Anda di halaman 1dari 14

5

BAB II

METODE DAN TAHAPAN PENELITIAN

II.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ada dua cara, yaitu :

 Logging untuk melakukan deskripsi inti bor.

 Statistik untuk mengetahui kandungan unsur dan senyawa kimia

dari hasil analisis laboratorium dalam bentuk susunan kadar unsur

dan senyawa kimia.

II.2 Tahapan Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap yaitu tahap pendahuluan,

tahap pengumpulan dan pembelajaran data awal, tahap pengambilan dan

pengumpulan data, tahap analisis data, tahap pembahasan dan tahap penulisan

skripsi. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar II.1.

 Tahap Pendahuluan

Pada tahap ini dilakukan penyusunan proposal dan studi pustaka. Dimana

pada tahap penyusunan proposal dilakukan sebelum melakukan penelitian

di PT. International Nickel Indonesia Tbk (PT. INCO Tbk ). Sedangkan

pada tahap studi pustaka dilakukan pembacaan literatur yang

menunjang penelitian mengenai geologi regional Sulawesi Selatan, sub

geologi lembar Malili dan proses serta faktor yang berhubungan dengan

lateritisasi nikel. Pustaka terpilih yang cukup relevan dalam penelitian ini

adalah :
6

 Waheed Ahmad, 2002, Nickel Laterites - A Short Course On The

Chemistry, Mineralogy And Formation of Nickel Laterites, PT. INCO,

Indonesia (Unpublished), menjelaskan tentang proses-proses kimia yang

terjadi pada lateritisasi nikel dan mineralogi batuan pembawa nikel.

 Nushantara, A. P., 2002, Profil Kimia Pelapukan bongkah Peridotit


Daerah DX, Sorowako, Sulawesi Selatan, UGM, Yogyakarta (Tidak
dipublikasikan), menjelaskan tentang profil kimia dari hasil pelapukan
pada batuan peridotit.
 Herman dan Hasan Saidi, 2002, Geologi Regional Sulawesi. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

 Tahap Pengumpulan dan Pembelajaran Data Awal

Dimana pada tahap ini dilakukan proses pengumpulan dan pembelajaran

data awal berupa data geologi regional daerah penelitian, data hasil pengamatan

petrografi yang telah ada, data logging yang telah ada sebelumnya dan data hasil

analisis kimia.

 Tahap Pengambilan dan Pengumpulan Data

Data yang diperlukan untuk penelitian ini adalah peta dasar, foto udara, data

kandungan unsur kimia batuan dasar, data coring dan conto batuan dasar. Data

tersebut akan diproses yang kemudian dianalisa dan diinterpretasi untuk mencapai

tujuan yang diharapkan. Tahap analisis data melewati beberapa tahap untuk dapat

menuju ke tujuan dari penelitian ini.

 Tahap Analisis Data

Pada tahap ini dimana dilakukan analisis data berupa data, yaitu :
7

 Pemerian Inti bor ( core )

Melalui data pendeskripsian inti bor, kemudian dilakukan pembagian zona

lateritnya ( zona limonit, zona saprolit, dan zona bedrock ) yang akan digunakan

untuk analisa perbandingan kandungan unsur.

 Analisa Kimia

Berdasarkan analisis ini akan didapatkan kandungan unsur-unsur kimia

dari batuan peridotit. Kandungan ini dihasilkan dari material hasil pemboran yang

dianalisis di Process and Technology Laboratory PT. INCO Tbk dengan

menggunakan metode X-Ray Fluorescence, yang kemudian hasilnya disajikan

dalam bentuk persentase kadar tiap unsur. Hasil analisa X – Ray berupa data kadar

SiO2, MgO, Fe, Ni, Al, Ca, Cr, Co, Mn. Dalam penelitian ini, data pemboran yang

dianalisis kimia sebanyak 26 holes dari daerah “HILL” Sorowako. Data analisa

unsur kimia merupakan data sekunder yang didapat dari laboratorium.

Dari data tersebut diolah dengan software Interdex dan Arc View 3.2 yang

akan menghasilkan peta penyebaran kandungan unsur kimia. Peta ini digunakan

untuk arahan penambangan dan sebagai salah satu parameter dalam pengambilan

conto batuan yang akan dianalisis petrografi.

Dari hasil analisis data-data tersebut diatas, maka dicari perbandingan

dan hubungannya kemudian disajikan dalam bentuk peta maupun diagram setelah

mengalami evaluasi. Setelah melalui evaluasi dan pembahasan, maka akan

didapatkan kesimpulan dari tujuan penelitian ini. Tahap ini dilakukan di Mine

Geology Exploration (MGX) PT. INCO Tbk dan Jurusan Teknik Geologi,

Fakultas Teknik, UNHAS.


8

 Pembahasan

Pada tahap ini kemudian berdasarkan hasil data yang telah diolah dan

diselesaikan kemudian dibuatkan suatu diagram hubungan antara kandungan

unsur dan senyawa kimia yang ada dengan zona-zona pada nikel laterit.

 Penulisan Skripsi

Setelah semua data yang dibutuhkan telah ada dan telah diolah kemudian
TAHAP PENDAHULUAN Penyusunan Proposal dan Studi Literatur
dianalisis maka dibuatlah suatu laporan dalam bentuk skripsi.

Analisis Geologi
TAHAP ANALISIS DATA AWAL

Analisis Petrografi
Analisis Logging
Analisis Kimia
Pengamatan morfologi
TAHAP PENGAMBILAN &
PENGUMPULAN DATA Pengambilan conto batuan

Pengamatan litologi

Pengambilan foto

Data kandungan kimia batuan

Pengamatan Struktur

Foto udara

TAHAP ANALISIS DATA Analisa Geologi Topografi, morfologi, kelerengan,


struktur kelurusan
Analisa Logging Pengamatan megaskopis
Analisa Kimia Pembuatan peta titik bor
Penyebaran unsur ( X- ray )

PEMBAHASAN

PENULISAN SKRIPSI
9

Gambar II.1 Bagan alir penelitian

BAB III

GEOLOGI REGIONAL
10

III. 1 Tinjauan Tektonik Regional Pulau Sulawesi

Pulau Sulawesi terletak pada zona konvergen antara tiga lempeng

lithosfer, yaitu lempeng Hindia-Australia yang bergerak ke arah utara, lempeng

Pasifik yang bergerak ke barat, dan lempeng Eurasia di sebelah utara Pulau

Sulawesi yang bergerak kea rah selatan ( Herman dan Hasan Saidi, 2000).

Menurut Hamilton (1979), berdasarkan asosiasi lithologi dan

perkembangan tektonik, Pulau Sulawesi dan sekitarnya dibagi dalam 5 provinsi

tektonik, yaitu : (1) Busur volkanik Tersier Sulawesi bagian barat, (2) Busur

volkanik Minahasa Sangihe, (3) Sabuk Metamorfik Cretaceous-Paleogene yang

berasosiasi dengan lapisan sedimen pelagic pada bagian tengah Pulau Sulawesi,

(4) Sabuk Ofiolit Kapur Sulawesi bagian Timur dan (5) Fragmen benua mikro

Paleozoic Banggai-Sula yang berasal dari benua Australia ( Gambar III.1 ).

Daerah pelitian termasuk dalam sabuk ofiolit Kapur Sulawesi bagian

timur. Menurut Hamilton (1979), batuan dan struktur dari bagian timur dan

tenggara Sulawesi terdiri dari busur asimetrik dari ofiolit, melange, sedimen

imbrikasi, dan batuan metamorf hasil dari subduksi. Golightly (1979) dalam

Suratman (2000), menjelaskan bahwa geologi Sulawesi bagian timur tersusun

oleh dua zona melange, yang terangkat sebelum dan sesudah Miosen. Melange

yang terangkat sebelum Miosen terletak pada bagian selatan dan barat tersusun

dari batuan sekis yang berorentasi ke arah tenggara dengan disertai beberapa

batuan ultramafik relatif kecil yang penyebarannya terbatas. Melange yang

terangkat sesudah berumur Miosen menutupi bagian tengah dan timur laut

Sulawesi. Proses pengangkatan secara intensif terjadi di sini. Diperkirakan bahwa


11

pengangkatan ini disebabkan oleh sesar turun dari kerak lautan sekitar kepulauan

Banggai. Di bagian selatan zona melange ini terdapat kompleks batuan ultrabasa

Sorowako-Bahodopi yang pengangkatannya relatif tidak terlalu intensif dengan

luas sekitar 11.000 km, diselingi oleh blok-blok sesar dari batugamping laut dalam

yang berumur Kapur dan diselingi rijang. Di kompleks batuan ultramafik ini,

terutama di daerah sekitar danau ( Matano, Towuti, Mahalona ) terbentuk endapan

residu nikel laterit yang penyebarannya cukup luas.Peta Geologi Sulawesi Bagian

Timur dapat dilihat pada Gambar III.2.

III. 2 Morfologi Regional Mandala Sulawesi Bagian Timur

Tinjauan mengenai morfologi yang meliputi daerah pelitian dan sekitarnya

didasari pada laporan hasil pemetaan geologi lembar Malili Sulawesi yang

disusun oleh Simandjuntak, (1991). Morfologi daerah ini terbagi atas daerah

pegunungan, daerah perbukitan, daerah karst, dan daerah datan rendah.

Daerah pegunungan menempati bagian Barat dan Tenggara. Di bagian

barat terdapat dua rangkaian pegunungan yakni Pegunungan Tineba dan

Pegunungan Koroue ( 700 - 3.016 m ) yang memanjang dari baratlaut-tenggara

dibentuk oleh batuan granit dan malihan. Sedang bagian tenggara ditempati

Pegunungan Verbeck dengan ketinggian 800 - 1.346 meter di atas permukaan laut

yang tersusun oleh batuan basa, ultrabasa dan batugamping.


12

Gambar III.1 Peta Geologi Regional Sulawesi (Hamilton 1979,


dalam Suratman 2000 )

Daerah perbukitan menempati bagian tenggara dan timurlaut

dengan ketinggian 200 - 700 meter dan merupakan perbukitan agak landai

yang terletak di antara daerah pegunungan dan daerah pedataran. Perbukitan

ini dibentuk oleh batuan vulkanik, ultramafik dan batupasir. Dengan puncak

tertinggi adalah Bukit Bukila (645m).

Daerah karst menempati bagian timurlaut dengan ketinggian 800–1700 m

dan dibentuk oleh batugamping. Daerah ini dicirikan oleh adanya dolina dan

sungai bawah permukaan. Puncak tertinggi adalah Bukit Wasupute ( 1.768 m ).


13

Daerah dataran menempati daerah selatan dan dibentuk oleh endapan

aluvial seperti Pantai Utara Palopo dan Pantai Malili sebelah timur. Pola aliran

sungai sebagian besar berupa pola rektangular dan pola dendritik. Sungai - sungai

besar yang mengalir di daerah ini antara lain Sungai Larona dan Sungai Malili

yang mengalir dari timur ke barat serta Sungai Kalaena yang mengalir dari utara

ke selatan. Secara umum sungai-sungai yang mengalir di daerah ini bermuara ke

Teluk Bone.

III. 3 Stratigrafi Mandala Sulawesi bagian Timur

Menurut Simanjuntak, (1991), berdasarkan himpunan batuan, struktur dan

biostratigrafi, secara regional Lembar Malili termasuk Mandala Geologi Sulawesi

Timur dan Mandala Geologi Sulawesi Barat dengan batas Sesar Palu-Koro yang

membujur hampir utara - selatan. Mandala Geologi Sulawesi Timur dapat dibagi

ke dalam lajur batuan malihan dan lajur ofiolit Sulawesi Timur yang terdiri dari

batuan ultramafik dan batuan sedimen pelagis Mesozoikum (Gambar III.3).

Mandala geologi Sulawesi Barat dicirikan oleh lajur gunungapi Paleogen

dan Neogen, intrusi neogen dan sedimen Mezosoikum yang diendapkan di

pinggiran benua (Paparan Sunda).

Di Mandala Geologi Sulawesi Timur, batuan tertua adalah batuan ofiolit

yang terdiri dari ultramafik termasuk dunit, harzburgit, lherzolit, piroksenit

websterit, wehrlit dan serpentinit, setempat batuan mafik termasuk gabro dan

basal. Umurnya belum dapat dipastikan, tetapi dapat diperkirakan sama

dengan ofiolit di Lengan Timur Sulawesi yang berumur Kapur Awal.


14

Pada Mandala ini dijumpai kompleks batuan bancuh (Melange

Wasuponda) terdiri atas bongkahan asing batuan mafik, serpentinit,

pikrit, rijang, batugamping terdaunkan, sekis, ampibolit yang tertanam dalam

massa dasar lempung merah bersisik. Batuan tektonika ini tersingkap baik di

daerah Wasuponda serta di daerah Ensa, Koro Mueli, dan Patumbea, diduga

terbentuk sebelum Tersier (Simandjuntak, 1991 ). Daerah Sorowako dan

sekitarnya merupakan bagian Mandala Sulawesi Timur yang tersusun oleh

kompleks ofiolit, batuan metamorf, kompleks mélange, dan batuan sedimen

pelagis.

Kompleks ofiolit tersebut memanjang dari utara Pegunungan Balantak ke

arah tenggara Pegunungan Verbeek, tersusun oleh dunit, harzburgit, lehrzolit,

serpentinit, wehrlit, gabro dan diabas, basal, dan diorit ( Simandjuntak, 1991).

Sekuen ini tersingkap dengan baik di bagian utara , sedangkan di bagian tengah

dan selatan, komplek ofiolit ini umumnya tidak lengkap lagi dan telah

terombakkan / terdeformasi.

Batuan yang merupakan Anggota Lajur Ofiolit Sulawesi Timur berupa

batuan ultrabasa yang terdapat di sekitar danau Matano terdiri dari dunit,

harzburgit, lherzolit, wehrlit, websterit, dan serpentinit.

Di atas ofiolit diendapkan tidak selaras Formasi Matano yang terbagi

bagian atas berupa batugamping kalsilutit, rijang, dan batulempung napalan,

sedangkan bagian bawah dicirikan oleh rijang radiolaria dengan sisipan kalsilutit

yang semakin banyak ke bagian atas. Diperkirakan satuan ini berumur Kapur

Akhir. Endapan termuda di daerah Lengan Timur Sulawesi adalah endapan


15

danau yang terdiri atas lempung, pasir, kerikil, dan sebagian berupa konglomerat

yang terdapat di daerah sekitar Danau Matano, Danau Towuti dan Danau

Mahalona. Sedang endapan-endapan aluvial dapat ditemui di sekitar daerah aliran

sungai ( Simandjuntak,1991 ). Stratigrafi Mandala Sulawesi Timur dapat dilihat

pada Gambar III.2.

Gambar III.2 Stratigrafi Mandala Geologi Sulawesi Timur


(Dimodifikasi dari Simandjuntak, 1991)
16

Gambar III.3 Peta Geologi Mandala Sulawesi Timur (Simandjuntak, 1991)


17

III. 4 Struktur Geologi Mandala Sulawesi bagian Timur

Menurut Simandjuntak (1991), struktur geologi Lembar Malili

memperlihatkan ciri kompleks tumbukan dari pinggiran benua yang aktif.

Berdasarkan struktur, himpunan batuan, biostratigrafi dan umur, daerah ini dapat

dibagi menjadi 2 kelompok batuan yang sangat berbeda, yakni : Allochtoun yang

terdiri dari Ofiolit dan malihan, sedangkan Autochtoun terdiri dari : Batuan

gunungapi dan plutonik Tersier dari pinggiran Sunda land, serta kelompok Molasa

Sulawesi.

Struktur–struktur geologi yang penting di daerah ini adalah sesar, lipatan,

dan kekar. Secara umum sesar yang terdapat di daerah ini berupa sesar naik, sesar

geser, dan sesar turun, yang diperkirakan sudah mulai terbentuk sejak

Mesozoikum. Beberapa sesar utama tampaknya aktif kembali. Sesar Matano dan

Sesar Palu Koro merupakan sesar utama berarah baratlaut - tenggara dan

menunjukkan gerak mengiri. Diduga kedua sesar itu masih aktif sampai dengan

sekarang, keduanya bersatu di bagian baratlaut. Diduga pula kedua sesar tersebut

terbentuk sejak Oligosen dan bersambungan dengan Sesar Sorong sehingga

merupakan suatu sistem sesar transform. Sesar lain yang lebih kecil berupa

tingkat pertama dan atau kedua yang terbentuk bersamaan atau setelah sesar

utama tersebut.

Pada Kala Oligosen, Sesar Sorong yang menerus ke Sesar Matano dan

Palu Koro mulai aktif. Akibatnya mikro kontinen Banggai Sula bergerak ke arah

barat dan terpisah dari benua Australia. Lipatan yang terdapat di daerah ini dapat

digolongkan ke dalam lipatan lemah, lipatan tertutup dan lipatan tumpang-tindih,


18

sedangkan kekar terdapat dalam hampir semua jenis batuan dan tampaknya terjadi

dalam beberapa periode. Pada Kala Miosen Tengah, bagian timur kerak samudera

di Mandala Sulawesi Timur yakni Lempeng Banggai Sula yang bergerak ke arah

barat terdorong naik (terobduksi). Dibagian barat lajur penunjaman dan busur luar

tersesarsungkupkan di atas busur gunungapi, mengakibatkan ketiga Mandala

tersebut saling berhimpit ( Simandjuntak, 1991 ).

Kelurusan Matano sepanjang 170 km dinamakan berdasarkan nama

danau yang dilaluinya yakni danau Matano. Analog dengan sesar Palu Koro, sesar

Matano ini merupakan sesar mendatar sinistral, membentang membelah timur

Sulawesi dan bertemu kira-kira disebelah utara Bone, pada kelurusan Palu-Koro.

Sesar-sesar sistem Riedel berkembang dan membentuk sistem rekahan umum.

Sepanjang sesar mendatar ini terdapat juga cekungan tipe “pull apart

basin”. Yang paling nyata adalah Danau Matano dengan batimetri sekitar 600

m dan dikontrol oleh sesar - sesar normal yang menyudut terhadap kelurusan

Matano. Medan gaya yang diamati di lapangan memperlihatkan bahwa

tekanan umumnya horizontal dan berarah Tenggara - Baratlaut didampingi

tarikan timurlaut-baratdaya. Sesar Matano bermuara di Laut Banda pada cekungan

dan teluk Losoni sebagai “pull apart basin” dan menerus ke laut sampai ke utara

anjakan bawah laut Tolo .

Anda mungkin juga menyukai