Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertussis (batuk rejan) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi tenggorokan
dengan bakteri ”Bordatella Pertussis”. Penyakit batuk rejan / juga dikenal sebagai
”Pertussis” atau dalam bahasa Inggris ”Whooping Cough” adalah satu penyakit yang
menular. Pertussis bisa ditularkan melalui udara. Gejala awalnya mirip dengan infeksi
saluran nafas atau lainnya yaitu pilek dengan lendir cair dan jernih, mata merah dan
berair, batuk ringan, demam ringan. Pada stadium ini, kuman paling mudah menular.
Setelah 1-2 minggu, timbullah stadium kedua dimana frekuensi dan derajat batuk
bertambah, disertai suara melengking yang khas. Stadium penyembuhan terjadi 2-4
minggu kemudian, suara melengking hilang, namun batuk bisa menetap hingga lebih dari
1 bulan. Didunia terjadi sekitar 30-50 juta kasus pertahun, dan menyebabkan kematian
pada 300.000 kasus.
Penyakit ini biasanya terjadi pada anak berusia dibawah 1 tahun. 90% kasus ini terjadi
dinegara berkembang. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh Bakterium Bordetella
namun tidak jarang diakibatkan oleh Bordetella Parapertussis. Pertussis juga disertasi
dengan serak, bersin dan demam yang tidak begitu panas. Selain menyerang anak-anak
batuk pertussis juga menyerang bayi berusia dibawah 1 tahun, ini disebabkan karena ia
belum mendapatkan vaksin. Untuk itu anak-anak diberi vaksin DPT yang diberikan pada
2 bulan, 3 bulan dan akhirnya 5 bulan dari dosis tambahan pada usia 18 bulan. Vaksin ini
berkisar selama 5 tahun. Penyakit ini lama-kelamaan dapat menyebabkan kematian.
Untuk itulah penulis menyusun makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Anak
Dengan Pertussis”.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan hal di atas, maka dalam pembahasan makalah ini selanjutnya akan dibahas
lebih dalam dengan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa definisi pertusis?


2. Bagaimana etiologi terjadinya pertussis?
3. Bagaimana patofisiologi dari pertussis?
4. Bagaimana pohon masalah terjadinya pertussis?
5. Bagaimana manifestasi klinik terjadinya pertussis?
6. Bagaimana cara penularan penyakit pertussis?
7. Bagaimana komplikasi dari penyakit pertusis?
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari penyakit pertusis?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit pertussis?
10. Bagaimana pencegahan dari penyakit pertussis?
1.3 Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Memahami definisi pertussis


2. Mengetahui etiologi terjadinya pertussis
3. Mengetahui patofisiologi dari pertussis
4. Mengetahui pohon masalah dari pertussis
5. Mengetahui manifestasi klinis dari pertussis
6. Mengetahui cara penularan dari pertussis
7. Mengetahui komplikasi dari pertussis
8. Mengetahui pemeriksaan penunjang untuk pertussis
9. Mengidentifikasi penatalaksanaan klien anak dengan pertussis
10. Mengetahui bagaimana pencegahan pertussis
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pertusis

Pertusis adalah penyakit radang paru (pernafasan) yang disebut juga batuk rejan atau
batuk 100 hari, karena lama sakitnya dapat mencapai 3 bulan lebih atau 100 hari.Pertusis
adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh Bordetella pertusis. Nama lain dari
penyakit pertusis adalah tussis quinta, whooping cough, batuk rejan.

Penyakit ini tersebar diseluruh dunia, ditempat yang padat penduduknya dapat berupa
epidemic pada anak. Pertusis ditandai dengan demam dan perkembangan batuk semakin
berat. Batuk adalah gejala khas dari batuk rejan atau pertusis. Serangan batuk terjadi tiba-tiba
dan berlanjut terus tanpa henti hingga seluruh udara di dalam paru-paru terbuang keluar.
Akibatnya saat napas berikutnya pasien pertusis telah kekurangan udara shingga bernapas
dengan cepat, suara pernapasan berbunyi separti pada bayi yang baru lahir berumur kurang
dari 6 bulan dan pada orang dewasa bunyi ini sering tidak terdengar. Batuk pada pertusis
biasanya sangat parah hingga muntah-muntah dan penderita sangat kelelahan setelah
serangan batuk.

2.2 Etiologi

Penyakit pertusis terbanyak disebabkan oleh bakteri bordetella pertusis tetapi kadang-kadang
juga oleh bordetella parapertusis di beberapa daerah dunia. Bakteri bordetella parapertusis
termasuk bakteri gram negatif yang dapat dibiakkan dari swabna ofaring penderita pertusis
dengan media khusus (ditanamkan pada media agar Bordet-Gengou).

Adapun ciri-ciri organisme Bordetella parapertusis antara lain :

1. Berbentuk batang (coccobacilus)


2. Tidak dapat bergerak
3. Bersifat gram negative.
4. Tidak berspora, mempunyai kapsul
5. Mati pada suhu 55ºc selama ½ jam, dan tahan pada suhu rendah (0º- 10ºc)
6. Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar metakromatik
7. Tidak sensitive terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi resisten terhdap
penicillin

2.3 Patofisiologi

Bordetella pertusis diitularkan melalui sekresi udara pernapasan yang kemudian


melekat pada silia epitel saluran pernapasan.Basil biasanya bersarang pada silia epitel thorak
mukosa,menimbulkan eksudasi yang muko purulen, lesi berupa nekrosis bagian basal dan
tengah epitel torak, disertai infiltrate netrofil dan makrofag.

Mekanisme patogenesis infeksi Bordetella pertusis yaitu perlengketan, perlawanan,


pengerusakan local dan diakhiri dengan penyakit sistemik. Perlengketan dipengaruhi oleh
FHA ( filamentous Hemoglutinin), LPF (lymphositosis promoting factor), proten 69 kd yang
berperan dalam perlengketan Bordetella pertusis pada silia yang menyebabkan Bordetella
pertusis dapat bermultipikasi dan menghasilkan toksin dan menimbulkan whooping cough.
Dimana LFD menghambat migrasi limfosit dan magrofag didaerah infeksi. Perlawanan
karena sel target da limfosist menjadi lemah dan mati oleh karena ADP (toxin mediated
adenosine disphosphate) sehingga meningkatkan pengeluaran histamine dan serotonin, blokir
beta adrenergic, dan meningkatkan aktivitas insulin. Sedangkan pengerusakan lokal terjadi
karena toksin menyebabkan peradangan ringan disertai hyperplasia jaringan limfoid
peribronkial sehingga meningkatkan jumlah mucus pada permukaan silia yang berakibat
fungsi silia sebagai pembersih akan terganggu akibatnya akan mudah terjadi infeksi sekunder
oleh sterptococos pneumonia, H influenzae, staphylococos aureus.

Penumpukan mucus akan menyebabkan plug yang kemudian menjadi obstruksi dan
kolaps pada paru, sedang hipoksemia dan sianosis dapat terjadi oleh karena gangguan
pertukaran oksigen saat ventilasi dan menimbulkan apneu saat batuk. Lendir yang terbentuk
dapat menyumbat bronkus kecil sehingga dapat menimbulkan emfisema dan
atelektasis.Eksudasi dapat pula sampai ke alveolus dan menimbulkan infeksi sekunder,
kelaina paru itu dapat menimbulkan bronkiektasis.
2.4 Pohon Masalah

Bordetella Pertusis

Inhalasi droplet

Alveolus

Reaksi antigen-antibodi

Peningkatan aktivitas
Tuberkel pecah Reaksi radang paru
seluler

Fibrosis jaringan Peningkatan produksi sekret


paru Metabolisme meningkat

Iskemia jaringan paru Akumulasi secret


Pemecahan KH, lemak, protein
dan adanya penekanan pada
pusat lapar di otak
Merangsang reseptor syaraf Obstruksi jalan nafas
untuk mengeluarkan
neurotransmitter bradikinin,
serotonin dan histamin Batuk-batuk
Kurang nafsu makan

Asupan kurang
Jalan nafas tidak efektif
Perubahan nutrisi
Nyeri Sering terbangun kurang dari kebutuhan
dimalam hari

Gangguan pola
tidur
2.5 Manifestasi Klinik

Pada Pertusis, Masa inkubasi penyakit ini 6-20 hari (rata-rata 7 hari) gejala umumnya
dibagi dalam 3 stadium yaitu : stadium kataralis, paroksimal(serangan) dan konvalensi
(penyembuhan).

1. Stadium kataralis/stadium prodomal/stadium proparoksimal:


- Lamanya 1-2 minggu.
- Gejala permulaannya yaitu timbulnya gejala infeksi saluran pernafasan bagian
atas yaitu timbulnya rinore dengan lender yang jernih.
- Kemerahan konjungtiva, lakrimasi.
- Batuk dan panas ringan.
- Anoreksia kongesti nasalis.
- Pada tahap ini kuman paling mudah di isolasi.
- Selama masa ini penyakit sulit dibedakan dengan batuk biasa.
- Batuk yang timbul mula-mula malam hari, siang hari menjadi semakin hebat,
sekret pun banyak dan menjadi kental dan lengket.
2. Stadium paroksimal/stadium spasmodic
- Lamanya 2-4 minggu
- Selama stadium ini batuk menjadi hebat ditandai oleh whoop (batuk yang
bunyinya nyaring) sering terdengar pada saat penderita menarik nafas pada
akhir serangan batuk. Batuk dengan sering 5 – 10 kali, selama batuk anak tak
dapat bernafas dan pada akhir serangan batuk anak mulai menarik nafas
denagn cepat dan dalam. Sehingga terdengar bunyi melengking (whoop) dan
diakhiri dengan muntah.
- Batuk ini dapat berlangsung terus menerus, selama beberapa bulan tanpa
adanya infeksi aktif dan dapat menjadi lebih berat.
- Selama serangan, wajah merah, sianosis, mata tampak menonjol, lidah
terjulur, lakrimasi, saliva dan pelebaran vena leher.
- Batuk mudah dibangkitkan oleh stress emosional missal menangis dan
aktifitas fisik (makan, minum, bersin dll)
3. Stadium konvalensi
- Terjadi pada minggu ke 4 – 6 setelah gejala awal
- Gejala yang muncul antara lain :
 batuk berkurang
 nafsu makan timbul kembali, muntah berkurang.
 anak merasa lebih baik
 pada beberapa penderita batuk terjadi selama berbulan-bulan akibat
gangguan pada saluran pernafasan.

2.6 Cara Penularan

Cara penularan pertusis, melalui:

1. Droplet infection

Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui percikan-percikan ludah
penderita pada saat batuk dan bersin

2. Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi

Dapat pula melalui sapu tangan, handuk dan alat-alat makan yang dicemari kuman-kuman
penyakit tersebut. Tanpa dilakukan perawatan, orang yang menderita pertusis dapat
menularkannya kepada orang lain selama sampai 3 minggu setelah batuk dimulai.

2.7 Komplikasi

Komplikasi paling sering adalah pneumonia (radang paru) , pneumonia dapat


disebabkan oleh bakteri pertusis tetapi lebih sering karena infeksi bakteri lainnya. Kejang dan
kesadaran menurun dapat terjadi akibat kurangnya oksigen di otak pada saat serangan.
Kuatnya batuk juga dapat menyebabkan terjadinya perdarahan (misalnya dikonjungtiva mata)
dan timbulnya hernia.

1. Pada saluran pernafasan


a. Bronkopnemonia

Infeksi saluran nafas atas yang menyebar ke bawah dan menyebabkan timbulnya pus
dan bronki, kental sulit dikeluarkan, berbentuk gumpalan yang menyumbat satu atau lebih
bronki besar, udara tidak dapat masuk kemudian terinfeksi dengan bakteri.
Paling sering terjadi dan menyebabkan kematian pada anak dibawah usia 3 tahun terutama
bayi yang lebih muda dari 1 tahun. Gejala ditandai dengan batuk, sesak nafas, panas, pada
foto thoraks terlihat bercak-bercak infiltrate tersebar.

b. Otitis media / radang rongga gendang telinga

Karena batuk hebat kuman masuk melalui tuba eustaki yang menghubungkan dengan
nasofaring, kemudian masuk telinga tengah sehingga menyebabkan otitis media. Jika saluran
terbuka maka saluran eustaki menjadi tertutup dan jika penyumbat tidak dihilangkan pus
dapat terbentuk yang dapat dipecah melalui gendang telinga yang akan meninggalkan lubang
dan menyebabkan infeksi tulang mastoid yang terletak di belakang telinga.
c. Bronkhitis : Batuk mula-mula kering, setelah beberapa hari timbul lender
jernih yang kemudian berubah menjadi purulen.
d. Atelaktasis : Timbul akibat lender kental yang dapat menyumbat bronkioli.
e. Emphisema Pulmonum : Terjadi karena batuk yang hebat sehingga alveoli pecah dan
menyebabkan adanya pus pada rongga pleura.
f. Bronkhiektasis : Terjadi pelebaran bronkus akibat tersumbat oleh
lender yang kental dan disertai infeksi sekunder.
g. Aktifitas Tuberkulosa
h. Kolaps alveoli paru : terjadi akibat batuk proksimal yang lama pada anak-anak
sehingga dapat menebabklan hipoksia berat dan pada bayi dapat menyebabkan
kematian mendadak.

2. Pada saluran pencernaan


a. Emasiasi dikarenakan oleh muntah-muntah berat.
b. Prolapsus rectum / hernia dikarenakan tingginya tekanan intra abdomen.
c. Ulkus pada ujung lidah karena tergosok pada gigi atau tergigit pada saat batuk.
d. Stomatitis.
3. Pada sistem syaraf pusat Terjadi karena kejang :
a. Hipoksia dan anoksia akibat apneu yang lama
b. Perdarahan sub arcknoid yang massif
c. Ensefalopat, akibat atrof, kortika yang difus
d. Gangguan elektrolit karena muntah

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Pertusis dapat didiagnosis selama stadium paroksismal. Sukar pada bayi-bayi yang sangat
muda, adolesens, dan pada orang dewasa oleh karena mempunyai manifestasi yang atipis.
Riwayat kontak dengan kasus-kasus pertusis sangatlah menolong, tetapi umumnya riwayat
ini negatif pada populasi yang telah banyak mendapat imunisasi. Batuk lebih dari 2 minggu
dengan emesis sesudah batuk mempunyai nilai diagnostik yang penting.

- Pembiakan lendir hidung dan mulut.


- Pembiakan darah lengkap (terjadi peningkatan jumlah sel darah putih yang ditandai
sejumlah besar limfosit, LEE tinggi, jumlah leukosit antara 20.000-50.000 sel/m³
darah.
- Pemeriksaan serologis untuk Bordetella pertusis.
- Tes ELISA (Enzyme – Linked Serum Assay) untuk mengukur kadar secret Ig A.
- Foto rontgen dada memeperlihatkan adanya infiltrate perihilus, atelaktasis atau
emphysema.
- Foto toraks dapat memperlihatkan infiltrat perihiler, atelaktasis atau empiema

2.9 Penatalaksanaan

1. Pemberian antibiotik
a. Eritromisin dengan dosis 50mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis. Obat ini
menghilangkan B. Pertusis dari nasofaring dalam 2-6 hari (rata-rata 3-6 hari)
dengan demikian memperpendek kemungkinan penyebaran infeksi.
Eritromisin juga “menggugurkan” atau menyembuhkan pneumonia. Oleh
karena itu, sangat penting dalam pengobatan pertusis khususnya pada bayi
muda.
b. Ampisilin dengan dosis 100 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis.
2. Ekspektoransia dan mukolitik
3. Kodein diberikan bila terdapat batuk-batuk yang berat.
4. Luminal sebagai sedativa
5. Terapi Kausal
a. Anti Mikroba
Agen anti mikroba diberikan karen kemungkinan manfaat klinis dan
membatasi penyebaran infeksi. Entromisin 40 – 50 mg/kg/34 jam secara oral
dalam dosis terbagi empat (max. 29/24 jam) selama 14 hari merupakan
pengobatan baku. Beberapa pakar lebih menyukai preparat estolat tetapi etil
suksinal dan stearat juga manjur.
b. Salbutamol
Cara kerja salbutamol :
- Stimulan Beta 2 adrenalgik.
- Mengurangi proksimal.
- Mengurangi frekwensi apnea
- Dosis yang dianjurkan 0,3 – 0,5 mg / kg BB / hari di bagi dalam 3 dosis.
c. Globulin imun pertusis
Hiperimun serum dosis intramuskuler besar, rejan sangat berkurang
pada bayi yang diobati pada minggu pertama, penggunaan preparat
imunoglobulin jenis apapun tidak dibenarkan.
6. Terapi suportif (Perawatan Pendukung).

1) Lingkungan perawatan pasien yang tenang.


2) Pembersihan jalan nafas .
3) Istirahat yang cukup.
4) Oksigen terutama pada serangan batuk yang hebat disertai sianosis.
5) Nutrisi yang cukup, hindari makanan yang sulit ditelan. Bila penderita
muntah-muntah sebaiknya diberikan cairan dan elektrolit secara parentral.

2.10 Pencegahan

1. secara Aktif

- pemberian vaksin pertusis diberikan bersama-sama dengan vaksin difteri dan tetanus
dosis pada imunisasi dasar dianjurkan 12 IU dan diberikan pada umur 2 bulan.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa vaksinasi pertusis sudah dapat diberikan pada
umur 1 bulan dengan hasil yang baik. Sedang waktu epidemi diberikan lebih awal lagi
yaitu umur 2 – 4 minggu.
vaksin pertusis yang terdiri dari kuman bordetella pertusis yang telah dimatikan untuk
mendapatkan imunitas aktif. Vaksin ini diberikan bersama vaksin difteri dan tetanus.
Dosis yang dianjurkan 12 unit diberikan pada umur 2 bulan. Kontra indikasi
pemberian vaksin pertusis :

1) Panas lebih dari 33ºC


2) Riwayat kejang
3) Reaksi berlebihan setelah imunisasi DPT sebelumnya misalnya: suhu tinggi
dengan kejang, penurunan kesadaran, syok atau reaksi anafilatik lainnya.

- Perawat sebagai edukator


Melakukan penyuluhan kepada masyarakat khususnya kepada orang tua yang
mempunyai bayi tentang bahaya pertusis dan manfaat imunisasi bagi bayi.

2.Secara pasif

Secara pasif pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan kemopropilaksis. Ternyata


eritromisin dapat mencegah terjadinya pertussis untuk sementara waktu
BAB III

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Anamnese
a) Biodata
Umur : Biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun dan jarang ditemukan pada
bayi berumur dibawah 6 bulan dari pada orang dewasa diatas 15 tahun.
Tempat tinggal : Biasanya terjadi pada penduduk di tempat-tempat pemukiman yang
rapat-rapat, higine dan sanitasi jelek dan fasilitas kesehatan yang kurang.
 Identitas klien
Nama/Nama panggilan :
Tempat tanggal lahir/Usia :
Jenis kelamin : L/P
Agama :
Pendidikan :
Alamat :
Tanggal masuk :
Tanggal pengkajian :
Diagnosa medik : Pertusis
Rencana terapi :
 Identitas orang tua
Ayah
Nama :
Usia :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Agama :
Alamat :
Ibu
Nama :
Usia :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Agama :
Alamat :

b) Keluhan Utama
Biasanya klien akan mengeluhkan batuk yang mula-mula timbul pada malam hari
dan semakin hari semakin bertambah bahkan hingga siang-malam dan terjadi terus
menerus hingga 100 hari
c) Riwayat Kesehatan :
1. Kesehatan Sekarang
Pada anamnesis penting ditanyakan adakah serangan yang khas yaitu batuk makin
lama makin bertambah berat dan diikuti dengan muntah terjadi siang dan malam.
Awalnya batuk dengan lendir jernih dan cair disertai panas ringan, lama–
kelamaan batuk bertambah hebat (bunyi nyaring) dan sering terdapat kontak
dengan penderita pertusis, batuk bersifat paroksimal dengan bunyi whoop yang
jelas. Pada pemeriksaan fisik tergantung dari stadium saat pasien diperiksa.
2. Kesehatan Masa Lalu
Pada anamnesis bisa ditanyakan apakah anak pernah mengalami hal yang selama
saat sebelumnya dan bagaimana pemberian obat yang telah dilakukan
sebelumnya.Harus ditanyakan apakah klien pernah melakukan kontak dengan
penderita pertusis.
3. Kesehatan keluarga
Pertusis bukanlah tipe penyakit yang ditularkan melalui genetic namun dapat
ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang terkena pertusis.
4. Riwayat Vaksin
Pada saat anamnesa kita harus mengkaji apakah klien sudah melakukan vaksin :

JENIS UMUR CARA JUMLAH


BCG 0 – 2 bulan 1C 1x
DPT 2, 3, 4 bulan 1M 3x
Polio 1-5 bulan Refisi 4x
Capak 9 bulan 5C 4x
Heportits 0, 1, 6 bulan 1M 3x

5. Riwayat Nutrisi
Pola nutrisi dan metabolisme biasanya jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan
oleh anoraksia.
6. Tumbuh Kembang
- Pertumbuhan
Pertumbuhan pada klien dapat kita kaji sesuai dengan umur klien saat proses
pengkajian yang dilakukan. Biasanya pertusis menyerang anak usia dibawah 2 tahun.
- Perkembangan
Perkembangan klien pun dapat kita kaji sesuai dengan umur klien saat proses
pengkajian
a. Personal Sosial
Ibu pasien mengatakan kalau dirumah anaknya lincah, tidak mau diam.
b. Motorik Halus
Anak terbiasa melakukan gerakan seperti memasukkan benda kedalam mulutnya,
menangkap objek atau benda – benda, memegang kaki dan memegang kaki dan
mendorong kearah mulutnya.
c. Motorik Kasar
Anak dapat tengkurap dan berbalik sendiri, dapat merangkak mendekati benda atau
seseorang.
d. Kognitif
Anak berusaha memperluas lapangan pandangan, tertawa dan menjerit karena
gembira bila diajak bermain, mulai berbicara tapi belum jelas bahasanya

USIA FISIK Motorik Kasar Motorik Halus Sosial Emosional


15 bln Berjalan sendiri  Pegang cangkir Bermain solitary
play
Memasukkan jari
kelubang

     Membuka kotak

     Melempar benda


18 bln      Lari jatuh     Menggunakan sendok

    Menarik mainan      Membuka hal. Buku

    Naik dengan      Menyusun balok


tangga bantuan
24 bln     BB 4x     Berlari sudah      Membuka pintu
BB lhr baik      Membuka kunci

     TB     Naik tangga      Menggunting


baik sendiri
    Menggunakan sendok
dengan baik

Pemeriksaan Fisik

- TTV
a. Nadi: meningkat
b. TD: menurun
c. RR: meningkat
d. Suhu: kurang dari 38°C
- Kepala
Hidung : Gejala permulaannya yaitu timbulnya gejala infeksi saluran pernafasan
bagian atas yaitu timbulnya rinore dengan lendir yang jernih.
- Thorax dan Pernafasan
Auskultasi : Bunyi nyaring (whoop) saat inspirasi
Inspeksi : Penggunaan otot aksesorus pernafasan.

Pemeriksaan penunjang:

a. Pembiakan lendir hidung dan mulut.


b. Pembiakan apus tenggorokan.
c. Pembiakan darah lengkap (terjadi peningkatan jumlah sel darah putih yang
ditandai sejumlah besar limfosit, LEE tinggi, jumlah leukosit antara 20.000-
50.000 sel/m³darah.
d. Pemeriksaan serologis untuk Bordetella pertusis.
e. Tes ELISA (Enzyme – Linked Serum Assay) untuk mengukur kadar IgA.
f. Foto rontgen dada memeperlihatkan adanya infiltrate perihilus, atelaktasis atau
emphysema.
ADL

Nutrisi : muntah, anoreksia.

Aktivitas : pada stadium akut paroksimal terjadi lemas /  lelah

Istirahat tidur : terganggu, akibat serangan batuk panjang dan berulang-ulang.


Personal hygiene : lidah menjulur keluar dan gelisah yang berakibat keluar liur
berlebihan.

Eliminasi : sering terberak-berak, terkencing-kencing  bila sedang batuk.

2. Analisa Data

No Data Senjang Kemungkinan Penyebab Masalah

1. DS : - Klien mengeluh Batuk-batuk


sesak
Bersihan jalan nafas tidak
DO : - rinore dengan efektif
lendir cair, jernih. Obstruksi jalan nafas

- klien tampak batuk


ringan Akumulasi secret
- klien tampak sulit
bernafas.
Peningkatan produksi
sekret

Reaksi radang paru

Alveolus (Reaksi
antigen-antibodi)

Inhalasi droplet

Bordetella pertusis
DS : klien mengatakan Nyeri Nyeri
nyeri
2.
DO : Klien nampak
kesakitan pada saat Batuk-batuk
batuk

Obstruksi jalan nafas

Akumulasi secret

Peningkatan produksi
sekret

Reaksi radang paru

Alveolus (Reaksi
antigen-antibodi)

Inhalasi droplet

Bordetella pertusis
DS : - Klien tidak nafsu Perubahan pola nutrisi
makan
3. Perubahan Nutrisi Kurang
DO: - Porsi makan yang Dari Kebutuhan
tidak habis

- klien tampak
Asupan kurang
pucat

- klien tampak
lemas Kurang nafsu makan

Pemecahan KH, lemak,


protein dan adanya
penekanan pada pusat
lapar di otak

Metabolisme meningkat

Peningkatan aktivitas
seluler

Reaksi radang paru


Gangguan pola tidur

4. DS : - klien mengeluh Gangguan pola Tidur


batuk pada malam
hari dan memberat
pada siang hari Sering terbangun
dimalam hari
DO: - klien tampak lesu

- mata klien tampak


sayup Batuk-batuk
- tampak lingkar
mata klien
kehitam-hitaman. Obstruksi jalan nafas

Akumulasi secret

Peningkatan produksi
secret

Reaksi radang paru

3. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif  berhubungan dengan penumpukan secret
2) Nyeri berhubungan dengan batuk yang menetap
3) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan
dengan anoreksia
4) Gangguan pola istirahat berhubungan dengan sering terbangun dimalam hari.
4. Rencana Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif  berhubungan dengan penumpukan secret


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, status ventilasi
saluran pernafasan baik

Kriteria Hasil: Keluarga mampu mengetahui tentang sakit yang dialami anaknya,
pasien mengungkapkan pernafasan menjadi mudah, pasien mampu
melakukan batuk efektif, rata-rata pernafasan normal (16-24x/mnt).
Intervensi Rasional
Kaji frekuensi/ kedalaman pernafasan takipnea, pernapasan dangkal,dan gerakan
dan gerakan dada . dada tak simetriks sering terjadi karena
ketidak nyamanan gerakan dinding dada
dan/ cairan paru

Auskultasi area paru. penurunan aliran udara terjadi pada area


konsulidasi dengan cairan. Bunyi napas
bronchial (normal pada bronkus) dapat
juga terjadi pada area konsulodasi.
Krekes,ronki,dan mengi terdengar pada
inspirasi dan/ ekspirasi pada respon
terhadap pengumoulan cairan, secret
Bantu pasien latihan napas sering. napas dalam memudahkan ekspansi
Tunjukkan/ bantu pasien melakukan maksimum paru-paru/jalan napas lebih
batuk, misalnya menekan dada dan kecil. Batuk adalah mekanisme
batuk efektif. pembersihan jalan napas alami, membantu
silia untuk mempertahankan jalan napas
paten. Penekanan menurunkan
ketidaknyamanan dada dan posisi duduk
memungkinkan upaya napas lebih dalam
dan kuat.
Pengisapan sesuai indikasi. merangsang batuk atau pembersihan jalan
napas secara mekanik pada pasien yang
tak mampu melakukan
Berikan cairan sedikitnya 2500 cairan (khususnya yang hangat)
ml/hari (kecuali kontraindikasi). memobilisasi dan mengeluarkan secret.
Tawarkan air hangat daripada dingin.
Kolaborasi pemberian obat sesuai untuk menurunkan sekresi secret dijalan
indikasi. napas dan menurunkan resiko keparahan
2.Nyeri b.d batuk yang menetap
Tujuan : selama dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri hilang

Kriteria Hasil :
Intervensi Rasional
Tentukan karakteristik nyeri untuk membantu mengevaluasi tingkat
nyeri.
Berikan posisi yang nyaman untuk mengurangi rasa nyeri
Dorong pasien untuk menyatakan takut dapat meningkatkan tegangan otot
perasaan nyeri dan menurunkan ambang persepsi nyeri.
Berikan lingkungan yang tenang untuk meningkatkan mekanisme koping.
3.Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan)
berhubungan dengan muntah yang lebih dan anoreksia.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, kebutuhan
nutrisi klien terpenuhi.

Kriteria Hasil: keluarga mengerti tentang pentingnya nutrisi, pasien mengungkapkan


nafsu makannya bertambah, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai
dengan  porsi yang   dibutuhkan / diberikan, BB meningkat dan membran
mukosa lembab.
Intervensi Rasional
Kaji keluhan muntah dan anoreksia yang Mengetahui / menetapkan cara
dialami klien. menentukan tindakan perawatan dan
cara mengatasinya.
Berikan makanan yang tidak terlalu asin Makanan yang asin dan digoreng
dan makanan yang tidak digoreng. dapat merangsang batuk.
Berikan makanan / minuman setiap habis Pemberian makanan dan minuman
batuk dan muntah. setelah batuk dan muntah membantu
memenuhi kebutuhan nutrisi.
Catat jumlah / porsi       makanan yang Mengetahui sejauh mana pemenuhan
dihabiskan oleh klien. nutrisi klien.
Timbang BB klien tiap hari Mengetahui status gizi klien.
Hindarkan pemberian makanan yang sulit Makanan cair atau lunak menghindari
ditelan adanya aspirasi.
Kolaborasi dengan dokter untuk Nutrisi parenteral sangan dibutuhkan
oleh klien terutama jika intake peroral 
pemberiaan nutrisi parenteral. sangat minim.

5. Implementasi Keperawatan
Setelah rencana keperawatan tersusun, selanjutnya diterapkan tindakan yang nyata untuk
mencapai hasil yang diharapkan berupa berkurangnya atau hilangnya masalah klien. Pada
tahap implementasi ini terdiri atas beberapa kegiatan, yaitu validasi rencana keperawatan,
serta melanjutkan pengumpulan data.
Dalam implementasi keperawatan, tindakan harus cukup mendetail dan jelas supaya semua
tenaga keperawatan dapat menjalankannya dengan baik dalam waktu yang telah ditentukan.
Perawat dapat melaksanakan langsung atau bekerja sama dengan para tenaga pelaksana
lainnya.

6. Evaluasi
- Status ventilasi saluran pernafasan baik.
- Nyeri berkurang
- Menunjukkan pola napas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang
normal dan paru jelas atau bersih.
- Resiko kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan tidak terjadi.

BAB IV

PENUTUP

A.Kesimpulan

Pertusis adalah penyakit radang paru (pernafasan) yang disebut juga batuk rejan atau
batuk 100 hari, karena lama sakitnya dapat mencapai 3 bulan lebih atau 100 hari.Pertusis
adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh Bordetella pertusis. Nama lain dari
penyakit pertusis adalah tussis quinta, whooping cough, batuk rejan.

Pada Pertusis, Masa inkubasi penyakit ini 6-20 hari (rata-rata 7 hari) gejala umumnya
dibagi dalam 3 stadium yaitu : stadium kataralis, paroksimal(serangan) dan konvalensi
(penyembuhan). Cara penularan pertusis, melalui: Droplet infection, Kontak tidak langsung
dari alat-alat yang terkontaminasi. Asuhan keperawatan pada penderita pertusis secara garis
besar adalah menjaga kebersihan jalan napas agar terbebas dari bakteri pertusis.

B. Saran

Sebagai perawat diharapkan mampu untuk  melakukan asuhan keperawatan terhadap


penderita pertussis. Karena seringkali pada penderita pertusis disertai dengan komplikasi.
Keadaan ini akan menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan. Oleh karena itu, penyakit
batuk rejan (pertusis) perlu dicegah. Cara yang paling mudah adalah dengan pemberian
imunisasi bersama vaksin lain yang biasa disebut DPT dan polio.

Perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik. Dalam hal ini melakukan
penyuluhan mengenai pentingnya  imunisasi dan imunisasi akan berdaya guna jika dilakukan
sesuai dengan program. Selain itu perawat  harus memberikan  pengetahuan pada orang tua
mengenai penyakit pertusis secara jelas dan lengkap.Terutama mengenai tanda-tanda,
penanganan dan pencegahannya.

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Kliegnan, Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 2, Edisi 15. Jakarta: EGC

Hidayat, a aziz alimul. 2006. Pengantar ilmu keperawatan anak. Jakarta: Salemba medika

Ngastiyah. 2003. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

Doenges, Marilynn, E. dkk. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai