Anda di halaman 1dari 32

TINJAUAN TEORI

DAN

ASKEP TEORITIS HIPERTENSI

Oleh :

Kelompok 1 :

1. Carmelita Gusmao Da Silva (17C10074)


2. Paulina Koni Seinggo (17C10075)
3. Kadek Yuni Kartika (17C10077)
4. Luh Ade Alit Juwita Anjani (17C10079)
5. Ida Ayu Putu Aniaka Dewi (17C10082)
6. Ni Made Rai Sri Widari (17C10083)
7. Ni Luh Ariska Dewi (17C10089)
8. Ni Putu Eka Savitri (17C10112)
9. Ayu Dian Permata Dewi (17C10116)
10. I Gede Eka Saputra (17C10120)
11. Ni Putu Merta Rahayu (17C10124)
12. Ni Luh Gede Wahyu Pramesti (17C10125)
13. Sang Ayu Putu Sartika Kusumaningsih (17C10128)

PRODI S1 KEPERAWATAN

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bali

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas
mengenai “Tinjauan Teori dan Asuhan Keperawatan Teoritis Hipertensi”

Makalah ini dibuat dengan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu
menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh
karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah
ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta
kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Denpasar, 17 September 2018

Penulis

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR................................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG..............................................................................................1

RUMUSAN MASALAH.........................................................................................3

TUJUAN PENULISAN...........................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN
DEFINISI HIPERTENSI ........................................................................................4

KLASIFIKASI ........................................................................................................4

ETIOLOGI .............................................................................................................6

PATOFISIOLOGI ....................................................................................................7

MANIFESTASI KLINIS .........................................................................................9

KOMPLIKASI.........................................................................................................9

PENATALAKSANAAN .......................................................................................10

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS HIPERTENSI ......................................13

BAB III PENUTUP


KESIMPULAN......................................................................................................30

SARAN .................................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................32

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan
darah sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg dan diastolik lebih dari
sama dengan 90 mmHg. Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis
yaitu hipertensi primer atau esensial yang penyebabnya tidak diketahui dan
hipertensi sekunder yang dapat disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit
endokrin, penyakit jantung, dan gangguan anak ginjal. Hipertensi atau
tekanan darah tinggi merupakan masalah yang ditemukan pada masyarakat
baik di negara maju maupun berkembang termasuk Indonesia.
Berdasarkan data dari WHO tahun 2000, menunjukkan sekitar
972 juta orang atau 26,4% penduduk dunia menderita hipertensi, dengan
perbandingan 50,54% pria dan 49,49 % wanita. Jumlah ini cenderung
meningkat tiap tahunnya (Ardiansyah, 2012). Data statistic dari Nasional
Health Foundation di Australia memperlihatkan bahwa sekitar 1.200.000
orang Australia (15% penduduk dewasa di Australia) menderita hipertensi.
Besarnya penderita di negara barat seperti, Inggris, Selandia Baru, dan Eropa
Barat juga hampir 15% (Maryam, 2008). Di Amerika Serikat 15% ras kulit
putih pada usia 18-45 tahun dan 25-30% ras kulit hitam adalah penderita
hipertensi (Miswar, 2004).
Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, prevalensi
hipertensi di Indonesia tahun 2004 sekitar 14% dengan kisaran 13,4 - 14,6%,
sedangkan pada tahun 2008 meningkat menjadi 16-18%. Riskesdas (2010)
juga menyebutkan hipertensi sebagai penyebab kematian nomor tiga setelah
stroke dan tuberkulosis, jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi penyebab
kematian pada semua umur di Indonesia (Depkes, 2010). Penyakit hipertensi
ini bagi masyarakat sangat penting untuk dicegah dan diobati. Hal ini

1
dikarenakan dapat menjadi pencetus terjadinya stroke yaitu kerusakan
pembuluh darah di otak.
Hipertensi sangat erat hubungannya dengan faktor gaya hidup
dan pola makan. Gaya hidup sangat berpengaruh pada bentuk perilaku atau
kebiasaan seseorang yang mempunyai pengaruh positif maupun negatif pada
kesehatan. Hipertensi belum banyak diketahui sebagai penyakit yang
berbahaya, padahal hipertensi termasuk penyakit pembunuh diam-diam,
karena penderita hipertensi merasa sehat dan tanpa keluhan berarti sehingga
menganggap ringan penyakitnya. Sehingga pemeriksaan hipertensi ditemukan
ketika dilakukan pemeriksaan rutin/saat pasien datang dengan keluhan lain.
Hipertensi selain mengakibatkan angka kematian yang tinggi juga berdampak
kepada mahalnya pengobatan dan perawatan yang harus ditanggung
parapenderitanya.
Bila seseorang mengalami tekanan darah tinggi dan tidak
mendapatkan pengobatan secara rutin dan pengontrolan secara teratur, maka
hal ini akan membawa penderita ke dalam kasus-kasus serius bahkan
kematian. Motivasi yang kuat yang berasal dari diri pasien hipertensi untuk
sembuh akan memberikan pelajaran yang berharga. Proses untuk menjaga
tekanan darah pasienhipertensi tidak hanya dengan perawatan non
farmakologi seperti olah raga, namun juga dilakukan dengan cara pengobatan
farmakologi. Berdasarkan hasil studi awal menunjukkan bahwa ada berbagai
masalah yang menyebabkan pasien hipertensi tidak melaksanakan kontrol
darah, diantaranya adalah scbagian besar pasien hipertensi tidak merasakan
adanya keluhan, kurangnya pengetahuan pasien hipertensi tentang bahaya
penyakit hipertensi itu sendiri, aktiiitas atau kesibukan klien hipertensi
sehingga sebagian dari mereka kurang termotivasi untuk melakukan kontrol.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk membuat
makalah mengenai hipertensi.

2
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian dari hipertensi?
1.2.2 Apa saja klasifikasi dari hipertensi?
1.2.3 Apa saja etiologi dari hipertensi?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi dari hipertensi?
1.2.5 Apa saja manifestasi klinis dari hipertensi?
1.2.6 Apa saja komplikasi dari hipertensi?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan dari hipertensi?
1.2.8 Bagaimana asuhan keperawatan teoritis dari hipertensi?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari hipertensi
1.3.2 Untuk mengetahui klasifikasi dari hipertensi
1.3.3 Untuk mengetahui etiologi dari hipertensi
1.3.4 Untuk mengehatui patofisiologi dari hipertensi
1.3.5 Untuk mengetahui manifestasi klinis dari hipertensi
1.3.6 Untuk mengetahui komplikasi dari hipertensi
1.3.7 Utuk mengetahui penatalaksanaan dari hipertensi
1.3.8 Untuk mengetahui asuhan keperawatan teoritis dari hipertensi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

3
Menurut JNC hipertensi terjadi apabila tekanan darah lebih dari
140/90 mmHg (Tagor, 2003). Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi
peningkatan tekanan darah secara abnormal dan terus menerus pada beberapa
kali pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor
risiko yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan
tekanan darah secara normal.
Hipertensi berkaitan denan kenaikan tekanan darah sistolik atau
tekanan diastolik atau tekanan keduanya. Hipertensi dapat didefinisikan
sebagai tekanan darah tinggi persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140
mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi manula,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg (Brunner & Suddarth, 2005).

2.2 Klasifikasi
1. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi
a. Hipertensi Essensial (Primer)
Merupakan 90 % dari kasus penderita hipertensi. Dimana
sampai saat ini belum diketahui penyebabnya secara pasti. Beberapa
factor yang berpengaruh dalam terjadinya hipertensi essensial, seperti :
Faktor genetic, stress dan psikologis, serta factor lingkungan dan diet
(peningkatan penggunaan garam dan berkurangnya asupan kalium dan
kalsium).

Peningkatan tekanan darah tidak jarang merupakan satu-


satunya tanda hipertensi primer. Umumnya gejala baru terlihat setelah
terjadi komplikasi pada organ target seperti ginjal, mata, otak dan
jantung.

b. Hipertensi Sekunder
Pada hipertensi sekunder, penyebab dan patofisiologi dapat
diketahui dengan jelas sehingga lebih mudah untuk dikendalikan
dengan obat-obatan. Penyebab hipertensi sekunder diantaranya berupa
kelainan ginjal seperti tumor, diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta,
kelainan endokrin lainnya seperti obesitas, resistensi insulin,

4
hipertiroidisme, dan pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi oral dan
kortikosteroid.

2. Klasifikasi Berdasarkan Derajat Hipertensi


a. Berdasarkan JNC VII :

Derajat Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik


(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Pre-hipertensi 120 – 139 atau 80 - 89
Hipertensi derajat I 140 – 159 atau 90 - 99
Hipertensi derajat II ≥ 160 atau ≥ 100

b. Menurut European Society of Cardiology :

Kategori Tekanan Sistolik Tekanan


(mmHg) Diastolik
(mmHg)
Optimal < 120 dan < 80
Normal 120 – 129 dan/atau 80 - 84
Normal tinggi 130 – 139 dan/atau 85 – 89
Hipertensi derajat I 140 – 159 dan/atau 90 – 99
Hipertensi derajat II 160 – 179 dan/atau 100 -
109
Hipertensi derajat III ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi Sistolik Terisolasi ≥ 190 < 90

2.3 Etiologi
Corwin (2000) menjelaskan bahwa hipertensi tergantung pada
kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance
(TPR). Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan
abnormal saraf atau hormon pada nodus SA. Peningkatan kecepatan denyut
jantung yang berlangsung kronik sering menyertai keadan hipertiroidisme.
Namun, peningkatan kecepatan denyut jantung biasanya dikompensasi oleh
penurunan volume sekuncup sehingga tidak menimbulkan hipertensi.
Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat
terjadi apabila terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan,

5
akibat gangguan penangan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi gram
yang berlebihan. Peningkatan pelepasan rennin atau aldosteron maupun
penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam
oleh ginjal. Peningkatan volume plasma akan menyebabkan peningkatan
volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volum sekuncup dan
tekanan darah. Peningkatan preload biasanya berkaitan dengan peningkatan
tekanan sistolik.
Peningkatan TPR yang berlangsung lama dapat terjadi pada
penigkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau responsitivitas
yang berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua hal tersebut
akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pada peningkatan TPR,
jantung harus memompa secara lebih kuat dan dengan demikian menghsilkan
tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah melintasi pembuluh darah
yang menyempit. Hal ini disebabkan peningkatan dalam afterload jantung dan
biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik. Apabila
peningkatan afterload berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai
mengalami hipertrofi ( membesar ). Dengan hipertrofi, kebutuhan ventrikel
akan oksigen semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa
darah secara lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pada
hipertrofi, sarat – sarat otot jantung juga mulai tegang melebihi panjang
normalnya yang pada akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan
volume sekuncup.

2.4 Patofisiologi
Kepastian mengenai patofisiologi hipertensi masih dipenuhi
ketidakpastian. Sejumlah kecil pasien (antara2% - 5%) memiliki penyakit
dasar ginjal atau adrenal yang menyebabkan peningkatan tekanan darah.
Namun, masih belum ada penyebab tunggal yang dapat diidentifikasi oleh
kondisi inilah yang disebut sebagai “ hipertensi esensial” . Sejumlah
mekanisme fisiologis terlibat dalam pengaturan tekanan darah normal, yang
kemudian dapat turut berperan dalam terjadinya hipertensi esensial, yang
berlanjut ke bawah ke

6
Beberapa factor yang saling berhubungan mungkin juga turut
serta menyebabkan peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensif, dan
peran mereka berbeda pada setiap individu. Di antara factor-faktor yang telah
dipelajari secara intensif adalah asupan garam, obesitas dan resistensi insulin,
system renin-angiotensin, dan system saraf simpatis. Pada beberapa tahun
belakangan, factor lainnya telah di evaluasi, termasuk genetic, disfungsi
endotel (yang tampak pada perubahan endotelin dan nitrat oksida).
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor
ini bermula jaras saraf simpatis ,yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis
dan keluar dari kulumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui saraf simaptis ke ganglia simaptis pada titik
ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang
serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan di
lepaskannya norepinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai
factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi
sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak di ketahui dengan
jelas mmengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis pembuluh
darah sebagai respon rangsang, kelenjar adrenal juga terangsang
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal
mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi . korteks adrenal
mengesekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin 1 yang kemudian di ubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat yang pada gilirannya merangsang
sekesi aldosterone oleh korteks adrenal. Hormone ini menyebabkan retensi
natrium dan airoleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler. Semua factor tersebut cenderung pencetus keadaan hipertensi.

7
Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh
darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi
pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerrosis, hilangnya
elastisisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada gilirannya menurunkan distensi dan daya tegang pembuluh
darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang di pompa oleh jantung (volume
sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan
perifer (Brunner & Suddarth, 2005).

2.5 Manifestasi Klinis


Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain
tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina,
seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah,
dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus).
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan
gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukkan adanya
kerusakan vaskuler,dengan manifestasi yang khas sesuai sitem organ yang
divakularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada
ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia(peningkatan urinasi pada malam
hari) dan azetoma (peningkatan nitrogen urea darah(BUN) dan kreatinin).
Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke dan serangan
iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralysis sementara pada satu
sisi hemiplegia atau gangguan tajam penglihatan (Brunner & Suddarth,2005).

Crowin (2000) menyebutkan bahwa sebagaian besar gejala klinis timbul :

1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
peningkatan tekanan darah intracranial.
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina, akibat hipertensi.
3. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.
4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.
5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.

8
2.6 Komplikasi
Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi,
maka dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan arteri didalam
tubuh sampai organ yang mendapatkan suplai darah dari arteri tersebut.
Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ – organ sebagai berikut :
a. Jantung
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal
jantung dan penyakit jantung coroner. Para penderita hipertensi, beban
kerja jantung akan meningkat, otot jantung akan mengendor dan
berkurang elastisitasnya, yang disebut dekompensasi. Akibatnya, jantung
tidak mampu lagi memompa sehingga banyak cairan tertahan di paru
maupun di jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak napas atau
oedema. Kondisi ini disebut gagal jantung.
b. Otak
Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke,
apabila tidak diobati resiko terkena stroke 7 kali lebih besar.
c. Ginjal
Tekanan darah tinggi juga menyebabkan kerusakan ginjal,
tekanan darah tinggi dapat menyebabkan kerusakan system penyaringan
di dalam ginjal akibatnya lambat laun ginjal tidak mampu membuang
zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan
terjadi penumpukan di dalam tubuh.
d. Mata
Pada mata hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya
retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan (Yahya, 2005).

2.7 Penatalaksanaan
1. Pengobatan Non-Farmakologi
Penatalaksanaan nonfarmakologis dnegan modifikasi gaya
hidup sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam mengobati tekanan
darah tinggi (Ridwanamiruddin,2007). Penatalaksanaan hipertensi dengan
nonfarmakologis terdiri dari berbagai macam cara modifikasi gaya hidup
untuk menurunkan tekanan darah yaitu :
a) Mempertahakan berat badan ideal

9
Mempertahankan berat badan ideal sesuai bodi Mass
Index (BMI) dengan rentang 18,5-24,9kg/m2 (Kaplan,2006). BMI
dapat diketahui dengan membagi berat badan anda dengan tinggi
badan anda yang telah dikuadratkan dalam satuan meter. Mengatasi
obesitas (kegemukan) juga dapat dilakukan dengan melakukan diet
rendah kolesterol namun kaya dengan serat dan protein
(pfizerpeduli.com), dan jikia berhasil menurunkan berat badan 2, 5-
5kg maka tekanan darah diastolic dapat diturunkan sebanyak 5 mmHg
(Radmarssy,2007).
b) Kurangi asupan natrium (sodium)
Mengurangi asupan natrium dapat dilakukan dengan cara
diet rendah barang yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari (kira-kira 6gr
nacl/2,4gr garam/hari) (Kaplan,2006). Jumlah yang lain dengan
mengurangi asupan garam sampai kurang dari 2300 mg (1 sendok teh)
setiap hari . pengurangan konsumsi garam menjadi ½ sendok teh/hari,
dapat menurunkan tekanan sistolik sebnyak 5mmHg dan tekanan
diastolic sekitar 2,5mmHg (Radmarssy, 2007).
c) Batasi konsumsi alcohol
Radmarssy (2007) mengatakan bahwa konsumsi alcohol
harus dibatasi karena konsumsi alcohol berlebihan dapat
meningkatkan tekanan darah. Para peminum beeat mempunyai resiko
mengalami hipertensi lebih besar daripada mereka yang tidak minum-
minuman beralkohol.
d) Makan K dan Ca yang cukup dari diet
Pertahankan asupan diet potassium (>90 mmol (3500mg) /
hari) dengan cara konsumsi diet tinggi buah dan sayur dan diet rendah
lemak dengan cara mengurangi asupan lemak jenuh dan jemak total
(Kaplan,2006). Kalium dapat menurukan tekanan darah dengan
meningkatkan jumlah natrium yang terbuang bersama air kencing.
Dnegan setidaknya mengkonsumsi buah-buahan sebnyak 3-5 hari,
seseorang bisa mencapai asupan potassium yang cukup
(Radmarssy,2007).
e) Menghindari merokok

10
Merokok memang tidak berhubungan secara langsung
dengan timbulnya hipertensi, tetapi merokok dapat meningklatkan
resiko komplikasi pada pasien hipertensi seperti penyakit jantung dan
stroke, maka perlu dihindari mengkonsumsi tembakau (rokok) karena
dapat memperberat hipertensi (Dalimartha,2008).
Nikotin dalam tembakau membuat jantung bekerja lebih
keras karena menyempitkan pembuluh darah dan meningkatkan
frekuensi denyut jantung serta tekanan darah (Sheps,2005 ). Maka
penderita hipertensi dianjurkan untuk menghentikan kebiasaan
merokok (Pfizerpeduli.com)
f) Penurunan stress
Stress memang tidak menyebabkan hipertensi yang
menetap namun jika episode stress sering terjadi dapat menyebabkan
kenaikkan sementara yang sangat tinggi (sheps,2005). Menghindari
stress dengan menciptakan suasana yang menyenangkan bagi
pernderita hipertensi dan memperkenalkan berbagai metode relaksasi
seperti yoga atau meditasi yang dapat mengontrol sistem saraf yang
akhirnya dapat menurunkan tekanan darah (Pfizerpeduli.com)
g) Terapi masas (pijat)
Menurut Dalimartha (2008), pada prinsipnya pijat yang
dapa dilakukan pada penderita hipertensi adalah untuk memperlancar
aliran energy dalam tubuh sehingga gangguan hipertensi dan
komplikasinya dapat diminimalisir, ketika semua jalur energy terbuka
dan aliran energy tidak lagi terhalang oleh keteganga otot dan
hambatan lain maka resiko hipertensi dapat ditekan.

2. Pengobatan Farmakologi :
1. Diuretik (Hidroklorotiazid)
Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan
ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi
lebih ringan.
2. Penghambat Simpatetik (Metildope, Klonidin dan Reserpin)
Menghambat aktivitas saraf simpatis.
3. Betabloker (Metaprolol, Propanolol dan Atenolol)
a. Menurunkan daya pompa jantung.

11
b. Tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap
gangguan pernapasan seperti asma bronkial.
c. Pada penderita diabetes mellitus: dapat menutupi gejala
hipoglikemia.
4. Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi
otot polos pembuluh darah.
5. ACE Inhibitor (Captopril)
a. Menghambat pembentukan zat Angiotensin II.
b. Efek samping: batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
6. Penghambat Reseptor Angiotensin II (Valsartan)
Menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptor
sehingga memperingan daya pompa jantung.
7. Antagonis kalsium (Diltiasem dan Verapamil)
Menghambat kontraksi jantung (kontraksilasi)

2.8 Asuhan Keperawatan Teoritis Hipertensi


1. Pengkajian Keperawatan
a. Aktivitas / istirahat
Gejala :
- Kelemahan
- Letih
- Napas pendek
- Gaya hidup monoton
Tanda :
- Frekuensi jantung meningkat
- Perubahan irama jantung
- Takipnea

b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner / katup, penyakit serebrovaskuler
Tanda :
- Kenaikan TD
- Nadi : denyutan jelas
- Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia
- Bunyi jantung : murmur
- Distensi vena jugularis
- Ekstermitas
Perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokontriksi
perifer), pengisian kapiler mungkin lambat.
c. Integritas Ego

12
Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria,
marah, faktor stress multiple ( hubungsn, keuangan,
pekerjaan )
Tanda :
- Letupan suasana hati
- Gelisah
- Penyempitan kontinue perhatian
- Tangisan yang meledak
- Otot muka tegang ( khususnya sekitar mata )
- Peningkatan pola bicara
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi,
riwayat penyakit ginjal )

e. Makanan / Cairan
Gejala :
- Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, lemak dan kolesterol
Mual
- Muntah
- Riwayat penggunaan diuretik
Tanda :
- BB normal atau obesitas
- Edema
- Kongesti vena
- Peningkatan JVP
- glikosuria
f. Neurosensori
Gejala :
- Keluhan pusing / pening, sakit kepala
- Episode kebas
- Kelemahan pada satu sisi tubuh
- Gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia )
- Episode epistaksis
Tanda :
- Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir
atau memori ( ingatan )
- Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman
- Perubahan retinal optik
g. Nyeri/ketidaknyamanan

13
Gejala :
- nyeri hilang timbul pada tungkai
- sakit kepala oksipital berat
- nyeri abdomen
-
h. Pernapasan
Gejala :
- Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas
- Takipnea
- Ortopnea
- Dispnea nocturnal proksimal
- Batuk dengan atau tanpa sputum
- Riwayat merokok
Tanda :
- Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan
- Bunyi napas tambahan ( krekles, mengi )
- Sianosis
i. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : Episode parestesia unilateral transien
j. Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala :
- Factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit
jantung, DM , penyakit serebrovaskuler, ginjal
- Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon lain
- Penggunaan obat / alkoho

2. Diagnosa Keperawatan
1). Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan
dengan peningkatan afterload,vasokonstriksi, iskemia miokard,
hipertropi ventricular.
2). Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
ketidakseimbangan antara suplai dankebutuhan oksigen.
3). Nyeri ( sakit kepala ) berdasarkan peningkatan tekanan vaskuler
serebral.
4). Nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berdasarkan masukan berlebih.
5). Kurangnya pengetahuan berdasarkan kurangnya informasi tentang
proses penyakit dan perawatan diri.

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

14
Keperawatan
1. Resiko tinggi Setelah - Pantau TTD - Perbandingan
terhadap diberikan dari tekanan
penurunan asuhan - Catat keberadaan, memberikan
curah jantung keperawatan kualitas denyutan gambaran yang
berhubungan diharapkan sentral dan lebih lengkap
dengan pasien mau perifer. tentang
peningkatan berpartisipasi - Auskultasi tonus keterlibatan/bi
afterload,vaso dalam jantung dan bunyi dang masalah
konstriksi, aktivitas yang nafas. vascular.
iskemia menurunkan - Denyutan

miokard, TD/beban karotis,jugulari

hipertropi kerja jantung s,radialis dan

ventricular. dengan KH: - Amati warna femolaris

- TD dalam kulit kelembapan, mungkin


suhu, dan masa teramati/terpal
rentang
pengisian kapiler. pasi.Denyut
individu
- Catat edema umum pada tungkai
yang
tertentu mungkin
dapat - Berikan
menurun,menc
diterima lingkungan tenang
- Irama dan erminkan efek
dan nyaman,
frekuensi dari
kurangi aktivitas
jantung vasokontriksi
keributan
(peningkatan
lingkungan, batasi
SVR) dan
jumlah pengunjung
kongesti vena.
dan lamanya - S4 umumnya
tinggal. terdengar pada
- Pertahankan
pasien
pembatasan
hipertensi
aktivitas seperti
berat karena
istirahat di tempat

15
tidur atau kursi, adanya
jadwal periode hipermetrofi
istirahat tanpa atrium(peningk
gangguan, bantu atan
pasien melakukan volume/tekana
perawatan diri n atrium)
sesuai kebutuhan. Perkembangan
- Lakukan tindakan-
S3
tindakan nyaman menunjukkan
seperti pijatan hipertrofi
punggung dan ventrikel dan
leher, miringkan kerusakan
kepala di tempat fungsi,adanya
tidur. krakles,mengi
- Anjurkan teknik
dapat
relaksasi, panduan
mengindikasik
imajinasi, aktivitas
an kongesti
pengalihan.
- Pantau respon paru skunder
terhadap obat terhadap
untuk mengontrol terjadinya atau
tekanan darah. gagal ginjal
kronik.
- Adanya
pucat,dingin,k
ulit lembab
dan masa
pengisian
kapiler lambat
mungkin
berkaitan
dengan

16
vasokontriksi
atau
mencerminkan
dekompensasi/
penurunan
curah jantung
- Dapat
mengindikasik
an gagal
jantung,kerusa
kan ginjal atau
vascular.
- Membantu
untuk
menurunkan
rangsang
simpatis;menin
gkatkan
relaksasi
- Menurunkan
stress dan
ketegangan
yang
mempengaruhi
tekanan darah
dan perjalanan
penyakit
hipertensi.
- Mengurangi
ketidaknyaman
an dan dapat
menurunkan

17
rangsang
simpatis.
- Dapat
menurunkan
rangsangan
yang
menimbulkan
stress,membua
t efek
tenang,sehingg
a menurunkan
TD.
- -Respon
terhadap terapi
obat
“stepeed”(yang
terdiri atas
diuretic.inhibit
orsimpatis dan
vasodilator)
tergantung
pada individu
dan efek
sinergis
obat.karena
efek samping
tersebut,maka
penting untuk
menggunakan
obat dalam
jumlah paling

18
sedikit dan
dosis paling
rendah.
2. Intoleran Setelah - Kaji respon klien - Menyebutkan
aktivitas diberikan terhadap parameter
berhubungan asuhan aktivitas,perhatian membantu
dengan keperawatan frekuensi nadi dalam
kelemahan diharapkan lebih dari 20 X per mengkaji
umum klien klien menit di atas respons
ketidakseimba mampu frekuensi istirahat ; fisiologi
ngan antara melakukan peningkatan TD terhadap stres
suplai aktivitas yang yang nyata aktivitas dan
dankebutuhan ditoleransi selama/sesudah bila ada
oksigen. KH : aktivitas, dispnea, merupakan
nyeri dada ; indikator dari
-Klien keletihan dan kelebihan kerja
berpartisipasi kelemahan yang yang berkaitan
dalam berlebihan ; dengan tingkat
aktivitas yang diaphoresis ; aktivitas.
diinginkan/di pusing atau - Teknik

perlukan pingsan. menghemat

- Intruksikan pasien energi

-melaporkan tentang tehnik mengurangi

peningkatan penghematan pengurangan

dalam energi,misalnya ; energy juga

toleransi menggunakan membantu

aktivitas yang kursi saat mandi, keseimbangan

dapat diukur duduk saat antara suplai

menyisir rambut dan kebutuhan

- atau menyikat gigi, oksigen.


- Kemajuan
menunjukkan melakukan
aktivitas

19
penurunan aktifitas dengan bertahap
dalam tanda perlahan. mencegah
– - Berikan dorongan peningkatan
tanda untuk melakukan kerja jantung
intoleransi aktivitas/perawatan tiba- tiba.
fisiologi diri bertahap jika Memberikan
dapat ditoleransi. bantuan hanya
berikan bantuan sebatas
sesuai kebutuhan. kebutuhan
akan
mendorong
kemandirian
dalam
melakukan
aktivitas.
3. Nyeri ( sakit Setelah - Mempertahankan - Meminimalkan
kepala ) diberikanasu tirah baring selama stimulasi/meni
berhubungan han fase akut ngkatkan
dengan keperawatand - Berikan tindakan
relaksasi.
peningkatan iharapkan non farmakologi - Tindakan

tekanan nyeri untuk yang

vaskuler berkurang menghilangkan menurunkan

serebral. dengan KH: sakit kepala tekanan


-Klien misalnya ; vaskuler
melaporkann kompres dingin serebral dan
yeri/ketidakn pada dahi, pijat yang
yamanan punggung dan memperlambat
hilang/terkon leher, tenang, /memblok
trol redupkan lampu respon simpati
kamar lampu sefektif dalam
kamar, teknik menghilangkan

20
relaksasi (panduan sakit kepala
imajinasi,diktraksi) dan
dan aktifitas waktu komplikasinya.
- Aktivitas yang
senggang.
- Hilangkan / meningkatkan
minimalkan vasokontriksi
aktivitas menyebabkan
vasokontriksi yang sakit kepala
dapat pada adanya
meningkatkan sakit peningkatan
kepala misalnya ; tekanan
mengejan saat vascular
BAB, batuk serebral.
- Pusing dan
panjang dan
penglihatan
membungkuk
- Bantu pasien kabur sering
dalam ambulasi berhubungan
sesuai kebutuhan. dengan sakit
- Berikan cairan,
kepala pasien
makanan lunak, juga dapat
perawatan mulut mengalami
yang teratur bila episode
terjadi pendarahan hipotensi
hidung atau postural.
kompres hidung - Meningkatkan
telah dilakukan kenyamanan
untuk umum
menghentikan kompres
pendarahan. hidung dapat
- Kolaborasi
mengganggu
pemberian obat
proses
analgesik,
menelan atau

21
- Kolaborasi membutuhkan
pemberian obat napas dengan
Antiansietas mulut,menimb
misalnya; ulkan stagnasis
lorazepanm ekresi oral dan
(ativan), diazepam, mengeringkan
(valium) membrane
mukosa.
- Munurunkan/
mengontrol
nyeri dan
menurunkan
rangsang
sistem saraf
simpatis.
- Dapat
mengurangi
ketegangan
dan
ketidaknyaman
an yang
diperberat oleh
stress.
4. Nutrisi lebih Setelah - Kaji pemahaman - Kegemukan
dari kebutuhan diberikan pasien tentang adalah resiko
tubuh asuhan hubungan langsung tambahan pada
berhubungan keperawatan antara hipertensi tekanan darah
dengan diharapkan dan kegemukan tinggi karena
masukan nutrisi klien - Bicarakan
disproporsi
berlebih. cukup/optima pentingnya
antara
l sesuai menurunkan
kapasitas aorta
kebutuhan masukan kalori
dan

22
dengan KH : dan batasi peningkatan
masukan lemak, curah jantung
- Berat badan garam, dan gula, berkaitan
klien dalam sesuai indikasi. dengan
batas ideal. peningkatan
massa tubuh.
- Kesalahan
kebiasaan
makan makan
menujang
terjadinya
ateroskerosi
dan
kegemukan.
5. Kurangnya - Kaji kesiapan dan - Kesalahan
pengetahuan hambatan dalam konsep dan
berhubungan belajar. termasuk menyangkal
dengan orang terdekat. diagnose
kurangnya - Terapkan dan
karena
informasi nyatakan batas TD perasaan
tentang proses normal. jelaskan sejahtera yang
penyakit dan tentang hipertensi sudah lama
perawatan diri. dan efeknya pada dinikmati
jantung, pembuluh mempengaruhi
darah, ginjal dan minat pasien
otak dan / orang
- Hindari
terdekat untuk
mengatakan TD
mempelajari
normal dan
penyakit
gunakan istilah
kemajuan,dan
”terkontrol dengan
prognosis bila
baik “saat

23
menggambarkan pasien tidak
tekanan darah menerima
pasien TD pasien realitas bahwa
dalam batas yang membutuhkan
normal. pengobatan
continue, maka
perubahan
prilaku tidak
akan
dipertahankan.
- Memberikan
dasar untuk
pemahaman
tentang
peningkatan
TD dan
mengklarisifik
asi istilah
medis yang
sering
digunakan
pemahaman
bahwa TD
tinggi dapat
terjadi tanpa
gejala
adalahini
untuk
memungkinka
n pasien
melanjutkan

24
pengobatan
meskipun
ketika merasa
sehat.
- Karena
pengobatan
untuk pasien
hipertensi
adalah
sepanjang
kehidupan,
maka dengan
penyampaian
ide”terkontrol”
akan
membantu
pasien untuk
memahami
kebutuhan
untuk
melanjutkan
pengobatan/me
dikasi.

4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan dapat dilakukan oleh banyak orang seperti
klien (individu atau keluarga), perawat dan anggota tim perawatan
kesehatan yang lain, keluarga luas dan orang-orang lain dalam jaringan
kerja sosial keluarga (Friedman, 1998:67). Hal senada juga diutarakan
Suprajitno (2004). Implementasi terhadap keluarga dengan masalah
hipertensi didasarkan kepada rencana asuhan keperawatan yang telah
disusun.

25
Hal yang perlu diperhatikan dalam tindakan keperawatan
keluarga dengan hipertensi menurut Effendy (1998:59) adalah sumber
daya dan dana keluarga, tingkat pendidikan keluarga, adat istiadat yang
berlaku, respon dan penerimaan keluarga serta sarana dan prasarana yang
ada dalam keluarga.
Sumberdaya dan dana keluarga yang memadai diharapkan
dapat menunjang proses penyembuhan dan penatalaksanaan penyakit
hipertensi menjadi lebih baik. Sedangkan tingkat pendidikan keluarga
juga mempengaruhi keluarga dalam mengenal masalah hipertensi dan
dalam mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat
terhadap anggota keluarga yang terkena hipertensi. Adat istiadat dan
kebudayaan yang berlaku dalam keluarga akan mempengaruhi
pengambilan keputusan keluarga tentang pola pengobatan dan
penatalaksanaan penderita hipertensi, seperti pada suku pedalaman lebih
cenderung menggunakan dukun daripada pelayanan kesehatan.
Demikin juga respon dan penerimaan terhadap anggota
keluarga yang sakit hipertensi akan mempengaruhi keluarga dalam
merawat anggota yang sakit hipertensi. Sarana dan prasarana baik dalam
keluarga atau masyarakat merupakan faktor yang penting dalam
perawatan dan pengobatan hipertensi. Sarana dalam keluarga dapat
berupa kemampuan keluarga menyediakan makanan yang sesuai dan
menjaga diit atau kemampuan keluarga, mengatur pola makan rendah
garam, menciptakan suasana yang tenang dan tidak memancing
kemarahan. Sarana dari lingkungan adalah, terjangkaunya sumber-
sumber makanan sehat, tempat latihan, juga fasilitas kesehatan (Effendy,
1998:59).

5. Evaluasi Keperawatan
Komponen kelima dari proses keperawatan ini adalah
evaluasi. Evaluasi didasarkan pada bagaimana efektifnya tindakan
keperawatan yang dilakukan oleh keluarga, perawat, dan yang lainnya.
Evaluasi merupakan proses berkesinambungan yang terjadi setiap kali
seorang perawat memperbaharui rencana asuhan keperawatan (Friedman,

26
1998:7). Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil
implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk
melihat keberhasilannya.
Evaluasi dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif (Suprijatno, 2004:57) yaitu dengan SOAP,
dengan pengertian S adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang
dirasakan secara subjektif oleh keluarga setelah diberikan implementasi
keperawatan, O adalah keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh
perawat menggunakan penagamatan. A adalah merupakan analisis
perawat setelah mengetahui respon keluarga secara subjektif dan objektif,
P adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan tindakan.
Dalam mengevaluasi harus melihat tujuan yang sudah
dibuat sebelumnya. Bila tujuan tersebut belum tercapai, maka dibuat
rencana tindak lanjut yang masih searah dengan tujuan.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pemaparan makalah mengenai hipertensi diatas dapat disimpulkan yaitu:
1. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik,
dengan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan diastolik lebih
dari 90 mmHg.
2. Klasifikasi hipertensi berdasarkan tekanan darah sistolik dan tekanan
darah diastolik dibagi menjadi empat klasifikasi yaitu normal,
prahipertensi, stadium 1 dan stadium 2, serta hipertensi juga dapat
diklasifikasikan berdasarkan tekanan darah pada orang dewasa menurut
Triyanto (2014) yaitu normal, normal tinggi, stadium 1, stadium 2,
stadium 3, dan stadium 4.
3. Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat dibagi menjadi 2 yaitu
hipertensi primer serta hipertensi sekunder.
4. Tahapan awal pasien kebanyakan tidak memiliki keluhan. Keadaan
simtomatik maka pasien biasanya peningkatan tekanan darah disertai
berdebar–debar, rasa melayang (dizzy) dan impoten.

27
5. Patofisiologi dari hipertensi yaitu rangsangan pusat vasomotor yang
dihantarkan dalam bentuk impuls bergerak menuju ganglia simpatis
melalui saraf simpatis. Saraf simpatis bergerak melanjutkan ke neuron
preganglion untuk melepaskan asetilkolin sehingga merangsang saraf
pascaganglion bergerak ke pembuluh darah untuk melepaskan
norepineprin yang mengakibatkan kontriksi pembuluh darah.
6. Komplikasi pada penderita hipertensi menurut Corwin (2009) menyerang
organ-organ vital antar lain pada jantung, otak, ginjal dan mata.
7. Penatalaksanaan ataupun penanganan pada klien dengan hipertensi secara
garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu penatalaksanaan farmakologis
serta penatalaksanaan non-farmakologis.
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, kami dapat mengemukakan saran sebagai
berikut :
1. Diharapkan setiap orang memeriksakan tekanan darahnya secara rutin
agar dapat mengantisipasi bila terjadi hipertensi terutama bagi yang
berusia lanjut.
2. Cara yang paling baik dalam mencegan tekanan darah tinggi adalah
dengan mengubah gaya hidup ke arah yang sehat.

28
DAFTAR PUSTAKA

Peter.S. 1996. Tekanan Darah Tinggi, Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa Jakarta :
Arcan

Aziza, Lucky. 2007. Hipertensi The Silent Killer. Jakarta: Yayasan Penerbitan
Ikatan Dokter Indonesia

29

Anda mungkin juga menyukai