Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Tulang belakang atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang membentuk

punggung yang mudah digerakkan.Vertebra dimulai dari cranium sampai apex coccigeus,

membentuk ruas tulang dari leher hingga pinggang. Fungsi vertebra yaitu melindungi

medulla spinalis dan serabut saraf, menyokong berat badan, dan berperan dalam perubahan

posisi tubuh. Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 ruas dengan pembagian : 7 cervical,

12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, dan 4 coccigeal.

Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis besar terbagi atas 2

bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus intervertebralis (sebagai

artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum longitudinal anterior dan posterior.

Sedangkan bagian posterior tersusun atas pedikel,  lamina, kanalis vertebralis, serta prosesus

tranversus dan spinosus yang menjadi tempat otot penyokong dan pelindung kolumna

vertebrale. Bagian posterior vertebrae antarasatu dan lain dihubungkan dengan sendi apofisial

(fascet joint).

Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum dan

tulang rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari corpusvertebrae yang dihubung

kan satu sama lain oleh diskus fibrokartilago yang disebutdiscus invertebralis dan diperkuat

oleh ligamentum longitudinalis anterior danligamentum longitudinalis posterior.

Fungsi vertebra sebagai pelindung medulla spinalis beserta serabutnya menjadikannya

penting untuk dimengerti secara anatomi dan fisiolgi, termasuk teknik pembacaan foto

apabila terdapat trauma atau proses degenerasi.

1
Salah satu instrumen penunjang diagnosis untuk kasus vertebra adalah pencitraan

fotografi vertebra, dengan pembacaan foto yang tepat maka diagnosis dapat ditentukan dan

tindakan terapi dapat dilakukan kepada pasien.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Vertebra

Vertebra adalah pilar yang berfungsi sebagai penyangga tubuh dan melindungi

medulla spinalis. Vertebra terdiri atas 33 ruas tulang belakang yang tersusun secara

segmental yang terdiri atas 7 ruas tulang cervical, 12 ruas tulang thoracal, 5 ruas tulang

lumbal, 5 ruas tulang sakral yang menyatu, dan 4 ruas tulang ekor/coccigeal.

Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh karena

adanya dua sendi diposterolateral dan diskus intervertebralis di anterior. Pada pandangan

dari samping, pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau lordosis didaerah

servikal dan lumbal. Keseluruhan vertebra maupun masing-masing tulang vertebra

berikut diskus intevertebralisnya merupakan satu kesatuan yang kokoh dengan diskus

yang memungkinkan gerakan antar korpus ruas tulang belakang. Lingkup gerak sendi

3
pada vertebra servikal adalah yang terbesar. Vertebra thorakal berlingkup gerak sedikit

karena adanya tulang rusuk yang membentuk thoraks, sedangkan vertebra lumbal

mempunyai ruang lingkup gerak yang lebih besar dari thorakal tetapi makin kebawah

lingkup geraknya semakin kecil.

Secara umum, struktur tulang belakang tersusun atas dua, yaitu :

1. Korpus vertebra beserta semua diskus intervertebra yang berada diantaranya.

2. Elemen posterior (kompleks ligamentum posterior) yang terdiri atas lamina, pedikel,

prosesus spinosus, prosesus transversus, ligamentum-ligamentum supraspinosum, dan

intraspinosum, ligamentum flavum, serta kapsul sendi.

Setiap ruas tulang belakang terdiri atas korpus didepan dan arkus neuralis

dibelakang yang terdapat sepasang pedikel kanan dan kiri, sepasang lamina, 1 prosesus

spinosus, serta 2 prosesus transversus. Beberapa ruas tulang belakng mempunyai bentuk

khusus, misalnya tulang servikal pertama yang disebut atlas dan ruas servikal kedua yang

disebut odontoid. Kanalis spinalis terbentuk antara korpus dibagian depan dan arkus

4
neuralis dibagian belakang. Kanalis spinalis ini didaerah servikal berbentuk segitiga dan

lebar, sedangkan didaerah thorakal berbentuk bulat dan kecil. Bagian lain yang

menyokong kekompakan ruas tulang belakang adalah komponen jaringan lunak yaitu

ligamentum longitudinal anterior, ligamentum longitudinal posterior, ligamentum

flavum, ligamentum interspinosus, dan ligamentum supraspinosus.

Stabilitas tulang belakang disusun oleh dua komponen, yaitu komponen tulang an

komponen jaringan lunak yang membentuk satu struktur dengan tiga pilar. Pertama yaitu

satu tiang atau kolom didepan yang terdiri atas korpus serta diskus intervertebralis.

Kedua dan ketiga yaitu kolom dibelakang kanan dan kiri yang terdiri atas rangkaian

sendi intervertebralis lateralis. Tulang belakang dikatakan tidak stabil, bila kolom

vertikal terputus pada lebih dari dua komponen.

Medulla spinalis berjalan melalui tiap-tiap vertebra dan membawa saraf yang

menyampaikan sensasi dan gerakan dari dan ke berbagai area tubuh. Semakin tinggi

kerusakan saraf tulang belakang, maka semakin luas trauma yang diakibatkan. Misalnya,

jika kerusakan saraf tulang belakang didaerah leher, hal ini dapat berpengaruh pada

fungsi dibawahnya yang menyebabkan seseorang lumpuh pada keempat tungkai.

Kerusakan yang lebih rendah pada tulang sakral mengakibatkan sedikit kehilangan

fungsi.

5
2.2 Trauma Vertebra

Cedera tulang belakang yang disebabkan oleh trauma dapat menimbulkan gejala

yang bervariasi, dari rasa sakit, kelumpuhan, inkontinensia. Penyebab utama dari cedera

tulang belakang yaitu kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh,cedera olahraga, dan

kekerasan. Penelitian pengobatan untuk cedera tulang belakang meliputi dikendalikan

hipotermia dan sel induk. Mekanisme cedera :

Tipe pergeseran yang penting. Fraktur dapat terjadi akibat kekuatan minimal saja pada

tulang osteoporotik atau patologik.

1. Hiperekstensi

Hiperekstensi jarang terjadi di daerah torakolumbal tetapi sering pada leher,

pukulan pada muka atau dahi akan memaksa kepala ke belakang dan tanpa

menyangga oksiput sehingga kepala membentur bagian atas punggung. Ligamen

anterior dan diskus dapat rusak atau arkus saraf mungkin mengalami fraktur. cedera

ini stabil karena tidak merusak ligamen posterior.

2. Fleksi

Trauma ini terjadi akibat fleksi dan disertai kompresi pada vertebra. Vertebra

akan mengalami tekanan dan remuk yang dapat merusak ligamen posterior. Jika

ligamen posterior rusak maka sifat fraktur ini tidak stabil sebaliknya jika ligamentum

posterior tidak rusak maka fraktur bersifat stabil. Pada daerah cervical, tipe

subluksasi ini sering terlewatkan karena pada saat dilakukan pemeriksaan sinar-X

vertebra telah kembali ke tempatnya.

3. Fleksi dan kompresi digabungkan dengan distraksi posterior

6
Kombinasi fleksi dengan kompresi anterior dan distraksi posterior dapat

mengganggu kompleks vertebra pertengahan di samping kompleks posterior.

Fragmen tulang dan bahan diskus dapat bergeser ke dalam kanalis spinalis. Berbeda

dengan fraktur kompresi murni, keadaan ini merupakan cedera tak stabil dengan

risiko progresi yang tinggi. Fleksi lateral yang terlalu banyak dapat menyebabkan

kompresi pada setengah corpus vertebra dan distraksi pada unsur lateral dan

posterior pada sisi sebaliknya. Kalau permukaan dan pedikulus remuk, lesi bersifat

tidak stabil.

4. Pergeseran aksial (kompresi)

Kekuatan vertikal yang mengenai segmen lurus pada spina servikal atau lumbal

akan menimbulkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan mematahkan lempeng

vertebra dan menyebabkan fraktur vertikal pada vertebra; dengan kekuatan yang

lebih besar, bahan diskus didorong masuk ke dalam badan vertebral, menyebabkan

fraktur remuk (burst fracture). Karena unsur posterior utuh, keadaan ini didefinisikan

sebagai cedera stabil. Fragmen tulang dapat terdorong ke belakang ke dalam kanalis

spinalis dan inilah yang menjadikan fraktur ini berbahaya; kerusakan neurologik

sering terjadi.

5. Rotasi-fleksi

Cedera spina (tulang belakang) yang paling berbahaya adalah akibat kombinasi

fleksi dan rotasi. Ligamen dan kapsul sendi teregang sampai batas kekuatannya;

kemudian dapat robek, permukaan sendi dapat mengalami fraktur atau bagian atas

dari satu vertebra dapat terpotong. Akibat dari mekanisme ini adalah pergeseran atau

dislokasi ke depan pada vertebra di atas, dengan atau tanpa dibarengi kerusakan

tulang. Semua fraktur-dislokasi bersifat tak stabil dan terdapat banyak risiko

munculnya kerusakan neurologik.

7
6. Translasi Horizontal

Kolumna vertebralis teriris dan segmen bagian atas atau bawah dapat bergeser

ke anteroposterior atau ke lateral. Lesi bersifat tidak stabil dan sering terjadi

kerusakan syaraf.

2.3 Kelainan Kongenital pada Vertebra

A. Hemivertebra

Hemivertebra (Skoliosis Kongenital) adalah lengkungan atau kurvatura lateral pada

tulang belakang akibat rotasi dan deformitas vertebra. Skoliosis adalah lengkungan atau

kurvatura lateral pada tulang belakang akibat rotasi dan deformitas vertebra. Tiga bentuk

skoliosis struktural yaitu :

1. Skoliosis Idiopatik adalah bentuk yang paling umum terjadi dan diklasifikasikan

menjadi 3 kelompok yaitu infantile, yang muncul sejak lahir sampai usia 3 tahun;

anak-anak, yang muncul dari usia 3 tahun sampai 10 tahun; dan remaja, yang muncul

setelah usia 10 tahun (usia yang paling umum).

2. Skoliosis Kongenital adalah skoliosis yang menyebabkan malformasi satu atau lebih

badan vertebra. suatu kelainan pada lengkung tulang belakang bayi baru lahir.

Kelainan ini jarang terjadi dan biasanya berhubungan dengan gangguan pada

pembentukan tulang belakang atau peleburan tulang rusuk.

3. Skoliosis Neuromuskuler, anak yang menderita penyakit neuromuskuler (seperti

paralisis otak, spina bifida, atau distrofi muskuler) yang secara langsung

menyebabkan deformitas.

8
Skoliosis bisa menyebabkan kelainan bentuk yang serius pada anak yang sedang

tumbuh, karena itu seringkali dilakukan tindakan pengobatan dengan memasang

penyangga (brace) sedini mungkin. Jika keadaan anak semakin memburuk, mungkin

perlu dilakukan pembedahan.

Penyebab terjadinya skoliosis diantaranya kondisi osteopatik, seperti fraktur, penyakit

tulang, penyakit arthritis, dan infeksi. Pada skoliosis berat, perubahan progresif pada

rongga toraks dapat menyebabkan perburukan pernapasan dan kardiovaskuler.

B. Osteogenesis imperfekta

Merupakan suatu kelainan jaringan dan tulang yang bersifat herediter dengan

manifestasi klinik berupa kerapuhan tulang, kelemahan persendia, kerapuhan pembuluh

darah, sclera biru, serta gangguan kulit.Osteogenesis Imperfekta adalah suatu keadaan

dimana tulang-tulang menjadi rapuh secara abnormal. Osteogenesis imperfekta

merupakan suatu penyakit keturunan. Penyakit ini terjadi akibat adanya kelainan pada

jumlah atau struktur kolagen tipe I, yang merupakan bagian penting dari tulang.

Osteogenesis imperfekta ditemukan pada 1 diantara 20.000 bayi. Tulang mudah patah

sehingga bayi biasanya terlahir dengan banyak tulang yang patah. Selama persalinan

berlangsung, bisa terjadi trauma kepala dan perdarahan otak karena tulang tengkorak

sangat lembut; bayi bisa meninggal dalam beberapa hari setelah lahir.Banyak bayi yang

bertahan hidup, tetapi patah tulang multipel seringkali menyebabkan kelainan bentuk dan

dwarfisme (cebol). Jika otaknya tidak terkena, maka kecerdasannya adalah normal.Trias

osteogenesi imperfekta terdiri dari:

-tulang yang rapuh

- gangguan pendengaran

- blue sclerae (bagian putih mata tampak kebiruan).

9
Tetapi tidak semua penderita memiliki blue sclerae maupun gangguan

pendengaran. Semua penderita memiliki tulang yang rapuh, tetapi tidak selalu terjadi

patah tulang.

2.4 Infeksi Vertebra

A. Spondilitis (non spesifik)

Spondilitis merupakan inflamasi tulang vertebrae yang bisa disebabkan oleh

beberapa hal, misalnya proses infeksia dan imunitas. Jika tulang terinfeksi, bagian dalam

tulang yang lunak akan membengkak. Pembekakan jaringan ini maka akan menekan

dinding sebelah luar yang kaku, maka pembuluh darah didalam sumsum bisa tertekan,

menyebabkan kurangnya aliran dalah ke tulang. Tulang bisa mengalami infeksi melalui 3

cara: aliran darah, penyebaran langsung, dan infeksi jaringan sekitarnya.

B. Spondilitis TB (spesifik)

Spondilits TB atau Pott’s diseaseadalah infeksi kronik dan desktruktif pada

vertebra yang disebabkan oleh basil tuberkulosis yang menyebar secara hematogen dari

fokus jauh, dan hampir selalu berasal dari paru. Penyebaran basil ini dapat terjadi pada

waktu infeksi primer atau post primer. Lesi biasanya pada korpus vertebra dan proses

bermula pada 3 tempat yaitu :

- Didekat diskus invertebrata atas atau bawah (tipe marginal)

- Ditengah korpus (tipe sentral)

- Dibagian anterior (tipe anterior)

2.5 Penyakit Vertebra

a. Spondylosis

Spondylosis adalah kelainan degeneratif yang menyebabkan hilangnya struktur

dan fungsi normal spinal. Walaupun peran proses penuaan adalah penyebab utama,

10
lokasi dan percepatan degenerasi bersifat individual. Spondilosis servikal merupakan

suatu penyakit yang menyerang usia pertengahan dan usia lanjut, dimana diskus dan

tulang belakang di leher mengalami kemunduran (degenerasi). Spondilosis servikal

disebabkan karena proses penuaan. Perubahan radiologis ditemukan pada 75% pasien

diatas 50 tahun yang tidak mempunyai keluhan spontan yang berkaitan dengan leher.

Karena perubahan tampaknya lebih dini pada pria, diperkirakan sebagian berhuhungan

dengan cedera kerja, namun jarang ditemukan adanya kejadian yang berhubungan

langsung. Namun cedera jelas merupakan faktor yang mempresipitasi gejala pada pasien

penderita spondilosis.

Spondilosis servikalis menyebabkan menyempitnya kanal spinalis (tempat

lewatnya medula spinalis) di leher dan menekan medula spinalis atau akar saraf spinalis,

sehingga menyebabkan kelainan fungsi. Keluhan yang sangat sering diungkapkan pada

kondisi ini adalah kaku kuduk (neck stiffness) atau rasa nyeri, yang timbul akibat kapsul

sendi yang mengandung serabut saraf sangat sensitif terhadap peregangan atau distorsi,

selain itu ligamentum dan tendon di leher sensitif juga terhadap regangan dan torsi oleh

gerakan yang keras atau overuse leher atau bagian atas punggung, juga osteofit dapat

menekan akar saraf atau medulla spinalis.

Radiologis tampak perubahan discus intervertebralis, pembentukan

osteofitparavertebral dan facet joint serta perubahan arcus laminalis posterior.Osteofit

yang terbentuk seringkali menonjol ke dalam foramen intervertebrale dan mengadakan

iritasi atau menekan akar saraf. Ekstensi servikal dapat meningkatkan intensitas rasa

nyeri. Perubahan-perubahan ini sering tampak di antara Vetebra Cervical 5 dan Vertebra

Thoracal 1, yang menyebabkan timbulnya gejala kaku (stiffness) pada cervical spine

bawah dan tidak jarang menimbulkan hipermobilitas kompensatorik cervical spine atas.

b. spondilolisthesis

11
Spondilolisthesis merupakan pergeseran vertebra kedepan terhadap segment yang

lebih rendah,yang biasa terjadi pada lumbal vertebra ke 4 atau ke 5 akibat kelainan pada

pars interartikularis.Spondylolisthesis menunjukkan suatu pergeseran kedepan satu

korpus vertebra bila dibandingkan dengan vertebra yang terletak dibawahnya. Umumnya

terjadi pada pertemuan lumbosacral (lumbosacral joints) dimana L5 bergeser (slip) diatas

S1, akan tetapi hal tersebut dapat terjadi pada tingkatan yang lebih tinggi. 

Spondylolistesis degeneratif sangat umum terjadi, dan terjadi akibat degenerasi atau

keausan cakram intervertebralis dan ligamen. Osteoartritis sendi facet juga dapat

memainkan peran penting dalam pengembangan ketidakstabilan dan

selip. Spondylolistesis degeneratif biasanya terjadi pada orang berusia di atas 60 tahun.

Pada spondylolistesis degeneratif, yang biasanya terjadi adalah degenerasi yang

terus berlanjut melemahkan sendi faset dan cakram, dan (biasanya) tubuh vertebra L4

tergelincir ke depan pada badan vertebra L5. Dalam keadaan normal, segmen L4-L5

adalah yang ada di tulang belakang lumbal dengan gerakan paling banyak. Oleh karena

itu kemungkinan besar akan tergelincir saat proses ini terjadi. Tingkat berikutnya yang

paling umum dipengaruhi oleh spondylolisthesis degeneratif adalah L3-L4 dan L5-S1.

Spondilolistesis trombosit paling sering terjadi pada L5-S1, dan lebih sering terlihat pada

orang dewasa muda daripada spondylolisthesis degeneratif. Penyebabnya adalah cacat

pada tulang jembatan yang penting (pars interarticularis) L5.

Spondylolisthesis biasanya tidak memiliki gejala apapun. Sebenarnya, ini sering

terlihat pada sinar-X dan CT scan sebagai temuan 'kebetulan'. Namun, hal itu bisa

menghasilkan gejala dan kecacatan yang signifikan. Nyeri punggung adalah gejala

spondylolisthesis yang paling umum. Rasa sakit ini biasanya lebih buruk dengan

aktivitas seperti membungkuk dan mengangkat, dan sering mereda saat berbaring.

Karena tulang belakang berusaha untuk menstabilkan segmen yang tidak stabil, sendi

12
facet memperbesar dan memberi tekanan pada akar saraf yang menyebabkan stenosis

tulang belakang lumbal dan stenosis resesif lateral. Saat satu tulang tergelincir ke depan

di sisi lain, penyempitan foramen intervertebralis juga dapat terjadi (foraminal

stenosis). Kompresi saraf yang parah dapat terjadi dengan rasa sakit, mati rasa dan lemah

di kaki. Terkadang kehilangan kendali kandung kemih dan / atau perut bisa terjadi karena

tekanan pada saraf menuju ke struktur penting ini.

c. Kalsifikasi Ligamen Nuchae

Perlu diketahui bahwa ligamentum nuchae, sama seperti ligamen yang ada

diseluruh tubuh, merupakan struktur anatomi tubuh berupa ligamen yang terletak pada

garis median, yang memanjang dari tulang tengkorak bagian oksipital eksternal hingga

ke tulang vertebra atau tulang belakang di servikal ke tujuh. Kalsifikasi ligamentum

nuchae penyebabnya hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Namun kondisi ini

terjadi sering dikaitkan dengan adanya stress secara mekanis pada ligamen tersebut.

Faktor lain yang bisa memicu dari kondisi ini diantaranya seperti obesitas, memiliki jam

kerja yang panjang, pola hidup yang tidak sehat, adanya masalah dengan metabolisme,

degeneratif, dsb. Dampak yang ditimbulkan dari kondisi ini beragam. Umum yang sering

dirasakan meliputi gejala sakit leher, kelemahan, parestesia (sensasi tidak normal seperti

kesemutan, dll), gejala stenosis (penyempitan) atau kompresi pada tulang belakang, dsb. 

13
BAB III

PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA VERTEBRA

A. Pemeriksaan radiologi konvensional pada vertebra cervicalis

Posisi pemeriksaan yang umumnya dilakukan untuk radiografi konvensional pada

vertebra cervicalis adalah AP (termasuk dengan open mouth) Lateral, RAO / LAO

1. Posisi AP :

a. Pasien berdiri dengan posisi true AP

b. Vert. Cervicalis I–VII mencakup kaset, kedua tangan berada ke bawah, agar

bahu transversal dan leher sedikit extension

c. Beri marker pada ujung kaset

d. Saat exposi pasien dalam keadaan tahan nafas

2. Posisi Lateral :

a. Pasien berdiri dengan posisi true lateral, bagian sisi tangan kanan atau kiri

menempel pada stand kaset.

b. Kaset mencakup seluruh Vertebra Cervicalis I – VII

c. Kedua tangan kebawah agar bahu transversal dan leher sedikit extension

d. Batas luas lapangan penyinaran mencakup Vertebra Cervicalis I – VII, beri

marker pada ujung kaset

e. Saat exposi pasien dalam keadaan tahan nafas

3. Posisi Right Anterior Oblique (RAO) :

14
a. Pasien berdiri dengan miring 45° membentuk posisi RAO

b. Kedua tangan berada dibawah agar bahu transversal dan sisi tangan kanan

menempel pada stand Thorax

c. Letakan kaset dibelakang leher sampai mencakup Vertebra Cervicalis I – VII

d. Leher sedikit extension dan saat exposi pasien dalam keadaan tahan nafas

Prosedur pemeriksaan Vertebra Cervicalis posisi LAO adalah kebalikan

dari prosedur pemeriksaan posisi RAO.

Gambar . Posisi Pemeriksaan Cervicalis Posisi AP, Lateral, LAO/RAO

- Interpretasi pada pemeriksaan foto polos vertebrae cervikal

a. Adequacy : harus mencakup semua 7 vertebra dan C7-T1 junction.

15
Gambar . Foto Lateral C-Spine Yang Baik

b. Alignment : Menilai empat garis paralel

 Anterior vertebral line (batas anterior dari vertebral bodies)

 Posterior vertebral line (batas posterior dari vertebral bodies)

 Spinolaminar line (batas posterior dari canalis spinalis)

 Posterior spinous line (ujung dari posesus spinous)

Gambar . Alignment Pada C-Spine Proyeksi Lateral

c. Bone :

 Pedikel

 Facet

 Lamina

 Processus Spinosus

16
 Prosessus Odontoideus

Gambar . Bone Pada C-Spine Proyeksi Lateral

d. Corpus Vertebrae :

e. Discus Intervertebralis :

Harus kurang lebih sama di margin anterior dan posterior. Disc space harus

simetris. Disc space juga harus kira-kira sama di semua tingkatan. Pada pasien

yang lebih tua, penyakit degeneratif dapat menyebabkan dan memacu kehilangan

ketinggian diskus.

17
Gambar . Disc Space Pada C-Spine Proyeksi Lateral

f. Soft Tissue Space :

Ketebalan maksimum Soft Tissue Space adalah sebagai berikut:

 Nasofaring space (C1) ± 10 mm (dewasa)

 Retropharyngeal space (C2-C4) - 5-7 mm

 Retrotracheal space (C5-C7) - 14 mm (anak), 22 mm (dewasa).

Gambar . Soft Tissue Space Pada C-Spine Proyeksi Lateral

18
 Alignment pada tampilan AP harus dievaluasi dengan menggunakan tepi badan

vertebra dan pilar artikular

 Tinggi vertebral bodies pada cervikal harus kira-kira sama pada tampilan AP

 Tinggi masing-masing ruang sendi harus kurang lebih sama di semua tingkatan

 Proses spinosus terletak di tengah dan dalam alignment yang baik

Gambar . Alignment Pada Proyeksi AP

B. Pemeriksaan Radiologi Konvensional pada Vertebra Thoracalis dan Lumbalis

a) Prosedur Pemeriksaan Foto Konvensional Vertebra Thoracalis

Persiapan pasien :

Pasien dianjurkan untuk mengganti pakaian dengan pakaian yang telah disediakan

dan melepas BH serta perhiasan yang ada di leher.

Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.

Posisi pemeriksaan : AP, lateral

Prosedur pemeriksaan :

1. Posisi AP

19
a. Pasien tidur supine diatas meja pemeriksaan dalam posisi true AP, kedua

tangan lurus kebawah

b. Kedua lutut ditekuk dengan kedua telapak kaki bertumpu pada meja

pemeriksaan

c. Luas lapangan penyinaran mencakup cervicothoracalis sampai

thoracolumbalis.

d. Saat exposi pasien dalam keadaan expirasi dan tahan nafas

e. Marker diletakan pada ujung kaset

2. Posisi Lateral

a. Pasien tidur miring dengan sisi tubuh kanan atau kiri menempel meja

pemeriksaan

b. Kedua tangan berada diatas kepala dengan siku ditekuk dan kedua kaki

ditekuk kedepan sehingga dapat menahan berat badan, usahakan buat

posisi senyaman mungkin

c. Untuk mendapatkan posisi vertebra thoracali true lateral, sisi pinggang

pasien yang menempel pada meja pemeriksaan dinaikan keatas

d. Luas lapangan penyinaran mencakup cervicothoracalis sampai

thoracolumbalis

e. Saat exposi pasien dalam keadaan expirasi dan tahan nafas, marker

diletakan pada ujung kaset

20
Gambar . Prosedur Pemeriksaan Vertebrae Thoracalis Posisi AP Dan Lateral

b) Prosedur Pemeriksaan Foto Konvensional Vertebra Lumbalis

Persiapan pasien :

Pasien dianjurkan untuk mengganti pakaian dengan pakaian yang telah

disediakan.

Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada.

Posisi pemeriksaan : AP, Lateral, RAO / LAO.

Prosedur pemeriksaan :

1. Posisi AP :

a. Pasien tidur supine diatas meja pemeriksaan dalam posisi true AP

b. Kedua tangan lurus kebawah, kedua lutut ditekuk dengan kedua telapak kaki

bertumpu pada meja pemeriksaan

c. Luas lapangan penyinaran mencakup thoraco-lumbalis sampai lumbosacral

d. Saat exposi pasien dalam keadaan expirasi dan tahan nafas, marker diletakan

pada ujung kaset

2. Posisi Lateral :

a. Pasien tidur miring dengan sisi tubuh kanan atau kiri menempel meja

pemeriksaan

21
b. Kedua tangan berada diatas kepala dengan siku ditekuk dan kedua kaki

ditekuk kedepan sehingga dapat menahan berat badan, usahakan buat posisi

senyaman mungkin.

c. Untuk mendapatkan posisi vertebra-lumbalis true lateral, sisi pinggang

pasien yang menempel pada meja pemeriksaan dinaikan keatas

d. Luas lapangan penyinaran mencakup thoracolumbalis sampai lumbosacral

e. Saat exposi pasien dalam keadaan expirasi dan tahan nafas, marker diletakan

pada ujung kaset

3. Posisi Right Anterior Oblique (RAO) :

a. Pasien tidur dimana sisi kanan miring 45° membentuk posisi RAO

b. Kedua tangan berada diatas kepala dengan kedua sisi ditekuk, kaki kanan

sedikit ditekuk dan menempel meja pemeriksaan sedangkan kaki kiri ditekuk

dengan telapak kaki menumpu meja. Usahakan posisi vertebra lumbalis

berada di tengah kaset yang telah terpasang pada caset try dengan

bucky Saat exposi pasien dalam keadaan expirasi dan tahan nafas.

22
Gambar . Prosedur Pemeriksaan Vertebrae Lumbalis Posisi AP, lateral, LAO,

RAO

Gambar . Vertebrae Posisi AP, Lateral, RAO dan LAO

4. Posisi Left Anterior Oblique (LAO) :

Prosedur pemeriksaan Vertebra Lumbalis posisi LAO adalah

kebalikan dari prosedur pemeriksaan posisi RAO.

A. Interpretasi foto vertebrae thoracal dan lumbal

a. Alignment  : pergeseran menunjukkan adanya spondilolistesis

b. Bone

- Pedikel

- Facet

- Lamina

- Processus Spinosus

23
- Corpus Vertebrae

- Discus intervertebralis

c. Soft tissue: normal/ada pembengkakan

1) Pemeriksaan Radiologis Konvensional Pada Trauma Vertebra

Pemeriksaan radiologik bergantung pada keadaan pasien. Pada pasien

dengan trauma berat (tidak sadar, fraktur multipel, dan sebagainya) pemeriksaan

harus dilakukan dengan hati-hati dan semua foto harus dibuat dengan pasien

berbaring terlentang dan manipulasi sedikit mungkin. Foto yang terpenting

adalah foto lateral dengan pasien berbaring dan sinar horizontal.

Biasanya segmen bawah tulang leher (CVI-VII) tertutup bahu. Untuk

mengatasi hal tersebut bahu direndahkan dengan cara menarik kedua lengan

penderita ke bawah. Proyeksi oblik dapat menambah informasi tentang keadaan

pedikel, foramina intervertebra dan sendi apofiseal. Bila keadaan pasien lebih

baik sebaiknya dibuat :

- Foto AP, termasuk dengan mulut terbuka untuk melihat C1 dan C2

- Foto lateral

- Foto oblik kanan dan

24
BAB IV

KESIMPULAN

Pemeriksaan radiologi pada vertebra memang sangat penting untuk mendiagnosis trauma

ataupun kelainan lain pada vertebrae, apalagi jika keadaan tersebut berpengaruh terhadap

fungsi dan struktur bagian yang lainnya seperti fungsi persarafan pada medula

spinalis.Pemeriksaan konvensional masih merupakan pemeriksaan utama dan pemeriksaan

pertama yang harus dilakukan. Kecurigaan yang tinggi akan adanya cedera pada vertebra

pada pasien trauma sangat penting sampai kita mengetahui secara tepat bagaimana

mekanisme cedera pasien tersebut.

Setiap pasien dengan cedera tumpul diatas klavikula, cedera kepala atau menurunnya

kesadaran harus dicurigai adanya cedera cervical sebelum curiga lainnya. Dan setiap pasien

yang jatuh dari ketinggian atau dengan dengan mekanisme kecelakaan high-speed

deceleration harus dicurigai ada cedera thoracolumbal.

Selain itu patut dicurigai pula adanya cedera tulang belakang jika pasien datang dengan

nyeri pada leher, tulang belakang dan gejala neurologis pada tungkai.. Sifat dan tingkat lesi

tulang dapat diperlihatkan dengan sinar-X, sedangkan sifat dan tingkat lesi saraf dengan CT

atau MRI.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasad, S. Radiologi Diagnostik. 2014. Ed 2. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

2. Pettersson, H. A Global TextBook of Radiology. 1995. Vol I. Oslo: The NICER

Institute.

3. Sutton, D. Teksbook of Radiology and Imaging. 2003.Vol 11. Ed 7. China: Elsevier

4. Nuartha B.N., Joesoef A.A., Aliah A., dkk, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada

UniversityPress, Yogyakarta, 1993

26

Anda mungkin juga menyukai