Anda di halaman 1dari 12

A.

Proses Penuaan Usia Lanjut


Menurut Iqbal W.M, dkk (2010),proses penuaan usia lanjut adalah
sebagai berikut:
1. Suatu peristiwa yang akan dialami setiap orang.
2. Merupakan tahap lanjut dari suatu kehidupan yang ditandai dengan
menurunnya kemampuan tubuh untuk beradaptasi terhadap stres.
3. Usia harapan hidup semakin meningkat. Populasi penduduk Indonesia
berusia di atas 60 tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 1970
sebanyak 5,2 juta penduduk lansia, tahun 1990 sebanyak 11,5 juta, dan
tahun 2000 sebanyak 15,4 juta.
4. Sesuai dengan Pasal 19 Undang-Undang No.23 Tahun 1992 lansia
perlu mendapat perhatian.
“Manusia lansia adalah seseorang yang karena usianya mengalami
perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial, perubahan ini akan
memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk
kesehatannya, oleh karena itu kesehatan lansia perlu mendapat
perhatian khusus dengan tetap di pelihara dan ditingkatkan agar selama
mungkin dapat hidup secara produktif sesuai dengan kemampuannya
sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam pembangunan.”

B. Pengertian Lansia
Menurut Iqbal W.M, dkk (2010), berikut ini adalah definisi-
definisi mengenai lansia:
1. Lansia adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena
hubungan darah, perkawinan atau adopsi, hidup dalam satu rumah
tangga, berinteraksi satu sama lain dalam perannya untuk menciptakan
dan mempertahankan suatu budaya (Bailon G. Salvaclon, 1978).
2. Lansia adalah individu yang berusia di atas 60 tahun, pada umumnya
memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis,
psikologis, sosial, dan ekonomi (BKKBN, 1995).
3. Keluarga usia lanjut adalah keluarga yang di dalamnya terdapat
penduduk lansia atau anggota keluarga yang seluruhnya berusia lanjut.
4. Asuhan keperawatan keluarga dengan lansia adalah suatu bentuk
pelayanan keperawatan komprehensif yang diberikan kepada lansia
dan keluarga dengan tujuan meningkatkan kesehatan, rehabilitasi
kesehatan, memaksimalkan kemampuan lansia dan keluarga dalam
meningkatkan status kesehatan, serta meminimalkan dampak proses
penuaan atau gangguan kesehatan yang terjadi pada lansia dengan
pendekatan proses keperawatan keluarga.

C. Peran Keluarga dalam Merawat Lansia


Menurut Iqbal W.M, dkk (2010), peran keluarga dalam merawat
lansia adalah sebagai berikut:
1. Menjaga dan merawat kondisi fisik anggota keluarga yang berusia
lanjut agar tetap dalam keadaan optimal atau produktif.
2. Mempertahankan dan meningkatkan status mental lansia.
3. Mengantisipasi adanya perubahan sosial dan ekonomi pada lansia.
4. Memotivasi dan memfasilitasi lansia untuk memenuhi kebutuhan
spiritual, sehingga ketakwaan lansia kepada Tuhan Yang Maha Esa
meningkat.

D. Tugas Perkembangan Keluarga Berkaitan dengan Lansia


Menurut Iqbal W.M, dkk (2010), tugas perkembangan keluarga
dengan lansia adalah sebagai berikut:
1. Mengenal masalah kesehatan lansia.
2. Mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan
lansia.
3. Merawat anggota keluarga lansia.
4. Memodifikasi lingkungan fisik dan psikologis sehinngga lansia dapat
beradaptasi terhadap proses penuaan.
5. Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan dan sosial dengan tepat
sesuai dengan kebutuhan lansia.

E. Alasan Lansia Perlu Dirawat di Lingkungan Keluarga


Menurut Iqbal W.M, dkk (2010), alasan lansia perlu dirawat di
lingkungan keluarga adalah:
1. Keluarga merupakan unit pelayanan keperawatan dasar.
2. Tempat tinggal bersama keluarga merupakan lingkungan yang
alamiahdan damai bagi lansia, jika keluarga tersebut bisa menciptakan
hubungan yang harmonis.
3. Kesejahteraan dan kemampuan keluarga untuk menentukan pilihan
merupakan prinsip-prinsip untuk mengarah kepada pengambilan
keputusan.
4. Pengambilan keputusan yang terkait dengan kesehatan keluarga adalah
proses aktif yang merupakan kesepakatan antara keluarga dan pemberi
pelayanan kesehatan.
5. Perawat kesehatan masyarakat memberikan pelayanan kesehatan
utama kepada keluarga untuk mempertahankan dan meningkatkan
kesehatan.
6. Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier dilakukan apabila perawatan
kesehatan dilakukan oleh keluarga dengan bimbingan tenaga
kesehatan.
7. Proses keperawatan dapat memfasilitasi pengambilan keputusan yang
terkait dengan kesehatan.
8. Kontrak keluarga dan perawat dalam pelayanan keperawatan
merupakan cara yang efektif untuk mencapai tujuan.
9. Konseling dan pendidikan kesehatan merupakan cara untuk
mengarahkan interaksi keluarga dan perawat.
10. Pelayanan keperawatan yang dilakukan di rumah oleh keluarga atau
lansia, dengan perawat ahli pemberi pelayanan, konselor, pendidik,
pengelola, fasilitator, dan koordinator pelayanan kepada lansia.
F. Langkah-Langkah dalam Perawatan Keluarga dengan Lansia
Menurut Iqbal W.M, dkk (2010), langkah-langkah yang perlu
diterapkan dalam perawatan keluarga dengan lansia adalah:
1. Mengadakan hubungan kerjasama yang baik dengan keluarga.
Langkah yang pertama dimulai dengan melakukan kontrak pada
keluarga, menyampaikan minat untuk membantu keluarga,
menyatakan atau menunjukkan kesediaan membantu memenuhi
kebutuhan-kebutuhan kesehatan yang dirasakan oleh klien, serta
mempertahankan komunikasi dua arah dengan keluarga.
2. Melaksanakan pengkajian tahap pertama dalam menentukan masalah
kesehatan.
3. Menggolongkan masalah kesehatan dalam ancaman kesehatan, tidak
sehat/kurang sehat, dan keadaan krisis yang dapat diketahui.
4. Menentukan sifat dan luasnya kesanggupan keluarga untuk
melaksanakan tugas-tugas kesehatan terhadap masalah kesehatan yang
ada pada poin 3 di atas, kemudian merumuskan diagnosis keperawatan
keluarga yang tepat.
5. Cara menentukan prioritas masalah kesehatan dari daftar masalah
kesehatan:
a. Mempertimbangkan sifat masalah.
b. Menilai kemungkinan-kemungkinan untuk mengubah masalah.
c. Menilai potensi-potensi yang dapat dilakukan untuk menghindari
masalah.
d. Menilai persepsi keluarga terhadap sifat masalah (dalam hal berat
dan mendesaknya) sehingga memerlukan tindakan segera.
6. Menyusun masalah sesuai dengan prioritas.
7. Menentukan masalah mana yang harus dilaksanakan sesuai dengan
prioritas.
8. Menetapkan tujuan yang nyata dapat diukur bersama dengan keluarga.
9. Merencanakan pendekatan, tindakan, kriteria, dan standar untuk
evaluasi.
10. Mengimplementasikan rencana keperawatan.
11. Mengevaluasi keberhasilan dari aspek-aspek rencana perawatan yang
telah dilaksanakan.
12. Meninjau kembali masalah perawatan dan membuat rumusan baru
mengenai sasaran sesuai dengan hasil evaluasi.

G. Masalah-Masalah Kesehatan yang Dapat Muncul pada Keluarga


dengan Lansia
Menurut Iqbal W.M, dkk (2010), masalah-masalah kesehatan yang
dapat muncul pada keluarga dengan lansia adalah:
1. Ancaman kesehatan: risiko terjadinya cedera atau bahaya fisik, risiko
terjadinya kekurangan atau kelebihan nutrisi.
2. Keadaan kurang sehat/tidak sehat. Lansia dalam keluarga yang
mengalami penyakit diabetes melitus, hipertensi, arthtritis, penyakit
jantung, kanker, penyakit ginjal, penyakit paru obstruksi menahun,
penyakit kulit, kasus fraktur atau luka, lansia dengan menarik diri atau
isolasi sosial, kasus depresi, dan koping yang tidak efektif.
3. Krisis, lansia yang memasuki masa pensiun atau kehilangan pekerjaan,
kesepian karena ditinggal pasangan hidup (suami atau istri), dan
kesepian karena anak sudah berkeluarga.

H. Peran Perawat dalam Tiga Tingkat Pencegahan pada Lansia


Menurut Iqbal W.M, dkk (2010), peran perawat dalam tiga tingkat
pencegahan pada lansia yaitu:
1. Pencegahan primer. Meningkatkan kesehatan dengan secara rutin
berinteraksi dengan perawat, baik di klinik maupun di rumah,
memberikan informasi mengenai sumber-sumber yang dapat
dimanfaatkan, membuat klien dan keluarga sadar akan pilihan terhadap
sumber-sumber yang tersedia, melibatkan klien dalam perkumpulan di
masyarakat, serta mengajarkan klien untuk bertanggung jawab atas
dirinya dalam kesehatan.
2. Pencegahan sekunder. Melaporkan penemuan kasus dan melakukan
pendekatan untuk merujuk, mengkaji respons terhadap sakit dan
kesesuaiannya dengan terapi, memberikan informasi tentang obat-
obatan dan terapi, memberikan nasihat kepada klien dan anggota
keluarga, serta mengidentifikasi adanya atau ancaman penyakit.
3. Pencegahan tersier. Dimulai dengan strategi rehabilitasi selama fase
sakit, mempertahankan komunikasi dengan jaringan kemasyarakatan,
membantu pelayanan tindak lanjut (follow up), memberikan program
konsultasi dan pendidikan sebagai tanggung jawabnya terhadap
perawatan lansia, memberikan dukungan legislasi, dan kebijaksanaan
yang dapat memberi dampak positif terhadap lansia.

I. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Lansia

Pengkajian yang dilakukan pada Asuhan Keperawatan Keluarga


dengan nyeri sendi antara lain :
1. Identitas Data
a. Jenis kelamin
Nyeri sendi adalah peradangan yang sistematis, progresif dan lebih
banyak terjadi pada wanita dengan perbandingan 3:1 dengan kasus
pada pria.
b. Pekerjaan
Pekerjaan yang berat/ kerja yang yang produktif bertahun-tahun
pada seorang setengah baya (kuli panggul,tukang becak,dll) juga
mendukung terjadinya penyakit nyeri sendi.
c. Status sosial ekonomi keluarga
Penghasilan yang rendah dan sulit memungkinkan adannya konflik
dalam keluarga termasuk kebutuhan akan biaya perawatan dan
pengobatan anggota keluarga yang sakit nyeri sendi.
d. Aktifitas rekreasi dan waktu luang
Mengidentifikasi aktifitas-aktifitas dan waktu senggang keluarga,
Penggunaan waktu senggang yang ada menggali perasaan dari
anggota keluarga tentang aktifitas rekreasi.
e. Kebiasaan aktifitas
Mengangkat benda-benda berat menimbulkan stres pada sendi,
kerja tanpa waktu istirahat yang cukup dan seimbang mempunyai
efek yang signifikan pada nyeri sendi.
2. Riwayat dan Tahap perkembangan keluarga
Riwayat keluarga inti :
Keluhan yang biasa di rasakan oleh penderita nyeri sendi yaitu
nyeri pada jari-jari tangan, nyeri pada lutut dan nyeri pada punggung.
Nyeri dirasakan jika melakukan aktivitas dan berkurang jika klien
beristirahat.
Keluarga ini berada pada tahap perkembangan dengan usia lanjut.
Keluarga yang rentan mengalami penyakit nyeri sendi adalah usia
lanjut dimana terjadi degenerasi dari organ tubuh khususnya pada
sistem muskuluskeletal.
3. Data Lingkungan
a. Kondisi Rumah
Faktor lingkungan rumah yang kurang aman dan membahayakan
juga memperbesar peningkatan resiko untuk jatuh pada penderita
penyakit nyeri sendi, Misalnya penggunaan keset yang licin, lantai
yang licin, Pencahayaan yang kurang memadahi, Tangga rumah
yang terlalu curam, Tidak menggunakan alas kaki, Tempat tidur
yang terlalu tinggi, Tidak menggunakan alat bantu mobilitas yang
tepat, Tidak ada pengaman atau pegangan dari lokasi- lokasi yang
tepat, seperti kamar mandi.
b. Fasilitas dan pelayanan kesehatan : Tingkat ekonomi yang rendah
dapat mengakibatkan sulitnya pengobatan nyeri sendi. Ketidak
efektifannya dan keluarga dalam mengunjungi pelayanan
kesehatan yang ada.
c. Fasilitas transportasi : Transportasi merupakan sarana yang penting
dan sangat diperlukan agar penderita mendapatkan pelayanan
kesehatan dengan segera. Ketiadaan sarana transportasi
menjadikan masyarakat enggan berkunjung ke pelayanan
kesehatan sehingga kondisi akan semakin memburuk.
4. Struktur Keluarga.
a. Struktur komunikasi : Berkomunikasi dan berinteraksi antar
sesama anggota keluarga merupakan tugas keluarga, dan dapat
menurunkan beban masalah (Efendi, 1998).
b. Struktur kekuasaan : Kekuasaan dalam keluarga dipegang oleh
pemegang keputusan yang mempunyai hak dalam menentukan
masalah dan kebutuhan dalam mengatasi masalah kesehatan
nyeri sendi dalam keluarga (Efendi, 1998).
c. Struktur peran : Peran antar kelurga menggambarkan perilaku
interpersonal yang berhubungan dengan masalah kesehatan
dalam posisi dan situasi tertentu (Efendi, 1998).
d. Nilai kepercayaan : Beban kasus keluarga sangat bergantung
pada nilai kekuasaan dan kebutuhan akan asuhan keperawatan
keluarga (Efendi, 1998).
5. Fungsi Keluarga
a. Ketidak mampuan keluarga mengenal masalah kesehatan yang
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan keluarga tentang
penyakit nyeri sendi, anggapan bahwa penyakit nyeri sendi
adalah biasa yang bisa sembuh dengan sendirinya. Ketidak
mampuan keluarga dalam mengambil keputusan serta dalam
mengambil tindakan yang tepat tentang nyeri sendi atau tidak
memahami mengenai sifat berat dan meluasnya masalah nyeri
sendi.
b. Ketidak mampuan keluarga dalam memecahkan masalah
karena kurangnya pengetahuan dan sumber daya keluarga
seperti : latar belakang pendidikan dan keuangan keluarga.
c. Ketidak mampuan keluarga memilih tindakan diantara
beberapa alternative perawatan dan pengobatan terhadap nyeri
sendi.
d. Ketidak mampuan keluarga dalam merawat anggota kelurga
yang sakit berhubungan dengan tidak mengetahui keadaan
nyeri sendi misal : sifat artritis, penyebab nyeri sendi, dan tanda
gejala yang menyertai nyeri sendi (Nasrul effendi, 1998).
Koping keluarga : koping keluarga dipengaruhi oleh situasi
emosional keluarga, sikap dan pandangan hidup, hubungan
kerja sama antara anggota keluarga serta adanya support
system dalam keluarga (Efenndy, 1998).
Diagnosis keperawatan dibedakan menjadi tiga diagnosis
keperwatan aktual, risiko atau risiko tinggi, dan potensial atau
wellness.
1) Diagnosis aktual, menunjukan keadaan yang nyata dan
sudah terjadi pada saat pengkajian di keluarga :
Hambatan mobilitas fisik berhungan dengan ketidak
mampuan keluarga merawat anggota keluarga yang
menderita nyeri sendi.
2) Resiko tinggi, merupakan masalah yang belum terjadi
pada pengkajian. Namun dapat menjadi masalah aktual
bila tidak dilakukan pencegahan dengan cepat : Resiko
injuri berhubungan dengan Ketidak mampuan keluarga
mengenal masalah nyeri sendi dan memodifikasi
lingkungan.
e. Fokus intervensi
1) Diagnosa pertama hambatan mobilitas fisik berhungan
dengan ketidak mampuan keluarga merawat anggota
keluarga yang menderita nyeri sendi.
a) Pencegahan primer
(1) Berikan penyuluhan tentang pencegahan nyeri.
(2) Ajarkan cara untuk kompres hangat.
(3) Identifikasi adanya factor-faktor nyeri.
b) Pencegahan sekunder
(1) Kaji resiko injuri.
(2) Beri pendidikan kesehatan tentang lingkungan yang
aman bagi penderita nyeri sendi.
(3) Modifikasi lantai yang licin, pencahayaan yang
terang dan penataan perabotan rumah tangga yang
aman bagi penderita nyeri sendi.
c) Pencegahan tersier
Segera bawa ke pelayanan kesehatan bila kondisi pasien
semakin memburuk.
Skala untuk menentukan prioritas Asuhan
Keperawatan Keluarga (Bailon Dan Malagya, 1979)

No Skore Bobot
Kriteria
1. Sifat masalah 1

Skala : Tidak.kurang sehat 3

Ancaman kesehatan 2

Keadaan sejahtera 1

2. Kemungkinan masalah dapat dicegah 2

Skala : Mudah 2

Sebagian 1

Tidak dapat 0

3. Potensial masalah untuk dicegah 1

Skala : Tinggi 3

Cukup 2

Rendah 1

4. Menonjolnya masalah 1

Skala : Masalah berat, harus segera ditangani 2

Ada masalah tetapi tidak perlu ditangani 1

Masalah tidak dirasakan 0


Skoring :

1. Tentukan skor untuk setiap kriteria


2. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikalikan dengan bobot
Skor X Bobot

Angka tertinggi

3. Jumlahkan skor untuk semua kriteria

Anda mungkin juga menyukai