PENGANTAR
Saat ini, tantangan terbesar dunia adalah pengangguran angkatan kerja produktif. The
International Labour Organization (ILO) baru-baru ini melaporkan bahwa secara global 75 juta
orang berusia 15 sampai 24 adalah pengangguran, atau setara 12,7% total populasi anak muda
produktif (ILO, Global Employment Trends: Recovering from a second jobs dip, 2013 in
www.adaptinternational.it). Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia menunjukkan
bahwa jumlah angkatan kerja pada Februari 2013 adalah 121,19 juta, sedangkan jumlah pekerja
adalah 114,02 juta. Dengan demikian ada 7,17 juta angkatan kerja yang tercatat tidak bekerja
secara formal, dan data BPS tidak menyebutkan lebih detail kemungkinan mereka bekerja pada
sektor informal. Pada kenyataannya, angkatan kerja produktif banyak yang bekeja secara
informal di lingkungan industri kreatif, seperti periklanan, desain web, permainan elektronik
(online game) dan karya kreatif cinderamata. Perkembangan teknologi, peningkatan
permintaan akan produk kreatif dan peningkatan pariwisata merupakan faktor utama
tumbuhnya ekonomi kreatif. Pertumbuhan ekonomi kreatif ini akan meningkatkan ekonomi
rakyat secara umum, pengembangan sosial, budaya, dan pengembangan berkelanjutan
(sustainable development).
INDUSTRI KREATIF
Konsep
Industri kreatif, merujuk pada seperangkat sektor industri yang saling mengunci
(interlocking) dan smerupakan bagian yang sedang tumbuh di era ekonomi global. Industri
kreatif sering dikaitkan dengan cultural industries, namun sebenarnya Cultural Industries adalah
sektor tambahan (adjunct-sector) dari industri kreatif, termasuk di dalamnya (a) Cultural
tourism & Heritage, (b) Museums & Libraries dan (c) Sports & Outdoor activities. Cultural
Industries lebih mengarah pada menyampaikan nilai selain nilai moneter kepada masyarakat,
antara lain kesejahteraan sosial, studi budaya dan pendidikan budaya.
Industri kreatif merupakan industri yang fokus pada kegiatan mengkreasikan dan
mengeksploitasi produk kekayaan intelektual (intellectual property) seperti seni, film, games
atau desain fesyen, atau layanan kreatif untuk business-to-business misalnya iklan. Sektor
kreatif di Indonesia yang sudah diidentifikasi yaitu:
Produk hijau ini fleksibel, handal, jangka panjang, adaptif, moduler, de-materialisasi dan
dapat digunakan kembali (re-usable), karena mendasarkan penciptaan desain produk berbasis
Triple “R”. Triple “R” atau dalam bahasa Indonesia Tiga “R” merupakan slogan yang digunakan
untuk mendesain suatu produk yang berwawasan lingkungan. R yang pertama adalah REDUCE
yaitu mengurangi energi yang digunakan untuk memproduksi atau menggunakan suatu produk,
R kedua adalah REUSE yaitu menggunakan kembali produk yang sudah usang untuk fungsi lain
Jika Anda adalah desainer, Anda lebih baik mempertimbangkan konsep desain hijau,
sehingga bisa mempengaruhi teman-teman dekat, saudara dan lingkungan di tempat Anda
berada. Pencapaian seorang desainer adalah menciptakan suatu produk yang lebih kreatif dan
lebih bermanfaat bagi sesama, memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat dan negara.
Triple “R” digunakan sebagai dasar penciptaan produk hijau. R yang pertama berkaitan dengan
tanggung jawab terhadap lingkungan yaitu reduce, yang dimaknai dengan sikap mengurangi
bahan, dan energi serta menggunakannya sehemat mungkin. R yang kedua adalah reuse, yaitu
menggunakan kembali produk-produk yang sudah usang atau tidak terpakai dan digunakan
untuk kepentingan lain yang lebih bermanfaat. Reducing dan reusing merupakan dua aspek
yang sangat penting dan harus diberikan prioritas lebih tinggi dibandingkan dengan R yang
ketiga yaitu recycling (Walker, 2008)
Pemikiran tentang desain yang lebih menekankan fungsi produk dengan
mengetengahkan unsur-unsur reducing, reusing dan recycling menghasilkan produk baru
dengan bahan lama, dan selalu mempertimbangkan pelestarian lingkungan. Produk baru yang
didesain dengan menerapkan prinsip-prinsip tersebut akan memberikan kontribusi yang tidak
ternilai kepada pemberdayaan kearifan lokal, pelestarian lingkungan, dan kesejahteraan
ekonomi rakyat, karena bisa diproduksi dengan skala kecil maupun besar.
Sebagai contoh produk lampu meja yang menggunakan kembali (reuse) kaleng bekas
kemasan minuman, dikombinasikan dengan kap lampu kertas semen (recycle) dan didalamnya
dipasang lampu hemat energi (reduce). Produk baru ini bisa diproduksi massal atau skala kecil
dan produksi lokal serta menyediakan banyak peluang untuk menciptakan industri kreatif
Pertimbangan tersebut diatas menunjukkan bahwa desain hijau dengan prinsip tiga “R”
adalah suatu pendekatan desain produk dengan mempertimbangkan dampak yang bisa terjadi
pada lingkungan dari seluruh daur hidup produk. Desain hijau cenderung diintegrasikan
kedalam pengembangan produk melalui pilot project, menyeleksi produk yang sudah ada,
dimulai dari proses pengembangan paling dasar hingga tahap akhir (Schiavone et al., 2008)
sesuai dengan daur hidup produk (product life cycles). Daur hidup produk terdiri dari (1) cara
memperoleh bahan baku, (2) pembuatan produk, (3) penggunaan produk dan (4) pembuangan
produk. Seluruh proses yang terjadi pada daur hidup produk harus dipandang secara integratif
dan merupakan perwujudan dari pengembangan produk, desain, produksi, pemasaran,
pembelian dan paska pembelian. Orang-orang yang terlibat dalam proses daur hidup produk
harus bekerjasama dan saling toleran untuk mengaplikasikan desain hijau dalam menciptakan
produk yang memiliki peluang bagus di pasar dan bisa memprediksi dampak menyeluruh dari
produk tersebut terhadap lingkungannya. Aspek-aspek lingkungan yang dianalisis untuk setiap
tahapan di dalam proses daur hidup produk adalah sebagai berikut.
1. Konsumsi sumber daya (energi, bahan, air atau area)
2. Emisi udara, air dan tanah yang relevan untuk pelestarian lingkungan dan kesehatan
manusia.
3. Kebisingan dan getaran.
4. Limbah (baik yang tidak merugikan maupun yang merusak lingkungan) merupakan bagian
awal dan emisi akhir dari setiap proses. Ketika limbahnya berupa gas metan atau debu,
maka limbah ini bisa terhirup oleh manusia dan bisa mengganggu kesehatan manusia.
Meskipun limbah gas ini tidak langsung berkaitan dengan produknya namun dampak
terhadap lingkungannya akan sangat relevan dikaitkan dengan produksinya.
Untuk menjaga sistem ekologi, maka proses produksi yang berbasis desain hijau harus
benar-benar mempertimbangkan lima aspek penting yaitu:
1. Bahan baku yang digunakan tidak merusak lingkungan. Apabila menggunakan kayu,
haruslah kayu yang dipotong dari pohon yang berasal dari hutan produksi, bukan hutan
lindung, dan di tera dengan label ekologi (ecolabeling). Konsep tiga “R” akan membantu
desainer mengurangi dampak perusakan lingkungan. Semakin banyak kontribusinya
terhadap pelestarian lingkungan maka produk akan menjadi semakin dihargai.
2. Proses pengolahan yang digunakan harus singkat sehingga efisien. Semakin singkat proses
pengolahan, akan semakin efisien.
3. Proses transportasi bahan dan produk harus efisien, diukur dengan standard ton per
kilometer. Semakin pendek jarak transportasi semakin efisien.
4. Energi yang digunakan untuk produksi harus seminim mungkin. Semakin sedikit energi yang
digunakan untuk proses produksi, akan semakin baik.
5. Limbah yang dihasilkan dari proses produksi harus ramah lingkungan. Semakin ramah
dengan lingkungan akan semakin baik
Teknologi
Produk berteknologi dan inovasi proses dalam menciptakan karya dan jasa kreatif
didalam lingkup ekonomi kreatif adalah konstan, karena penelitian karya kreatif akan diikuti
dengan perkembangan teknologi dan inovasi. Demikian seterusnya, ketika diciptakan jasa dan
karya kreatif yang baru, akan membutuhkan teknologi dan inovasi yang lebih unggul daripada
teknologi yang digunakan sebelumnya. Semakin inovatif suatu jasa dan karya kreatif, semakin
tinggi teknologi yang digunakan. Sebagai contoh, sebuah telepon seluler mengalami
perkembangan teknologi yang inovatif karena didorong oleh adanya kebutuhan fitur yang lebih
lengkap dan sistem operasi lebih kompatibel terhadap platform dan operator telepon seluler
yang beragam. Contohnya semakin canggih seluler semakin kompatibel tehadap sistem operasi
android dan windows, dan bahkan bisa menggunakan dua sistem secara bergantian.
Ekonomi
Ekonomi kreatif berakar dari perekonomian nasional. Tenaga kerja dan pertumbuhan
ekonomi yang berasal dari sektor jasa dan manufaktur menghasilkan diversifikasi ekonomi,
pendapatan, perdagangan dan inovasi. Hal ini juga akan membuka dan mengembangkan area
pedesaan sekaligus mempromosikan konservasi lingkungan pedesaan dan peninggalan budaya.
Konribusi ekonomi kreatif pada tahun 2010 terhadap ekonomi global masih sulit di hitung
secara akurat. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pendekatan dan klasifikasi sektor kreatif di
setiap negara dan peringkat dunia. Cara yang sering digunakan untuk mengukur kontribusi
ekonomi kreatif pada ekonomi nasional suatu negara adalah dengan mengukur pertambahan
nilai (value added). Jumlah pertambahan nilai dari seluruh industri sama dengan produk
domestik bruto (PDB) yang merupakan ukuran standard ekonomi domestik suatu negara.
Belum adanya klasifikasi standard industri kreatif dan data resmi dari pemerintah
mengakibatkan kesulitan dalam mengestimasikan kontribusi ekonomi kreatif terhadap
perkembangan ekonomi dunia.
sosial
Dampak sosial ekonomi kreatif adalah kontribusi tenaga kerjanya. Industri kreatif
membutuhkan ketrampilan spesifik dan kualifikasi tenaga kerja yang cukup tinggi, khususnya
untuk pekerjaan kreatif dengan konsentrasi tinggi, antara lain produksi film dan teater.
Kontribusi ekonomi kreatif terhadap ketenagakerjaan sangat signifikan, yaitu sekitar dua
sampai delapan persen tenaga kerja bekerja untuk sektor ekonomi kreatif. Potensi penciptaan
pekerjaan di sektor ekonomi kreatif ini menjadi penting dalam arti politis, antara lain strategi
untuk mengembangkan kawasan industri di beberapa negara, menetapkan industri kreatif
sebagai cara efektif untuk memberdayaan tenaga kerja, karena setiap orang adalah pelaku
industri kreatif.
Data Badan Pusat Statistik tidak menyebutkan secara rinci jumlah tenaga kerja
Indoensia yang bekerja untuk setiap subsektor industri kreatif, hanya disebutkan jumlah tenaga
kerja di industri pada tahun 2012 adalah 15.367.242 orang. Ada kemungkinan, tenaga kerja di
Budaya
Dimensi budaya merupakan dimensi penting dalam perkembangan ekonomi kreatif.
Budaya diinterpretasikan sebagai berbagi nilai dan tradisi yang memberi indetitas suatu
komunitas atau suatu bangsa dan merupakan kesatuan. Dalam arti fungsional, budaya berarti
praktik suatu kesenian. Ekonomi kreatif merupakan dampak dari kegiatan budaya tersebut.
Nilai-nilai budaya sangat penting sebagai identitas suatu bangsa, kota, pedesaan atau
komunitas. Keragaman budaya dari seluruh dunia menjadi semakin jelas dan dominan. Ketika
proses globalisasi budaya terus berjalan, nilai keragaman budaya menjadi lebih nyata berperan
dalam industri kreatif. Keragaman budaya merupakan dimensi kunci untuk pengembangan dan
perdamaian yang berkelanjutan. Keragaman budaya juga merupakan kunci untuk meguji empat
aspek yang mempengaruhi evolusi keragaman budaya yaitu bahasa, pendidikan, komunikasi
dan isi budaya, serta kreatifitas dan pasar karya kreatif. Keragaman budaya ini merupakan
dimensi ekonomi kreatif yang akan memberikan banyak manfaat dalam pengembangan
komunitas internasional. Keberlangsungan budaya berpengaruh pada proses perawatan semua
aset budaya, dari bahasa dan ritual tradisi sampai ke pekerjaan seni, artefak dan lokasi serta
bangunan cagar budaya. Aset budaya tersebut berpengaruh pada industri kreatif yang
berkaitan dengan kebijakan budaya tentang strategi untuk menjaga investasi untuk
mengembangkan dan mempromosikan industri budaya melalui cara-cara yang berkelanjutan.
Industri kreatif berpartisipasi langsung dalam menjaga pengembangan berkelanjutan, dan
berimplikasi pada (1) kesetaraan antar generasi, (2) kesetaraan intra generasi, (3) perlindungan
keragaman budaya dan keragaman hayati, (4) peraturan keselamatan cagar budaya, dan (5)
keterhubungan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan.
Pengembangan Berkelanjutan
Dimensi pengembangan berkelanjutan merupakan dimensi keempat dari ekonomi
kreatif. Industri kreatif juga memberikan kontribusi kepada pengembangan bekelanjutan.
Konsep berkelanjutan memiliki lingkup yang lebih luas dari sekedar aplikasinya di lingkup
lingkungan. Modal budaya yang riil dan terhitung (tangible) maupun yang tidak riil (intangble)
dari suatu komunitas, daerah maupun negara, merupakan modal untuk generasi mendatang
sebagai sumberdaya alam dan kebutuhan ekosistem yang harus dijaga untuk memastikan
keberlangsungan bagi kehidupan manusia di planet ini. © 2014 Kuntari Eri Murti