Anda di halaman 1dari 35

ANALISIS IZIN DAN PENYELENGGARAAN

PRAKTEK MANDIRI PERAWAT

Disusun Oleh :
Ns. I Gusti Ayu Pramitaresthi, S.Kep., M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR, BALI
2017

i
PRAKATA

Puja dan puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatNyalah
penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul “Analisis Izin Dan Penyelenggaraan
Praktek Mandiri Perawat” ini tepat pada waktunya.
Adapun penyelesaian laporan dengan judul “Analisis Izin Dan Penyelenggaraan Praktek
Mandiri Perawat” ini diharapkan dapat memberikan konstribusi di dunia kesehatan khususnya
dalam aspek legalitas hukum keperawatan dan menjadi acuan untuk laporan selanjutnya. Selain
itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu sehingga
penyusunan laporan ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna baik dari isi maupun
dalam penyusunan kata-kata. Oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima segala saran
dan kritik yang membangun.
Akhirnya, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Denpasar, 10 Juli 2017


Penulis

ii
DAFTAR ISI

PRAKATA ...................................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 4

A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 4

B. Tujuan .................................................................................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 7

A. Praktek Mandiri Keperawatan ............................................................................................. 7

4. Unsur-unsur Praktek Mandiri Keperawatan ..................................................................... 7

1. Pengertian Etika ............................................................................................................... 9

2. Kode Etik Keperawatan ................................................................................................... 9

3. Tujuan Kode Etik Keperawatan ..................................................................................... 13

1. Fungsi Hukum dalam Praktek Keperawatan .................................................................. 14

2. Undang-Undang Praktek Keperawatan .......................................................................... 14

3. Tujuan Undang- Undang praktek Keperawatan :........................................................... 17

BAB III ANALISA DAN SINTESA FAKTA ............................................................................. 18

A. IDEALITY PRAKTIK MAN DIRI KEPERAWATAN.................................................... 18

B. REALITY PRAKTIK MAN DIRI KEPERAWATAN ..................................................... 21

BAB IV PEMBAHASAN............................................................................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 35

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan keperawatan merupakan ujung tombak utama pelayanan kesehatan dan
merupakan cermin utama dari keberhasilan pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Pelayanan
ini berbentuk biopsikososiospiritual komprehensif yang ditujukan bagi individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan
manusia ( Lokakarya Keperawatan Nasional 1983, dalam Asmadi, 2008 ).
Perawat merupakan salah satu profesi kesehatan yang harus dilibatkan dalam pencapaian
tujuan pembangunan kesehatan baik di dunia maupun di Indonesia, sehingga pelayanan
keperawatan yang bermutu tinggi harus dilaksanakan oleh tenaga keperawatan professional
dengan cara yang professional juga.
Pelayanan keperawatan yang professional dan bermutu ini menuntut perawat
untuk memiliki kompetensi dan memenuhi standar praktik keperawatan, serta memperhatikan
kode etik dan moral profesi agar masyarakat menerima pelayanan dan asuhan keperawatan yang
bemutu.
Saat ini, terkait pelayanan asuhan keperawatan, di keperawatan dunia mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Para perawat menginginkan perubahan yang mendasar dalam
kegiatan profesinya, dimana awalnya hanya membantu tugas pelaksanaan tugas dokter, yang
menjadi bagian dari upaya pencapaian tujuan asuhan medis, kini para perawat menginginkan
pelayanan keperawatan mandiri sebagai upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan.
Keperawatan sebagai profesi mempunyai hak untuk memberikan layanan
keperawatan mandiri, baik kelompok maupun perorangan. Tentunya pelaksanaan praktek
keperawatan mandiri tersebut harus ditopang oleh kebijakan pemerintah terkait dengan
perlindungan hukum agar praktik praktek keperawatan mandiri mendapatkan legalitas. Dengan
adanya legalitas bagi profesi keperawatan untuk menyelenggarakan praktek mandiri, baik
kelompok maupun perorangan, ini membuktikna adanya pengakuan pemerintah yang
mensejajarkan profesi keperawatan dengan profesi kesehatan lainnya.

4
Berdasarkan undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pasal 23
menyebutkan bahwa tenaga kesehatan mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan dan wajib memiliki ijin (mendapatkan registrasi) dari pemerintah yang
diatur oleh peraturan menteri. Upaya pelaksanaan amanat undang-undang tersebut selanjutnya
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan. Adapun peraturan menteri kesehatan yang
mengatur tentang perubahan atas peraturan menteri kesehtan Nomor HK 02.02 / Menkes / 148/ 1
/ 2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktek mandiri perawat yaitu Permenkes
No.17/MenKes/2013. Dalam permenkes ini juga diatur bagaimana perawat yang melaksanakan
praktik mandiri harus bertindak sesuai dengan kewenangannya yang ada dan sesuai dengan
standar praktek keperawatan.
Pelaksanaan peraturan menteri kesehatan tersebut, pada kenyataannya belum terlaksana
sesuai dengan apa yang telah tertuang didalam permenkes. Hal ini terlihat dari belum
terlaksananya uji kompetensi di seluruh Indonesia sehingga tenaga kesehatan tidak mendapatkan
Surat Tanda Registrasi (STR) secara merata. Selain itu, terlihat juga dari berbagai fenomena
“gray area” pada berbagai jenis dan jenjang keperawatan yang ada maupun dengan profesi
kesehatan lainnya masih sulit dihindari. Berdasarkan hasil kajian (Depkes & UI, 2005)
menunujukkan bahwa terdapat perawat yang menetapkan diagnosis penyakit (92,6%), membuat
resep obat (93,1%), melakukan tindakan pengobatan didalam maupun diluar gedung puskesmas
(97,1%), dan lain-lain.
Berdasarkan latar belakang tersebut, kelompok tertarik untuk membahas tentang Ideals
dan Reality tentang izin dan penyelenggaraan praktek mandiri perawat.

B. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah :
1. Mengetahui Ideals tentang izin dan penyelenggaraan praktek mandiri perawat
2. Menganalisa Pelaksanaan/Reality tentang izin dan penyelenggaraan praktek mandiri perawat
berdasarkan fakta-fakta yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia.

5
3. Menyusun alternative penyelesaian masalah yang relevan secara operasional terhadap
pelaksanaan izin dan penyelenggaraan praktek mandiri perawat.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Praktek Mandiri Keperawatan


1. Pengertian Praktek Mandiri Keperawatan
Menurut konsorsium ilmu-ilmu kesehatan (1992) praktek keperawatan adalah tindakan
mandiri perawat profesional atau ners melalui kerjasama yang bersifat kolaboratif baik dengan
klien maupun tenaga kesehatan lain dalam upaya memberikan asuhan keperawatan yang holistic
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan, termasuk praktik
keperawatan individu dan berkelompok. Sementara pengetahuan teoritik yang mantap dan
tindakan mandiri perawat profesional dengan menggunakan pengetahuan teoritik yang mantap
dan kokoh mencakup ilmu dasar dan ilmu keperawatan sebagai landasan dan menggunakan
proses keperawatan sebagai pendekatan dalam melakukan asuhan keperawatan (pojok
keperawatan CHS, 2002).
Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk
pelayanan bio-psiko-soiso-spiritual yang komprehensif, di tujukan kepada individu, keluarga,
dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
Pelayanan keperawatan yang di berikan berupa bantuan karena adaya kelemahan fisik dan
mental, keterbatasan pengetahuan dan kurangnya kemauan menuju kepada kemampuan
melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri.
4. Unsur-unsur Praktek Mandiri Keperawatan
Walaupun praktik keperawatan itu kompleks, ia juga dinamis, selalu merespon terhadap
perubahan kebutuhan kesehatan, dan terhadap kebutuhan-kebutuhan perubahan sistem pelayanan
kesehatan. Menurut WHO (1996), unsur-unsur inti keperawatan tergambarkan dalam kegiatan-
kegiatan berikut :

1. Mengelola kesehatan fisik dan mental serta kesakitan, kegiatannya meliputi pengkajian,
monitoring, koordinasi dan mengelola status kesehatan setiap saat bekerjasama dengan

7
individu, keluarga maupun masyarakat. Perawatan mengkaji kesehatan klien, mendeteksi
penyakit yang akut atau kronis, melakukan penelitian dan menginterpretasikannya,
memilih dan memonitor interprensi tarapeutik yang cocok, dan melakukan semua ini
dalam hubungan yang suportif dan carring. Perawat harus bisa memutuskan kapan klien
dikelola sendiri dan kapan harus dirujuk ke profesi lain.
2. Memonitor dan menjamin kualitas praktik pelayanan kesehatan. Tanggung jawab
terhadap kegiatan-kegiatan praktik professional, seperti memonitor kemampuan sendiri,
memonitor efek-efek intervensi medis, mensupervisi pekerjaan-pekerjaan personil yang
kurang terampil dan berkonsultasi dengan orang yang tepat. Karena ruang lingkup dan
kompleksitas praktik keperawatan maka diperlukan keterampilan-keterampilan dan
pemecahan masalah, berfikir kritis serta bertinfak etis dan legal terhadap kualitas
pelayanan yang diberikan dan tidak diskriminatif.
3. Memberikan bantuan dan caring. Caring adalah bagian yang terpenting dalam praktik
keperawatan. Bantuan termasuk menciptakan suasana penyembuhan, memberikan
kenyamanan membangun hubungan dengan klien melalui asuhan keperawatan. Peran
membantu seharusnya menjamin partisipasi penuh dari klien dalam perencanaan asuhan,
pencegahan, dan treatmen dan asuhan yang diberikan. Perawat memberikan informasi
penting mengenai proses penyakit, gejala-gejalanya, dan efek samping pengobatan.
4. Penyuluhan-penyuluhan kepada individu, keluarga maupun masyarakat mengenai
masalah-masalah kesehatan adalah fungsi penting dalam keperawatan.
5. Mengorganisir dan mengola sistem pelayanan kesehatan. Perawat berpartisipasi dalam
membentuk dan mengola sistem pelayanan kesehatan, ini termasuk menjamin kebutuhan
klien terpenuhi, mengatasi kekurangan staf, menghadapi birokrasi, membangun dan
memelihara tim terapeutik, dan mendapatkan asuhan spesialis untuk pasien. Perawat
bekerja intersektoral dengan rumah sakit, puskesmas, institusi pelayanan kesehatan lain,
dan sekolah. Profesi keperawatan harus mempengaruhi strategi kebijaksanaan kesehatan,
baik tingkat local, regional maupun internasional, aktif terlibat dalam program
perencanaan, pengalokasian dana, mengumpulkan, menganalisis dan memberikan
informasi kepada semua level

8
B. Etika Keperawatan

1. Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethikos yang berarti adat istiadat atau kebiasaan.
Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perilaku seseorang
yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang merupakan suatu kewajiban dan
tanggung jawab moral. Etika kesehatan merupkan penerapan nilai etika terhadap bidang
pemeliharaan/pelayanan kesehatan masyarakat. Etika keperawatan dapat diartikan sebagai
filsafat yang mengarahkan tanggung jawab moral yang mendasari pelaksanaan praktek
keperawatan
Dari pengertian di atas, etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan
bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yang menyangkut aturan-aturan atau
prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar, yaitu :
1. Baik dan buruk
2. Kewajiban dan tanggung jawab
Etik mempunyai arti dalam penggunaan umum. Pertama, etik mengacu pada metode
penyelidikan yang membantu orang memahami moralitas perilaku manuia; yaitu, etik adalah
studi moralitas. Ketika digunakan dalam acara ini, etik adalah suatu aktifitas; etik adalah cara
memandang atau menyelidiki isu tertentu mengenai perilaku manusia. Kedua, etik mengacu pada
praktek, keyakinan, dan standar perilaku kelompok tertentu (misalnya : etik dokter, etik
perawat).
Etika berbagai profesi digariskan dalam kode etik yang bersumber dari martabat dan
hak manusia (yang memiliki sikap menerima) dan kepercayaan dari profesi (Ismani,2001).

2. Kode Etik Keperawatan


Kode etik adalah suatu pernyataan formal mengenai suatu standar kesempurnaan dan
nilai kelompok. Kode etik adalah prinsip etik yang digunakan oleh semua anggota kelompok,

9
mencerminkan penilaian moral mereka sepanjang waktu, dan berfungsi sebagai standar untuk
tindakan profesional mereka.
Kode etik disusun dan disahkan oleh organisasi atau wadah yang membina profesi
tertentu baik secara nasional maupun internasional. Kode etik keperawatan di Indonesia telah
disusun oleh Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia melalui Musyawarah
Nasional PPNI di jakarta pada tanggal 29 November 1989.
Kode etik keperawatan Indonesia tersebut terdiri dari 4 bab dan 16 pasal.
1. Bab 1, terdiri dari empat pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap
individu, keluarga, dan masyarakat.
2. Bab 2, terdiri dari lima pasal menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap
tugasnya.
3. Bab 3, terdiri dari dua pasal, menjelaskan tanggung jawab perawat terhadap sesama
perawat dan profesi kesehatan lain.
4. Bab 4, terdiri dari empat pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap
profesi keperawatan.
5. Bab 5, terdiri dari dua pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab perawat terhadap
pemerintah, bangsa, dan tanah air.
Dengan penjabarannya sebagai berikut :
1) Tanggung Jawab Perawat Terhadap Klien
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan masyarakat, diperlukan peraturan tentang
hubungan antara perawat dengan masyarakat, yaitu sebagai berikut :
1. Perawat, dalam melaksanakan pengabdiannya, senantiasa berpedoman pada tanggung
jawab yang bersumber pada adanya kebutuhan terhadap keperawatan individu, keluarga,
dan masyarakat.
2. Perawat, dalam melaksanakan pengabdian dibidang keperawatan, memelihara suasana
lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup
beragama dari individu, keluarga dan masyarakat.
3. Perawat, dalam melaksanakan kewajibannya terhadap individu, keluarga, dan
masyarakat, senantiasa dilandasi rasa tulus ikhlas sesuai dengan martabat dan tradisi
luhur keperawatan.

10
4. Perawat, menjalin hubungan kerjasama dengan individu, keluarga dan masyarakat,
khususnya dalam mengambil prakarsa dan mengadakan upaya kesehatan, serta upaya
kesejahteraan pada umumnya sebagai bagian dari tugas dan kewajiban bagi kepentingan
masyarakat.

2) Tanggung Jawab Perawat Terhadap Tugas


1. Perawat, memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran
profesional dalam menerapkan pengetahuan serta keterampilan keperawatan sesuai
dengan kebutuhan individu, keluarga, dan masyarakat.
2. Perawat, wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya sehubungan dengan
tugas yang dipercayakan kepadanya, kecuali diperlukan oleh pihak yang berwenang
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Perawat, tidak akan menggunakan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang
dimilikinya dengan tujuan yang bertentangan dengan norma-norma kemanusiaan.
4. Perawat, dalam menunaikan tugas dan kewajibannya, senantiasa berusaha dengan
penuh kesadaran agar tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan,
warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik, agama yang dianut, dan kedudukan
sosial.
5. Perawat, mengutamakan perlindungan dan keselamatan pasien/klien dalam
melaksanakan tugas keperawatannya, serta matang dalam mempertimbangkan
kemampuan jika menerima atau mengalih-tugaskan tanggung jawab yang ada
hubungannya dengan keperawatan.
3) Tanggung Jawab Perawat Terhadap Sejawat
Tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan lain sebagai berikut :
1. Perawat, memelihara hubungan baik antara sesama perawat dan tenaga kesehatan lainnya,
baik dalam memelihara keserasiaan suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai
tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluru.
2. Perawat, menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan, dan pengalamannya kepada
sesama perawat, serta menerima pengetahuan dan pengalaman dari Profesi Dalam
Rangka Meningkatkan Kemampuan Dalam Bidang Keperawatan.

11
4) Tanggung Jawab Perawat Terhadap Profesi
1. Perawat, berupaya meningkatkan kemampuan profesionalnya secara sendiri-sendiri dan
atau bersama-sama dengan jalan menambah ilmu pengetahuan, keterampilan dan
pengalaman yang bermanfaat bagi perkembangan keperawatan.
2. Perawat, menjungjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan menunjukkan
perilaku dan sifat-sifat pribadi yang luhur.
3. Perawat, berperan dalammenentukan pembakuan pendidikan dan pelayanan keperawatan,
serta menerapkannya dalam kagiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan.
4. Perawat, secara bersama-sama membina dan memelihara mutu organisasi profesi
keperawatan sebagai sarana pengabdiannya.
5) Tanggung Jawab Perawat Terhadap Negara
1. Perawat, melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai kebijsanaan yang telah digariskan
oleh pemerintah dalam bidang kesehatan dan keperawatan.
2. Perawat, berperan secara aktif dalam menyumbangkan pikiran kepada pemerintah dalam
meningkatkan pelayanan kesehatan dan keperawatan kepada masyarakat.

Kode etik keperawatan menurut American Nurses Association (ANA) adalah sebagai berikut.
1. Perawat memberikan pelayanan dengan penuh hormat bagi martabat kemanusiaan dan
keunikan klien yang tidak dibatasi oleh pertimbangan-pertimbangan status sosial atau
ekonomif atribut personal, atau corak masalah kesehatannya.
2. Perawat melindungi hak klien akan privasi dengan memegang teguh informasi yang
bersifat rahasia.
3. Perawat melindungi klien dan publik bila kesehatan dan keselamatannya terancam oleh
praktik seseorang yang tidak berkompeten, tidak etis, atau ilegal.
4. Perawat memikul tanggung jawab atas pertimbangan dan tindakan perawatan yang
dijalankan masing-masing individu.
5. Perawat memelihara kompetensi keperawatan.

12
6. Perawat melaksanakan pertimbangan yang beralasan dan menggunakan kompetensi dan
kualifikasi individu sebagai kriteria dalam mengusahakan konsultasi, menerima tanggung
jawab, dan melimpahkan kegiatan keperawatan kepada orang lain.
7. Perawat turut serta beraktivitas dalam membantu pengembangan pengetahuan profesi.
8. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melaksanakan dan meningkatkan
standar keperawatan.
9. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk membentuk dan membina kondisi
kerja yang mendukung pelayanan keperawatan yang berkualitas.
10. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melindungi publik terhadap
informasi dan gambaran yang salah serta mempertahankan integritas perawat.
11. Perawat bekerjasama dengan anggota profesi kesehatan atau warga masyarakat Iainnya
dalam meningkatkan upaya-upaya masyarakat dan nasional untuk memenuhi kebutuhan
kesehatan publik.
12. Tanggung jawab Keperawatan

3. Tujuan Kode Etik Keperawatan


Pada dasarnya, tujuan kode etik keperawatan adalah upaya agar perawat, dalam menjalankan
setiap tugas dan fungsinya, dapat menghargai dan menghormati martabat manusia. Tujuan
kode etik keperawatan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Merupakan dasar dalam mengatur hubungan antar perawat, klien atau pasien, teman
sebaya, masyarakat, dan unsur profesi, baik dalam profesi keperawatan maupun dengan
profesi lain di luar profesi keperawatan.
2. Merupakan standar untuk mengatasi masalah yang silakukan oleh praktisi keperawatan
yang tidak mengindahkan dedikasi moral dalam pelaksanaan tugasnya.
3. Untuk mempertahankan bila praktisi yang dalam menjalankan tugasnya diperlakukan
secara tidak adil oleh institusi maupun masyarakat.
4. Merupakan dasar dalam menyusun kurikulum pendidikan kepoerawatan agar dapat
menghasilkan lulusan yang berorientasi pada sikap profesional keperawatan.
5. Memberikan pemahaman kepada masyarakat pemakai/pengguna tenaga keperawatan
akan pentingnya sikap profesional dalam melaksanakan tugas praktek keperawatan.

13
C. Hukum Keperawatan
1. Fungsi Hukum dalam Praktek Keperawatan
Hukum mempunyai beberapa fungsi bagi keperawatan :
1. Hukum memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana
yang sesuai dengan hukum.
2. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi yang lain.
3. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan mandiri.
4. Membantu dalam mempertahankan standar praktek keperawatan dengan
meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas di bawah hukum (Kozier, Erb,
2010)

2. Undang-Undang Praktek Keperawatan


A. Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan
1. BAB I ketentuan Umum, pasal 1 ayat 3 : Tenaga kesehatan adalah setiap
orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan
yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan.
2. Pasal 1 ayat 4, Sarana kesehatan adalah tempat yang dipergunakan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan.
B. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
1239/MENKES/SK/XI/2001tentang Registrasi dan Praktek Perawat (sebagai revisi
dari SK No. 647/MENKES/SK/IV/2000)
C. BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 : Dalam ketentuan menteri ini yang dimaksud
dengan :

14
i. Perawat adalah orang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun
di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
ii. Surat ijin perawat selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis pemberian
kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan diseluruh Indonesia.
iii. Surat ijin kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis untuk menjalankan
pekerjaan keperawatan di seluruh wilayah Indonesia.
D. BAB III perizinan,
1) Pasal 8, ayat 1, 2, dan 3 :
a. Perawat dapat melaksanakan praktek keperawatan pada sarana pelayanan
kesehatan, praktek perorangan atau kelompok.
b. perawat yang melaksanakan praktek keperawatan pada sarana pelayanan
kesehatan harus memiliki SIK
c. Perawat yang melakukan praktek perorangan/berkelompok harus memiliki
SIPP
2) Pasal 9, ayat 1
SIK sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 2 diperoleh dengan mengajukan
permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
3) Pasal 10
SIK hanya berlaku pada 1 (satu) sarana pelayanan kesehatan.
4) Pasal 12
 SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 3 diperoleh dengan
mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat.
 SIPP hanya diberikan kepada perawat yang memiliki pendidikan ahli madya
keperawatan atau memiliki pendidikan keperawatan dengaan kompetensi
yang lebih tinggi.
 Surat ijin praktek Perawat selanjutnya disebut SIPP adalah bukti tertulis
yang diberikan perawat untuk menjalankan praktek perawat.
5) Pasal 13

15
Rekomendasi untuk mendapatkan SIK dan atau SIPP dilakukan melalui penilaian
kemampuan keilmuan dan keterampilan bidang keperawatan, kepatuhan terhadap
kode etik profesi serta kesanggupan melakukan praktek keperawatan.
6) Pasal 15
Perawat dalam melaksanakan praktek keperawatan berwenang untuk :
1. Melaksanakan asuhan keperawatan meliputi pengkajian, penetapan
diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan
dan evaluasi keperawatan.
2. Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada butir (i) meliputi:
intervensi keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling
kesehatan.
3. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud huruf
(i) dan (ii) harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang
ditetapkan organisasi profesi.
4. Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakuakn berdasarkan permintan
tertulis dari dokter.
7) Pengecualian pasal 15 adalah pasal 20 :
1. Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa pasien/perorangan, perawat
berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 15.
2. Pelayanan dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditujukan
untuk penyelamatan jiwa.
8) Pasal 21
1. Perawat yang menjalankan praktek perorangan harus mencantum SIPP di ruang
prakteknya.
2. Perawat yang menjalankan praktek perorangan tidak diperbolehkan memasang
papan praktek.
9) Pasal 31
Perawat yang telah mendapatkan SIK atau SIPP dilarang :
1. Menjalankan praktek selain ketentuan yang tercantum dalam izin tersebut.

16
2. Melakukan perbuatan bertentangan dengan standar profesi.
3. Bagi perawat yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau
menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain,
dikecualikan dari larangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 butir a.

3. Tujuan Undang- Undang praktek Keperawatan :


1) Tujuan utama
 Memberikan landasan hukum terhadap praktik keperawatan untuk melindungi baik
masyarakat maupun perawat
2) Tujuan Khusus
 Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kesehatan
yang diberikan oleh perawat.
 Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan perawat.
 Menetapkan standar pelayanan keperawatan
 Menapis ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan
 Menilai boleh tidaknya perawat untuk menjalankan praktik keperawatan
 Menilai ada tidaknya kesalahan dan atau kelalaian yang dilakukan perawat dalam
memberi pelayanan.

17
BAB III
ANALISA DAN SINTESA FAKTA

A. IDEALITY PRAKTIK MAN DIRI KEPERAWATAN

 UU.NO. 23 Tahun 1992 ttg KESEHATAN Pasal 32 ayat 4: “Pelaksanaan pengobatan dan atau
perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu
 UU.NO. 36 Tahun 2009 ttg KESEHATAN Pasal 63 ayat 3:Pengendalian, pengobatan, dan/ atau
perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain
yang dapat dipertanggungjawabkan kemanfaatan dan keamanannya.
 UU.NO. 36 Tahun 2009 ttg KESEHATANPasal 63 ayat 4:Pelaksanaan pengobatan dan/atau
perawatan berdasarkan ilmukedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan olehtenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untukitu lahir KepMenKes No.1239/2001
tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan
 PERMENKES RI No. Hk.02.02/Menkes/148/2010 Tentang Praktik Keperawatan
“Tindakan Mandiri Perawat Profesional melalui kerjasamayang bersifat kolaborasi
dengan klien dan tenagakesehatan lainnya dalam memberikan AsuhanKeperawatan secara
komprehensif pada berbagai tatananpelayanan kesehatan yang dilandasi dengan keilmuankhusus,
pengambilan keputusan dan keterampilanperawat berdasarkan aplikasi ilmu sesuai
lingkupkewenangan dan tanggungjawab”.
Praktik Mandiri“Praktik Perawat swasta yang dilakukan secaraperorangan atau secara
berkelompok”.
 Lingkup Kewenangan
Sistem klien sebagai individu, keluarga, kelompokkhusus dan masyarakat dalam rentang sehat
dan sakit, sepanjang daur kehidupan baik promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam
melakukan asuahan keperawatan; pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi.
 Model/ Bentuk Praktik Keperawatan

18
1. Praktik di Rumah Sakit
2. Praktik di Rumah (Home Care)
3. Praktik Berkelompok (Nursing Home)
4. Praktik Perorangan (Individual Practice)
 Tindakan Keperawatan
PPNI Menetapkan Tindakan Keperawatan yang dimaksud dalam PerMenKes No.
HK.02.02/Menkes/148/2010 Pasal 8 :
1. Memenuhi kebutuhan oksigen
2. Memenuhi kebutuhan nutrisi
3. Memenuhi kebutuhan integritas jaringan
4. Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit
5. Memenuhi kebutuhan eliminasi; BAB dan BAK
6. Memenuhi kebutuhan kebersihan diri danlingkungan
7. Memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
8. Memenuhi kebutuhan obat-obatan
9. Memenuhi kebutuhan sirkulasi
10. Memenuhi kebutuhan rasa nyaman, aman dan keselamatan
11. Memenuhi kebutuhan manajemen nyeri
12. Memenuhi kebutuhan aktivitas dan exercise
13. Memenuhi kebutuhan psikososial/spiritual dan interaksi
14. Memenuhi kebutuhan perasaan kehilangan, menjelang ajal dan kematian
15. Memenuhi kebutuhan seksual
16. Memenuhi kebutuhan lingkungan sehat lingkungan
17. Memenuhi kebutuhan ibu hamil, melahirkan dan post partum
18. Memenuhi kebutuhan bayi baru lahir
19. Memenuhi kebutuhan PUS
20. Memenuhi kebutuhan remaja putri keselamatan
21. Memenuhi kebutuhan Pra nikah
22. Memenuhi kebutuhan menopause KEBUTUHAN INDIVIDU
 Kebutuhan Intervensi Keperawatan Komplementer

19
1. Mind body intervention : Yoga, Thai Chi, Musik, Meditasi, Hypnoterapi
2. Biological based therapy : Herbal, Terapi Diit, Food Suplement, Aromaterapi
3. Manipulative & body based method : Acupressure, Acupuncture, Reflexology, Massage
4. Energy therapy : Healing touch, Reiki, Holistic medicine, Bioresonansi
 Bagaimana Dalam Kondisi Gadar??
UU No. 36 tahun 2009 Pasal 83
(1) Setiap orang yang memberikan pelayanan kesehatan pada bencana harus ditujukan untuk
penyelamatan nyawa, pencegahan kecacatan lebih lanjut, dan kepentingan terbaik bagi pasien
(2) Pemerintah menjamin perlindungan hukum bagi setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
PERMENKES RI No. Hk.02.02/Menkes/148/2010 Pasal 10
“Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada di tempat
kejadian, perawat dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8”
 Persyaratan Praktik Keperawatan
 Kewajiban
a. Harus : Registrasi, Sertifikasi dan Lisensi
b. Melaksanakan prinsip etika
c. Meningkatkan kemampuan profesionalisme lewat pendidikan dan pelatihan
d. Melakukan rujukan
e. Mematuhi standar
f. Ikut membantu program A pemerintah di bidang kesehatan
 Administratif
a. Pendidikan minimal D 3 Keperawatan
b. Memiliki SIP atau STR
c. Memiliki Surat Izin Praktek Perawat (SIPP)
d. Dokumen tentang fasilitas pelayanan yang ada
 Fasilitas Fisik
a. Memiliki gedung (ruang tindakan, ruang adm, ruang tunggu dan kamar mandi)

20
b. Memiliki peralatan yang siap pakai (alat tenun, alat kesehatan, alat rumah tangga dan alat untuk
pencatatan/laporan)
c. Memasang Papan Nama Praktik Keperawatan
 Hak
a. Memperoleh perlindunganhukum
b. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari klien dan keluarga
c. Melaksanakan tugassesuai kompetensi
d. Menerima imbalan jasa
e. Memperoleh jaminanperlindungan terhadaprisiko kerja berkaitan tugas
 Untuk memperoleh SIKP atau SIPP, Pprawat harus mengajukan permohonan kepada pemerintah
daerah kabupaten/kota dengan melampirkan:
a. Fotocopy STR yang masih berlaku dan dilegalisasi;
b. Surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
c. Surat pernyataan memiliki tempat di praktik mandiri atau difasilitas pelayanan kesehatan di luar
praktik mandiri;
d. Pas fotoberwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
e. Rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk; dan
f. Rekomendasi dari organisasi profesi.

B. REALITY PRAKTIK MAN DIRI KEPERAWATAN

 Peraturan telah diundangkan sesuai pasal 1 ayat 3 selama ini masih banyak perawat yang
membuka praktik mandiri tapi belum mempunyai SIPP
 Berarti perawat yang baru dan belum memiliki SIPP termasuk legalkah?
 Bagaimana dengan pemutihan?
 Kasus : ada ancaman ditutup tempat praktiknya bagi perawat yang yang membuka praktik
mandiri yang belum mempunyai SIPP. Sehingga dari kasus ini siapa yang perlu dibenahi?
 Praktik mandiri keperawatan yang ada sekarang masih ada yang memberikan obat yang harus
dibeli dengan resep dokter padahal seharusnya yang berhak diberikan perawat adalah obat bebas
dan obat bebas terbatas walaupun di daerah perawat

21
 Masih minimnya sosialisasi tentang praktik mandiri keperawatan terutama di daerah-daerah,
sehingga masih ada masyarakat atau profesi lain yang tidak mengetahui bahwa ada aturan hukum
yang mengizinkan perawat untuk membuka praktek mandiri.
 Terjadinya kesalahpahaman dalam penyelenggaraan praktik keperawatan. Bukan hanya caring
tetapi juga cure yang mengakibatkan kerugian untuk perawat itu sendiri karena menjadi lemah di
mata hukum.
 Banyak perawat yang belum mempunyai SIKP dan SIPP baik yang di RS maupun yang praktik
mandiri karena peraturan yang rumit serta minimnya sosialisasi.
 STR diperoleh melalui uji kompetensi yang dikeluarkan MTKI dalam bentuk sertifikat
kompetensi dan prosesnya lama (kurang lebih satu tahun) dan rumit sehingga dapat
menghambat perawat khususnya perawat fresh graduate mendapatkan pekerjaan (meningkatnya
waktu tunggu untuk bekerja) dan memperoleh SIKP ataupun SIPP sehingga mengakibatkan ada
perawat bekerja tanpa SIKP.
 Masih adanya perawat yang enggan untuk memperpanjang karena sudah terbayang proses yang
menjemukan dari MTKP, maka asal sudah ada ijin untuk praktik mandiri maka proses untuk
memperpanjang tidak dilakukan.
 SIKP dan SIPP berlaku hanya 5 tahun jika jangka waktunya habis harus diperpanjang dan wajib
mengikuti uji kompetensi
 Adanya praktik mandiri perawat yang tidak sesuai dan tidak mendapatkan penanganan yang jelas
sehingga membuat muncul lagi praktik mandiri yang tidak sesuai dengan aturan.
 Walaupun ada proses pemutihan dengan jangka waktu 1 tahun terkesan adanya ketidak
konsistensian aturan (perubahan nama dari SIK menjadi SIKP) sehingga membuat perawat
menjadi “kemrungsung” karena menyiapkan sesuatu hal yang baru, padahal perbedaan tersebut
hanya istilah saja.
 Belum adanya sistem kolaborasi atau rujukan antar praktek mandiri keperawatan dengan praktek
mandiri profesi lainnya ( dokter, bidan dll)
 Terapi komplementer yang termasuk dalam ruang lingkup praktek mandiri keperawatan belum
dimasukkan dalam kurikulum perkuliahan keperawatan
 Idealnya praktek mandiri keperawatan berbeda dengan dokter. Seharusnya praktek mandiri
keperawatan bukan solo karir ( seperti dokter) tetapi berupa home health care.

22
BAB IV
PEMBAHASAN

Praktik keperawatan adalah praktik yang kompleks dan juga dinamis, selalu merespon
terhadap perubahan kebutuhan kesehatan, dan terhadap kebutuhan-kebutuhan perubahan sistem
pelayanan kesehatan. Menurut WHO (1996), unsur-unsur inti keperawatan mandiri
tergambarkan dalam kegiatan-kegiatan berikut :
1. Mengelola kesehatan fisik dan mental serta kesakitan, kegiatannya meliputi pengkajian,
monitoring, koordinasi dan mengelola status kesehatan setiap saat bekerjasama dengan individu,
keluarga maupun masyarakat. Perawat mengkaji kesehatan klien, mendeteksi penyakit yang akut
atau kronis, melakukan penelitian dan menginterpretasikannya, memilih dan memonitor
intervensi tarapeutik yang cocok, dan melakukan semua ini dalam hubungan yang suportif dan
carring. Perawat harus bisa memutuskan kapan klien dikelola sendiri dan kapan harus dirujuk ke
profesi lain. Karena praktik mandiri keperawatan bukan berarti praktik sendiri tetapi diperlukan
adanya proses kolaborasi dengan profesi kesehatan lain atau sesama profesi
2. Memonitor dan menjamin kualitas praktik pelayanan kesehatan. Tanggung jawab terhadap
kegiatan-kegiatan praktik professional, seperti memonitor kemampuan sendiri, memonitor efek-
efek intervensi medis, mensupervisi pekerjaan-pekerjaan personil yang kurang terampil dan
berkonsultasi dengan orang yang tepat. Karena ruang lingkup dan kompleksitas praktik
keperawatan maka diperlukan keterampilan-keterampilan dan pemecahan masalah, berfikir kritis
serta bertinfak etis dan legal terhadap kualitas pelayanan yang diberikan dan tidak diskriminatif.
3. Memberikan bantuan dan caring. Caring adalah bagian yang terpenting dalam praktik
keperawatan. Bantuan termasuk menciptakan suasana penyembuhan, memberikan kenyamanan
membangun hubungan dengan klien melalui asuhan keperawatan. Peran membantu seharusnya
menjamin partisipasi penuh dari klien dalam perencanaan asuhan, pencegahan, dan treatmen dan
asuhan yang diberikan. Perawat memberikan informasi penting mengenai proses penyakit,
gejala-gejalanya, dan efek samping pengobatan..
4. Penyuluhan-penyuluhan kepada individu, keluarga maupun masyarakat mengenai masalah-
masalah kesehatan adalah fungsi penting dalam keperawatan.

23
5. Mengorganisir dan mengelola sistem pelayanan kesehatan. Perawat berpartisipasi dalam
membentuk dan mengelola sistem pelayanan kesehatan, ini termasuk menjamin kebutuhan klien
terpenuhi, mengatasi kekurangan staf, menghadapi birokrasi, membangun dan memelihara tim
terapeutik, dan mendapatkan asuhan spesialis untuk pasien. Perawat bekerja intersektoral dengan
rumah sakit, puskesmas, institusi pelayanan kesehatan lain, dan sekolah. Profesi keperawatan
harus mempengaruhi strategi kebijaksanaan kesehatan, baik tingkat local, regional maupun
internasional, aktif terlibat dalam program perencanaan, pengalokasian dana, mengumpulkan,
menganalisis dan memberikan informasi pada semua level.

Menjelang dijalankannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada tahun 2014,
pemerintah berusaha untuk menyiapkan kelengkapan fasilitas dan kualitas layanan medis, baik
itu pusat kesehatan masyarakat (Puskemas) maupun rumah sakit (RS) milik pemerintah.
Nantinya, tidak ada lagi dokter yang berpraktik pribadi di rumah karena semua standarnya adalah
klinik. Pada tahun yang akan datang semua yang akan menjadi mitra BPJS harus berstandar
klinik. Itu berarti minimal ada tiga dokter yang berpraktik selama 24 jam, ada apotek,
laboratorium, sehingga semua terintegrasi di satu tempat. Jika SJSN sudah dijalankan, pelayanan
kesehatan harus dilakukan secara berjenjang. Ini berarti peserta Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) harus berobat mulai dari layanan dasar, yakni ke puskesmas atau klinik terdekat yang
menjadi mitra BPJS.
Melihat dan memperhatikan trend yang berkembang dewasa ini, para perawat yang saat ini
sedang giat untuk mendirikan dan membangun praktik keperawatan mandiri selayaknya harus
segera mengadaptasikan rencana yang telah dibuat agar sesuai dengan era kekinian. Artinya
bahwa perencanaan yang ada, dimana setiap perawat berupaya untuk membentuk praktik
keperawatan mandiri secara individual, ke depan harus berkompromi dengan program
pemerintah. Artinya adalah mau tidak mau para perawat yang ingin menjalankan praktik
keperawatan mandiri harus mencari cara agar dapat terlibat bersama dengan profesi kesehatan
lain untuk membentuk klinik swasta bersama lintas profesi yang mampu memberikan pelayanan
kesehatan yang komprehensif, baik diagnosis terapi dan rawatannya, juga tetap menjalin
kerjasama dengan lembaga yang mengelola BPJS agar biaya pelayanan yang diberikan ter-cover
dan dapat dibayarkan melalui program JKSN tersebut.

24
Ini artinya bahwa peluang berusaha bagi perawat tetap terbuka lebar, hanya saja ke depan
para perawat yang mempunyai praktik keperawatan mandiri harus mampu
mengintegrasikan praktik keperawatan mandiri yang dikelolanya masuk kedalam layanan
kesehatan yang diberikan oleh klinik swasta. Sehingga secara bersama-sama memberikan
pelayanan kesehatan bersama profesi kesehatan yang lain. Beberapa bentuk praktik mandiri
keperawatan yang sudah berlangsung di Indonesia antara lain:
1. Praktik Keperawatan di Rumah (Home Versing Practice/Home Care)
a. Pengertian
Di beberapa negara maju, “home care” (perawatan di rumah), bukan merupakan konsep
yang baru tapi telah dikembangkan oleh William Rathbon sejak tahun 1859 yang dinamakan
perawatan di rumah dalam bentuk kunjungan tenaga keperawatan ke rumah untuk mengobati
klien yang sakit dan tidak bersedia dirawat di rumah sakit. Dari beberapa literatur pengertian
“home care” adalah perawatan di rumah merupakan lanjutan asuhan keperawatan di rumah sakit
yang sakit termasuk dalam rencana pemulangan (discharge planning) dan dapat dilaksanakan
oleh perawat dari rumah sakit semula, oleh perawat komunitas dimana pasien berada, atau tim
keperawatan khusus yang menangani perawatan di rumah.
Menurut Warola, 1980 dalam pengembangan Model Praktik Mandiri Keperawatan di
rumah yang disusun oleh PPNI dan Depkes, home care adalah pelayanan yang sesuai dengan
kebutuhan pasien individu dan keluarga, direncanakan, dikoordinasikan, disediakan oleh pemberi
pelayanan yang diorganisir untuk memberi pelayanan di rumah melalui staf atau pengaturan
berdasarkan kerja (kontrak).
b. Mekanisme Perawatan Kesehatan Di Rumah
Pasien atau klien yang memperoleh pelayanan keperwatan di rumah dapat merupakan
rujukan dari klinik rawat jalan, unit rawat inap rumah sakit, maupun puskesmas. Namun pasien
atau klien dapat langsung menghubungi agensi pelayanan keperawatan di rumah atau praktik
keperawatan perorangan untuk memperoleh pelayanan. Mekanisme yang harus dilakukan adalah
sebagai berikut :
1) Pasien atau klien pasca rawat inap atau rawat jalan harus diperiksa terlebih dahulu oleh dokter
untuk menentukan apakah secara medis layak untuk di rawat di rumah atau tidak.

25
2) Selanjutnya apabila dokter telah menetapkan bahwa klien layak dirawat di rumah, maka di
lakukan pengkajian oleh koordinator kasus yang merupakan staf dari pengelola atau agensi
perawatan kesehatan dirumah, kemudia bersama-sama klien dan keluarga, akan menentukan
masalahnya, dan membuat perencanaan, membuat keputusan, membuat kesepakatan mengenai
pelayanan apa yang akan diterima oleh klien, kesepakatan juga mencakup jenis pelayanan, jenis
peralatan, dan jenis sistem pembayaran, serta jangka waktu pelayanan.
3) Selanjutnya klien akan menerima pelayanan dari pelaksanaan keperawatan dirumah baik dari
pelaksana pelayanan yang dikontrak atau pelaksana yang direkrut oleh pengelola perawatan di
rumah. Pelayanan dikoordinir dan dikendalikan oleh koordinator kasus, setiap kegiatan yang
dilaksanakan oleh tenaga pelaksana pelayanan harus diketahui oleh koordinator kasus.
4) Secara periodik koordinator kasus akan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelayanan
yang diberikan apakah sudah sesuai dengan kesepakatan.
c. Lingkup Praktik Keperawatan Di Rumah
Lingkup praktik keperawatan mendiri meliputi asuhan keperawatan perinatal, asuhan
keperawatan neonantal, asuhan keperawatan anak, asuhan keperawatan dewasa, dan asuhan
keperawatan maternitas, asuhan keperawatan jiwa dilaksanakan sesuai dengan lingkup
wewenang dan tanggung jawabnya. Keperawatan yang dapat dilakukan dengan :
1) Melakukan keperawatan langsung (direct care) yang meliputi pengkajian bio-psiko-sosio-
spiritual dengan pemeriksaan fisik secara langsung, melakukan observasi, dan wawancara
langsung, menentukan masalah keperawatan, membuat perencanaan, dan melaksanakan tindakan
keperawatan yang memerlukan ketrampilan tertentu untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia
yang menyimpang, baik tindakan-tindakan keperawatan atau tindakan-tindakan pelimpahan
wewenang (terapi medis), memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan dan melakukan
evaluasi.
2) Mendokumentasikan setiap tindakan pelayanan yang di berikan kepada klien, dokumentasi ini
diperlukan sebagai pertanggungjawaban dan tanggung gugat untuk perkara hukum dan sebagai
bukti untuk jasa pelayanan keperawatan yang diberikan.
3) Melakukan koordinasi dengan tim yang lain kalau praktik dilakukan secara berkelompok.
4) Sebagai pembela atau pendukung (advokat) klien dalam memenuhi kebutuhan asuhan
keperawatan klien di rumah dan bila diperlukan untuk tindak lanjut kerumah sakit dan

26
memastikan terapi yang klien dapatkan sesuai dengan standart dan pembiayaan terhadap klien
sesuai dengan pelayanan atau asuhan yang diterima oleh klien.
5) Menentukan frekwensi dan lamanya keperawatan kesehatan di rumah dilakukan, mencakup
berapa sering dan berapa lama kunjungan harus dilakukan.
d. Jenis Pelayanan Keperawatan Di Rumah
Jenis pelayanan keperawatan di rumah di bagi tiga kategori yaitu :
1) Keperawatan klien yang sakit di rumah merupakan jenis yang paling banyak di laksanakan pada
pelayanan keperawatan di rumah sesuai dengan alasan kenapa perlu di rawat di rumah. Individu
yang sakit memerlukan asuhan keperawatan untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah
tingkat keparahan sehingga tidak perlu dirawat di rumah sakit.
2) Pelayanan atau asuhan kesehatan masyarakat yang fokusnya pada pomosi dan prevensi.
Pelayanannya mencakup mempersiapkan seorang ibu bagaimana bayinya setelah melahirkan,
pemeriksaan berkala tumbuh kembang anak, mengajarkan lansia beradaptasi terhadap proses
menua, serta tentang diit mereka.
3) Pelayanan atau asuhan spesialistik yang mencakup pelayanan pada penyakit-penyakit terminal
misalnya kanker, penyakit-penyakit kronis seperti diabet, stroke, hipertensi, masalah-masalah
kejiwaan, dan asuhan pada anak.
2. Terapi Komplementer/Pengobatan Tradisional
Terapi komplementer yaitu sistem pengobatan dan perawatan kesehatan, praktek dan
produk yang menjadi bagian dari pengobatan konvensional (National Institute of Health, 2005).
Salah satu bentuk tata cara penggunaan pengobatan tradisional adalah bahwa obat tradisional
sering dipilih oleh pasien pada saat awal mengeluh sakit, baik dengan menggunakan obat
tradsional maupun dengan menggunakan cara-cara pengobatan tradisional (Supardi, 2001).
Persentase terbesar penduduk Indonesia yang melakukan pengobatan tradisional (57,7%)
cenderung menurun dibandingkan dengan hasil Susenas tahun-tahun sebelumnya. Hal ini
mungkin berhubungan dengan adanya krisis ekonomi yang dimulai tahun 1997, kemudian
pemerintah melakukan intervensi melalui program JPS-BK (Jaring Pengaman Sosial Bidang
Kesehatan) antara lain pemberian kartu sehat kepada kelompok miskin sehingga terjadi
peningkatan pengobatan medis melalui Puskesmas dan rumah sakit.

27
Penduduk Indonesia yang menggunakan obat (82,7%) cenderung menurun, tetapi
penggunaan obat tradisional (31,7%) dan cara tradisional (9,8%) cenderung meningkat
dibandingkan dengan hasil Susenas tahun-tahun sebelumnya. Penggunaan obat menurun
mungkin berkaitan dengan peningkatan kesadaran masyarakat untuk menggunakan pengobatan
alternatif, seperti obat tradisional dan cara tradisional. Peningkatan penggunaan cara tradisional,
seperti pijat, kerokan, akupresur, dan senam olah pernapasan mungkin disebabkan meningkatnya
pelatihan ketrampilan teknik pengobatan tersebut sebagai pengobatan alternatif untuk
kemandirian hidup sehat. Pengobatan secara medisi semakin mahal dan adanya efek samping
pemakaian obat kimiawi jangka panjang. Persentase terbesar (51%) penduduk Indonesia yang
menggunakan obat dalam pengobatan sendiri adalah kelompok usia sekolah dan usia kerja 15-55
tahun. Hal ini mungkin menunjukkan bahwa penduduk pada kelompok usia sekolah dan usia
kerja lebih menyukai pengobatan sendiri untuk menanggulangi keluhan sakit karena dapat
menghemat waktu dan biaya.
Kebijakan penggunaan TM/CAM/CAT sebagai pilihan pengobatan sudah menjadi
kebijakan dunia, yang tertuang dalam srategi “WHO Traditional Medicine Strategy 2002-2005”.
Dasar dari kebijakan ini adalah penghargaan terhadap nilai-nilai budaya, adat, keyakinan dan
sumber daya yang berkembang di seluruh wilayah dunia yang telah menjadi pedoman turun
temurun dalam memberikan pelayanan kesehatan. Hal ini juga diakibatkan oleh banyaknya obat,
cara, maupun system kesehatan tradisional yang dalam prakteknya mampu memberikan
kontribusi terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Namun demikian ada beberapa hal yang harus diperhatikan terkait upaya peningkatan
penggunaan TM/CAM antara lain:
a. Perlunya kebijakan untuk mengadopsi TM/CAM sebagai bagian dari system kesehatan dengan
mengeluarkan aturan-aturan yang mendukung penggunaan TM/CAM dalam system pelayanan
kesehatan
b. Perlunya dilakukan upaya peningkatan kualitas, efektivitas dan efisasi dari TM/CAM dengan
melakukan penelitian dan menetapkan standar kualitas produk-produk TM/CAM
c. Meningkatkan akses penggunaan TM/CAM bagi masyarakat dengan mendirikan berbagai sarana
kesehatan yang menyelenggarakan TM/CAM

28
d. Menggunakan TM/CAM secara rasional dengan cara meningkatkan kemampuan pengobat
tradisional, melakukan pelatihan terhadap tenaga kesehatan dan melakukan eduksi dan
pemberian informasi tentang TM/CAM ke masyarakat.
Kebijakan WHO ini selanjutnya di ratifikasi oleh oleh Indonesia dalam bentuk penerbitan
aturan perundang-undangan yang mengadopsi kebijakan WHO tentang TM/CAM. UU no 23
1992 secara tegas memberikan batasan dan garis terkait pentingnya penggunaan TM/CAM
dalam pelayanan kesehatan. Namun sangat disayangkan jika dalam Undang-undang ini definisi
pengobatan tradisional dibuat sebagai tatacara pengobatan diluar ilmu kedokteran atau
keperawatan, padahal mestinya dibuat suatu pengertian yang bisa menjadikan TM/CAM sebagai
bagian yang terintegrasi dalam pelayanan kesehatan modern. Dalam Renstra Depertemen
Kesehatan 2005-2009 juga mencantumkan strategi pengunaan TM/CAM yang terintegrasi dalam
pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun komunitas.
Namun dalam aturan yang lebih khusus yakni Permenkes 381/Menkes SK/11/2007 tentang
Kebijakan Obat Tradisional Nasional tidak diatur secara khusus tentang pengobatan tradisional,
tetapi hanya memuat obat tradisional. Padahal jika berbicara tentang TM/CAM maka kebijakan
tersebut seharusnya memuat tentang obat, system dan cara-cara pengobatan tradisional.
Kondisi yang lebih memprihatinkan adalah tidak diakomodasinya TM/CAM dalam UU no
29/2004 tentang Praktek Kedokteran kondisi ini memberikan bukti bahwa tenaga medis dalam
melakukan praktek hanya didasarkan pada model pendekatan barat, padahal WHO sendiri
menganjurkan perlu adanya strategi mensinergikan antara pengobatan modern dengan
pengobatan tradisional sebagai salah satu strategi dalam upaya meningkatkan kesehatan
masyakat.
Dari beberapa aturan tentang TM/CAM tampaknya perlu ada upaya yang lebih nyata
dalam mengiplementasikan kebijakan WHO, kebijakan UU Kesehatan dan Renstra Depkes agar
adanya kesamaan pola fikir, strategi dan langkah dalam menjadikan TM/CAM sebagai salah satu
upaya peningkatan kesehatan masyarakat. Pemerintah perlu membuat indicator kunci yang
ditujukan kepada seluruh lembaga pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, pribadi
maupun kelompok agar bisa digunakan sebagai pedoman dalam mengaplikasikan penggunaan
TM/CAM di dalam pelayanan kesehatan.

29
Perawat sebagai bagian integral pelayan kesehatan hendaknya memahami bahwa
TM/CAM yang diadopsi menjadi TM/CAT merupakan salah satu unsur penting dalam
pemberian pelayanan kesehatan. Pemberian asuhan keperawatan dengan mengkobinasikan
berbagai tindakan konvensional dengan TM/CAT sangat penting dilakukan. Hal ini mengingat
bahwa sebagian filsafat dari Holistic Nursing yang dijadikan pola fikir oleh ahli-ahli
keperawatan bergerak dari konsep TM/CAT (Snyder et all, 2006).
Konsep manusia sebagai makhluk holistik, terbuka dan beradaptasi dengan lingkungan,
lingkungan sebagai Energy Field yang mempengaruhi kesehatan manusia merupakan bentuk
pola fikir abstrak, yang dilandasi oleh filsafat TM/CAT. Oleh karena itu perawat tidak boleh
apriori ketika berbicara dan mencoba mengaplikasikan TM/CAT dalam praktek keperawatan
sebagai bagian dari Nursing Therapi. Selain itu WHO member petunjuk bahwa perawat dan
dokter adalah tenaga kesehatan yang menjadi sasaran yang harus menguasai dam mampu
mempraktkkan ketrampilan TM/CAM (WHO,2002). Hal ini juga didukung oleh adanya
kebijakan pemerintah Indonesia terkait TM/CAM dalam UU No 23 tahun 1992 tentang
kesehatan, meskipin secara ekplisit tidak menjelaskan siapa dan bagaimana aplikasi TM/CAM
itu dalam praktek pelayanan kesehatan.
Harapan akomodasi organisasi profesi terhadap penerapan TM/CAM dalam praktek
keperawatan tertuang dalam RUU Praktek keperawatan Bab III Pasal 4 bagian b RUU Praktek
Keperawatan tentang lingkup Praktek Keperawatan bahwa lingkup praktek keperawatan adalah
memberikan tindakan keperawatan langsung, terapi komplementer. Kalau disimak kalimat
tentang tindakan yang bisa dilakukan hendaknya ditambahkan dengan pemberian Therapi
tradisional/ Komplementer dan Alternatif. Hal ini menyesuaikan dengan rumusan-rumusan yang
tercantum, baik dalam kebijakan WHO maupun kebijakan pemerintah Indonesia.
Dukungan kebijakan ini hendaknya diantisipasi oleh tenaga perawat, terutama perawat
komunitas, karena seni dan aplikasi TM/CAM sangat mungkin diterapkan dalam praktek
komunitas bila dibandingkan dengan praktek klinik di rumah sakit, mengingat kebijakan tentang
TM/CAM oleh RS maupun profesi kedokteran hingga saat ini belum ada. Upaya-upaya yang
dapat dilakukan adalah:
1. Memahami filsafat dari konsep TM/CAT
2. Mempelajari TM/CAM melalui kurikulum yang lebih komprehensif

30
3. Mempraktekkan TM/CAT yang terintegrasi dengan nursing therapy lain dalam menangani
pasien.
4. Mensosialisasikan penggunaan TM/CAT kepada masyakat untuk meningkatkan rasionalisasi
penggunaan TM/CAT
5. Melakukan kajian tentang berbagai TM/CAT yang berkembang di masyarakat
6. Melakukan penelitian tentang Efektivitas, Kualitas dan Efisasi dari TM/CAT yang ada di
masyarakat.
7. Mensosialisaikan penggunaan TM/CAT terhadap tenaga keperawataN
8. Membantu pemerintah merumuskan penataan TM/CAT

Berdasarkan UU No 36 tahun 2009 BAB V tentang sumber daya dibidang kesehatan


dijelaskan bahwa perawat bisa melakukan praktik mandiri keperawatan, aturan lebih lengkap
tentang praktik mandiri keperawatan diatur dalam Permenkes No 17 tahun 2013. Berarti idealnya
praktik keperawatan mandiri berdasar aturan perundangan yang berlaku di Indonesia. Secara
singkat terdapat aturan yang jelas untuk dapat menyelenggarakan praktik mandiri keperawatan
yakni perawat yang memiliki jenjang pendidikan minimal D3 keperawatan, mempunyai STR,
SIKP dan SIPP, harus mencamtukan tentang praktik keperawatan, jika memberikan obat hanya
obat berlogo hijau, melakukan praktik sesuai dengan SOP dan kode etik profesi.
Namun terdapat beberapa permasalahan pada pelaksanaan Permenkes No.17 Tahun 2013
tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat di Indonesia, berikut adalah permasalahan
beserta saran dari penulis sebagai alternatif penyelesaiannya:
1. Tentang SIPP, SIKP, STR, dan pelaksanaan praktik mandiri perawat
Usulan penyelesaian:
a. Dinas Kesehatan Kabupaten bekerjasama dengan PPNI di setiap Kabupaten untuk
meningkatkan sosialisasi peraturan pembuatan STR, SIKP, SIPP.
b. Dinas kesehatan berkoordinasi dengan fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas pendidikan
keperawatan untuk pemutihan. Pemutihan hanya diberlakukan dengan kriteria tertentu
yang telah ditetapkan (sudah memiliki SIP melalui uji kompetensi), sedangkan bagi
perawat yang baru lulus harus mengikuti uji kompetensi untuk pembuatan STR.
c. Dinas kesehatan setiap kabupaten di seluruh wilayah Indonesia mensosialisasikan tentang

31
syarat dan proses penyelenggaraan praktik mandiri keperawatan.
d. Pemerintah daerah dan dinas kesehatan perlu membentuk tim khusus untuk melakukan
penyusuran dan inspeksi pada setiap praktik mandiri keperawatan yang berada
didaerahnya. Dari hasil penyusuran tersebut kemudian didaftar perawat yang sudah
mempunyai SIPP dan yang belum. Bagi yang belum mempunyai SIPP, wajib segera
membuat SIPP untuk dapat melanjutkan praktik mandiri keperawatannya. Pemerintah
dan dinas kesehatan memberikan sanksi yang tegas kepada penyelenggara praktik
mandiri keperawatan di kabupaten yang tidak memenuhi persyaratan izin penyelenggraan
pratik mandiri keperawatan.
e. Pemerintah mempertegas peraturan yang lebih rinci tentang tidak bolehnya perawat
member obat keras.
f. Dalam pemberian obat harus diberi ketegasan aturan bahwa obat yang boleh diberikan
adalah obat bebas dan obat bebas terbatas, dimana pemerintah dan dinas kesehatan harus
bekerjasama dengan pihak farmasi/apoteker untuk ijin pembelian obat selain obat bebas
dan obat bebas terbatas harus menggunakan identitas.
g. Pelaksanaan praktik mandiri perawat lebih meningkatkan pada terapi komplementer.
Terapi komplementer merupakan pelayanan kesehatan tradisional dalam undang-undang
kesehatan no 36 tahun 2009 menyatakan bahwa pelayanan kesehatan tradisional adalah
pengobatan atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan
keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
h. Pemerintah dapat menetapkan regulasi yang mendukung pelayanan kesehatan
komplementer pada praktik mandiri perawat.
i. Pelaksanaan praktik mandiri perawat dapat terintegrasi dengan tenaga kesehatan lain
seperti dokter.
j. Pembinaan dan pengawasan dari pemerintah berkaitan dengan praktik mandiri perawat
yang berbasis terapi komplementer.
2. Tentang sosialisasi aturan pelaksanaan praktik mandiri perawat
Usulan penyelesaian:
a. Pemerintah bekerjasama dengan dinas kesehatan, PPNI di setiap kabupaten bekerjasama

32
untuk dapat berdiskusi dengan perawat yang ada diwilayahnya, memberikan sosialisasi
mengenai dasar hukum, aturan, perijinan, dan pelaksanaan praktik mandiri keperawatan.
b. Perawat perlu meningkatkan kompetensi dan pendidikan untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan pada praktek mandiri keperawatan.
c. Dinas kesehatan setiap kabupaten melakukan supervisi secara rutin terhadap
penyelenggaraan praktik mandiri keperawatan sehingga dapat diketahui praktik mandiri
keperawatan yang sudah sesuai peraturan dan yang belum sesuai kemudian dilakukan
penanganan lebih lanjut agar semua penyelenggara praktik mandiri keperawatan dapat
memahami dan melaksanakan peraturan yang berlaku dengan menyeluruh dan penertiban
terhadap praktik mandiri keperawatan.
d. Pemerintah perlu mensosialisasikan praktik mandiri keperawatan yang berbasis home
health care.
e. Pemerintah perlu memfasilitasi pelaksnaan parktik mandiri keperawatan yang berbasis
home helath care karena pada kenyataannya praktik mandiri keperawatan yang berbasis
home health care masih jarang di Indonesia.
3. Tentang kepemilikan SIKP dan SIPP
Usulan penyelesaian:
Dinas Kesehatan dan pihak SDM rumah sakit mendata perawat yang belum mempunyai SIKP.
Setiap pelayanan kesehatan yang memiliki tenaga kerja perawat wajib melaporkan data perawat
yang sudah dan belum mempunyai SIKP kemudian bagian SDM rumah sakit segera mengurus
pembuatan SIKP secara kolektif untuk pegawainya.
4. Tentang penerbitan STR
Usulan penyelesaian:
Waktu dalam memproses STR diatur secara professional sehingga diterbitkannya STR tidak
memakan waktu yang lama seharusnya STR bias dipakai untuk mengurus Surat Ijin Perawat
(SIP) & Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP).
5. Tentang waktu berlakunya SIKP dan SIPP
Usulan penyelesaian:
Jika setiap perpanjangan SIKP dan SIPP setiap perawat harus mengikuti uji kompetensi maka
sangat banyak waktu yang dihabiskan untuk uji kompetensi karena keduanya hanyaberlaku 5

33
tahun. Sebaiknya pasal 7 perlu direvisi dalam perpanjangan SIKP dan SIPP perlu
mempertimbangkan kinerja harian selama 5 tahun seperti adanya rapot pegawai seperti halnya
system akreditasi untuk perawat berdasarkan dokumentasi-dokumentasi yang dapat
memperlihatkan kualitas kinerja serta kelayakannya untuk tetap mempunyai SIKP dan SIPP.

34
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi, 2008. Konsep Dasar Keperawatan. EGC, Jakarta.

Ismani, Nila. 2001. Etika Keperawatan. Widya Medika, Jakarta.

Kozier, Erb. 2010. Fundamental Of Nursing : Consept, Process and Practice. Jakarta : EGC

Permenkes 381/Menkes SK/11/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional diakses


dari www. depkes.go.id, tanggal 7 Oktober 2013

Permenkes No.17 Tahun 2013 tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat di Indonesia
diakses dari www. depkes.go.id, tanggal 7 Oktober 2013

PERMENKES RI No. Hk.02.02/Menkes/148/2010 Tentang Praktik Keperawatan diakses dari


www. depkes.go.id, tanggal 7 Oktober 2013

Snyder, M. dan Lindquist, R. (2002). Complementary/ alternative therapies in nursing, (4th


ed). New York : Springer Publishing Company.

Supardi S, jamal S, Loupahy AM. 2003. Beberapa Faktor Yang berhubungan Dengan
Penggunaan Obat Tradisional Dalam Pengobatan Sendiri di Indonesia. Buletin
Penelitian Kesehatan 30(1) : 25-32

UU.NO. 23 Tahun 1992 ttg KESEHATAN diakses dari www. depkes.go.id, tanggal 7
Oktober 2013

UU.NO. 36 Tahun 2009 ttg KESEHATAN diakses dari www. depkes.go.id, tanggal 7
Oktober 2013

35

Anda mungkin juga menyukai