Anda di halaman 1dari 27

1

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Konsep Medis Skizofrenia

1. Anatomi Fisiologi

a. Anatomi Otak

Gambar 2.1 Anatomi Otak (Maryana, 2016)

Sistem saraf adalah sistem pengendalian aktivitas tubuh (sistem koosrdinasi), seperti

misalnya kontraksi otot. Sistem ini bereaksi ketika tubuh manusia bereaksi terhadap

rangsangan dari luar tubuh. Rangsangan tersebut disebut stimulus, sedangkan reaksi

dari stimulus tersebut dinamakan respons. Sistem saraf mengatur kegiatan tubuh

yang cepat, seperti kontraksi otot atau peristiwa visceral yang berubah dengan cepat.

Menerima ribuan informasi dari berbagai organ sensoris dan kemudian

mengintegrasikannya untuk menentukan reaksi yang harus dilakukan tubuh

(Maryana, 2016).

b. Fisiologi Otak

Menurut Maryana (2016), otak terdiri dari beberapa bagian, yaitu:


2

c. Otak Besar (Serebrum)

Serebrum terbagi menjadi beberapa lobus atau daerah berdasarkan posisinya ditulang

cranium yang memiliki fungsi nya masing-masing, yaitu:

1) Lobus frontalis, yang memiliki pengatur gerakan motoric dan pneumotorik

2) Lobus parietalis, yaitu lobus yang berfungsi mengatur perubahan kulit dan otot

3) Lobus oksipitalis, yaitu lobus yang berhubungan dengan pusat penglihatan

4) Lobus temporalis, yang berhubungan dengan pendengaran, penciuman, dan

pengecapan.

d. Diensefalon

Diensefalon menghubungkan otak besar kebatang otak. Diensefalon terdiri dari

wilayah utama sebagai berikut:

1) Talamus adalah stasiun relay untuk impuls saraf sensorik bertolak dari sumsum

tulang belakang untuk otak besar. Beberapa impuls saraf diurutkan dan

dikelompokkan di sini sebelum dikirim ke otak besar. Beberapa sensasi seperti

nyeri, tekanan, dan suhu dievaluasi di sini juga

2) Epithalamus mengandung kelenjar pineal. kelenjar pineal secretes melatonin,

hormon yang membantu mengatur biologi jam (siklus tidur-bangun)

3) Hipotalamus mengatur berbagai kegiatan tubuh yang penting. Hipotalamus

mengontrol sistem saraf otonom dan mengatur emosi, perilaku, lapar, haus, suhu

tubuh, dan jam biologis. Hal ini juga menghasilkan dua hormon (ADH dan

oksitosin) dan melepaskan berbagai hormon yang mengontrol hormon produksi

di kelenjar hipofisis anterior.

e. Otak tengah (mesenfalon)

Bagian dorsal dari otak tengah terdiri dari dua kolikulus superior yang berhubungan

dengan sistem penglihatan, dan dua kolikulus inferior yang berhubungan dengan

pendengaran. Fungsi mesensefalon antara lain:


3

1) Merangsang daerah quadrigeminus yang menyebabkan dilatasi pupil dan gerakan

konjugasi mata kearah yang berlawanan dengan tempat perangsangan

2) Menimbulkan gejala yang menyebabkan paralisis gerakan mata ke atas

3) Mengontrol pendengaran

f. Otak kecil (serebrum)

Terletak di bagian belakang kepala dekat leher: Otak kecil berfungsi untuk

mengkoordinasi gerakan otot secara sadar, posisi tubuh, dan keseimbangan, jika otak

kecil ini rusak, maka gerakan otot manusia berpotensi tidak dapat bekerja optimal.

g. Batang otak (trunkus serebri)

Batang otak terletak didepan otak kecil dan dibawah otak besar, serta menjadi

penghubung diantara keduanya. Batang otak berfungsi untuk mengatur reflex

fisiologis, seperti denyut jantung, suhu tubuh, tekanan darah. Kecepatan bernapas,

dan lain sebagainya.

2. Definisi

Skizofrenia berasal dari dua kata “skizo” yang berarti retak atau pecah (split), dan

”frenia” yang berarti jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita gangguan jiwa

skizofrenia adalah orang yang mengalami keretakan atau keretakan kepribadian

(splitting of personality) (Hawari, 2001).

Skizofrenia adalah suatu psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses pikir

serta disharmonisasi antara proses pikir, afek atau emosi, kemauan dan psikomotor

disertai distorsi kenyataaan terutama karena waham dan halusinasi, assosiasi terbagi-

bagi sehingga muncul inkoherensi, afek dan emosi inadekuat, psikomotor menunjukkan

penarikan diri, ambivalensi dan perilaku bizar ( Maramis, 1998 ).


4

Skizofrenia merupakan gangguan psikiatris serius dicirikan melalui kelemahan

komunikasi akibat kehilangan kontak dengan realita dan kemunduran tingkat fungsi

dalam bekerja, hubungan sosial atau pemeliharaan diri dari sebelumnya. Jenis-jenis

skizofrenia ditinjau dari segi klinis meliputi; skizofrenia tidak teratur, catatonic,

paranoid, residual, dan undifferentiated/tidak berlainan (Shives, 1990).

Skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang memengaruhi persepsi klien, cara berpikir,

bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya (Melinda Herman, 2008).

3. Etiologi

Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi diantaranya perkembangan

sosial. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak percaya pada diri, tidak percaya

pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu

merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku

tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar

dari orang lain, dan kegiatan sehari-hari terabaikan (Kusumawati, Hartono, 2010)

Menurut Simanjuntak (2008) faktor penyebab dari skizofrenia ini adalah

a. Faktor genetis

Dari hasil penelitian ditemukan beberapa kasus yang disebabkan oleh faktor

keturunan (genetis).
5

Dari studi terhadap keluarga para penderita dijumpai angka/presentasi yang lebih

tinggi disbanding populasi umum. Demikian juga, pada studi anak kembar dijumpai

kemungkinan yang cukup besar jika saudara kandung penderita adalah skizofrenik.

Dari faktor genetis skizofrenia diwariskan secara multifactorial, yang artinya

penyakit ini tidak hanya dipengaruhi/disebabkan oleh faktor genetis tetapi juga

lingkungan.

b. Faktor non-genetis

1) Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang mempengaruhi atau menimbulkan penyakit ini adalah

kebudayaan, ekonomi, pendidikan, faktor sosial, penggunaan obat-obatan, stress

karena pemerkosaan, penganiayaan yang berat, perceraiam dan sebagainya.

2) Faktor Biologi

Yang dimaksud dengan faktor biologis adalah faktor faali sebagai penyebab

penyakit. Faktor faali bisa berupa kerusakan jaringan otak atau struktur otak yang

abnormal. Kerusakan ini biasanya dibawa sejak lahir

3) Faktor Psikososial

Menurut teori psikoanalisis, kerusakan yang menentukan penyakit mental adalah

gangguan dalam organisasi “ego”, yang kemudian mempengaruhi cara

interpretasi terhadap realitas dan kemampuan pengendalian dorongan seks.

Gangguan yang terjadi sebagai akibat distorsi dalam hubungan timbal balik

antara bayi dan ibunya, dimana si anak tidak dapat berkembang melampaui fase

oral dari perkembangan jiwanya. Beberapa analisis beranggapan bahwa

gangguan pada fungsi ego seseorang dapat menyebabkan perasaan bermusuhan.

Distorsi hubungan ibu-bayi ini kemudian terbentuknya suatu kepribadian yang

peka terhadap stres. Teori psikoanalisis beranggapan bahwa berbagai gejala

skizofrenia mempunyai arti simbolik untuk si penderita secara individu, misalnya


6

fantasi tentang kiamatnya dunia menunjukkan bahwa alam internal penderita

telah hancur.

4. Manifestasi Klinis

Menurut (Ann Isaac, 2005) tanda dan gejala dari skizofrenia adalah sebagai berikut:

a. Waham: keyakinan keliru yang sangat kuat, yang tidak dapat dikurangi dengan

menggunakan logika.

b. Asosiasi longgar kurangnya hubungan yang logis antara pikiran dan gagasan yang

dapat tercermin pada berbagai gejala.

c. Halusinasi: persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indra; dalam

skizofrenia, halusinasi pendengaran merupakan halusinasi yang paling banyak

terjadi.

d. Ilusi: salah menginterpretasikan stimulus lingkungan

e. Depersonalisasi/derealisasi: individu merasa bahwa dirinya sudah berubah secara

mendasar

f. Afek datar: tidak adanya respons emosional; afek juga dapat digambarkan sebagai

tumpul (respons datar) atau tidak tepat (kebalikan) dengan apa yang diharapkan dari

situasi)

g. Ambivalensi: adanya konflik atau pertentangan emosi yang menyebabkan sulitnya

individu menentukan pilihan atau keputusan

h. Avolisi: kurangnya motivasi untuk melanjutkan aktivitas yang orientasi pada tujuan

i. Alogia: berkurangnya pola bicara atau miskin kata-kata

j. Ekopraksia: meniru tindakan orang lain tanpa sadar

k. Anhedonia: kurang senang melakukan aktivitas dan hal-hal lain yang secara normal

menyenangkan
7

l. Pemikiran konkrit: kesulitan berpikir abstrak sehingga ia menginterpretasikan

komunikasi orang lain secara harfiah. Pemikiran konkrit dapat diuji dengan meminta

orang tersebut menginterpretasikan peribahasa umum.

Menurut Direja, gejala primer dari skizofrenia adalah sebagai berikut:

a. Gangguan proses pikir (bentuk, langkah, dan isi pikiran). Yang paling menonjol

adalah gangguan asosiasi dan terjadi inkoherensi

b. Gangguan afek emosi

c. Terjadi kedangkalan afek emosi

d. Paramimi dan paratimi (incongruity of affect/inadekuat)

e. Emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai satu kesatuan

f. Emosi berlebihan

g. Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik

h. Gangguan kemauan:

1) Terjadi kelemahan kemauan

2) Perilaku negativism atas permintaan

3) Otomatisme: merasa pikiran/perbuatannya dipengaruhi oleh orang lain

i. Gejala psikomotor

1) Stupir atau hyperkinesia, logorea dan neologisme

2) Stereotipi

3) Katelepsi: mempertahankan posisi tubuh dalam waktu yang lama

4) Echolalia dan echopraxia

5) Autism

Menurut Keliat (2012) ada beberapa tanda dan gejala dari skizofrenia diantaranya:

a. Gejala positif
8

1) Waham: keyakinan yang salah, tidak sesuai dengan kenyataan, dipertahankan


dan disampaikan berulang-ulang (waham curiga, waham kebesaran)
2) Halusinasi: gangguan penerimaan pancaindra tanpa ada stimulus eksternal
(halusinasi pendengaran, penglihatan, pengecapan, penciuman, dan perabaan)
3) Perubahan arus pikir:
a) Arus pikir terputus: dalam pembicaraan tiba-tiba tidak dapat melanjutkan isi
pembicaraan
b) Inkoheren: berbicara tidak selaras dengan lawan bicara (bicara kacau)
c) Neologisme: menggunakan kata-kata yang hanya dimengerti oleh diri sendiri,
tetapi tidak dimengerti oleh orang lain.
d) Perubahan perilaku
 Hiperaktif: perilaku motorik yang berlebihan
 Agitasi: perilaku yang menunjukkan kegelisahan
 Iritabilitas: mudah tersinggung
b. Gejala Negatif
1) Sikap masa bodoh (apatis)
2) Pembicaraan terhenti tiba-tiba (blocking)
3) Menarik diri dari pergaulan sosial (isolasi sosial)
4) Menurunnya kinerja atau aktivitas sosial sehari hari

5. Klasifikasi

a. Skizofrenia Paranoid

1) Ciri-ciri utamanya adalah waham yang sistematis atau halusinasi pendengaran

2) Individu ini dapat penuh curiga, argumentasi, kasar, dan agresif

3) Perilaku kurang regresif, kerusakan sosial lebih sedikit dan prognosisnya lebih

baik dibanding jenis-jenis yang lain

b. Skizofrenia Hebefrenik (Disorganized schizophrenia)

1) Ciri-ciri utamanya adalah percakapan dan perilaku yang kacau serta afek yang

datar atau tidak tepat, gangguan asosiasi juga banyak terjadi


9

2) Individu tersebut juga mempunyai sikap yang aneh, menunjukkan perilaku

menarik diri secara sosial yang ekstrim, mengabaikan hygiene dan penampilan

diri

3) Awitan biasanya terjadi sebelum usia 25 tahun dan dapat bersifat kronis

4) Perilaku regresif, dengan interaksi sosial dan kontak dengan realitas yang buruk

c. Skizofrenia Katatonik

1) Ciri-ciri utamanya ditandai dengan gangguan psikomotor, yang melibatkan

imobilitas atau justru aktivitas yang berlebihan

2) Stupor katonik. Individu dapat menunjukkan ketidakaktifan, negativisme, dan

kelenturan tubuh yang berlebihan (postur abnormal)

3) Catatonic excitement melibatkan agitasi yang ekstrem dan dapat disertai dengan

ekolalia dan ekopraksia

d. Skizofrenia yang tidak digolongkan

1) Ciri-ciri utamanya adalah tidak adanya gejala akut saat ini, melainkan terjadi di

masa lalu

2) Klasifikasi ini digunakan bila kriteria untuk jenis lain tidak terpenuhi

e. Skizofrenia residu

1) Ciri-ciri utamanya adalah tidak adanya gejala akut saat ini, melainkan terjadi di

masa lalu

2) Dapat terjadi gejala-gejala negatif, seperti isolasi sosial yang nyata, menarik diri

dan gangguan fungsi peran (Ann Isaacs, 2005).

6. Kriteria Diagnostic DSM III Untuk Gangguan-gangguan Skizofrenia

Menurut Ana (2016) kriteria diagnostik DSM III adalah sebagai berikut:

a. Sedikitnya ada satu dari point penyakit berikut:


10

1) Hayalan-hayalan aneh, seperti; hayalan seperti dikendalikan, berpikir untuk

bercerita kepada banyak orang, terselip pemikiran untuk menarik diri, hayalan-

hayalan yang bersifat somatic, kemegahan, relijius, dan nihiilistik atau hayalan-

hayalan lain tanpa hal yang menyiksa atau mengandung unsur kecemburuan.

2) Hayalan-hayalan yang bersifat menyiksa atau mengandung kecemburuan, jika

disertai halusinasi-halusinasi beragam jenis

3) Halusinasi-halusinasi yang berhubungan dengan pendengaran, baik satu suara

dalam memperhatikan komentar dari komentator terhadap perilaku individu atau

pemikiran-pemikiran, atau dua atau lebih suara yang bertentangan satu dengan

lainnya.

4) Halusinasi-halusinasi yang berhubungan dengan pendengaran terhadap beberapa

peristiwa dengan konten lebih dari satu atau lebih kata yang tidak berkaitan jelas

dengan depresi atau kegembiraan

5) Inkorehensi dan hilangnya tanda berkaitan dengan tanda pemikiran tak logis atau

ditandai dengan lemahnya isi pembicaraan, jika berkaitan dengan sedikitnya

salah satu hal berikut:

a) Penumpulan, datar atau pengaruh yang sesuai

b) Hayalan atau halusinasi-halusinasi

c) Catatonic atau perilaku tak teratur lain terlihat nyata

b. Kemunduran

Bentuk kemunduran level fungsi seperti; dalam bekerja, hubungan sosial dan

pemeliharaan diri dari sebelumnya.

c. Durasi:

Tanda-tanda lanjutan dari penyakit ini selama sedikitnya enam bulan berturut-turut,

dengan beberapa tanda yang muncul saat ini. Periode enam bulan ini harus meliputi
11

satu fase aktif yang mana gejala-gejala dari kriteria A (diuraikan di atas) di

tunjukkan, dengan atau tanpa fase pro-dromal atau residual.

d. Gejala depresi atau mania

Gejala depresi penuh atau mania (episode depresi penuh atau mania) berkembang

setelah gejala psikiatris dalam kriteria A (diuraikan).

e. Serangan fase pro-dormal atau fase aktif terhadap penyakit tersebut

f. Tidak berkaitan dengan gangguan mental organik atau keterlambatan

7. Penatalaksanaan

a. Pertimbangan umum

1) Kontinuitas perawatan merupakan hal yang penting. Klien dapat menerima

pengobatan diberbagai tempat, termasuk rumah sakit jiwa akut, rumah sakit jiwa

jangka panjang, dan program berbasis komunitas

2) Tingkat perawatan bergantung pada keparahan gejala dan ketersediaan dukungan

dari keluarga dan sosial. Pengobatan ini biasanya diberikan dilingkungan dengan

sifat restrektif yangpaling minimal

3) Pendekatan manajemen karena merupakan hal yang penting karena perawatan

klien pada umumnya berjangka panjang, membutuhkan kerja sama dengan

berbagai penyedia layanan untuk memastikan pelayanan tersebut diberikan

secara terkoordinasi.

b. Hospitalisasi psikiatrik jangka pendek digunakan untuk menatalaksanaan gejala-

gejala akut dan memberikan lingkungan yang aman dan terstruktur serta berbagai

pengobatan, termasuk:

1) Pengobatan farmakologi dengan medical antipsikotik

2) Manajemen lingkungan
12

3) Terapi pendukung, yang pada umumnya berorientasi pada realitas, dengan

pendekatan perilaku kognitif

4) Psikologi edukasi bagi klien dan keluarganya

5) Rencana pemulangan dari rumah sakit untuk memastikan kontinuitas asuhan

c. Hospitalisasi psikiatrik jangka panjang

1) Hospitalisasi jangka panjang diberikan pada klien dengan gejala persistem yang

dapat membahayakan dirinya sendiri atau orang lain

2) Tujuannya adalah menstabilkan dan memindahkan klien secepat mungkin ke

lingkungan yang kurang restriktif

d. Pengobatan berbasis komunitas memberikan layanan komprehensif berikut ini

kepada klien dan keluarganya:

1) Perumahan bantuan meliputi rumah transisi: pengaturan hidup yang kooperatif;

crisis community residence; pengasuhan anak angkat; dan board and care home

2) Program day treatment memberikan seorang manajer kasus dan sejumlah ahli

terapi untuk klien dan keluarganya

3) Terapi pendukung melibatkan seorang manajer kasus dan sejumlah ahli terapi

untuk klien dan keluarganya

4) Program psikoedukasi bagi klien, keluarganya dan kelompok-kelompok

masyarakat

5) Outreach service diadakan untuk menemukan kasus dan memberikan program

pengobatan preventif bagi individu dan keluarga yang mengalami peningkatan

resiko.

e. Rehabilitasi Psikososial

1) Rehabilitasi psikososial menekankan perkembangan keterampilan dan dukungan

yang diperlukan untuk hidup, belajar dan bekerja dengan baik di komunitas
13

2) Pendekatan ini dapat menjadi bagian dari program pengobatan di berbagai

tempat pemberian layanan. Penggunaan gedung pertemuan tempat klien dapat

berkumpul untuk bekerja bersama dan bersosialisasi sambil mempelajari

keterampilan yang diperlukan, dapat menjadi bagian dari layanan masyarakat

dibeberapa tempat.

B. Konsep Keperawatan

1. Pengkajian

Menurut Stuart dan Sundeen (2002) yang dikutip dari Yusuf (2015: 40-41), pengkajian

merupakan sebagai tahap awal proses keperawatan meliputi pengumpulan data, analisis

data dan perumusan masalah klien. Data yang dikumpulkan adalah data klien secara

holistic, meliputi aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Seorang perawat jiwa

diharapkan memiliki kesadaran atau kemampuan titik diri (self awarences), kemampuan

berespon secara efektif. Secara lebih terstruktur pengkajian kesehatan jiwa meliputi hal

berikut.

a. Identitas klien

b. Keluhan utama/alasan masuk

c. Faktor predisposisi

d. Aspek fisik/biologis

e. Aspek psikososial

f. Status mental

g. Kebutuhan persiapan pulang

h. Mekanisme koping

i. Masalah psikososial dan lingkungan

j. Pengetahuan

k. Aspek medis
14

Data tersebut dapat dikelompokkan menjadi data objektif dan data subjektif. Data

objektif adalah data yang didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan secara

langsung oleh perawat. Data subjektif adalah data yang disampaikan secara lisan

oleh klien dan keluarga sebagai hasil wawancara perawat.

Jenis data yang diperoleh dapat sebagai data primer bila didapat lansung oleh

perawat, sedangkan data sekunder bila data dari hasil pengkajian perawat yang lain

atau catatan tim kesehatan lain(Yusuf, dkk, 2015:40-41)

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Carpenito (1998) yang dikutip dari Yusuf (2015:43), diagnosis keperawatan

adalah penilaian klinis tentang respon aktual atau potensial dari individu, keluarga, atau

masyarakat terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan. Rumusan diagnosis yaitu

permasalahan (P) berhubungan dengan etiologi (E) dan keduanya ada hubungan sebab

akibat secara ilmiah. Perumusan diagnosis keperawatan jiwa mengacu pada pohon

masalah yang dibuat.

Isolasi sosial: menarik diri (Sutejo, 2017: 43)

3. Perencanaan

Proses keperawatan adalah perencanaan dimana perawat akan menyusun rencana yang

akan dilakukan pada klien untuk mengatasi masalahnya, perencanaan disusun

berdasarkan diagnosa keperawatan, diagnosa satu atau masalah utamanya adalah

gangguan persepsi sensori halusinasi (Dalami, dkk 2014 : 28).

4. Implementasi

Sebelum tindakan keperawatan diimplementasikan perawat perlu memvalidasi apakah

rencana tindakan yang ditetapkan masih sesuai dengan kondisi klien saat ini (here and
15

now). Perawat perlu mengevaluasi diri sendiri apakah mempunyai kemampuan

interpersonal, intelektual dan teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan.

Saat memulai untuk implementasi tindakan keperawatan, perawat harus membuat

kontrak dengan klien dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta

klien yang diharapkan. Kemudian penting untuk diperhatikan terkait dengan standar

tindakan yang telah ditentukan dan aspek legal yaitu mendokumentasikan apa yang telah

dilaksanakan (Yusuf, dkk, 2015:46)

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan

keperawatan pada klien. Evaluasi ada dua macam, yaitu formatif dan sumatif. Evaluasi

formatif adalah evaluasi yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan.

Sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan dengan membandingkan

respon klien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditetapkan. Evaluasi dilakukan

dengan pendekatan SOAP, yaitu sebagai berikut.

a. Subjektif (S)

Respon subjektif merupakan respon subjektif klien terhadap tindakan yang telah

dilaksanakan.

b. Objektif (O)

Respon objektif merupakan respon objektif klien terhadap tindakan yang telah

dilaksanakan.

c. Analisis (A)

Analisis merupakan analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk

menyimpulkan apakah masalah masih tetap ada, muncul masalah baru, atau ada data

yang kontradiksi terhadap masalah yang ada.

d. Planning (P)
16

Perencanaan merupakan tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respon klien.

C. Konsep Dasar Keperawatan Isolasi Sosial

1. Definisi

Menurut Townsend, M.C (1998) yang dikutip dari Sary (2015:103) isolasi sosial

merupakan keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap

menyatakan sikap negative dan mengancam bagi dirinya.

Menurut Carpenito-Moyet (2009) yang dikutip dari Sutejo (2017:43) isolasi sosial

adalah keadaan dimana seseorang mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak

mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Isolasi sosial merupakan keadaan

ketika individu atau kelompok memiliki kebutuhan atau hasrat untuk memiliki

keterlibatan kontak dengan orang lain, tetapi tidak mampu membuat kontak tersebut.

Menurut Nanda (2008) yang dikutip dari Endang, dkk (2016:64-65) isolasi sosial adalah

suatu pengalaman menyendiri dari seseorang dan perasaan segan terhadap orang lain

sebagai sesuatu yang negatif atau keadaan yang mengancam.

Menurut NANDA-I, (2018:455) isolasi sosial adalah kesendirian yang dialami oleh

individu dan dianggap timbul karena orang lain serta sebagai suatu keadaan negative

atau mengancam.

2. Etiologi

Menurut Endang, dkk (2016:67) penyebab terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh

faktor predisposisi diantaranya biologis, faktor perkembangan dan sosiobudaya. Dari

faktor biologis dapat berupa genetic dapat menunjang tehadap respon sosial maladaptif,
17

disfungsi otak, kurangnya ambang ransang pada sistim limbic, tingkat serotonin yang

rendah atau zat kimia toxic. Dari faktor perkembangan yaitu gangguan dalam

pencapaian tugas perkembangan akan menyebabkan seseorang mempunyai masalah

respon sosial maladaptif. Dari faktor sosiobudaya isolasi sosial merupakan faktor dalam

gangguan berhubungan, akibat dari norma yang tidak mendukung untuk pendekatan

dengan orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif.

Isolasi sosial dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku dan sistim nilai yang

berbeda dari kelompok budaya minoritas. Sedangkan menurut Sutejo (2017:45-48)

penyebab isolasi sosial adalah :

a. Faktor Predisposisi

1) Faktor perkembangan

Kurangnya stimulasi maupun kasih saying dari ibu/pengasuh pada bayi akan

memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya

diri. Ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada

orang lain maupun lingkungan dikemudian hari. Jika terdapat hambatan dalam

mengembangkan rasa percaya pada masa ini, maka anak akan mangalami

kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada masa berikutnya. Pada

masa kanak-kanak, pembatasan aktivitas dapat membuat anak frustasi.

Begitupunn pada masa remaja, remaja akan merasa tertekan atau menimbulkan

sikap bergantung ketika remaja tidakk dapat mempertahankan keseimbangan

hubungan tersebut.

2) Faktor biologis

Genetic merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi

skizofrenia misalnya, ditemukan pada keluarga yang menderita skizofrenia.

Selain itu, kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel,
18

penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbic, diduga dapat

menyebabkan skizofrenia..

3) Faktor sosial budaya

Gangguan ini juga dapat disebabkan oleh norma-norma yang salah yang dianut

oleh satu keluarga, seperti anggota tidak produktif yang diasingkan dari

lingkungan sosial. Selain itu, norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap

orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif,

seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit kronik juga turut menjadi faktor

predisposisi isolasi sosial.

b. Faktor presipitasi

1) Faktor sosiokultural

Stressor sosial budaya, misalnya menurunnya stabilitas unit keluarga, berpisah

dari orang lain misalnya, yang berarti dalam kehidupannya.

2) Faktor psikologik

Intensitas ansietas yang ekstrim akibat berpisah dengan orang lain dan

memanjang disertai dengan terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi

masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe

psikotik.

3) Stressor intelektual

a) Kurangnya pemahaman diri dalam ketidakmampuan untuk berbagai pikiran

dan perasaan yang mengganggu perkembangan hubungan dengan orang lain.

b) Klien dengan kegagalan adalah orang yang kesepian dan kesulitan dalam

menghadapi hidup. Mereka juga akan cenderung sulit untuk berkomunikasi

dengan orang lain.


19

c) Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan orang lain

akan memicu persepsi yang menyimpang dan berakibat pada gangguan

berhubungan dengan orang lain.

4) Stressor fisik

Stressor fisik yang memicu isolasi sosial: menarik diri dapat meliputi penyakit

kronik dan keguguran.

3. Rentang respon

Menurut sutejo (2017:44-45) rentang responnya sebagai berikut.

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Kesepian Manipulasi

Otonomi Menarik Diri Impulsif

Kebersamaan Ketergantungan Narsisisme

Saling Ketergantungan

Keterangan :

a. Respon adaptif

Respon adaptif adalah respon individu menyelesaikan suatu hal dengan cara yang

dapat diterima oleh norma-norma masyarakat. Respon ini meliputi:

1) Menyendiri (solitude)

Respon yang dilakukan individu dalam merenungkan hal yang telah terjadi atau

dilakukan dengan tujuan mengevaluasi diri untuk kemudian menentukan

rencana-rencana.

2) Otonomi

Kemampuan individu dalam menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam

hubungan sosial. Individu mampu menetapkan diri untuk interdependen dan

pengaturan diri.
20

3) Kebersamaan (mutualisme)

Kemampuan atau kondisi individu dalam hubungan interpersonal dimana

individu mampu untuk saling memberi dan menerima dalam hubungan sosial.

4) Saling ketergantungan (interdependen)

Suatu hubungan saling bergantung antara satu individu lain dalam hubungan

sosial.

b. Respon maladaptif

Respon maladaptif adalah respons individu dalam menyelesaikan masalah dengan

cara yang bertentangan dengan norma agama dan masyarakat. Respon maladaptif

tersebut antara lain:

1) Manipulasi

Gangguan sosial yang menyebabkan individu memperlakukan sebagai objek,

dimana hubungan terpusat pada pengendalian masalah orang lain dan individu

cenderung berorientasi pada diri sendiri.

2) Impulsif

Respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subjek yang tidak dapat

diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan, tidak mampu untuk

belajar dari pengalaman, dan tidak dapat melakukan penilaian secara objektif.

3) Narsisisme

Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku egosentris, harga

diri rapuh, berusaha mendapatkan penghargaan, dan mudah marah jika tidak

mendapat dukungan dari orang lain.

4. Tanda dan Gejala

Menurut Sary (2015:104) tanda dan gejala pada klien dengan isolasi sosial adalah

sebagai berikut.
21

a. Data Subjektif

1) Mengungkapkan perasaan yang tidak berguna, penolakan oleh lingkungan

2) Mengungkapkan keraguan tentang kemampuan yang dimiliki

b. Data Objektif

1) Tampak menyendiri dalam ruangan

2) Tidak berkomunikasi, menarik diri

3) Tidak melakukan kontak mata

4) Tampak sedih dan efek datar

5) Posisi meringkuk di tempat tidur

6) Adanya perhatian atau tindakan yang tidak sesuai

7) Kegagalan untuk berinteraksi dengan orang lain

8) Kurang aktivitas fisik dan verbal

9) Tidak mampu membuat keputusan dan berkonsentrasi

10) Mengekspresikan perasaan kesepian dan penolakan diwajahnya

5. Batasan Karakteristik

Menurut Nanda-I (2018:455) batasan karakteristik :

a. Nilai tidak sesuai dengan norma budaya

b. Kesendirian yang disebabkan oleh orang lain

c. Ketidaksesuaian budaya

d. Ingin sendirian

e. Tindakan tidak berarti

f. Perasaan beda dari orang lain

g. Afek datar

h. Riwayat ditolak

i. Afek sedih
22

j. Menarik diri

k. Tidak ada kontak mata

l. Penyakit

m. Menunjukan permusuhan

n. Ketidakmampuan memenuhi harapan

6. Mekanisme Koping

Menurut Sutejo (2017:50) Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi

ansietas yang merupakan suatu kesepian yang nyata yang mengancam dirinya.

Mekanisme koping yang sering digunakan adalah proyeksi, splitting (memisah) dan

isolasi. Proyeksi merupakan keinginan yang tidak mampu di toleransi dan klien

mencurahkan emosi kepada orang lain karena kesalahan sendiri. Splitting merupakan

kegagalan individu dalam menginterpretasikan dirinya dalam menilai baik buruk.

Sementara itu, isolasi merupakan perilaku mengasingkan diri dari orang lain maupun

lingkungan

7. Pohon Masalah

Pohon masalah menurut Sutejo (2017:51) yaitu sebagai berikut.

Resiko perubahan sensori persepsi:


halusinasi

Isolasi sosial: menarik diri

Gangguan konsep diri: harga diri


rendah kronis
23

D. Konsep Tindakan Keperawatan

Penerapan SP 2 klien Terhadap Kemampuan Berkenalan Dengan Orang lain pada Klien X

dan Y dengan Masalah Klien Menarik Diri di Wilayah Kerja Puskesmas Kumun Tahun

2020.

1. Definisi Strategi Pelaksanaan (SP)

Menurut (Damaiyanti, 2012 : 170) Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK)

merupakan rangkaian percakapan perawat dengan klien pada saat melaksanakan

tindakan keperawatan. SPTK melatih kemampuan intelektual tentang pola komunikasi

dan pada saat dilaksanakan merupakan latihan kemampuan yang terintegrasi antara

intelektual, psikomotor dan efektif, SPTK terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertama:

proses keperawatan yang memuat kondisi, diagnosis keperawatan, tujuan, dan tindakan

keperawatan. Bagian kedua: strategi komunikasi pada saat melaksanakan tindakan

keperawatan.

Strategi pelaksanaan komunikasi merupakan standar asuhan keperawatan terjadwal yang

diterapkan pada klien dan keluarga klien yang bertujuan untuk mengurangi masalah

keperawatan jiwa yang ditangani. Strategi pelaksanaan adalah panduan yang dijadikan

sebagai panduan oleh seorang perawat jiwa ketika berinteraksi dengan klien (Arianti,

2013). Strategi pelaksanaan (SP) 2 klien isolasi sosial adalah fokus pelaksanaan tindakan

pada klien. Pada SP 2 klien isolasi sosial terdapat tindakan yang dilakukan, yang

pertama melatih klien dan memberikan kesempatan kepada klien untuk mempraktekkan

cara berkenalan dengan orang lain.

2. Jenis-jenis Strategi Pelaksanaan (SP)

Strategi Pelaksanaan (SP) ada dua bagian:

a. Strategi pelaksanaan pada klien


24

b. Strategi pelaksanaan pada Keluarga

3. Pelaksanaan Strategi Pelaksanaan (SP)

Strategi Pelaksanaan (SP) yang dilakukan peneliti adalah SP 2 klien yakni, melatih klien

untuk berkenalan dengan orang lain dan mempraktekkan cara berkenalan dengan orang.

Strategi Pelaksanaan (SP) 2 klien tersebut dilaksanakan pada 2 klien, yang nantinya akan

muncul perbandingan antara Klien X dan Y setelah dilakukan penelitian.

Dalam melakukan SP 2 klien, peneliti melakukan proses keperawatan dan tindakan

keperawatan dengan cara komunikasi terapeutik. Fungsi komunikasi terapeutik adalah

untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan klien melalui

hubungan perawat dan klien. Perawat berusaha untuk mengungkapkan perasaan,

mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta megevaluasi tindakan yang dilakukan

dalam perawatan. Proses komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah

laku klien dan keluarga untuk membantu keluarga dalam rangka mengatasi persoalan

yang dihadapi pada tahap perawatan (Direja, 2017 : 88).

Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan.

Disini dapat diartikan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang

direncanakan secara sadar, tujuan dan kegiatannya difokuskan untuk penyembuhan

klien( Direja, 2017 : 87).

Menurut (Damaiyanti, 2012 : 170) Dalam pelaksanaan SP 2 klien ada beberapa

komponen yang dilakukan:

a. Proses Keperawatan

Pada SPTK dituliskan garis besar dari proses keperawatan yang merupakan

justifikasi ilmiah dari mana sumber tindakan keperawatan yang akan dilakukan. Hal
25

ini merupakan kemampuan intelektual yang harus selalu dilakukan oleh perawat

pada saat melakukan tindakan keperawatan. Tindakan keperawatan yang ditetapkan

akan dilakukan, merupakan faktor yang penting dalam melakukan langkah

selanjutnya yaitu strategi komunikasi. Tidak diperkenankan hanya melakukan

tindakan tanpa mengetahui diagnosa dan tujuan dari tindakan tersebut.

b. Strategi Komunikasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan

Strategi komunikasi yang digunakan adalah tahapan komunikasi terapeutik perawat

dan klien, yaitu pra interaksi, perkenalan/orientasi, kerja dan terminasi.

1) Tahap Pra Interaksi

Pra interaksi dilakukan sebelum berinteraksi dengan klien, yaitu SPTK sebagai

rencana interaksi.

2) Tahap Perkenalan/Orientasi

Secara garis besar tahapan ini dapat dibagi tiga pola sepanjang merawat klien,

yaitu pertemuan awal (kontak pertama), pertemuan kedua dan seterusnya (kontak

selama proses keperawatan) dan pertemuan akhir (kontak di akhir shift atau akhir

perawatan). Isi dari tahapan ini merupakan ringkasan teoritis yang dianggap

penting saat melakukan interaksi secara operasional yaitu salam terapeutik,

evaluasi dan validasi kontrak.

3) Tahap Kerja

Tahap Kerja ini berisi berbagai tindakan keperawatan yang telah direncanakan

pada tiap diagnosa keperawatan. Tindakan keperawatan dapat berupa observasi

dan monitoring, terapi keperawatan termasuk individu dan kelompok disertai

terapi modalitas keperawatan, pendidikan kesehatan pada keluarga dan klien,

tindakan kolaborasi dengan berbagai tim kesehatan jiwa. Prinsip pada tahapan ini

adalah perawat menggunakan diri secara terapeutik yang tepat dari teknik
26

komunikasi terapeutik dan pelaksanaan langkah-langkah tindakan keperawatan

sesuai rencana.

4) Tahap terminasi

Tahap terminasi hampir sama dengan perkenalan dan orientasi, yaitu dibagi

menjadi dua macam, yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir. Isi dari

terminasi adalah evaluasi (evaluasi obyektif dan subyektif), rencana tindak lanjut

bagi klien (planning bagi klien) dan kontrak yang akan datang berupa topik,

waktu dan tempat (planning bagi perawat) yang terkait dengan rencana tindakan

keperawatan selanjutnya.

Adapun strategi pelaksanaan Isolasi sosial menurut (keliat, 2006 : 100), sebagai berikut:

a. Orientasi:

1) Salam terapeutik

“Assalamualaikum. Selamat pagi pak! Bagaimana ? Nama saya SA, bapak boleh

panggil saya S. Saya mahasiswa Keperawatan Bina Insani Sakti Sungai Penuh

yang sedang melakukan penelitian kepada bapak. Kalau boleh tau nama bapak

siapa, dan senangnya di panggil dengan sebutan apa?’’

2) Evaluasi/validasi

“Bagaimana perasaan Bapak hari ini?”

3) Kontrak

a) Topik: “Hari ini saya akan mencoba mengajak bapak untuk berkenalan

dengan teman saya, perawat D”

b) Tempat: “Bapak ingin bercakap-cakap dimana? Bagaimana kalau ditempat

duduk saja?”

c) Waktu : “Bapak/Ibu ingin bercakap-cakap berapa lama, bagaimana jika 10

menit?”
27

b. Kerja

(Bersama-sama dengan klien, perawat mendekati perawat D)

“Selamat pagi perawat D, bapak X ingin berkenalan dengan D. baiklah bapak X,

bapak X bisa berkenalan dengan perawat D seperti yang bapak kita praktikkan

kemarin.” (klien mendemonstrasikan cara berkenalan dengan perawat D: Memberi

salam, menyebutkan nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya).

“ada lagi yang bapak X ingin tanyakan kepada perawat D? Coba tanyakan tentang

keluarga perawat D!”

“jika tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, bapak X dapat menyudahi perkenalan ini.

Lalu bapak X bias buat janji untuk bertemu lagi dengan perawat D, misalnya besok”.

c. Terminasi

1) Evaluasi subjektif

“bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita berkenalan dengan perawat D?”.

2) Evaluasi objektif

“coba bapak sebutkan nama dan alamat dari perawat yang berkenalan dengan

bapak X tadi?”.

3) Rencana tindak lanjut

“Bagaimana bapak, apakah bapak ingin berkenalan lagi dengan orang lain?”.

4) Kontrak yang akan datang

a) Topik: “bagaimana kalau besok kita lanjut berkenalan lagi dengan perawat

yang lain?”.

b) Waktu: “dimana nanti kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau disini aja?”.

c) Tempat: “bapak inginnya jam berapa? Bagaimana kalau jam 13.00, setelah

bapak/ibu makan siang?”.

Anda mungkin juga menyukai