Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Cerebrovaskular Disease (CVD) merupakan stroke yang terjadi akibat adanya
bekuan darah atau sumbatan pada pembuluh darah otak yang dapat
disebabkan oleh tumpukan thrombus pada pembuluhdarah otak, sehingga
aliran darah ke otak menjadi terhenti. CVD Iskemik merupakan sebagian dari
kematian jaringan otak karena pasokan darah yang tidak kuat dan bukan
disebabkan perdarahan. CVD Iskemik biasanya disebabkan oleh tertutupnya
pembuluh darah otak akibat adanya penumpukan atau penimbunan lemak
(plak) dalam pembuluh darah besar arteri (arteri karotis), pembuluh darah
sedang (arteri serebri), atau pembuluh darah kecil (Arya, 2011).
Cerebrovaskular Disease (CVD) Iskemik merupakan kehilangan fungsi otak
akibat terhentinya suplai darah kebagian otak (Smeltzer, 2013).
Cerebrovaskular Disease (CVD) Iskemik merupakan kelainan otak secara
fungsional ataupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari
pembuluh darah serebral ke seluruh sistem pembuluh darah otak (Digiulio
dkk, 2014).

2.2 Anatomi dan Fisiologi

3
Gambar 2.2 Anatomi Otak
Otak dibagi menjadi tiga bagian besar : serebrum, batang otak dan serebelum.
Semua berada dalam satu bagian struktur tulang yang disebut sebagai
tengkorak yang juga melindungi otak dari cedera. Empat tulang yang
berhubungan membentuk tulang tengkorak, tulang frontal, tulang pariental,
temporal dan oksipital. Pada dasar tengkorak terdiri dari tiga bagian fosa-fosa
yaitu :

Fosa anterior : berisi lobus prontal serebral bagian hemisfer

Bagian tengah fosa : berisi lobus pariental temporal dan oksipital

Bagian fosa posterior : berisi batang otak dan medulla

2.1.1 Serebrum
Adalah merangsang dan menghambat serta bertanggungjawab terhadap
koordinasi gerak, keseimbangan dan posisi.
Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobu. Keempat lobus tersebut
adalah
a. Lobus prontal : merupakan lobus terbesar, terletak pada fosa anterior
Fungsinya ; untuk mengontrol perilaku individu, membuat keputusan,
keperibadian dan menahan diri.
b. Lobus pariental : lobus sensasi

Fungsinya ; untuk menginterprestasikan sensasi dan mengatur individu


mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.

c. Lobus temporal
Fungsinya ; menginterprestasikan sensai kecap, bau dan
pendengaran.Ingatan jangka pendek sangat berpengaruh pada daerah
ini.
d. Lobus oksipital : terletak pada lobus posterior hemisper serebri

Fungsi ; bertanggung jawab menginterprestasikan penglihatan.

4
2.1.2 Batang Otak

Batang otak terletak pada fosa anterior . Bagian-bagian batang batang otak ini
terdiri dari otak tengah, pons dan medula oblongata, otak tengah (midbrasia)
menghubungkan pons dengan serebelum dengan hemisper serebelum, bagian
ini berisi sensorik dan motorik dan sebagai pusat reflek pendengaran dan
penglihatan.

2.1.3 Serebelum

Terletak pada fosa posterior dan terpisah dari hemisfer serebral lipatan
durameter tentorium serebelum. Serebelum mempunyai dua aksi yaitu
merangsang dan menghambat serta bertanggungjawab yang luas terhadap
koordinasi dan gerakan halus, ditambah mengontrol gerakan yang benar,
keseimbangan, posisi dan integrasi input sensorik .

Otak dibungkus oleh selaput otak (meningen) yang terdiri dari 3 lapisan yaitu :

a. Durameter
Lapisan luar, berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat yang bersifat liat
dan tebal, tidak elastis, berupa serabut dan berwarna abu – abu.
b. Arachnoid
Lapisan bagian tengah yang bersifat tipis dan lembut. Berwarna putih
karena tidak dialiri oleh darah.
c. Piameter
Membran paling dalam, berupa berupa dinding yang tipis, transparan
yang menutupi otak dan meluas kesetiap lapisan otak.

Diensefalon terdiri dari thalamus, hipotalamus, dan kelenjar hipofisis.

a. Talamus
b. Pusat penyambung sensasi bau dan nyeri.
c. Hipotalamus

5
d. Bekerjasama dengan kelenjer hipofisis untuk mempertahankan
keseimbangan cairan dan mempertahankan pengaturan suhu tubuh,
sebagai pusat lapar dan mengontrol BB, pengatur tidur, tekanan darah,
perilaku agresif, seksual, respon emosional.
e. Kelenjar hipofisis
f. Dianggap sebagai master kelenjar, karena sejumlah hormon dan
fungsinya diatur oleh kelenjar ini.
g. Batang otak terdiri dari otak tengah, pons, medulla oblongata.
h. Otak tengah / mencefalon
i. Bagian yang menghubungkan diensefalon dengan pons, fungsi utama
mengantarkan impuls kepusat otak yang berhubungan dengan
pergerakkan otot penglihatan dengan pendengaran.
j. Pons
k. Menghantarkan impuls kepusat otak.
l. Medulla oblongata
m. Merupakan pusat reflek guna mengontrol fungsi involunter seperti
pernafasan, bersin, menelan, batuk, pengeluaran saliva, muntah.

Adapun susunan saraf yang terdapat pada bagian kepala yang keluar dari otak
yang melewati lubang tengkorak kepala yang berhubungan erat dengan otot
panca indra yaitu mata, telinga, hidung, telinga dan kulit .

12 Saraf cranial yang sangat berperan penting yaitu :


a. Nerfus olfaktorius (N1 hidung)
Yang terletak dibawah dahi sifatnya sensorik membawa rangsangan
aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
b. Nerfus optikus (N2 mata)
Sifatnya sensori, mensarafi bola mata dan membawa rangsangan ke
otak.
c. Nerfus okulomotoris (N3 otot-otot bola mata)

6
Sifatnya motorik, mensyarafi otot-otot orbital dan mengangkat kelopak
mata (otot pergerakan bola mata) di dalam syaraf ini terkandung serabut
syaraf otonom (parasimpati).
d. Nerfus troklearis (N4 sama dengan N3)
Sifatnya motorik, mensyarafi otot-otot sebagai pemutar bola mata.
e. Nerfus trigeminus (N5)
N5 terbagi tiga yaitu nerfus optalmikus, nerfus maksilaris dan nerfus
mandilaris. Syaraf ini merupakan syaraf otak terbesar yang memiliki
dua buah akar syaraf penggerak sifatnya majemuk (sensorik + motorik)
yang terdiri tiga cabang yaitu :
 Nerfus optalmikus
o Sifatnya sensorik (mensyarafi kulit kepala yang bagian depan
kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola mata) .
 Nerfus maksilaris
o Sifatnya sensorik (mensyarafi gigi atas, bibir atas, palatum,
batang hidung, rongga hidung dan sinus maksilaris).
 Nerfus mandibularis
o Sifatnya majemuk (serabut motoriknya mensyarafi otot-otot
pengunyah dan serabut sensorinya mensyarafi gigi bawah, kulit
daerah temporal dan dagu).

f. Nerfus abdusen ( N6 )
Sifatnya motorik, mensyarafi otot-otot orbital sebagai penggoyang sisi
mata.
g. Nerfus fasialis (N7 lidah, rongga mulut dan wajah)
Sifatnya majemuk (sensorik + motorik), serabut motoriknya mensyarafi
otot-otot lidah sebagai pengecap dan serabut lendir rongga mulut, di
dalam saraf ini terdapat saraf otonom (para simpatis) untuk wajah
sebagai mimik dan kulit kepala.
h. Nerfus auditorius (N8 telinga)

7
Sifatnya sensorik, mensyarafi alat pendengaran yang membawa
rangsangan dari telinga ke otak, syaraf ini memiliki dua buah kumpulan
serabut syaraf, yaitu : rumah keong (koklea) adalah saraf untuk
mendengar dan pintu halaman (vetibulum) adalah saraf untuk
keseimbangan.

i. Nerfus glosofaringeus (N9)


Sifatnya majemuk (sensorik + motorik) yang mensarafi faring, tonsil,
lidah.
j. Nervus fagus (N10)
k. Nerfus vagus (N11)
l. Nerfus hipoglosus (N12)

2.3 Klasifikasi
Secara garis besar Cerebrovaskular Disease (CVD) dibagi menjadi dua
golongan yaitu CVD yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah yang
diakibatkan tidak kuat menahan tekanan yang terlalu tinggi yang disebut
CVD hemoragik sedangkan yang tidak mengalami perdarahan adalah CVD
Iskemik karena tidak ditemukan perdarahan pada otak. CVD Iskemik dapat
dijumpai dalam 4 bentuk klinik yaitu :
2.3.1 Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan
perdarahan di otak akan menghilang dalam waktu kurang dari 24 jam.
2.3.2 Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih
dari 24 jam hingga kurang dari 21 hari.
2.3.3 CVD Iskemik Embolik
Pada stroke non hemoragik tipe ini embolik tidak terjadi pada
pembuluh darah otak, melainkan di tempat lain seperti di jantung dan
sistem vaskuler sistemik. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada
penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan

8
dengan bagian kiri atrium atau ventrikel. Penyakit jantung Rheumatoid
akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada katub mitralis,
fibralisis atrium, infrak kordis akut atau embolus yang berasal dari
vena pulmonalis. Kelainan pada jantung ini menyebabkan curahjantung
berkurang biasanya muncul disaat penderita tengah beraktifitas fisik
seperti berolahraga.
2.3.4 Cerebrovaskular Disease (CVD) Trombus
CVD trombus atau trombolitik ini terjadi adanya penggumpalan pada
pembuluh darah ke otak. Dapat dibagi menjadi CVD pada pembuluh
darah besar (temasuk sistem arteri karotis) merupakan 70% kasus CVD
Iskemik trombus dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus willisi
dan sirkulus posterior). Trombosis pembuluh darah kecil terjadi jika
ketika aliran darah terhalang, biasanya ini terkait dengan hipertensi dan
merupakan indikator penyakit artherosklerosis.

2.4 Etiologi
Menurut Smeltzher (2011), CVD Iskemik biasanya diakibatkan oleh
trombosis dan emboli selebral. Pada kasus trombosis ini terjadi pada
pembuluhdarah yang mengalami okulasi sehingga menyebabkan iskemik
jaringan otak yang dapet menimbulkan oedema dan kongesti disekitarnya.
Keadaan yang dapat menyebabkan trombosis selebral adalah Artherosklerosis
terdapat penebalan pembuluh darah serta berkurangnya elastisitas pembuluh
darah. Adapula hiperkoagulasi pada polysitemia merupakan darah bertambah
kental, peningkatan viskositas hematoktrit meningkat dapat melambatkan
aliran darah selebral. Dan Arteritis adanya peradangan pada arteri,
selanjutnya Emboli selebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari trombus
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri selebral. Emboli tersebut
berlangsung cerapat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.

2.5 Patofisiologi

9
Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan
oksigen. Jika aliran darah ke setiap bagian otak terhambat karena trombus dan
embolus, maka mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak.
Kekurangan selama 1 menit dapat mengarah pada gejala yang dapat pulih
seperti kehilangan kesadaran. Selanjutnya kekurangan oksigen dalam waktu
yang lebih lama dapat menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron.
Area nekrotik kemudian disebut infrak. CVD karena embolus dapat
merupakan akibat dari bekuan darah, udara, plaque ateroma fragmen lemak.
Pada CVD trombosis atau metabolik maka otak akan mengalami iskemia atau
infrak sulit ditentukan. Ada peluang dominan CVD akan meluas setelah
serangan pertama sehingga dapat terjadi edema serebral kematian pada area
yang luas, gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di
dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulasi arteria karotis interna dan
sistem vertebrobasilar juga semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila
aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi
infrak atau kematian jaringan, pada kerusakan neurocerebrospinal N.VII
(facialis), N.IX (glasofaringeus) mengakibatkan kerusakan komunikasi
verbal, pada saraf N.XI (assesoris) akan mengalami disfungsi terjadi
kelemahan pada satu atau ke empat anggota gerak maka terjadi hambatan
mobilitas fisik. Karena tirah baring yang terlalu lama maka kemungkinan
akan terrjadi adanya luka dekubitus, terjadilah kerusakan integritas kulit. Pada
kerusakan saraf N.XI (assesoris) terjadi penurunan fungsi N.X (vangus, N.IX
(glosofaringeus) membuat proses menelan menjadi tidak efektif terjadilah
rfluks yang mengakibatkan gangguan menelan, efeknya adalah tidak adanya
nafsu makan yang kuat terjadi mual dan muntah maka ketidak seimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan (Nanda, 2015).

2.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis stroke menurut Mansjoer (2014) adalah :
2.6.1 Defisit Lapang Pengelihatan

10
a. Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang
pengelihatan). Tidak menyadari orang atau obyek ditempat
kehilangan, pengelihatan, mengabaikan salah satu sisi tubuh,
kesulitan menilai jarak.
b. Kesulitan pengelihatan perifer
Kesulitan pengelihatan pada malam hari, tidak menyadari obyek
atau batas obyek.
c. Diplopia
Pengelihatan ganda

2.6.2 Defisit Motorik


a. Hemiparese
Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama. Paralisis
wajah (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan)
b. Ataksia
Berjalan tidak mantap, tegak.
Tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar berdiri yang luas.
c. Disatria
Kesulitan membentuk dalam kata.
d. Disfagia
Kesulitan dalam menelan.

2.6.3 Defisit Verbal


a. Afasia Ekspresif
Tidak mampu membentuk kata yang mampu dipahami, mungkin
mampu berbicara dalam respon kata tunggal.
b. Afasia Reseptif
Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu bicara
tetapi tidak masuk akal.
c. Afasia Global
Kombinasi baik afasia ekspresif dan afasia reseptif.

11
2.6.4 Devisit Kognitif
Pada penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek dan
panjang, penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan untuk
berkonsentrasi, alasan abstrae buruk, perubahan penilaian.

2.6.5 Devisit Emosional


Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri, labilitas emosional,
penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress, depresi,
menarik diri, rasa takut, bermusuhan dan marah, perasaan isolasi.

2.7 Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Sudoyo (2016) meliputi :
1. Hipoksia serebral
2. Penurunan aliran darah serebral
3. Luasnya area cidera
4. Distritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan
penghentian trombus lokal

2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Penanganan Medis (Brunner & Suddarth, 2011)
a. Rekombinan aktivator plasminogen jaringan (t-PA), kecuali di
kontraindikasikan, pantau perdarahan.
b. Penatalaksanaan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) : diuretik
osmotik, pertahankan PaCO2 pada 30 sampai 35 mmHg, posisi
untuk mencegah hipoksia (tinggikan kepala tempat tidur untuk
meningkatkan drainase vena dan menurunkan TIK yang
meningkat).

12
c. Kemungkinan hemikraniektomi untuk mengatasi peningkatan TIK
akibat edema otak pada stroke yang sangat luas.
d. Intubasi dengan slang endotrakeal untuk menetapkan kepatenan
jalan nafas, jika perlu.
e. Pantau hemodinamika secara kontinu (target tekanan darah tetap
kontroversial bagi pasien yang tidak mendapatkan terapi
trombolitik : terapi anti hipertensi dapat ditunda kecuali tekanan
darah sitolik melebihi 220 mmHg atau tekanan darah diastolik
melebihi 120 mmHg).
f. Pengkajian neurologis untuk menentukan apakah stroke
berkembang dan apakah terdapat komplikasi akut lain yang sedang
terjadi.
2.8.2 Penanganan Komplikasi (Brunner & Suddarth, 2011)
a. Penurunan aliran darah serebral : perawatan pulmonal,
pemeliharaan kepatenan jalan nafas dan berikan suplemen oksigen
sesuai kebutuhan.
b. Pantau adanya infeksi saluran kemih, disritmia jantung dan
komplikasi berupa mobilisasi.
2.8.3 Penanganan Farmakologi (Purwarni, 2017)
a. Antikoagulan
 Warfarin
b. Antiplatelet
 Aspirin
 Klopidogrel
 Aspirin-dipiridamol
c. Fibrinolitik
 r-TPA (Recombinan tisuue plasminigen activator/alteplase)
d. Obat Antihipertensi
 Captropil
 Lisinopril

13
 Hidroklorotiazid
e. Obat Antidiabetes
 Metformin
 Akarbose
f. Obat Antisislipidemia
 Simvastatin
 Atrovastatin

2.9 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Stroke


Menurut Tarwoto (2013) pengkajian keperawatan pada pasien Stroke non
hemoragik meliputi :
2.9.1 Pengkajian
1. Anamnesis
Anamnesis terdiri dari identitas pasien meliputi nama, usia, jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, No. register, tanggal
masuk RS, dan diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Yang sering ditemukan pada klien dengan persarafan seperti stroke non
hemoragik adalah adanya penurunan kesadaran tiba-tiba, disertai gangguan
bicara dan kelemahan ekstremitas.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung secara mendadak
pada saat pasien melakukan ativitasnya. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala
kelumpuhan separu badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya
penurunan atau perubahan tingkat kesadaran dalam hal perubahan di
dalam intrakranial. Keluhan perubahan prilaku juga umum terjadi, sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi latargi, tidak responsive dan koma.
4. Riwayat Penyakit Dahulu

14
Adanya hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes militus, penyakit
jantung, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama penggunaan
obat antikoagulan yang sering digunakan pasien (obat-obat antihipertensi,
antilipidemia, penghambat beta). Adanya riwayat merokok dan
penggunaan alkohol.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes militus,
atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
6. Pemeriksaan fisik
a. Keluhan Utama : Biasanya klien dengan stroke non hemoragik
merasakan lemah.
b. Tanda-Tanda Vital
 Tekanan darah
Meningkat, biasanya pada pasien stroke non hemoragik
memiliki riwayat Hipertensi dengan tekanan systol lebih dari
140 dan sistole lebih dari 90 mmHg.
 Nadi
Bervariasi, biasanya nadi normal
 Suhu
Biasanya tidak terjadi masalah
 Pernafasan
Normal / kadang meningkat (pada pasien stroke non hemoragik
terdapat gangguan pada bersihan jalan nafas)
c. Pemeriksaan Fisik Head to Toe
 Kepala
Inspeksi : Biasanya tidak ditemukan masalah
 Muka
Inspeksi : umumnya tidak simetris, bell’s palsy, wajah pucat,
alis mata simetris.
 Mata

15
Inspeksi : Biasanya konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, pupil isokor, kelopak mata tidak odem.
 Telinga
Inspeksi : biasanya telinga sejajar kanan dan kiri
 Hidung
Inspeksi : biasanya simetris kanan dan kiri, tidak ada
pernafasan cuping hidung.
 Mulut dan faring
Inspeksi : biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma
hingga coma akan mengalami masalah bau mulut, gigi kotor,
mukosa bibir kering.
 Leher
Inspeksi : biasanya pada pasien stroke non hemoragik
mengalami gangguan menelan.
 Thorax
Paru
Inspeksi : simetris kanan dan kiri
Palpasi : vocal vremitus sama antara kanan dan kiri
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi : biasanya bunyi normal (vesikuler)
Jatung
Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi : biasanya bunyi normal (vesikuler)
 Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Auskultasi : biasanya bising usus tidak terdengar
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani

16
 Sistem Integumen
Jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor akan jelek. Disamping itu perlu
juga di kaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke non hemoragik harus bed rest 2-3
minggu bahkan lebih.
 Ekstremitas
Atas dan bawah : Keadaan rentang gerak biasanya terbatas ,
CRT biasanya normal kurang dari 2 detik.
 Genetalia dan sekitarnya
Terkadang terdapat inkontenensia atau retensio urin.
 Status Neurologis
o Tingkat Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke memiliki tingkat kesadaran
samnolen, apatis, soporos coma, hingga coma dengan
GCS kurang dari 12 pada awal terserang stroke.
Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki
tingkat kesadaran letargi dan Composmentis dengan
GCS 13-15.
o Uji Saraf Cranial
Nervus I (Olfaktorius) : Biasanya ada masalah pada
penciuman, kadang ada yang bisa menyebutkan bau
yang diberikan perawatan, namun ada juga yang tidak,
dan ada biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan
kanan berbeda.
Nervus II (Optikus) : Gangguan hubungan visual parsial
sering terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri.
Pasien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokan
pakaian kebagian tubuh. Biasanya lapang pandang baik
90°, visus 6/6.

17
Nervus III (Okulomotoris) : Biasanya diameter pupil
2mm/2mm, kadang pupil isokor dan anisokor, palpebra
dan reflek kedip biasanya dapat dinilai jika pasien dapat
membuka mata.
Nervus IV (Toklearis) : Biasanya pasien dapet
mengikuti arahan tangan perawat keatas dan bawah
Nervus V (Trigeminus) : Biasanya pasien bisa
menyebutkan lokasi usapan, dan pada pasien koma
ketika bagian kornea mata diusap dengan kapas halus
maka klien akan menutup kelopak mata.
Nervus VI (Abdusen) : Biasanya pasien dapat
mengikuti tangan perawat ke arah kanan dan kiri
Nervus VII (Fasialis) : Biasanya lidah dapat mendorong
pipi kiri dan kanan, bibir simentris dapat menyebutkan
rasa manis dan asin.
Nervus VIII (Auskustikus) : Biasanya pasien kurang
bisa mendengarkan gesekan jari dari perawat tergantung
dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat
mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi yang
jelas.
Nervus IX (Glasofaringeus) : Biasanya ovule yang
terangkat tidak simetris, mencong ke arah bagian tubuh
yang lemah, dan pasien dapat merasakan asam dan
pahit.
Nervus X (Vagus) : Kemampuan menelan tidak baik,
kesukaran membuka mulut
Nervus XI (Asesorius) : Biasanya pasien stroke non
hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada bahu
yang diberikan perawat.

18
Nervus XII (Hipoglosus) : Biasanya pasien dapat
menjulurkan lidah dan dapat di gerakan ke kanan dan
kiri, namun artikulasi kurang jelas.
o Fungsi Motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan / kelemahan pada
salah satu sisi tubuh.
o Fungsi Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi
o Reflek Patologis
Reflek hoffman tromer biasanya jari tidak mengembang
ketika diberi reflek (reflek hoffman tromer (+))
Pada saan telapak kaki digoreskan biasanya jari tidak
mengembang (reflek babinsky (+))
Pada saat dorsum pedis digoreskan biasanya jari kaki
juga tidak berespon (reflek caddok (+))
Pada saat tulang kering digurut dari atas kebawah
biasanya tidak ada respon fleksi atau ekstensi (reflek
openheim (+))
Pada saat betis diremas dengan kuat biasanya pasien
tidak merasakan apa-apa (reflek gordon (+))
Pada saat dilakukan reflek patella biasanya femur tidak
bereaksi saat diketukan (reflek patella (+))
7. Pola Fungsi Kesehatan
(Menurut Doengos, Mary & Mur. 2010)
a. Aktivitas / Istirahat
DO : Gangguan tonus otot (flaksid, spastis) : paralitik (hipeglia), dan
terjadi kelemahan umum, gangguan pengelihatan, gangguan tingkat
kesadaran.
DS : Merasa kesulitan melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah.
Susah untuk beristirahat (nyeri/kejang otot).

19
b. Sirkulasi
DO : Hiepertensi arterial (dapat ditemukan / terjadi pada CSV)
sehubungan dengan adanya embulisme / malformasi vaskuler,
disritmia, perubahan EKG, wsiran pada karotis, femoralis dan arteri
ilika/aorta yang abnormal.
DS : Adanya penyakit jantung (MI, reumatik/penyakit jantung
vaskuler, GJK : endokarditis bakterial, polisetemia, riwayat hipotensi
postural.

c. Integritas Ego
DO : Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan
gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri
DS : Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
d. Eliminasi
DS : Perubahan Pola Berkemih, seperti Inkontinensia Urin, Anuria
Distensi Abdomen (Distensi kandung kemih berlebihan), Bising usus
negative (Ileus Paralistik)
e. Makanan/cairan
DO : Mual muntah selama fase akut (peningkatan TIK), Kehilangan
sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, dan tenggorokan, disfagia, adanya
riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
DS : kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan faringeal),
Obesitas (faktor risiko).
f. Neurosensori
DO : Status mental/tingkat kesadaran : biasanya terjadi koma pada
tahap awal stroke non hemoragik, ketidaksadaran biasanya akan tetap
sadar jika penyebabnya adalah trombosis yang bersifat alami,
gangguan tingkah laku (seperti letargi, apatis, menyerang), gangguan
fungsi kognitif (seperti penurunan memori, pemecahan masalah).

20
Ekstermitas : kelemahan/paralisis (kontralateral pada semua jenis
stroke), genggaman tidak sama, refleks tendon melemah secara
kontralateral. Pada wajah terjadi paralisis atau parere (ipisilateral).
Afasia : gangguan atau kehilangan fungsi bahasa mungkin afasia
motorik (kesulitan untuk mengungkap kata), reseptif (afasia sensorik)
yaitu kesulitan untuk memahami kata-kata secara bermakna, atau
afasia global yaitu gabungan dari kedua hal diatas. Kehilangan
kemampuan untuk mengenal/menghayati masuknya rangsangan visual,
pendengaran, taktil (agnosia), seperti gangguan kesadaran terhadap
citra tubuh, kewaspadaan kelalaian terhadap bagian tubuh yang
terkena, gangguan presepsi, kehilangan kemampuan menggunakan
motorik saat pasien ingin menggerakan nya (apraksia), ukuran/reaksi
pupil tidak sama, dilatasi atau miosis pupil ipsilateral
(perdarahan/herniasi), kekakuan nukal, kejang (biasanya adanya
pencetus perdarahan).
DS : Merasa daerah wajah, ekstrmitas yang sensitif terhadap
rangsangan.
g. Nyeri/Kenyamanan
DO : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada
otot/fasia
DS : Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena arteri
karotis terkena)
h. Pernafasan
DO : Ketidakmampuan menelan atau batuk merupaka hambatan jalan
nafas, timbulnya pernafasan yang sulit atau tidak teratur, suara nafas
terdengan ronchi (aspirasi sekresi)
DS : merokok (faktor risiko)
i. Interaksi Sosial
DO : Masalah Bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
j. Penyuluhan / Pembelajaran

21
DS : Adanya riwayat hipertensi pada keluarha, stroke (faktor risiko).
Pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan alkohol (faktor risiko).
Pertimbangan perencanaan pemulangan : mungkin memerlukan obat /
penanganan terapeutik. Bantuan dalam hal transportasi, belanja,
penyiapan makanan, perawatan diri dan tugas-tugas rumah/
mempertahankan kewajiban. Perubahan dalam susunan rumah secara
fisik, tempat transisi sebelum kembali ke lingkungan rumah.
k. Pertimbangan Discharge Planning
Obat dan terapi : Bantuan dengan transportasi, belanja, persiapan
makanan, perawatan diri dan ibu rumahtangga atau pemeliharaan tuga,
perubahan tata letak fisik rumah, penempatan transisi sebelum kembali
ke pengaturan rumah.

2.9.2 Diagnosa Keperawatan (Nanda NIC NOC, 2018-2020)


1. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d edema serebral
2. Hambatan mobilitas fisik b.d hemiparesis kehilangan
keseimbangan dan koordinasi, spastisitas, dan cidera otak.
3. Kerusakan integritas kulit b.d luka dekubitus
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan untuk mencerna makanan, penurunan fungsi
nervus hipoglosus
5. Gangguan menelan b.d penurunan fungsi nervus vagus atau
hilangnya refluks muntah.

2.9.3 Rencana Tindakan Keperawatan


Perencanaan adalah bagian dari dari fase pengorganisasian dalma
proses keperawatan dalam usaha membantu, meringankan,
memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan klien. Rencana
perawatan akan memberikan informasi esensial bagi perawat guna
memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas tinggi. Intervensi
keperawatan adalah suatu tindakan langsung kepada klien yang

22
dilaksanakan oleh perawat, yang ditunjukan kepada kegiatan yang
berhubungan dengan promosi, mempertahankan kesehatan klien (Sri
Wahyuni, 2015).

2.9.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah
rencana intervensi disusun dan ditujukan kepada nursing olders untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu
rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien (Nursalam,
2010).
Beberapa prinsip atau pedoman dalam pelaksanaan implementasi
keperawatan menurut Kozier dkk (2010) dalam Deden Dermawan
(2012) adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan respon klien
2. Berdasarkan ilmu pengetahuan dan hasil penelitian keperawatan
dan standar pelayanan profesional dan hukum kode etik
keperawatan.
3. Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia.
4. Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi
keperawatan.
5. Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam rencana
intervensi keperawatan.
6. Harus dapat menciptakan adaptasi dengan klien sebagai individu
dalam upaya meningkatkan peran serta untuk merawat diri sendiri
(self care).
7. Menekankan pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan
kesehatan.
8. Dapat menjaga rasa aman dan hargadiri dan melindungi klien.
9. Memberikan pendidikan dan dukungan juga bantuan.

23
10. Bersifat holistik.
11. Kerjasama dengan profesi lain.
12. Melakukan dokumentasi.

2.9.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis
keperawatan, rencana keperawatan dan implementasi. Meskipun tahap
evaluasi diletakan pada akhir proses keperawatan tetapi tahap ini
merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.
Evaluasi juga diperlukan pada tahap intervensi untuk menentukan
apakah tujuan intervensi dapat dicapai secara efektif (Nursalam, 2010).

Evaluasi dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan SOAP :


S : Data Subyektif
Adalah data perkembangan keadaa yang dirasakan oleh pasien apa
yang dirasakan, dikeluarkan dan dikemukakan klien.

O : Data Obyektif

Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tim
kesehatan yang lain.

A : Analisis

Penilaian dari kedua jenis data (baik subjektif maupun objektif) apakah
ada perkembangan ke arah perbaikan atau kemunduran.

P : Perencanaan

Rencana penanganan klien yang dirasakan pada hasil analis diatas yang
berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya apabila keadaan atau
masalah belum teratasi (Wahyuni, 2016).

24
25

Anda mungkin juga menyukai