret 132 mm/bulan
dengan evopotranspirasi rata-rata bulanan 119 mm/bulan

III - 7
Tabel : Evapotranspirasi Kab. Bengkalis ( mm )

1.2. Tata Air Gambut Kab. Bengkalis.

Hujan jatuh di dataran rendah mengisi lapisan gambut yang permebilitas relative
kecil dan mempunyai karakter hidrophobi, setelah terisi penuh mengisi lekuk-
lekuk kecil kemudian menjadi limpasan membawa materaial terlarut dari media
gambut didominasi oleh kandungan organik tinggi , warna tinggi, besi ,pada pH
rendah . Jika air gambut dijadikan sumber air bersih melalui bantuan bahan kimia
dam teknologi pengolahan menghasilkan flok yang ringan dan cenderung mudah
mengapung ( Low settling velocity flocs).

Dataran rendah yang luas di dataran Sumatera di kab. Bengkalis –Prop. Riau dan
pengunungan Bukit barisan berbatasan dengan prop. Sumatera barat , Curah hujan
yang dibangkitkan oleh Musoon Barat membentuk sungai bermuara di selat
Malaka (antara lain: sungai siak , sei Rokan , sei Indrapura ) membentuk delta-delta
berawa , dengan proses suksesi proses regenerasi tumbuhan air terendam air maka
proses oksidasi dari udara ( destruksi )terhalang sehingga terjadi akumulasi
tumpukan mati dari batang ,ranting,daun akar-akar kayu tumbuhan air yang
menghasilkan tumpukan organik membentuk lapisan gambut berwarna Cokelat-
hitam. Curah hujan yang jatuh di daerah aliran sungai dari hulu(pasokan air ) dan
dataran rendah membawa baha-bahan terlarut dari gambut terakumulasi di badan
air sungai .

Air gambut di Sungai pada musim kemarau( S. Bukit Batu , S. Suwir Kanan )
relative hanya dipengaruhi oleh pasang surut laut( Warna, Zat organic , Besi , pH)
sedangkan pada musim hujan kualitas air gambut( Warna, Zat organic , Besi
menaik sedangkan dan pH rendah) di sungai dipengaruhi kiriman air dari hulu
pengunungan Bukit barisan (berbatasan dengan Prop. Sumatera Barat) pada musim
hujan kualitas air gambut terdapat kekeruhan rendah akibat meningkatnya
sediment transport , terangkatnya beban dasar(lempung) sungai menjadi beban

III - 8
terapung. Karakteristik Air gambut di dataran rendah gambut Kab. Bengkalis ,
berkisar :

Warna Cokelat – Hitam ( 400– 1000 NTU) , Kekeruhan rendah (20 , pH


rendah (3,0 – 5,0) , Kandungan Zat Organik tinggi ( 30 – 300 mg/L) dan
mengandung Besi ( 0,2 -1,5 mg/L)

Curah hujan yang jatuh didataran rendah kepulauan Bengkalis ( P. padang dan P.
Tebing tinggi ) membentuk tasik ( tasik Putri Puyu dan tasik Nambus ) terbentuk
bersama dengan pembentukan gambut di dataran rendah berawa , ekosistim
tumbuhan air dari generasi-ke generasi terendam air menghalangi proses oksidasi
sehingga tumpukan organik regenerasi tumbuhan air membentuk lapisan Gambut
dari warna cokelat-hitam , berwarna ,PH rendah dan mengandung besi .

Penyediaan Air Minum perkotaan di Kab. Bengkalis sumber Air gambut Tasik
Putri Puyu atau sumber air gambut dari Sungai Bukit Batu.

Kualitas air gambut di tasik ( Nambus, Putri Puyu ) dipengaruhi oleh musim ,
pada musim kemarau kualitas air gambut ( warna ,zat Organik , besi ) dan PH
relative stabil sedangkan pada musim hujan konsentrasi air gambutnya menaik
tergantung pada besaran hujan yang terjadi .

1.3. Simulasi Debit Metode Mock (Debit Andalan)

Suatu model konseptual adalah upaya meniru problem fisik dengan medefinikan
kontrainnya dengan matematik dalam menemukan hubungan structural antara
parameter terkait . Model debit Metode Mock adalah memasukan dari faktor
hidrologi , dengan jalan membuat transformasi dari serangkaian masukan dalam
upaya membuat simulasi debit air permukaan untuk memperoleh perilaku debit
sungai.

III - 9
Masukan Proses Keluaran
(variabel X) (variabel Y)
Kualitas Ruang
Curah Hujan DAS Debit Sungai
P1, P2,...,P3 - Sifat Tanah, (Q)
Batuan,
Morfologi,
Topograf
- Tutupan Lahan

Untuk menyusun analisa debit air permukaan dalam studi ini, diperlukan peta luas
tanggapan Air (DAS), data hujan ,topografi dan tata guna lahan . Karena
keterbatasan data tersedia dilakukan simplikasi supaya dapat dilakukan simulasi
debit air permukaan
Dr. FJ. Mock memperkenalkan cara perhitungan aliran sungai dari data curah hujan,
evapotranspirasi dan karakteristik hidrologi daerah pengaliran untuk mengestimasi
tersedianya air sungai, bila data debit tidak ada. Metode ini mempunyai hasil
simulasi sesuai dengan data yang tersedia umumnya di Indonesia, memasukan
parameter yang ada dalam suatu DAS sampai dengan iklim yang terjadi ( PENMAN
FORMULA).
Komponen hidrologi masukannya adalah hujan bulanan daerah,evapotranspirasi,
infiltrasi dan kelengasan tanah (soil moistur).

Kriteria Perhitungan dan asumsi :

1.3.1. Evapotransipirasi Terbatas ( E)

III - 10
a. Curah Hujan Bulanan (P) diambil curah hujan bulanan (mm), dan jumlah hari
hujan (n) = jumlah hari hujan pada bulan yang bersangkutan .
b. Evapotranspirasi terbatas adalah evapotranspirasi yang mempertimbangkan
tanaman (vegetasi), permukaan tanah dan frekuensi curah hujan.

Evapotranspirasi terbatas dapat dirumuskan sebagai berikut ;

Et = Ep – E

Dimana :
Et = Evapotranspirasi terbatas
Eto = Evapotranspirasi potensial (mm)
E = Perbedaan antara evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi
terbatas (mm)

Evapotranspirasi potensial adalah evapotranspirasi yang terjadi dalam keadaan


air selalu tersedia cukup, baik secara alami (hujan) maupun secara buatan
(irigasi).

Sedangkan perbedaan antara evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi


terbatas dapat dicari dengan persamaan :

d
E  .Epx xm
30

Untuk periode bulanan , dimana:

Ep = Evapotranspirasi potensial (mm)


d = Jumlah hari kering tanpa hujan dalam satu bulan
m = prosentase lahan yang tak tertutup vegetasi , ditaksir dari peta tata guna
lahan , diambil :

 m = 0 % untuk lahan dengan hutan lebat


 m = 0% pada akhir musim hujan , dan bertambah 10 % setiap bulan
kering untuk lahan dengan hutan sekunder
 m = 10-40 % untuk lahan yang tererosi
 m = 30 – 50 % untuk lahan pertanian yang diolah ( missal sawah,
ladang)

III - 11
Hubungan antara jumlah hari kering dan jumlah hari hujan di Indonesia dapat
dibuat persamaan yang dirumuskan sebagai berikut :

E/Ep = (m/20) x (18 – n)………………………….………( Radhi Sinaro:1987)

Dimana :
m = Singkapan Lahan (%)
n = Jumlah Hari Hujan dalam sebulan

c. Water Surplus adalah volume air yang masuk ke permukaan tanah


Water surplus :  S = (p-Et) < Soil Storage, dan =0 jika defisit, (P-Et) > dari soil
storage

d. Initial storage adalah besarnay volume air pada saat permulaan mulainya
perhitungan . Ditaksir sesuai dengan keadaan musim , seadainya musim hujan bias
sama dengan soil moisture capacity dan lebih kecil dari pada musim kemarau

1.3.2. Keseimbangan Air dipermukaan tanah

a) Curah hujan yang mencapai permukaan tanah

 s = P-Et

Harga positif bila P > E, air masuk kedalam tanah


Harga negatif bila P< Et , sebagian air tanah akan keluar, terjadi defisit

b) Perubahan kandungan air tanah, soil storage ds = selisih antara Soil moisture
capacity bulan sekarang dengan bulan sebelumnya . Soil moisture capacity ini
ditaksir berdasarkan kondisi porositas lapisan tanah atas dari cathment area
biasanya ditaksir 50 s/d 250 mm.

1.3.3. Debit dan Storage Air Tanah

III - 12
1. Koefisien Infiltrasi ( I)ditaksir berdasarkan kondisi porositas tanah dan kemiringan
daerah pengaliran

Lahan yang porous maka infiltrasi akan besar, lahan yang terjal dimana air tidak
sempat infiltrasi kedalam tanah maka koefisien infiltrasi akan kecil Besarnya
koefisien infiltrasi lebih kecil dari 1

2. Storage Air Tanah

Bn = k. B n-1 + ½ (1+k). In

Bn = Volume air tanah


K = qt/qo = faktor resesi aliran tanah
qt = aliran airtanah pada waktu t ( bulan ke t)
q = aliran air tanah pada awal ( bulan ke 0)
Bn = Bn -B n-1
dVn = Perubahan volume air tanah
Bn = Volume air tanah bulan ke n
B n-1 = bVolume air tanah bulan ke ( n-1)

1.3.4. Aliran sungai

 Aliran dasar = infiltrasi dikurangi perubahan volume aliran air tanah


 Aliran permukaan = water surplus – infiltrasi
 Aliran sungai = aliran permukaan + aliran dasar
 Debit efektif = aliran sungai dinyatakan dalam m3/dtk

1.4. PENGELOLAAN TAMPUNGAN DAN KEANDALAN SUMBER AIR BAKU

Penyadapan sumber Air baku untuk PAM dari Tampungan ( Tasik , Long
Storage) dilakukan dalam kaidah menjamin standar penyediaan Air Minum di

III - 13
komponen pelayanan khususnya kontinuitas pasokan sumber air baku dalam
system PAM .
Obyektifitas : menjamin Kontinuitas pasokan sumber Air untuk PAM
Konstrainnya :
1. Hukum kekekalan masa air : St+1 = St + Qin – Qout – E
2. Batasan Volume Tampungan : S min < S < S maks
3. Debit air masukan : Qin time series
4. Debit air keluaran : Q Penyadapan air ( Keandalan sumber air utk PAM)
5. Evaporasi permukaan air : E = 1.1 Et

St+1 = St + Qin – Qout – E

Dimana :
S : variabel ditetapkan atau tersedia secara alam
Q in : variabel acak ( independent )
E : variabel acak (relative dependent fungsi iklim)
Qout : variabel ditentukan
t : waktu

1.5. KEANDALAN SUMBER AIR BAKU MINUM

Keandalan sumber air baku , didasarkan :


 Karakteristik Debit air tergantung pada iklim ( variabel acak )

III - 14
 Urutan prioritas peruntukan air ( peraturan perundang-undangan )
 Perencanaan sumber air berbagai sektor kebutuhan( risiko kegagalan
pelayanan air )

Tabel 2.4.1 : Kriteria Alokasi sumber air permukaan.

Keandalan Sumber air baku


Sumber air Domestik Irigasi Industri
Durasi Periode Durasi Periode Periode
Ulang Ulang Durasi Ulang
Debit air minimum 1- 7 Hari 10-20 Thn 15-30 Hr 5 Thn 1-2 20 Thn
Sumber : Arwin Sabar ,1997

Untuk mendapatkan keandalan debit air baku harian dari keandalan debit air baku bulanan,
dapat didekati dengan formula ( Arwin ) , berikut:

Q R Bulanan
Q R
Harian 
Ci

Dimana :

QR : Debit Andalan Periode R


R : Periode Ulang
Ci : Faktor konversi fungsi kualitas Daerah Aliran Sungai.( 1-3)

1.6. Keandalan Debit Tasik Putri Puyu- P. Padang.

Luas permukaan basah tasik putrid Puyu 210 ha terletak di P. Padang 11 Km dari
pelabuhan P. Padang , kemiringan tanah berkisar 1 permil . jalan dari dermaga P. padang
kearah tasik Puti puyu telah dibuka selebar 20 m dilengkapi saluran drainage kiri –kanan
jalan tembus sampai pantai , pada saat survai sdh dibuka sampai + 5 Km. Dengan
dibuatnya saluran drainage mengeringkan/memadatkan jalan juga berdampak terjadinya
proses pengeringkan air dari dataran rendah bergambut di sepanjang kiri –kanan jalan ,
pengaliran air terutama terjadi pada saat permukaan air surut. Diperkirakan water table
akifer bebas lapisan Gambut berhubung sampai tasik Putri Puyu .

III - 15
Untuk dijadikan sumber air baku dari Tasik Putri Puyu perlu diperhatikan secara seksama
luas tanggapan air yang mengisi tasik dan besaran komponen siklus Hidrologis yang
terjadi di DAS Tasik Putri Puyu antara inflow & outflownya .

Situasi Rencana Intake Sumber Air Putri Puyu ( Sebelah kiri )

III - 16
Situasi Pembukaan Jalan dari Pelabuhan Padang- Tasik Puyu ( 5 Km )

1.6.1. Simulasi potensi sumber air Tasik Putri Puyu

a) Lingkungan Tampungan Tasik Putri Puyu

III - 17
III - 18
III - 19
Obyektif : besaran Keandalan Penyadapan Sumber air Tasik Putri Puyu untuk menjamin
kontinuitas pasokan sumber air PAM

Konstrain:

 Volume tampungan

Smax = 12,920 Juta m3 ( Elevasi + 11 m)


Smin = 5,320 juta m3 ( Elevasi + 7 m
S tersedia = 7,600 Juta m3

 Debit air masukan :

Tabel : Simulasi inflow air Tasik Putri Puyu ( Model Mock )

Sumber data : prpoyek Surapada Prop. Riau, Peta Bakosurtanal dan International water Management Institut

 Respon simulasi Pengelolaan Tampungan

 Keandalan debit sumber air baku PAM dari Tasik Putri Puyu Q : 115 L/det.

II. Kualitas Air

Pengetahuan tentang kualitas air adalah sangat penting dan menentukan dalam
perencanaan penyediaan dan pengelolaan air bersih. Kualitas air akan menentukan jenis
bahan, peralatan dan bangunan Instalasi Pengolahan Air/IPA (water treatment plan/WTP)
yang digunakan. Semakin buruk kualitas air dari sumber air yang diambil akan
mengakibatkan tingginya biaya pengolahan/produksi.
Seperti dibahas sebelum sample air gambut dari Putri Puyu ( musim kemarau ) :
Warna berkisar (438-468 mg/L ), PH (3,61- 3,73) ,kekeruhan ( 20 -30 NTU ) dan besi
(1,10-1,27 mg/L) sedangkan sample air sungai di dataran rendah (musim hujan) :
warna ( 1086-1220 mg/L), PH (3,59-3,65) dan besi (0,4-0,53 mg/L) , lengkapnya
pemeriksaan lab. terhadap sample sesaat dapat diperlihatkan pada Tabel 3.1.1.
Tabel 3.1.1 Sample Air Gambut Kab. Bengkalis

III - 20
KepMen KepMeen
Unit Tasik Putri Puyu*
No Parameter Kesehatan Kesehatan
(P. Padang)
No. 416/90 No.907/02

III - 21
Aspek
Fisik
a,Ki
Standar Air Standar Air
mia,
Bersih Minum
Bakt
erilo
gis
1 Warna PtCo 467 50 15
2 Bau - Tdk berbau Tdk Berbau Tdk Bebau

3 PH - 3,73 6,5-9 6,5-8,5


4 Rasa - Tdk berasa Tdk Berasa Tdk Berasa
5 Kekeruhan NTU 26 25 5
6 Alunium <0,02 0,2
7 Tembaga <0,008
8 Besi(Fe) Mg/L 1,27 1 0,3
9 Mangan(Mn) Mg/L <0,04 0,5 0,1
10 Zinc Mg/l 0,216 3
11 Klorida(Cl) Mg/L 18,54 600 250
12 Fluorida Mg/L <0,02 1,5 1,5
13 Nitrate Mg/L <0,53 50
(N03 as N)
14 Nitrite Mg/L 0,008 3
( N02 as N)
Ammonium
(NH4 as N)
15 Sulfat (S04) Mg/L 2,70 400 250
16 Arsenic <0,0001 0,01
17 Cadmium <0.001 0,003
18 Chromium <0,001 0,05
19 Selenium <0,007 0,01
20 Padatan Mg/L 37 1.500 1.000
Terlarut
21 Kesadahan Mg/L 14,07 500 500
(CaC03)
22 Coliform MPN 6 10 Nihil
/100 ml
23 Faecal MPN Nihil - Nihil
Coliform /100 ml
Sumber: * sample pada musim kemarau

C. RESPON TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR

1. Dasar Pemikiran

III - 22
 Pembentukan flok yang dihasilkan dari pengolahan air gambut
menghasilkan tipe flok yang relative punya kecepatan pengendapannya
rendah jika dibandingkan dengan flok yg terbentuk dari kekeruhan ( Low
settling velocity flocs).
 Tingkat keahlian operator yang terbatas
 Mudah dioperasikan
 Aspek kualitas air olahan memenuhi kualitas air minum sepanjang waktu
 Survai singkat Instalasi pengolahan air gambut Kab. Bengkalis

2. Rencana Sistem Infrastruktur Penyediaan Air Minum

3. Respon Teknologi Pengolahan Air Minum

3.1. Unit-Unit Instalasi

Flow Diagram Pengolahan Air Gambut

Unit Instalasi disarankan :


 Koagulasi type Hidrolik
 Flokulasi type Baffle channel
 Sedimentasi tube settler
 Filter type media antrasit , pasir dan Kerikil (media pendukung)

III - 23
Kriteria disain :
 Menggunakan kriteria kondisi flok terbentuk dari materi air gambut ( Low
settling velocity flocs).
 Kriteria Disain Sensitive terhadap perubahan kualitas air gambut oleh pengaruh iklim
dan pasang surut.
 Melakukan test kualitas air dan jar test terhadap kualitas air gambut ( paling sedikit
mewakili sample air gambut akhir musim kemarau dan sample musim hujan )

Unit Koagulasi

Gradien kecepatan G = 200 – 500 /det.

Periode pengadukan : td = 1-3 menit

G.td = 10 4- 105
Unit Flokuasi

Waktu pembentukan flok : td = 10-30 menit

Gradien kecepatan G = 10-75 /det

G.td = 10 4- 105
Sedimetasi:

Kecepatan Pengendap flo k = (60- 180 )cm/jam

Beban permukaan = (0,24 – 0,48 ) L/det – M2
 Td = 2-8 jam
 Beban pelimpah maksimum = 5,8 L/det -M
Filtrasi

Kecepatan penyaringan : V = 1,37 – 2,74 L/det. M2

Kedalam bak minimum : h = 2,5 m

Tekanan air yg tersedia pada waktu fitrasi 2 -2,5 m

III - 24

Anda mungkin juga menyukai