TINJAUAN PUSTAKA
Kanker kolon adalah kanker yang terjadi di kolon yang berasal dari lapisan
mukosa. Kebanyakan kanker kolon berkembang dari polip, sebagian besar kanker
kolon secara histopatologis adalah adenokarsinoma (terdiri atas epitel kelenjar) dan
identik secara struktural serta fungsional, dengan sel-sel epitel kelenjar normal
pasangannya apokrin, ekrin, endokrin dan kelenjar parenkim. Tumor ini dapat
kandung kemih, melalui pembuluh limfe perikolon dan mesokolon, dan melalui aliran
darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirkan darah ke sistim portal (Schwartz
2.2 Epidemiologi
ditemukan pada orang yang lebih tua meskipun dapat terjadi pada semua umur.
5
6
Kurang dari 5% pasien dibawah umur 40 tahun dan lebih dari 50% diatas
umur 60 tahun, dengan puncak insiden pada orang yang berumur 70-80 tahun
(Andreas M.K., 2007; Ahmad B. et al, 2015). Di Amerika Serikat frekuensi kanker
kolorektal merupakan yang terbanyak dari seluruh kanker (17,4%). Insiden kanker
kolon 32,9% untuk laki-laki dan 29,4% untuk perempuan dan kanker rektum 17,5%
dan 10,5% masing-masing pada laki-laki dan perempuan. Insiden pada kulit berwarna
sedikit lebih rendah dibanding dengan kulit putih (AJCC., 2010). Di Australia dan
penduduk ditemukan kasus kanker baru yaitu kanker kolorektal (15% dari seluruh
kasus kanker baru) dan penyebab kematian sekitar 58.000 orang per tahunnya.
Sedangkan di Inggris pada tahun 1990 dilaporkan kematian oleh kanker kolorektal
sebanyak 17.233 orang. Insiden tinggi 40-50 per 100.000 populasi terdapat di Eropa
Barat dan Amerika Utara, insiden 20-40 per 100.000 populasi terdapat di Eropa
Timur, sedangkan insiden yang lebih kecil dari 20 per 100.000 populasi terdapat di
Asia, Afrika dan Amerika Latin (Su BB. et al, 2012). Sementara insiden kanker
kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya. Insiden pada
laki-laki sebanding dengan perempuan dan lebih banyak pada orang muda, sekitar
75% ditemukan pada daerah rektosigmoid (Abdullah M., 2012). Data dari Badan
Registrasi Kanker Indonesia tahun 1989 yang didapat dari laboratorium patologi
anatomi, bahwa kanker kolorektal menempaati urutan kelima (9,95%), Di Amerika
serikat seks rasio laki-laki dan perempuan adalah 8,7 untuk kanker kolon dan 9.5
a. Umur
Lebih sering terjadi pada usia tua, lebih dari 90% penyakit ini diderita pasien
diatas usia 40 tahun dengan insidensi puncak pada usia 60-70 tahun (lansia).
Kanker kolon ditemukan dibawah usia 40 tahun yaitu pada orang yang memiliki
colitis ulserativa atau familial poliposis. (Schwartz S.I., 2003; Cheng J.M.,
b. Faktor genetik
Cancer (HNPCC) atau Syndroma Lynch terhitung 2-3% dari kanker kolorektal
c. Faktor Lingkungan
Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik
yang rendah ke wilayah dengan risiko tinggi. Hal ini menambah bukti bahwa
lingkungan dengan perbedaan pola makanan berpengaruh pada karsinogenesis
pertama kali oleh Lockhart Mummeny pada tahun 1925. Insiden pada populasi
umum adalah satu per 10.000. Jumlah total polip bervariasi 100-10.000 dalam
setiap usus yang terserang. Penyakit ini penting mengingat gejala-gejala yang
catatan dari Morgan (1955) kurang lebih 70% dari polposis akan mengalami
degenerasi maligna. Bila telah berubah menjadi maligna maka tumor menjadi
atau berupa polip sesil, akan tetapi multipel dan tersebar pada mukosa kolon.
Dalam jangka waktu 10-20 tahun dapat mengalami degenerasi menjadi kanker
kolon. Adanya kanker kolon pada umur muda kemungkinan berasal dari
pertumbuhan poliposis. Polip cenderung muncul pada masa remaja dan awal
dewasa dan risiko karsinoma berkembang di pasien yang tidak diobati adalah
sekitar 90% pada usia 40 tahun. Sebagian dari poliposis ini asimtomatik dan
sebagian disertai keluhan sakit di abdomen, diare, sekresi lendir yang meningkat
Polip Adenoma sering dijumpai pada usus besar. Biasanya berukuran kecil,
kurang dari 1 cm terdiri dari 3 bagian yaitu puncak, badan dan tangkai. Insiden
terbanyak pada umur sesudah dekade ketiga, namun dapat juga dijumpai pada
semua umur dan laki-laki lebih banyak dibanding dengan perempuan. Polip
dibentuk dari sedikit kelenjar sel goblet dilapisi epitel silinder dan jaringan ikat
stroma. Pada kondisi polip demikian jarang ditemukan kanker. Akan tetapi
semakin bertambah ukuran polip, risiko perubahan sel epitel mulai dari derajat
atipik sampai anaplasia semakin tinggi. Pada polip dengan ukuran 1,2 cm atau
lebih dapat dicurigai adanya kanker. Semakin besar diameter polip semakin
pada epitel pelapis mukosa maupun pada epitel kelenjar, meluas ke bagian
f. Adenoma vilosum
Adenoma vilosum jarang terjadi, berjumlah kurang dari 10% adenoma kolon.
soliter, tidak bertangkai dan diameter puncak tidak jauh berbeda dengan ukuran
basis polip. Pada kelainan ini risiko terhadap terjadinya kanker lebih sering
tinggi pula insiden kanker, seperti juga pada polip adenomatosum perubahan di
mulai didaerah permukaan, meluas pada daerah basis dan invasi pada
banyak mengeluarkan lendir dengan atau tanpa darah (Haggar F.A., et al, 2009).
g. Kolitis Ulserativa
kolitis ulserativa adalah 2,5% pada 10 tahun, 7,6% pada 30 tahun, dan 10,8%
kolon dan paling banyak terdapat di bagian proksimal dari kolon. Dimulai
dengan mikroabses pada kripta mukosa kolon dan beberapa abses bersatu
membentuk ulkus (Haggar FA., et al, 2009). Pada stadium lanjut timbul
pseudopolip yaitu penonjolan mukosa kolon yang ada diantara ulkus. Perjalanan
penyakit yang sudah lama, berulang-ulang dan lesi luas disertai adanya
ganas, cepat tumbuh dan metastasis (Hyman N., et al, 2000; Haggar F.A., et al,
merah (misal daging sapi, kambing) atau daging olahan lebih dari 160 gr/hari (2
porsi atau lebih) akan mengalami peningkatan risiko kanker kolorektal sebesar
35% dibandingkan orang yang mengkonsumsi kurang dari 1 porsi per minggu
(Hyman N., et al, 2000; Haggar FA., et al, 2009; Lou Z., et al., 2013). Ada
variasi yang bermakna di dunia dalam insiden kanker kolorektal, dimana pada
negara yang sudah berkembang, sejauh ini terdapat angka yang tinggi di
Inggris, Amerika Serikat dan Eropa Barat, tetapi di Afrika dan Asia insidennya
rendah (Tan E., 2009; Manuaba, T.W., 2010; Lou Z., et al., 2013).
diet serat rendah diduga sebagai faktor penyebab dan kemudian kelebihan
Serat makanan terutama yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin
sebagian besar tidak dapat dihancurkan oleh enzim-enzim dan bakteri di dalam
saluran cerna. Serat makanan ini akan menyerap air di dalam kolon, sehingga
volume feses menjadi lebih besar dan akan merangsang saraf pada rektum,
Dengan demikian tinja yang mengandung serat akan lebih mudah dieliminir
atau dengan kata lain transit time (lamanya makanan di usus sampai
sebagai sisa makanan yang tidak dibutuhkan tubuh menjadi lebih singkat.
Waktu transit yang pendek, menyebabkan kontak antara zat-zat iritatif dengan
kolesterol dan asam bilirubin oleh hati dan kemudian menjadi karsinogen oleh
bakteri usus (Wang JY., 2006; Compton, C., 2008; Tsikitis, VL. et al, 2014.).
Tidak ada gambaran yang khas dari kanker kolorektal. Karsinoma kolon dan
al, 2006; Strambu V. et al, 2011. ; Świderska M., Choromańska B., 2014).
a. Kanker di sekum
Biasanya tanpa keluhan untuk waktu yang lama, mungkin ada keluhan rasa tak
enak di perut kanan bawah untuk waktu yang lama. Tiba-tiba penderita jatuh
dalam keadaan anemia, berat badan menurun. Pada 50-60% pasien terdapat
massa yang teraba di sisi kanan perut (Gordon PH., Nivatvongs S., 2006;
mula timbul sindroma dispepsi (gangguan pencernaan), rasa tak enak pada perut
kanan atas timbul, yang kemudian disertai rasa penuh diperut, anoreksia,
nausea. Kadang-kadang badan menjadi lemas. Tumor makin nyata. Berat badan
mulai menurun dan makin anemis yang mungkin karena adanya perdarahan.
Darah biasanya bercampur dengan isi kolon (Schwartz SI., 2003 ; Siegel RL. et
Jarang memberi keluhan, demikian pula fungsi kolon tak terganggu, walaupun
adanya melena yang periodik. Kalau ada keluhan biasanya telah mengalami
Keluhan nyeri di perut sering mendahului dan sering diajukan, Selain dari itu
ada perubahan kebiasaan defekasi, dengan konstipasi atau diare atau keduanya.
Biasanya feses disertai darah. Obstruksi komplet agak sering terjadi atau adanya
penyempitan (O’Connell JB., 2004; Nozoe T., Rikimaru T., 2006; Strambu V.
et al, 2011).
dengan konstipasi atau diare atau keduanya, dimana bentuk feses berlendir dan
berdarah. Rasa nyeri timbul, sering dengan kolik (mulas mendadak) terutama di
abdomen kiri bawah. Sering terjadi obstruksi (Schwartz, SI., 2003; Nozoe T.,
f. Kanker di rektum
Sering terjadi ganggguan defekasi, misalnya konstipasi atau diare. Sering terjadi
perdarahan yang segar dan sering bercampur dengan lendir. Berat badan
menurun. Perlu diketahui bahwa rasa nyeri tidak biasa pada kanker rektum.
bahkan sering merupakan gejala utama (Schwartz, S.I., 2003; Nozoe T.,
2.5 Stadium
dinding kolon, keterlibatan kelenjar getah bening regional atau metastasis jauh.
Semua variabel ini digabung sehingga dapat ditentukan sistem staging yang awalnya
diperhatikan oleh Dukes (Merchant NB. et al, 2007; Edwards et al., 2010).
TNM-Staging
Gambar 2.1
Skema TNM-staging (dikutip dari AJCC Cancer Staging Manual
7th Ed, 2010).
Tabel 2.1
Perbandingan klasifikasi AJCC / UICC Cancer staging Dukes dan MAC (modified
Astler-Coller) dan angka kelangsungan hidup 5 tahun (%). (Dikutip dari Compton.
C. et al 2008 in Abelof’s Clinical Oncology: Kolon Cancer. 4th Ed. Churchill
Livingstone Elsevier. Ch 81).
AJCC/UICC CANCER STAGING Comparison
Region to Dukes and 5-Year
AJCC/UIC al Distant MAC Surviva
C Cancer Tumo Lymph Metastase Classificatio Astler, Compariso l Rates
Stage r Nodes s ns Coller n to SEER (%)
Stage 0 Tis N0 M0 — Limited In situ
to
mucosa
AJCC/UICC CANCER STAGING Comparison
Region to Dukes and 5-Year
AJCC/UIC al Distant MAC Surviva
C Cancer Tumo Lymph Metastase Classificatio Astler, Compariso l Rates
Stage r Nodes s ns Coller n to SEER (%)
Stage I T1 N0 M0 Dukes A, Extending Lokalized
MAC A into
submucos
a
T2 N0 M0 Dukes A, Extending Lokalized 93.2
MAC B1 into
musculari
s propria
Stage IIA T3 N0 M0 Dukes B, Extending Regional 84.7
MAC B2 through
musculari
s propria
Stage IIB T4 N0 M0 Dukes B, 72.2
MAC B3
Stage IIIA T1– N1 M0 Dukes C, Limited Regional 83.4
T2 MAC C1 to bowel
wall with
involved
nodes
Stage IIIB T3– N1 M0 Dukes C, Extension Regional 64.1
T4 MAC C2-C3 through
bowel
wall with
involved
nodes
Stage IIIC Any N2 M0 Dukes C, Regional 44.3
T MACC1-C2-
C3
Stage IV Any Any N M1 —, MAC D Distant Distant 8.1
T metastase
s
Secara internasional klasifikasi histopatologi kanker kolorektal telah diberikan
adenocarcinoma no special type (Libutti, S.K., Saltz, L.B., Tepper, J.E. 2008;
Tabel 2.2
Klasifikasi karsinoma kolorektal oleh World Health Organization:
Adenocarcinoma
Adenosquamous carcinoma
Medullary carcinoma
Undifferentiated carcinoma
derajat bentuk kelenjar secara luas adalah paling penting dalam grading, sebagian
besar sistem stratifikasi tumor dibagi 4 (Hyman, N., Krag, D.N. 2000; Locker G.Y.,
2006):
kolorektal (Hörig H. et al, 2000; Edwards et al., 2010; Hotta, T., Takifuji, K. 2014).
yang dapat berlangsung lebih dari 10 tahun. Perkembangan dari polip adenomatosa
kecil menuju polip yang besar akibat adanya displasia yang kemudian berkembang
2006; Geiger T. M., Ricciardi R., 2009; Filiz AI. et al, 2009). Panjang waktu
seperti kolonoskopi yang tidak perlu diulang tiap tahun dan tes yang kurang sensitif
seperti darah samar, dilakukan tiap tahun dapat mengidentifikasi lesi yang terlewat
pada awal skrining (Greene F.L., 2006; Haggar, F.A., Boushey, R.P. 2009).
Kolonoskopi telah menjadi standar emas untuk mendeteksi polip kolon dan kanker
kolorektal. Telah terlihat bahwa skrining awal kolonoskopi dan prosedur polipektomi
mengurangi insiden KKR pada penderita dengan polip adenomatosa (Geiger T. M.,
Ricciardi R., 2009; Fleming M. et al, 2012). Penilaian saat ini tentang metoda
tahun, tes darah samar tiap tahun dan sigmoidoskopi setiap 5 tahun dengan hemocult
SENSA tiap 2-3 tahun (Merchant et al., 2007; Edwards et al., 2010).
selama perkembangan kolon janin, tetapi kemudian tidak terdeteksi (atau terdapat
dalam kadar yang sangat rendah) pada orang dewasa sehat. CEA adalah
glikoprotein 180 kDa, diisolasi pertama kali oleh Gold dan Freeman pada tahun 1965
dengan melakukan ekstraksi karsinoma kolon manusia (Gershon, YL. 2006; Haggar
mengungkapkan bahwa CEA terdiri atas keluarga besar glikoprotein permukaan sel
dengan sedikitnya 30 anggota keluarga, disandi sekitar 10 gen yang terletak pada
kromosom 19 (Debas HT., 2004; de Rezende HCJ. Et al, 2013). Struktur protein
CEA serupa dengan rantai berat immunoglobulin G (IgG), sehingga CEA diangggap
2014). CEA dijumpai kembali pada pasien kanker kolon dengan kadar tinggi,
sehingga diduga dapat digunakan sebagai penanda kanker kolon. Namun, kemudian
pada studi berikutnya terbukti bahwa kadar CEA juga meningkat pada kanker jenis
lain, diantaranya kanker paru, pankreas, hati, lambung, prostat, tiroid, ovarium dan
juga lebih tinggi pada perokok dibadingkan bukan perokok (Hörig H., et al, 2000;
bedah kuratif, pasien yang mengalami surveilen pasca bedah intensif dengan
menyertakan pengukuran kadar CEA serum rendah menunjukkan outcome yang lebih
baik (Chen CC., 2005; Fearon E.R., Bommer G.T., 2008; Duffy MJ., 2013). Karena
apabila kadarnya meningkat sedikitnya 30% dari kadar sebelumnya. Bila sampel
kedua juga meningkat, pasien perlu menjalani pemeriksaan lanjutan, misalnya
pencitraan (Gershon Y.L., 2006; Forones N.M. et al, 2007; Duffy M.J., 2013).
tumorigenesis belum jelas diketahui. CEA adalam salah satu anggota superfamily
immunoglobulin, yang pada manusia terdiri dari 29 gen semua anggota keluarga CEA
berfungsi sebagai molekul adhesi homotipik interseluler (Andreas M.K., 2007; Filiz
AI. et al, 2009; Fleming M. et al, 2012). Banyak penelitian mengungkapkan bahwa
CEA memegang peranan penting pada berbagi aspek biologis neoplasma seperti
adhesi sel, metastasis, supresi sistem imun dan menghambat apoptosis, diferensiasi
banyak diketahui. Diketahui bahwa jalur pensinyalan TGF-β mengatur supresi tumor
dan metastasis dan berkontribusi menstimulasi transkripsi dan seksresi CEA. Dalam
meningkatkan perkembangan kanker kearah fenotip yang lebih invasif (Li Y.et al,
Beberapa studi menunjukkan bahwa CEA juga terdapat pada jaringan sehat
namun kadar CEA pada tumor rata-rata 60 kali lipat lebih tinggi dari jaringan tidak
ganas dengan nilai ambang CEA normal < 5 ng/ml . Menurut laporan pertama
mengenai CEA dalam serum oleh Thomson dkk. menemukan peningkatan kadar
CEA 35 dari 36 penderita dengan KKR (Michael JD, 2001; Fearon, E.R.&Bommer,
G.T., 2008). Lebih jelasnya kadar CEA yang tinggi tidak dijumpai pada subjek
normal, wanita hamil, pasien yang bukan keganasan pada saluran cerna atau pasien
dengan penyakit saluran cerna lainnya yang jinak (Michael JD, 2001; Duffy MJ,
2013).
Beberapa studi memperlihatkan bahwa KKR dengan diferensiasi yang baik (”well
cancer”). Sebagai contoh dalam satu laporan kadar rata-rata CEA pada KKR
diferensiasi baik, diferensiasi sedang dan diferensiasi buruk adalah 18,0-5,5 dan
2,2 µg/L secara berurutan (Michael JD, 2001; Geiger T M.& Ricciardi R., 2009;
b. Fungsi hati
CEA terjadi di sel Kupffer yang memodifikasi CEA dengan membuang sisa asam
sialat kemudian oleh parenkim hati didegradasi sehingga kadar CEA tetap
meningkat. Beberapa penyakit hati jinak dapat megurangi fungsi hati dengan
cucian CEA yang juga ikut menurun sehingga kadar CEA tetap tinggi (Michael
c. Letak tumor
pasien KKR dengan nilai normal CEA < 5 ng/ml dan abnormal > 5 ng/ml
didapatkan hasil bahwa kadar CEA abnormal pra operatif secara bermakna
berhubungan dengan letak tumor di kolon, kedalaman invasi tumor dan status
d. Obstruksi usus
Beberapa studi menunjukkan bahwa obstruksi usus memberikan kadar CEA lebih
tinggi pada kasus KKR dibandingkan dengan kasus non obstruksi usus (Michael
e. Riwayat merokok
Melalui suatu studi dengan sampel >700 sukarelawan sehat didapati kadar CEA
meningkat 2 kali lipat pada penderita yang merokok dibanding penderita yang
tidak merokok baik laki-laki maupun perempuan. Kadar rata-rata CEA wanita
perokok dan yang tidak merokok adalah 4,9 dan 2,2 µg/L sedangkan pada pria 6,2
dan 3,4 µg/L (Michael JD, 2001; Fleming, M., et al 2012; Kanellos I., 2006).
dibandingkan penderita dengan pola tumor diploid (Michael JD, 2001; Kanellos
I.,2006).