Referat Hpv-Ugik
Referat Hpv-Ugik
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Papillomavirus sangat tropik terhadap sel-sel epitel kulit dan membrane
mukosa. Tahap-tahap dalam siklus replikasi virus tergantung pada faktor-
faktor spesifik yang terdapat dalam status diferensiasi berikutnya dari sel
epitel. Ketergantungan kuat replikasi virus pada status diferensiasi sel inang
ini, meyebabkan sulitnya perkembangbiakan Papillomavirus in vitro.3,4,5
Dengan mikroskop elektron virus, HPV berbentuk ikosahedral dengan
ukuran 55 nm, memiliki 72 kapsomer dan 2 protein kapsid, yaitu L1 dan L2.
Virus DNA ini dapat bersifat mutagen. Infeksi HPV telah dibuktikan
menjadi penyebab lesi prakanker, kondiloma akuminata dan kanker.
Terdapat 138 strain HPV yang sudah diidentifikasi, 30 di antaranya dapat
ditularkan lewat hubungan seksual, 75% orang yang seksual aktif terutama
berusia 15-49 tahun di AS mengalami sedikitnya satu jenis infeksi HPV.
Virus ini terdiri dari puluhan genotype dan dapat menyerang berbagai bagian
tubuh seperti jari dan tangan, telapak kaki, wajah, genital. Dari 100 tipe
HPV, hanya 30 di antaranya yang berisiko kanker serviks. Adapun tipe
risiko tinggi adalah HPV 16, 18, 31, dan 45. Tipe risiko sedang 33, 35, 39,
51, 52, 56, 58, 59, dan 68. Dan tipe risiko rendah 6,11, 26, 42, 43, 44, 53, 54,
55, dan 56. Dari tipe-tipe ini, HPV tipe 16 dan 18 merupakan penyebab 70%
kanker rahim yang terjadi, sedangkan HPV tipe 6 dan 11 merupakan
penyebab 90% kandiloma akuminata, HPV yang diketahui 85%
menyebabkan veruka vulgaris adalah sub tipe HPV 1, 2, 4, 7, 27, 29, 57 dan
63.2,3,4
1. Definisi
Veruka vulgaris adalah hiperplasia epidermis yang disebabkan oleh
human papilloma virus sub tipe HPV 1, 2, 4, 7, 27, 29, 57 dan 63.4,6
3
2. Etiologi
Penyebabnya tergolong dalam virus papiloma. Sub tipe HPV yang
menyebabkan veruka vulgaris adalah tipe HPV 1, 2, 4, 7, 27, 29, 57
dan 63.2,3,4
3. Patogenesis
Human papiloma virus ditularkan secara kontak langsung antara
orang dengan orang (kulit dengan kulit) atau secara tidak langsung
dari benda-benda yang dapat menjadi sumber penularan. Virus dapat
bertahan pada lingkungan hangat dan lembab, misalnya lantai kamar
ganti kolam renang, lantai pinggir kolam renang, lantai tempat mandi
pancuran dan sebagainya.2,3,4
Autoinokulasi juga merupakan cara penularan dan resiko infeksi
berulang pada orang yang telah mendapat veruka vulgaris
sebelumnya. Transmisi virus biasanya terjadi pada tempat trauma
atau bagian kulit yang terdapat abrasi, maserasi atau fisura. 2,3,4
Virus mengadakan inokulasi pada epidermis melalui defek pada
epitelium. Agar dapat menyebabkan infeksi, virus harus memasuki
sel punca atau merubah sel yang terinfeksi menjadi menyerupai sel
punca. Setelah masuk, sebuah atau beberapa salinan dari genom viral
berperan sebagai plasmid ekstrakromosom atau episom di dalam
nukleus sel basal epitel yang terinfeksi. Ketika sel membelah viral
genom juga bereplikasi dan mengambil tempat pada sel anakan, yang
akan mengantarkan infeksi virus ke lapisan-lapisan epitelium
berikutnya. Masa inkubasi dari inokulasi hingga menimbulkan
veruka bervariasi dari 1-6 bulan atau lebih.2,3,4
4. Klasifikasi
Penyakit veruka mempunyai beberapa bentuk klinis :
a). Veruka vulgaris
b). Veruka plantaris
c). Veruka filiformis
d). Veruka plana3
4
5. Gambaran Klinis
a) Veruka vulgaris
Kutil ini terutama pada anak, tetapi juga terdapat pada dewasa
dan orang tua. Tempat predileksinya terutama di tangan, jari-jari
tangan dan kaki serta telapak tangan/kaki, dapat pula kebagian
tubuh lain termasuk mukosa dan epidermis. Bentuknya bulat
berwarna abu-abu, besarnya lentikular atau bila berkonfluensi
berbentuk plakat, permukaan kasar (verukosa). Dengan goresan
dapat timbul autoinokulasi sepanjang goresan (fenomena
kobner).3
5
Gambar 2. Veruka plantaris
c) Veruka filiformis
Veruka ini merupakan kutil yang bentuknya memanjang pada
permukaan kulit dan permukaannya verukosa disebut sebagai
veruka filiformis. Biasanya tumbuh pada kelopak mata, wajah,
leher dan bibir. 3
d) Veruka plana
Kutil yang berwarna seperti kulit atau kehitaman, lunak,
berbentuk papul-papul datar berdiameter 1-3 mm, terutama
timbul di wajah, leher, permukaan ekstensor lengan bawah dan
lengan. Dengan gambaran klinis berupa vegetasi miliar-lentikular
dengan permukaan yang datar, licin, multiple dan berbatas tegas.
Pada pemeriksaan fenomena koebner positif.3
6
6. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan veruka vulgaris adalah untuk mencegah
penyebaran infeksi. Indikasi dilakukannya pengobatan pada veruka
berdasarkan The American Academy of Dermatology Committe and
Guidelines of Care adalah keinginan pasien untuk diobati, terdapat
gejala berupa nyeri, berdarah, gatal atau rasa terbakar, lesi yang
mengganggu secara kosmetik maupun fungsi, lesi banyak atau besar,
pasien ingin mencegah penularan veruka kepada dirinya sendiri atau
orang lain dan keadaan pasien imunosupresif.3,4,5
Pengobatan ideal sebaiknya dapat mengeliminasi lesi veruka
tanpa rasa nyeri, terapi dapat diselesaikan dalam 1-3 kali pengobatan,
tidak menimbulkan parut, dapat mencegah timbulnya kekambuhan
dan dapat diaplikasikan pada seluruh pasien. Kebanyakan
pengobatan veruka vulgaris secara dekstruksi fisik sel yang
terinfeksi. Ada beberapa modalitas pengobatan veruka di kulit yang
dapat dipilih, mulai dari terapi topikal, terapi bedah, terapi sistemik,
hipnoterapi dan terapi dengan agen imunosupresif.3,4
Macam-macam terapi topikal:
a) Bahan kaustik, misalnya larutan Ag NO3 25%, asam
triklorosetat 50-80% dan fenollikuifaktum.
b) Keratolitik : asam salisilat 20%, asam laktat 10%
c) Bahan krio (Cryosurgery) dengan nitrogen cair
d) Kuret denga bedah listrik (Elektrodesikasi) ringan
e) Bedah laser3
7
B. Kandiloma Akuminata
1. Definisi
Kondiloma akuminata adalah vegetasi oleh human papilloma virus
tipe 6 dan 11, bertangkai dan permukaannya berjonjot.3
2. Etiologi
Virus penyebabnya adalah Virus Papilloma Humanus (VPH)
merupakan virus DNA yang tergolong dalam keluarga virus Papova.
Dari semua tipe yang sering di jumpai pada kondiloma akuminata
adalah HPV tipe 6, 11, 16, dan 18. Adanya hubungan antara infeksi
HPV tipe tertentu dengan terjadinya karsinoma serviks maka HPV
dibagi menjadi 2 berdasarkan terjadinya displasia epitel dan
keganasan yaitu:
a) HPV yang mempunyai resiko rendah (low risk)
Yaitu: HPV tipe 6 dan tipe 11
b) HPV yang mempunyai resiko tinggi (high risk) mempunyai
potensi onkogen yang tinggi
Yaitu: HPV tipe 16 dan tipe 186,7,8
3. Patogenesis
Infeksi HPV di daerah anogenital didapatkan melalui hubungan
seksual. Setelah akuisisi, HPV menginfeksi sel basal dari anogenital
epitelium. HPV bereplikasi dan berbentuk virion saat sel basal
berdiferensiasi dan tumbuh ke permukaan epitel. Spektrum penyakit
tergantung pada tingkat mitosis dan penggantian epitel dengan sel
basaloid yang immatur.6,7,8
Masa inkubasi kondiloma akuminata berlangsung antara 1-8
bulan (rata-rata 2-3 bulan). HPV masuk ke dalam tubuh melalui
mikrolesi pada kulit, sehingga kondiloma akuminata sering timbul
pada daerah yang mudah mengalami trauma pada saat melakukan
hubungan seksual, terutama terdapat di daerah lipatan yang lembab,
misalnya di daerah genitalia eksterna. Pada pria tempat predileksinya
8
di perineum dan sekitar anus, sulkus koronarius, glans penis, muara
uretra eksterna, korpus dan pangkal penis. Pada wanita di daerah
vulva dan sekitarnya, introitus vagina, kadang pada porsio uteri. Pada
wanita yang banyak mengeluarkan fluor albus atau wanita yang hamil
pertumbuhan penyakit lebih cepat.6,7,8
4. Gejala klinis
Berdasarkan manifestasi klinis kondiloma akuminata dibagi
dalam 3 bentuk yaitu :
a) Bentuk akuminata
Terutama dijumpai pada lipatan dan lembab. Terlihat vegetasi
bertangkai dengan permukaan yang berjonjot-jonjot seperti jari.
Beberapa kutil dapat bersatu membentuk lesi yang lebih besar
sehingga tampak seperti kembang kol. Lesi yang besar ini sering
dijumpai pada wanita yang mengalami fluor albus, pada wanita
hamil, dan pada keadaan imunitas terganggu. 6,7,8
9
c) Bentuk datar
Secara klinis, lesi bentuk ini terlihat sebagai makula atau
bahkan sama sekali tidak tampak dengan mata telanjang (infeksi
subklinis), dan baru terlihat setelah dilakukan tes asam asetat.
Dalam hal ini penggunaan kolposkopi sangat menolong.6,7,8
Selain ketiga bentuk klinis diatas, dijumpai bentuk klinis
yang diketahui berhubungan dengan keganasan pada genitalia,
yaitu:
i. Giant condyloma Buschke-Lowenstein
Bentuk ini diklasifikasikan sebagai karsinoma sel
skuamosa dengan keganasan derajat rendah. Hubungan
antara kondiloma akuminata dengan giant condyloma
diketahui dengan ditemukannya HPV tipe 6 dan tipe 11.
Lokalisasi lesi yang paling sering di penis, kadang-kadang
vulva dan anus. Klinis tampak sebagai kondiloma yang
besar, bersifat invasif lokal dan tidak bermetastasis. Secara
histologis giant condyloma tidak berbeda dengan
kondiloma akuminata. Giant condyloma ini umumnya
refrakter terhadap pengobatan.
ii. Papulosis Bowenoid
Secara klinis berupa papul likenoid berwarna coklat
kemerahan dan dapat berkonfluens menjadi plakat. Ada
pula lesi yang berbentuk makula eritematosa, leukoplakia
atau lesi subklinis multipel, kadang-kadang berpigmentasi.
Berbeda dengan kondiloma akuminata, permukaan lesi
papulosis Bowenoid biasanya halus atau hanya sedikit
papilomatosa. Gambaran histopatologik mirip penyakit
bowen dengan inti yang berkelompok, sel raksasa
diskeratotik dan sebagai mitotik atipik. Dalam perjalanan
penyakitnya, papulosis Bowenoid jarang menjadi ganas
dan cenderung untuk regresi spontan.6,7,8
10
5. Penatalaksanaan
Ada beberapa cara pengobatan Kondiloma Akuminata yaitu:3
a) Kemoterapi
1) Podofilin
Yang digunakan tingtur podofilin 15-25%. Setelah
melindungi kulit di sekitar lesi dengan vaselin agar tidak
terjadi iritasi, oleskan tingtur podofilin pada lesi dan biarkan
sampai 4-6 jam, kemudian cuci. Bila belum terjadi
penyembuhan boleh diulang setelah 3 hari. Pemberian obat
dilakukan seminggu dua kali. Setiap pemberian tidak boleh
melebihi 0,3 cc karena akan diserap dan bersifat toksik.
Gejala toksisitas adalah mual, muntah, nyeri abdomen,
gangguan alat nafas, dan keringat yang disertai kulit dingin.
Dapat pula terjadi kompresi sumsum tulang yang disertai
trombositopenia dan leukopenia. Tidak boleh diberikan pada
wanita hamil karena dapat menyebabkan kematian fetus.
Cara pengobatan dengan pedofilin ini sering dipakai.
Hasilnya baik pada lesi yang baru, tetapi kurang memuaskan
pada lesi yang hiperkeratotik, lama atau yang berbentuk
pipih.
2) Asam trikloroasetat (TCAA)
Digunakan larutan dengan konsentrasi 50%, dioleskan setiap
minggu. Pemberiannya harus hati-hati karena dapat
menimbulkan ulkus yang dalam. Dapat diberikan pada wanita
hamil.
3) 5-Fluorourasil
Konsentrasinya antara 1-5% dalam krim. Obat ini terutama
untuk kondiloma akuminata yang lesinya terletak pada
meatus uretra atau di atas meatus uretra. Pemberiannya setiap
hari sampai lesi hilang. Sebaiknya penderitanya tidak miksi
selama 2 jam setelah pengobatan.
11
b) Tindakan bedah
1) Bedah skalpel
2) Bedah listrik
3) Bedah beku (N2 cair, N2O cair)
4) Bedah laser (CO2 laser)
c) Interferon
Pemberiannya dalam bentuk suntikan (intra muscular atau intra
lesi), bentuk krim (topical) dan dapat diberikanbersama
pengobatan yang lain. Secara klinis terbukti interferon alfa-, beta,
gama-, bermanfaat dalam pengobatan infeksi HPV. Interferon
alfa diberikan dengan dosis 406 mU secara intra muscular 3 kali
seminggu selama 6 minggu atau dengan dosis 1-5 mU
intramuscular selama 6 minggu. Interferon beta diberikan dengan
dosis 2 x 106 unit secara intramuskular atau 2 kali 10 mega IU
secara intramuskular selama 10 hari berturut-turut.
d) Immunoterapi
Pada penderita dengan lesi yang luas dan resisten terhadap
pengobatan dapat diberikan pengobatan bersama
imunostimulator.3
12
BAB III
KESIMPULAN
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Koutsky LA, Kiviat NB. Genital human papillomavirus. In: Holmes KK,
Sparling PF, Lemon SM, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, editors. Sexually
Transmitted Disease. 3rd ed. New York: Mc Graw-Hills;1999.p.347-59.
2. Lack N, West B, Jefrries D, Ekpo G, Morison L, Soutter WP, et al. Comparison
of non-invasive methods for detection of HPV in rural African women. Sex Transm
Infect 2005;81:39-41.
3. Handoko RP. Penyakit Virus. Dalam: Djuanda
A. IlmuPenyakitKulitdanKelamin. Edisi ke 6. Jakarta
:FakultasKedokteranUniversitas Indonesia ; 2007. h. 112-3
4. Lowy DR, Androphy EJ. Warts. In: Freedberg IM. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. New York: McGraw-Hill: 2003. p.2120-30
5. Levine N, Levine CC. Wart. Dermatology Therapy A to Z Essentials.Springer :
2003. p.610-11.
6. Huriawati hartanto. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi dua. Jakarta :
EGC. 2005
7. Haroen MS, Purba HM, Kartadjukardi E, Sularsito SA. Giant verruca vulgaris a
case report. Department of Dermatology and Venereology, Faculty of medicine,
University of Indonesia. 2009. p. 135-38.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer
14