Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PENDAHULUAN

Varisela adalah suatu penyakit infeksi akut primer oleh virus Varisela Zoster
Virus (VZV) yang menyerang kulit, mukosa dan selaput lendir, klinis terdapat gejala
konstitusi, kelainan kulit polimorf ditandai oleh adanya vesikel-vesikel, terutama
berlokasi di bagian sentral tubuh. Sinonimnya adalah cacar air, chicken pox.1 Varisela
merupakan penyakit infeksi virus akut dan cepat menular. Penyakit ini merupakan
hasil infeksi primer pada penderita yang rentan.2
Varisela dapat terjadi di sepanjang tahun. Di Negara Barat, prevalensi
kejadian varisela tergantung dari musim (musim dingin dan awal musim semi lebih
banyak). Di Indonesia belum pernah dilakukan penelitian, agaknya penyakit virus
menyerang pada musim peralihan. Angka kejadian di Negara kita belum pernah
diteliti, tetapi di Amerika dikatakan kira-kira 3,1-3,5 juta kasus dilaporkan tiap
tahun.4,5
Varisela Zooster Virus (VZV) dapat menyebabkan 2 jenis, yaitu infeksi
primer dan sekunder. Varisela (chicken pox) merupakan suatu bentuk infeksi primer
Varisela Zooster Virus (VZV) yang pertama kali pada individu yang berkontak
langsung dengan virus tersebut sedangkan infeksi sekunder/rekuren (karena
persistensi virus) disebut Herpes Zoster/shingles.3
Gejala klinis Varisela dibagi menjadi 2 stadium yaitu stadium prodromal dan
erupsi sedangkan pengobatanya dibagi menjadi pengobatan secara topical dan
sistemik. Penyusunan referat ini bertujuan menjelaskan lebih rinci tentang manifestasi
klinis dan tatalaksana Varisela.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. PENGERTIAN
Varisela / chickenpox atau sering disebut cacar air adalah suatu infeksi virus
menular, yang menyebabkan ruam kulit berupa sekumpulan bintik – bintik kecil yang
datar maupun menonjol, lepuhan berisi cairan serta keropeng, yang menimbulkan
rasa gatal.1

II. PATOGENESIS
Varisela disebabkan oleh Varisela Zoozter Virus (VZV) yang termasuk dalam
famili virus herpes. Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran
napas bagian atas dan orofaring (percikan ludah, sputum). Multiplikasi virus di
tempat tersebut diikuti oleh penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan
limfe (viremia primer). Virus VZV dimusnahkan/ dimakan oleh sel-sel sistem
retikuloendotelial, di sini terjadi replikasi virus lebih banyak lagi (pada masa
inkubasi). Selama masa inkubasi infeksi virus dihambat sebagian oleh mekanisme
pertahanan tubuh dan respon yang timbul (imunitas nonspesifik).2,5,9
Pada sebagian besar individu replikasi virus lebih menonjol atau lebih
dominan dibandingkan imunitas tubuhnya yang belum berkembang, sehingga dalam
waktu dua minggu setelah infeksi terjadi viremia sekunder dalam jumlah yang lebih
banyak. Hal ini menyebabkan panas dan malaise, serta virus menyebar ke seluruh
tubuh lewat aliran darah, terutama ke kulit dan membrane mukosa. Lesi kulit muncul
berturut-berturut, yang menunjukkan telah memasuki siklus viremia, yang pada
penderita yang normal dihentikan setelah sekitar 3 hari oleh imunitas humoral dan
imunitas seluler VZV. Virus beredar di leukosit mononuklear, terutama pada limfosit.
Bahkan pada varisela yang tidak disertai komplikasi, hasil viremia sekunder
menunjukkan adanya subklinis infeksi pada banyak organ selain kulit.2,9
Respon imun penderita menghentikan viremia dan menghambat berlanjutnya
lesi pada kulit dan organ lain. Imunitas humoral terhadap VZV berfungsi protektif
terhadap varisela. Pada orang yang terdeteksi memiliki antibodi serum biasanya tidak
selalu menjadi sakit setelah terkena paparan eksogen. Sel mediasi imunitas untuk
VZV juga berkembang selama varisela, berlangsung selama bertahun-tahun, dan
melindungi terhadap terjadinya resiko infeksi yang berat.9
Reaktivasi pada keadaan tubuh yang lemah sebagian idiopatik tanpa diketahui
penyebabnya, sebagian simptomatik (defisiensi imun melalui penyakit system imun,
neoplasia, supresi imun).3

III. GEJALA KLINIS


Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari. Masa inkubasi
dapat lebih lama pada pasien dengan defisiensi imun dan pada pasien yang telah
menerima pengobatan pasca paparan dengan produk yang mengandung antibodi
terhadap varisela.1,9
Perjalanan penyakit dibagi menjadi 2 stadium yaitu stadium prodromal dan
stadium erupsi. Stadium prodromal yaitu 24 jam sebelum kelainan kulit timbul,
terdapat gejala seperti demam, malaise, kadang-kadang terdapat kelainan
scarlatinaform atau morbiliform. Stadium erupsi dimulai dengan terjadinya papul
merah, kecil, yang berubah menjadi vesikel yang berisi cairan jernih dan mempunyai
dasar eritematous. Permukaan vesikel tidak memperlihatkan cekungan ditengah
(unumbilicated).4
Gejala klinis mulai gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi,
malaise dan nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul
eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel
ini khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah menjadi keruh
(pustul) dalam waktu 24 jam dan kemudian pecah menjadi krusta. Biasanya vesikel
menjadi kering sebelum isinya menjadi keruh. Sementara proses ini berlangsung,
dalam 3-4 hari erupsi tersebar disertai perasaan gatal. Timbul lagi vesikel-vesikel
yang baru di sekitar vesikula yang lama, sehingga menimbulkan gambaran polimorfi.
Stadium erupsi yang seperti ini disebut sebagai stadium erupsi bergelombang.1,2,4

Gambar 5.1 Gambaran ruam pada infeksi virus varisela zoster

Penyebaran terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara


sentrifugal ke muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata,
mulut, dan saluran napas bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat
pembesaran kelenjar getah bening regional. Penyakit ini biasanya disertai gatal.1
Pada anak kecil jarang terdapat gejala prodromal. Sementara pada anak yang
lebih besar dan dewasa, munculnya erupsi kulit didahului gejala prodromal. Ruam
yang seringkali didahului oleh demam selama 2-3 hari, kedinginan, malaise,
anoreksia, sakit kepala, nyeri punggung, dan pada beberapa pasien dapat disertai
nyeri tenggorokan dan batuk kering.9
Pada pasien yang belum mendapat vaksinasi, ruam dimulai dari muka dan
skalp, dan kemudian menyebar secara cepat ke badan dan sedikit ke ekstremitas. Lesi
baru muncul berturut-turut, dengan distribusi terutama di bagian sentral. Ruam
cenderung padat kecil-kecil di punggung dan antara tulang belikat daripada skapula
dan bokong dan lebih banyak terdapat pada medial daripada tungkai sebelah lateral.
Tidak jarang terdapat lesi di telapak tangan dan telapak kaki, dan vesikula sering
muncul sebelumnya dan dalam jumlah yang lebih besar di daerah peradangan, seperti
daerah yang terkena sengatan matahari.9

Gambar 5.2 Gambaran orang yang terkena infeksi varisela


Gambar 5.3 Infeksi varisela pada penderita dengan imunisasi

Gambaran dari lesi varisela berkembang secara cepat, yaitu lebih kurang dari
12 jam, dimana mula-mula berupa makula eritematosa yang berkembang menjadi
papul, vesikel, pustul, dan krusta. Vesikel dari varisela berdiameter 2-3 mm, dan
berbentuk elips, dengan aksis panjangnya sejajar dengan lipatan kulit. Vesikel
biasanya superfisial dan berdinding tipis, dan dikelilingi daerah eritematosa sehingga
tampak terlihat seperti “embun di atas daun mawar”. Cairan vesikel cepat menjadi
keruh karena masuknya sel radang, sehingga mengubah vesikel menjadi pustul. Lesi
kemudian mengering, mula-mula di bagian tengah sehingga menyebabkan umbilikasi
dan kemudian menjadi krusta. Krusta akan lepas dalam 1-3 minggu, meninggalkan
bekas bekas cekung kemerahan yang akan berangsur menghilang. Apabila terjadi
superinfeksi dari bakteri maka dapat terbentuk jaringan parut. Lesi yang telah
menyembuh dapat meninggalkan bercak hipopigmentasi yang dapat menetap selama
beberapa minggu/bulan.9,14
Vesikel juga terdapat di mukosa mulut, hidung, faring, laring, trakea, saluran
cerna, kandung kemih, dan vagina. Vesikel di mukosa ini cepat pecah sehingga
seringkali terlihat sebagai ulkus dangkal berdiameter 2-3 mm.9,14
Gambar 5.4 Lesi dengan spektrum luas

Gambaran khas dari varisela adalah adanya lesi yang muncul secara simultan
(terus-menerus), di setiap area kulit, dimana lesi tersebut terus berkembang. Suatu
prospective study menunjukkan rata-rata jumlah lesi pada anak yang sehat berkisar
antara 250-500. Pada kasus sekunder karena paparan di rumah gejala klinisnya lebih
berat daripada kasus primer karena paparan di sekolah, hal ini mungkin disebabkan
karena paparan di rumah lebih intens dan lebih lama sehingga inokulasi virus lebih
banyak.5,9
Demam biasanya berlangsung selama lesi baru masih timbul, dan tingginya
demam sesuai dengan beratnya erupsi kulit. Jarang di atas 39oC, tetapi pada keadaan
yang berat dengan jumlah lesi banyak dapat mencapai 40,5 oC. Demam yang
berkepanjangan atau yang kambuh kembali dapat disebabkan oleh infeksi sekunder
bakterial atau komplikasi lainnya. Gejala yang paling mengganggu adalah gatal yang
biasanya timbul selama stadium vesikuler.9,14
Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat menimbulkan
kelainan kongenital, sedangkan infeksi yang timbul beberapa hari menjelang
kelahiran dapat menyebabkan varisela kongenital pada neonatus.1
Diperkirakan 17% dari anak yang dilahirkan wanita yang mendapat varisela
ketika hamil akan menderita kelainan bawaan berupa bekas luka di kulit (cutaneous
scars), berat badan lahir rendah, hypoplasia tungkai, kelumpuhan dan atrofi tungkai,
kejang, retardasi mental, korioretinitis, atrofi kortikal, katarak atau kelainan mata
lainnya. 4

IV. PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi spesifik terhadap varisela. Pengobatan bersifat simptomatik
dengan antipiretik dan analgesik. Untuk panas dapat diberikan asetosal atau
antipiretik lain seperti asetaminofen dan metampiron. Untuk menghilangkan rasa
gatal dapat diberikan antihistamin oral atau sedative. Topikal diberikan bedak yang
ditambah zat anti gatal (mentol, kamfora) seperti bedak salisilat 1-2% atau lotio
kalamin untuk mencegah pecahnya vesikel secara dini serta menghilangkan rasa
gatal. Jika timbul infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika berupa salep dan oral.
Dapat pula diberikan obat-obat antivirus. VZIG (varisela zoster immunoglobuline)
dapat mencegah atau meringankan varisela, diberikan intramuscular dalam 4 hari
setelah terpajan. Yang penting pada penyakit virus, umumnya adalah istirahat / tirah
baring. 1,2,4
Pengobatan secara sistemik dapat dengan memberikan antivirus. Beberapa
analog nukleosida seperti asiklovir, famciclovir, valasiklovir, dan brivudin, dan
analog pyrophosphate foskarnet terbukti efektif untuk mengobati infeksi VZV.
Asiklovir adalah suatu analog guanosin yang secara selektif difosforilasi oleh timidin
kinase VZV sehingga terkonsentrasi pada sel yang terinfeksi. Enzim-enzim selular
kemudian mengubah asiklovir monofosfat menjadi trifosfat yang mengganggu
sintesis DNA virus dengan menghambat DNA polimerase virus. VZV kira-kira
sepuluh kali lipat kurang sensitif terhadap asiklovir dibandingkan HSV.9
Valasiklovir dan fasiklovir, merupakan prodruk dari asiklovir yang
mempunyai bioavaibilitas oral lebih baik daripada asiklovir sehingga kadar dalam
darah lebih tinggi dan frekuensi pemberian obat berkurang.9
Pada anak normal varisela biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri.
Pengobatan topical dapat diberikan. Untuk mengatasi gatal dapat diberikan kompres
dingin, atau lotion kalamin, antihistamin oral. Cream dan lotion yang mengandung
kortikosteroid dan salep yang bersifat oklusif sebaiknya tidak digunakan. Kadang
diperlukan antipiretik, tetapi pemberian golongan salisilat sebaiknya dihindari karena
sering dihubungkan dengan terjadinya sindroma Reye. Mandi rendam dengan air
hangat dapat mencegah infeksi sekunder bakterial.9
Banyak dokter tidak meresepkan asiklovir untuk varisela selama kehamilan
karena risiko bagi janin yang dalam pengobatan belum diketahui. Sementara dokter
lain merekomendasikan pemberian asiklovir secara oral untuk infeksi pada
trisemester ketiga ketika organogenesis telah sempurna, ketika mungkin ada
peningkatan terjadinya resiko pneumonia varisela, dan ketika infeksi dapat menyebar
ke bayi yang baru lahir. Pemberian asiklovir intravena sering dipertimbangkan untuk
wanita hamil dengan varisela yang disertai dengan penyakit sistemik.9
Serum imuno globulin-gama tidak dianjurkan kecuali pada penderita
leukemia, penyakit keganasan lain dan bila terdapat defisiensi imunologis.
Vidarabine atau adenine arabinoside in vitro mempunyai sifat anti virus terhadap
virus varisela. Vidarabine dapat digunakan dengan hasil yang baik pada penderita
pneumonie varisela. Dosis yang dianjurkan ialah 15mg/kgBB/hari, tidak toksik
terhadap sumsum tulang dan tidak menekan immune response.4

V. PENCEGAHAN
Pencegahan dengan melakukan vaksinasi. Vaksin dapat diberikan aktif
ataupun pasif. Aktif dilakukan dengan memberikan vaksin varisela berasal dari galur
yang telah dilemahkan (live attenuated). Pasif dilakukan dengan memberikan zoster
imuno globulin (ZIG) dari zoster imun plasma (ZIP).4
Vaksin pasif dengan memberikan Zoster Imuno Globulin (ZIG) ialah suatu
globulin-gama dengan titer antibodi yang tinggi dan yang didapatkan dari penderita
yang telah sembuh dari infeksi herpes zoster. Pemberian ZIG sebanyak 5 ml dalam 72
jam setelah kontak dengan penderita varisela dapat mencegah penyakit ini pada anak
sehat, tapi pada anak dengan defisiensi imunologis, leukemia atau penyakit
keganasan lainnya, pemberian ZIG tidak menyebabkan pencegahan yang sempurna.
Lagi pula diperlukan ZIG dengan titer yang tinggi dan dalam jumlah yang lebih
besar.4
Zoster Imuno Plasma (ZIP) adalah plasma yang berasal dari penderita yang
baru sembuh dari herpes zoster dan diberikan secara intravena sebanyak 3-14,3
ml/kgBB. Pemberian ZIP dalam 1-7 hari setelah kontak dengan penderita varisela
pada anak dengan defisiensi imunologis, leukemia atau penyakit keganasan lainnya
mengakibatkan menurunnya insidens varisela dan merubah perjalanan penyakit
varisela menjadi ringan dan dapat mencegah varisela untuk kedua kalinya. Pemberian
globulin-gama akan menyebabkan perjalanan varisela jadi ringan tapi tidak mencegah
timbulnya varisela. Dianjurkan untuk memberikan globulin-gama kepada bayi yang
dilahirkan dalam waktu 4 hari setelah ibunya memperlihatkan tanda-tanda varisela.
Ini dapat dilaksanakan pada jam-jam pertama kehidupan bayi tersebut.4,5
Vaksin aktif dianjurkan agar vaksin varisela ini hanya diberikan kepada
penderita leukemia, penderita penyakit keganasa lainnya dan penderita dengan
defisiensi imunologis untuk mencegah komplikasi dan kematian bila kemudian
terinfeksi oleh varisela. Pada anak sehat sebaiknya vaksinasi varisela ini jangan
diberikan karena bila anak tersebut terkena penyakit ini, perjalanan penyakitnya
ringan, lagi pula semua virus herpes dapat menyebabkan suatu penyakit laten dan
akibatnya baru nyata beberapa dasawarsa setelah vaksin itu diberikan. Angka
serokonversi mencapai 97-99%. Diberikan pada yang berumur 12 bulan atau lebih.
Lama proteksi belum diketahui pasti, meskipun demikian vaksinasi ulangan dapat
diberikan setelah 4-6 tahun.1,4,5
Pemberiannya secara subkutan 0,5 ml pada yang berusia 12 bulan sampai 12
tahun. Pada usia di atas 12 tahun juga diberikan 0,5 ml, setelah 4-8 minggu diulangi
dengan dosis yang sama. Bila terpajannya baru kurang dari 3 hari perlindungan
vaksin yang diberikan masih terjadi, karena masa inkubasinya antara 7-21 hari.
Sedangkan antibody yang cukup sudah timbul antara 3-6 hari setelah vaksinasi.1
Kontraindikasi vaksinasi pada seseorang dengan reaksi alergi yang parah
(anafilaksis) dengan komponen vaksin atau setelah dosis sebelumnya, seharusnya
tidak menerima vaksin varisela. Orang dengan imunosupresi karena leukemia,
limfoma, keganasan umum, penyakit defisiensi imun, atau terapi imunosupresif tidak
harus divaksinasi dengan vaksin varisela. Namun, pengobatan dengan dosis rendah
(kurang dari 2 mg/kg/hari), topikal, penggantian, atau steroid aerosol bukan
merupakan kontraindikasi untuk vaksinasi. Orang yang imunosupresif yang diterapi
dengan steroid telah dihentikan selama 1 bulan (3 bulan untuk kemoterapi) dapat
divaksinasi.12,13
Pencegahan dapat dengan mencegah infeksi sekunder misalnya seperti kuku
digunting agar pendek, mengganti pakaian dan alas tempat tidur sesering mungkin.4

BAB III
KESIMPULAN
Varisela / chickenpox atau sering disebut cacar air adalah suatu infeksi virus
menular, yang menyebabkan ruam kulit berupa sekumpulan bintik – bintik kecil yang
datar maupun menonjol, lepuhan berisi cairan serta keropeng, yang menimbulkan
rasa gatal.1
Varisela disebabkan oleh Varisela Zoozter Virus (VZV) yang termasuk dalam
famili virus herpes. Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran
napas bagian atas dan orofaring (percikan ludah, sputum). Multiplikasi virus di
tempat tersebut diikuti oleh penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan
limfe (viremia primer). Virus VZV dimusnahkan/ dimakan oleh sel-sel sistem
retikuloendotelial. Selama masa inkubasi infeksi virus dihambat sebagian oleh
mekanisme pertahanan tubuh dan respon yang timbul (imunitas nonspesifik). 2,5,9 Pada
umumnya dalam waktu dua minggu setelah infeksi terjadi viremia sekunder dalam
jumlah yang lebih banyak. Hal ini menyebabkan panas dan malaise, serta virus
menyebar ke seluruh tubuh lewat aliran darah, terutama ke kulit dan membrane
mukosa. Lesi kulit muncul berturut-berturut, yang menunjukkan telah memasuki
siklus viremia, yang pada penderita yang normal dihentikan setelah sekitar 3 hari oleh
imunitas humoral dan imunitas seluler VZV. Virus beredar di leukosit mononuklear,
terutama pada limfosit. Viremia sekunder dapat terjadi pada organ selain kulit.2,9
Perjalanan penyakit dibagi menjadi 2 stadium yaitu stadium prodromal dan
stadium erupsi. Stadium prodromal yaitu 24 jam sebelum kelainan kulit timbul,
terdapat gejala seperti demam, malaise, kadang-kadang terdapat kelainan
scarlatinaform atau morbiliform. Stadium erupsi dimulai dengan terjadinya papul
merah, kecil, yang berubah menjadi vesikel yang berisi cairan jernih dan mempunyai
dasar eritematous. Permukaan vesikel tidak memperlihatkan cekungan ditengah
(unumbilicated).4
Terapi pada varisela dibagi menjadi medikamentosa dan non medikamentosa.
Pengobatan medikamentosa bersifat simptomatik dengan antipiretik dan analgesik.
Untuk panas dapat diberikan asetosal atau antipiretik lain seperti asetaminofen dan
metampiron. Untuk menghilangkan rasa gatal dapat diberikan antihistamin oral atau
sedatif. Topikal diberikan bedak yang ditambah zat anti gatal (mentol, kamfora)
seperti bedak salisilat 1-2% atau lotio kalamin untuk mencegah pecahnya vesikel
secara dini serta menghilangkan rasa gatal. Jika timbul infeksi sekunder dapat
diberikan antibiotika berupa salep dan oral. Pengobatan non medikamentosa yang
penting pada penyakit virus, umumnya adalah istirahat / tirah baring. Dapat pula
diberikan obat-obat antivirus. VZIG (varisela zoster immunoglobuline) dapat
mencegah atau meringankan varisela, diberikan intramuscular dalam 4 hari setelah
terpajan. Edukasi untuk menjaga kebersihan dan menghindari menggaruk luka juga
sangat penting untuk disampaikan.1,2,4

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda Adhi, dkk. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; edisi
Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011. H.115-116.
2. Harahap Marwali. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates;
2000. H.94-96.
3. Rassner, Steinert. Penyakit virus varisela-zoster. Dalam: Buku Ajar dan Atlas
Dermatologi; edisi 4. Jakarta: EGC; 1995. H.44-45.
4. Hassan Rusepno, Alatas Husein. Varisela (cacar air,”chicken pox”). Dalam:
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid 2. Jakarta: INFOMEDIKA; 2007.
P.637-640.
5. White David, Fenner Frank. Varisela-zoster virus. In: Medical Virology;
Fourth Edition. United Kingdom: Academic Press; 1994. P.330-334.
6. Siregar RS. Varisela. Dalam: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit; edisi 2.
Jakarta: EGC; 2004. H. 88-84.
7. Lichenstein R. 2002 Oct 21. Pediatrics: Chicken vox or varisela. (serial on the
internet). 2013 (cited 2013 Jun 16):(about 4p). Available from:
http://www.emedicine.com.
8. Arvin, A.M., Varisela-zoster virus in Behnnan R.E., Kliegman R.M. and
Arvin, A.M.(ed.): elson Textbook of Pediatrics, W.B. Saunders Company,
International
9. Edition, 15th ed., 1996, pp. 892 -894.Straus, Stephen E. Oxman, Michael N.
Schmader, Kenneth E. Varisela. In: Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine; seventh edition, vol 1 and 2. 2008. P.1885-1895.
10. Berman S., Vesicobullous Lessions in Bennan S. : Pediatric Decision Making,
second edition, McGraw-Hill International Edition, B.C. Decker, Inc.,
Philadelphia, 1991, p. 221.
11. Gershon A.A. and Philip La Russa, Varisela-zoster virus infections in
Krugman, B., Katz, S.L., Gershbn A.A. and Wilfert C.M. (ed): Infectious
Diseases of Children, Ninth edition, Mosby-Year Book Inc., 1992, pp. 587
-591.
12. Laureen, A., Drwall-Klein and O'Donovan, C.A., Varisela in Pediatric
Patients, The Journal Pharmaco Therapy, 1993, July/August, Vol. 27.
13. Ooi, P.L., Goh, K. T., Doraisingham, S. and Ling, A.E., Prevalence of
Varisela - zoster Virus ifection in Singapore, SouthEast Asian Journal of
Tropical Medicine Public Helath Vol. 23, No.1, March 1992.
14. Wedgewood, R.J., Davis, S.D., Ray, C.G., and Kelly, V.C. (ed.), Infections in
Children, Harper & Row Publishers, Philadelphia, Cambridge, New York,
HagerstoWn, San Fransisco, London, Mexico City, sao Paulo and Sidney,
1983, p. 1176.

Anda mungkin juga menyukai