Referat Vzv-Winda
Referat Vzv-Winda
Disusun oleh :
H2A011049
FAKULTAS KEDOKTERAN
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
Herpes zoster merupakan salah satu penyakit kulit akibat infeksi virus,
yaitu reaktivasi varisela zoster virus (VZV). Insidennya meningkat seiring
bertambahnya usia, di mana lebih dari 2/3 kasus terjadi pada usia lebih dari 50
tahun dan kurang dari 10% di bawah 20 tahun. 1 Meingkatnya insidensi pada usia
lanjut ini berkaitan dengan menurunnya respon imun dimediasi sel yang dapat
pula terjadi pada pasien imunokompromais seperti pasien HIVAIDS, pasien
dengan keganasan, dan pasien yang mendapat obat imunosupresi. Namun,
insidensinya pada pasien imunokompeten pun besar.1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Herpes zoster merupakan sebuah manifestasi oleh reaktivasi Varisela-
zoster virus laten dari saraf pusat dorsal atau kranial. Varisela zoster virus
bertanggung jawab untuk dua infeksi klinis utama pada manusia yaitu
varisela atau chickenpox (cacar air) dan Herpes zoster. Varisela merupakan
infeksi primer yang terjadi pertama kali pada individu yang berkontak dengan
varisela zoster virus. Varisela zoster virus dapat mengalami reaktivasi,
menyebabkan infeksi rekuren yang dikenal dengan nama Herpes zoster atau
Shingles. Pada usia di bawah 45 tahun, insidens herpes zoster adalah 1 dari
1000, semakin meningkat pada usia lebih tua.3
II. Patogenesis
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi varisela zoster virus yang laten di
dalam ganglion posterior atau ganglion intrakranial. Virus dibawa ke tepi
ganglion spinal atau ganglion trigeminal, kemudian menjadi laten. Varicella
zoster merupakan virus rantai ganda DNA, anggota famili virus herpes yang
tergolong virus neuropatik atau neurodermatotropik. Reaktivasi varisela
zoster virus dapat dipicu oleh berbagai faktor seperti pembedahan,
penyinaran, lanjut usia, dan keadaan tubuh yang lemah meliputi malnutrisi,
seseorang yang sedang dalam pengobatan imunosupresan jangka panjang,
atau menderita penyakit sistemik. Jika virus ini menyerang ganglion anterior,
maka menimbulkan gejala gangguan motorik.3,4
3
Lesi herpes zoster dapat mengenai seluruh kulit tubuh maupun membran
mukosa. Herpes zoster biasanya diawali dengan gejala-gejala prodromal
selama 2-4 hari, yaitu sistemik (demam, pusing, malaise), dan lokal (nyeri
otot-tulang, gatal, pegal). Setelah itu akan timbul eritema yang berubah
menjadi vesikel berkelompok dengan dasar kulit yang edema dan
eritematosa. Vesikel tersebut berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh,
dapat menjadi pustul dan krusta. Jika mengandung darah disebut sebagai
herpes zoster hemoragik. Jika disertai dengan ulkus dengan sikatriks,
menandakan infeksi sekunder.4 Masa tunas dari virus ini sekitar 7-12 hari,
masa aktif berupa lesi baru yang tetap timbul, berlangsung seminggu, dan
masa resolusi berlangsung 1-2 minggu. Selain gejala kulit, kelenjar getah
bening regional juga dapat membesar. Penyakit ini lokalisasinya unilateral
dan dermatomal sesuai persarafan. Saraf yang paling sering terkena adalah
nervus trigeminal, fasialis, otikus, C3, T3, T5, L1, dan L2. Jika terkena saraf
tepi jarang timbul kelainan motorik, sedangkan pada saraf pusat sering dapat
timbul gangguan motorik akibat struktur anatomisnya. Gejala khas lainnya
adalah hipestesi pada daerah yang terkena.4,5
IV. Dermatom
Dermatom adalah area kulit yang dipersarafi terutama oleh satu saraf
spinalis. Dermatom sangat bermanfaat dalam bidang neurologi untuk
4
menemukan tempat kerusakan saraf saraf spinalis. Virus yang menginfeksi
saraf tulang belakang seperti infeksi herpes zoster (shingles), dapat
mengungkapkan sumbernya dengan muncul sebagai lesi pada dermatom
tertentu.6
5
Herpes zoster oftalmikus
B. Herpes zoster fasialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis
(N.VII), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
6
Herpes zoster brakialis sinistra.
7
Herpes zoster lumbalis dextra
F. Herpes zoster sakralis
Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.
8
VI. Komplikasi herpes zoster
A. Ramsay-Hunt Syndrome (RHS)
Bila virus menyerang nervus fasialis dan nervus auditorius terjadi sindrom
Ramsay-Hunt yaitu erupsi kulit timbul diliang telinga luar atau membrane
timpani disertai paresis fasialis, gangguan lakrimasi, gangguan pengecap 2/3
bagian depan lidah, tinnitus, vertigo dan tuli.
Gambaran Ramsay-hunt
B. Postherpetic
neuralgia (PHN)
Postherpetic neuralgia
merupakan suatu bentuk
nyeri neuropatik yang
muncul oleh karena
penyakit atau luka pada
sistem saraf pusat atau
tepi, nyeri menetap dialami lebih dari 3 bulan setelah penyembuhan herpes
zoster. Penyebab paling umum timbulnya peningkatan virus ialah penurunan
sel imunitas yang terkait dengan pertambahan umur. Berkurangnya imunitas
di kaitkan dengan beberapa penyakit berbahaya seperti limfoma, kemoterapi
atau radioterapi, infeksi HIV, dan penggunaan obat immunesuppressan
setelah operasi transplantasi organ atau untuk manajemen penyakit (seperti
kortikoteroid) juga menjadi faktor risiko.8,9
Postherpetic neuralgia dapat diklasifikasikan menjadi neuralgia herpetik
akut (30 hari setelah timbulnya ruam pada kulit), neuralgia herpetik subakut
(30-120 hari setelah timbulnya ruam pada kulit), dan postherpetic neuralgia
(di defenisikan sebagai rasa sakit yang terjadi setidaknya 120 hari setelah
timbulnya ruam pada kulit).9
Postherpetic neuralgia memiliki patofisiologi yang berbeda dengan nyeri
herpes zoster akut, dapat berhubungan dengan erupsi akut herpes zoster yang
disebabkan oleh replikasi jumlah varisela zoster virus yang besar dalam
ganglia yang ditemukan selama masa laten. Oleh karena itu, mengakibatkan
inflamasi atau kerusakan pada serabut syaraf sensoris yang berkelanjutan,
hilang dan rusaknya serabut-serabut syaraf atau impuls abnormal, serabut
9
saraf berdiameter besar yang berfungsi sebagai inhibitor hilang atau rusak
dan mengalami kerusakan terparah. Akibatnya, impuls nyeri ke medulla
spinalis meningkat sehingga pasien merasa nyeri yang hebat.5,8
10
VII. Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan herpes zoster adalah mempercepat proses
penyembuhan, mengurangi keparahan dan durasi nyeri akut dan kronik, serta
mengurangi risiko komplikasi.9
A. Sistemik
1. Obat Antivirus
Menurunkan durasi lesi herpes zoster dan derajat keparahan nyeri
herpes zoster akut. Tiga antivirus oral yang disetujui oleh Food and
Drug Administration (FDA) untuk terapi herpes zoster adalah :
famsiklovir, falasiklovir hidroklorida dan asiklovir. Bioavailabilitas
asiklovir hanya 15-20%, lebih rendah dari pada falasiklovir (65%) dan
famsiklovir (77%). Antivirus famsiklovir 3x500mg atau valasiklovir
3x1000 mg atau asiklovir 5x800mg diberikan sebelum 72 jam awitan
lesi selama 7 hari.9
2. Kortikosteroid
Prednison yang digunakan bersama asiklovir dapat mengurangi nyeri
akut. Hal inni disebabkan penurunan derajat neuritis akibat infeksi virus
dan mungkin juga menurunkan derajat kerusakan saraf yang terlibat.
Namun mengingat resiko yang ditimbulkan lebih berat daripada
keuntungannya, maka pemberian kortikosteroid pada herpes zoster
dipertimbangkan kembali.9
3. Analgetik
Pada pasien nyeri akut ringan menunjukkan respon baik terhadap AINS
(asetosal, piroksikam ,ibuprofen ,diklofenak), atau analgetik non opioid
(paracetamol, tramadol, asam mefenamat). Pada pasien dengan nyeri
kronik hebat kadang dibutuhkan opioid (kodein, morfin atau
oksikodon).9
4. Antidepresan dan antikonvulsan
Pada penggunaan asiklovir dan antidepresan trisiklik atau gabapentin
sejak awal akan mengurangi prevalensi PHN.9
B. Topikal
1. Analgetik topikal
a. Kompres
Kompres terbuka dengan solusio Burowi dan solusio Calamin
(Caladryl) dapat digunakan pada lesi akut untuk mengurangi nyeri dan
pruritus. Kompres dengan solusio Burowi (alumunium asetat 5%)
11
dilakukan 4-6 kali/ hari selama 30-60 menit. Kompres dingin atau cold
pack juga sering digunakan.9
b. Antiinflamasi nonsteroid(AINS)
Berbagai AINS topikal seperti bubuk aspirin dalam kloroform atau etil
eter, krim indometasin dan diklofenak banyak dipakai. Asam asetil
salisilat topikal dalam pelembab lebih efektif disbanding aspirin oral
dalam memperbaiki nyeri akut. Aspirin dalam etil eter atau kloroform
lebih aman dan bermanfaat menghilangkan nyeri untuk beberapa jam.9
2. Anestetik lokal
Pemberian anestesik lokal pada berbagai lokasi sepanjang jaras saraf
yang terlibat dalam herpes zoster telah banyak di lakukan untuk
menghilangkan nyeri. Infiltrasi lokal subkutan, blok saraf perifer, ruang
paravertebral atau epidural, dan blok simpatis untuk nyeri yang
berkepanjangan sering digunakan dan pencegahan PHN.9
C. Pencegahan
Pemberian booster vaksin varisela strain Oka terhadap orangtua
harus dipikirkan untuk meningkatkan kekebalan spesifik terhadap VZV
sehingga dapat memodifikasi perjalanan penyakit herpes zoster.9
12
BAB IV
KESIMPULAN
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Gnann JW, Whitley RJ. Herpes Zoster. N. Engl. J. Med.
2002;347(5):340–6.
2. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia
(SKDI) 2012. Jakarta; 2012.
3. James WD, Berger T, Elston D. Andrew’s diseases of the skin.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011.
4. Handoko R. Penyakit virus. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,
editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi kelima.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
5. Straus SE, Oxman MN, Schmader KE. Varicella and herpes zoster. In:
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
editors. Fitzpatricks Dermatol. Gen. Med. 7th ed.
6. Baehr M, Frotscher M. Duus’ topical diagnosis in neurology. 4th ed.
New York: Thieme; 2005.
7. Tunsuriyawong S, Puavilai S. Herpes zoster, clinical course and
associated diseases: A 5- year retrospective study at Tamathibodi
Hospital. J. Med. Assoc. hail. Chotmaihet Thangphaet. 2005
May;88(5):678–81.
8. Herr H. Prognostic factors of postherpetic neuralgia. J. Korean Med.
Sci. 2002 Oct;17(5):655–9. 9. Oakes SA. Postherpetic
9. Linuwih, S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed7. Jakarta: FKUI
2015.
14