Anda di halaman 1dari 54

PENGANTAR USHUL FIQH I

Oleh :
Asep Suryanto, S.Ag., M.Ag
Pengertian Ushul Fiqh
A. Secara Etimologis

Kata ushul fiqh terdiri dari dua kata, yaitu :

‫ فقه‬- ‫أصول‬
: ‫أصول‬

1. Dalil yang menjadi dasar sesuatu, atau


Dasar yang menjadi landasan bagi
tumbuhnya sesuatu yang lain, atau
Sesuatu yang dijadikan dasar atas sesuatu
yang lain.
Analogi kata ‫أصول‬

“akar sebuah pohon yang


tertancap ke dalam bumi
sebagai dasar bagi
tumbuhnya pohon
tersebut yang menjulang
tinggi”.
“Pondasi atau
dasar sebuah
bangunan”.
Contoh :
Ungkapan seperti : “ashal masalah
perbedaan tentang furu’ adalah metode
ijtihad ulama”. (ashal = akar)

Ungkapan seperti : “ashal perilaku


mu’amalah bagi umat Islam adalah al
Qur’an dan al Sunnah”. (ashal = dasar)
‫أصول الفقه‬ Dasar atau akar dari fiqh
2. Al Râjih artinya yang terkuat
Contoh :
Ungkapan para ahli Ushul Fiqh dalam kaidah
ushul tentang makna hakikat,
‫األصل فى الكالم الحقيقة‬
“ashal makna suatu perkataan adalah makna
hakikat”.

Makna yang terkuat dalam menetapkan


pengertian suatu perkataan adalah
‫األصل‬ makna hakikatnya, bukan makna majaz
(sombolik)-nya
Contoh :

menyentuh
Makna hakikat
dengan tangan
Makna lafaz
“lamastum”
bersetubuh Makna Majazi
Argumentasi yang
‫أصول الفقه‬ mendasari/memperkuat fiqh

Ushul fiqh berbicara


tentang dalil yang menjadi
argumentasi dari fiqh
3. Al Mustashhâb artinya hukum asal.
“Memberlakukan hukum yang ada sejak semula
selama tidak ada dalil yang mengubahnya”.
Contoh :
Ungkapan para ahli Ushul Fiqh dalam kaidah
ushul tentang hukum asal,
‫األص ُل بقا ُء ماكان على ماكان‬
“Hukum ashal adalah tetapnya apa yang telah
ada atas apa yang telah ada”.
Misalnya,
Seseorang yang telah berwudhu
meragukan apakah ia masih dalam
keadaan berwudu (suci) atau sudah batal
wudhunya. Tetapi ia merasa yakin betul
bahwa ia belum melakukan sesuatu yang
membatalkan wudhu. Maka atas dasar
keyakinan tersebut ia dianggap tetap
dalam keadaan suci (masih dalam keadaan
berwudhu).
4. Kaidah kully artinya kaidah yang bersifat
menyeluruh.
Contoh :
Kaidah fiqh yang bersifat kulli tentang keharaman memakan
bangkai,
‫ُك ُّل َم ْيت َ ٍة َح َرام‬
“Setiap bangkai adalah haram”.
Ketika kaidah fiqh tersebut diterapkan dalam kondisi
darurat, maka kaidah tersebut tidak berlaku, sehingga
dikatakan bahwa kebolehan memakan bangkai bagi
orang yang terpaksa (dalam kondisi dharurat) adalah
menyalahi hukum ashal. Oleh karena itu, kebolehan
memakan bangkai dalam kondisi dharurat adalah
menyalahi kaidah kully.
5. Maqis ‘alaih artinya pokok hukum yang
menjadi tempat menganalogikan atau
memperbadingkan maqis (sesuatu yang
diserupakan).
Contoh :
Ketidakbolehan melakukan transaksi gadai atau
utang piutang pada saat dikumandangkannya
adzan jum’at yang dianalogikan pada
ketidakbolehan transaksi jual beli pada saat adzan
jum’at dikumandangkan karena adanya kesamaan
illat hukum, yaitu kesibukan yang melupakan
shalat (ketika datang waktu panggilan shalat
jum’at).
Transaksi gadai atau utang piutang disebut maqis
(yang diserupakan) disebut dengan furu’ (cabang),
sedangkan
Transaksi jual beli disebut maqis ‘alaih (yang
diserupai) disebut dengan ashal.
: ‫فقه‬
“Pemahaman secara mendalam yang
membutuhkan pengarahan potensi akal”.
‫فَ َما ِل ٰه ُؤ ََل ِء ْالقَ ْو ِم ََل يَ َكاد ُْو َن يَ ْفقَ ُه ْو َن َح ِد ْيثًا‬
“Maka mengapa orang-orang itu (orang
munafik) hampir-hampir tidak memahami
pembicaraan sedikitpun?” (QS. An Nisa : 78)
Secara istilah fiqh berarti
“Mengetahui ketentuan-ketentuan hukum
Syara’ untuk berbagai perbuatan mukallaf
melalui kajian-kajian ijtihad dari dalil-
dalilnya yang terperinci”.
Menurut al Jurjani :
Fiqh menurut bahasa berarti “paham terhadap
tujuan seseorang pembicara”.
Menurut istilah Fiqh :
“Mengetahui hukum-hukum Syara’ yang amaliyah
(mengenai perbuatan, perilaku) dengan melalui
dalil-dalil yang terperinci.
Fiqh adalah ilmu yang dihasilkan berdasarkan
pikiran serta ijtihad (penelitian) yang memerlukan
wawasan dan perenungan.
‫أصول الفقه‬
Ilmu yang menjadi dasar atau pondasi ilmu fiqh dalam
arti sebagai “thuruqul istinbath”, yaitu :
Cara-cara yang ditempuh seorang mujtahid dalam
mengeluarkan hukum dari dalilnya, baik dengan
menggunakan kaidah-kaidah syar’iyyah (seperti
qiyas, istihsan, maslahah mursalah, istishhab, zari’ah
dan lain-lain) maupun dengan menggunakan kaidah-
kaidah kebahasaan (seperti dilalah lafziyah, mantuq
mafhum, hakikat majaz, mutlak muqayyad dan lain-
lain) ataupun kaidah-kaidah ushuliyah lainnya, agar
fiqh (hukum) yang dihasilkan meraih sebanyak
mungkin nilai-nilai syarî’ah.
B. Pengertian secara Terminologi
Ushul fiqh didefinisikan oleh para ulama ahli
ushul sebagai berikut :

Al Ghazali :
“ilmu yang membahas tentang dalil-dalil hukum
syara’ dan tentang bentuk-bentuk penunjukkan
dalil tersebut terhadap hukum”.
Abdul Wahab Khalaf :
“ilmu tentang kaidah-kaidah dan
pembahasannya yang merupakan cara
untuk menemukan hukum-hukum syara’
yang amaliyah dari dalil-dalilnya yang
terperinci”, atau
“kumpulan kaidah dan pembahasannya
yang merupakan cara untuk menemukan
hukum syara’ yang amaliyah dari dalil-
dalilnya yang terperinci”.
Abu Zahrah :
“kaidah-kaidah yang dapat dijadikan
sebagai patokan untuk mengkaji
ketentuan-ketentuan hukum untuk
berbagai perbuatan mukallaf, yang ditelaah
dari dalil-dalil yang terperinci”.
Ushul fiqh adalah metodologi fiqh

Ushul fiqh mengkaji bagaimana cara al Qur’an dan al


Sunnah (sebagai sumber hukum) dalam mengeluarkan
hukum sehingga diketahui berbagai macam metode
ijtihad (kaidah ushuliyah) yang kemudian menghasilkan
fiqh yang banyak sekali macamnya.
Fiqh yang banyak macamnya disimpulkan secara
induktif menjadi prinsip-prinsip umum fiqh (kaidah-
kaidah fiqh).
Kaidah fiqh dijadikan sebagai lambang kearifan fiqh
mendampingi kaidah ushuliyah sebagai cara berfikir
hukum di dalam fiqh untuk memecahkan masalah-
masalah baru yang timbul.
Nash al qur’an

Berbicara tentang hukum amaliyah


Nash al Hadits

tertentu dan se-tema


Nash al qur’an Kaidah Ushuliyah

Nash al Hadits

Nash al qur’an

Contoh :
Nushus al Qur’an dan al Sunnah tentang analogi
Metode Qiyas
‫‪Contoh :‬‬
‫‪Perintah makan‬‬
‫ِ ِ‬
‫لل‬ ‫ْ‬‫ْ‬
‫ِ ِ‬ ‫ر‬
‫ز‬ ‫ْ‬
‫ن‬ ‫م‬
‫ِ‬ ‫ا‬ ‫و‬
‫ْ‬ ‫ُ‬ ‫ب‬ ‫ُكل َ َ‬
‫ر‬‫ش‬‫ْ‬ ‫ا‬ ‫و‬ ‫ا‬ ‫و‬
‫ْ‬ ‫ُ‬ ‫‪dan minum‬‬

‫لى َأ َ َج ٍل‬‫ِإ َذا ت َ َدايَ ْنت ُ ْم ِب َدي ٍْن ِإ ٰ‬ ‫‪Perintah‬‬


‫‪menuliskan‬‬
‫س ًّمى فَا ْكتُبُ ْوهُ‬ ‫ُّم َ‬
‫علَ ْيك ُمُ‬
‫َ َ‬ ‫ب‬ ‫ت‬
‫ِ‬ ‫ك‬‫ُ‬ ‫ا‬ ‫و‬‫َ ْ‬‫ُ‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ٰ‬
‫أ‬ ‫ْن‬
‫َ‬ ‫ي‬ ‫ذ‬
‫ِ‬ ‫َّ‬ ‫ال‬ ‫ها‬‫ُّ‬ ‫ي‬‫َ‬ ‫ٰيأ‬ ‫‪Perintah‬‬
‫صيَا ُم‬ ‫‪berpuasa‬‬
‫ال ِ ز‬
‫‪Perintah salat‬‬
‫الْ ٰكوة َ‬ ‫صلَوة َ َو َءات ُ ْوا َّ‬ ‫َوأَقِ ْي ُم ْوا ال َّ‬ ‫‪dan zakat‬‬
‫أحكام الخمسة‬
WAJIB ?
Apakah kalimat
perintah itu SUNAT ?
menunjuk
MUBAH ?
‫‪Lahir kaidah tentang lafal perintah :‬‬

‫ص ُل فِى ْاأل َ ْم ِر ِل ْل ُو ُج ْو ِ‬
‫ب َو ََل ت َ ُُد ُّل عَلى َ‬
‫َ ْي ِر ِِ ِِ اَل ِبقَ ِر ْينَ ٍة‬ ‫ا َ ْأل َ ْ‬

‫قاعُدة األصولية‬
Fiqh

Berbicara tentang fiqh yang se-tema


Fiqh

Fiqh Kaidah Fiqhiyah

Fiqh

Fiqh
Ushul fiqh adalah efistemologi fiqh

Ushul fiqh mengkaji tentang bagaimana cara


memperoleh fiqh.
Contoh :
“Seseorang shalat dengan melafalkan usholli
(disuarakan) dan berpendapat bahwa hukumnya
sunat. Dengan meminjam istilah dalam filsafat
ilmu, maka “melafalkan ushalli” merupakan
ontologi-nya (apa-nya). Mengapa ia berpendapat
bahwa melafalkan usholli itu sunat?
Jawabannya adalah merupakan alasan yang
mendasari pendapatnya tersebut.
Dalam istilah filsafat ilmu, ini disebut dengan
epistemologi-nya. Oleh karena itu, pada segi
epistemologi orang harus menjelaskan terlebih
dulu alasan ia melafalkan usholli.
Ushul fiqh bertugas menelusuri alasan-alasan
tentang lahirnya fiqh.
Sehingga ketika terjadi ikhtilaf dalam fiqh, orang
tidak akan fanatis terhadap pendapatnya sendiri
karena mempunyai alasan masing-masing
sebatas dalam kerangka berfikir ushul fiqh.
Ushul Fiqh dalam Historis
1. Masa Rasulullah SAW
Sumber Hukum ada 2 : al Qur’an dan al Hadits
Ushul Fiqh belum muncul secara eksplisit : ada
isyarat Nabi saw melakukannya melalui ijtihad.
Sabda Rasulullah saw yang artinya : “Sesungguhnya
saya memberikan keputusan pada kamu melalui
pendapatku dalam hal-hal yang tidak diturunkan
(wahyu) kepadaku”. (HR. Abu Dawud dari Ummu Salamah).
Hasil ijtihad Rasulullah saw tersebut secara otomatis
menjadi sunnah bagi umat Islam.
Rasulullah saw pernah menggunakan
qiyas ketika menjawab pertanyaan para
sahabat. Misalnya ketika menjawab
pertanyaan Umar Ibnu al Khaththab ra.
tentang apakah batal atau tidak
puasanya seseorang yang mencium
istrinya pada saat ia sedang berpuasa.
Pada suatu hari aku terpesona, lalu aku
mencium (istriku) padahal aku dalam keadaan
berpuasa. Kemudian aku menghadap Nabi
Muhammad saw. lalu bertanya : Hari ini aku
telah melakukan perkara yang besar, yakni aku
mencium istriku padahal aku sedang berpuasa.
Lalu Rasulullah saw menjawab : ‘Bagaimanakah
pendapatmu andai kata kamu berkumur-kumur
padahal kamu sedang berpuasa? “Hal itu tidak
apa-apa” sahutku. ‘Maka kenapa (engkau
tanyakan)? Jawab Nabi saw lebih lanjut”.
(HR, Ahmad dan Abu Dawud)
Cara-cara Rasulullah saw dalam
menetapkan hukum menjadi cikal
bakal timbulnya ilmu ushul fiqh.
Para ahli ushul fiqh menyatakan
bahwa ushul fiqh munculnya
bersamaan dengan fiqh yaitu sejak
zaman Nabi saw.
Ushul Fiqh dalam Historis
2. Masa Para Sahabat
Nushush al Qur’an dan al Sunnah selesai turun
karena wafatnya Rasulullah SAW.
Persoalan kehidupan mengalami perkembangan,
sehingga banyak persoalan baru yang belum ada
hukumnya dalam al Qur’an dan al Hadits.
Para sahabat melakukan Ijtihad, lahirnya para
mujtahid di kalangan para sahabat.
Mujtahid yang termasyhur pada zaman sahabat
adalah Umar bin Khaththab, Ali bin Abi Thalib, dan
Abdullah bin Mas’ud.Hasil ijtihad Rasulullah saw
tersebut secara otomatis menjadi sunnah bagi umat
Islam.
Kasus Ijtihad para sahabat :
Umar bin al Khaththab berijtihad seringkali
mempertimbangkan kemaslahatan ummat
dibanding sekedar menerapkan nash secara
lahir sementara tujuan hukum tidak tercapai.
Contohnya, Pengumpulkan al Qur’an yang
tersebar dalam tulisan yang terpisah-pisah dan
dalam hafalan para sahabat karena khawatir
akan musnah bersamaan dengan punahnya
generasi mereka.
Kasus Ijtihad para sahabat :
Ali bin Abi Thalib melakukan ijtihad
dengan cara qiyas, yaitu mengqiyaskan
hukum orang yang meminum khamar
dengan hukuman orang yang melakukan
qozaf (menuduh wanita baik-baik berzina).
Ushul Fiqh dalam Historis
2. Masa Para Sahabat
Bertebarannya para sahabat di berbagai daerah
yang memiliki budaya yang berbeda
mempengaruhi para sahabat dalam menetapkan
hukum.
Kapabilitas sahabat yang satu dengan lainnya
berbeda, sehingga berbeda cara pandang dalam
menetapkan hukum pada kasus yang muncul.
Akibatnya dalam kasus yang sama, hukumnya
bisa berbeda antara satu daerah dengan daerah
lainnya.
Ushul Fiqh dalam Historis

3. Masa Tabi’in
Islam berkembang semakin luas,
Permasalahan hukum yang muncul
semakin banyak dan luas,
Munculnya para mujtahid dari kalangan
tabi’in di berbagai daerah,
Ushul Fiqh dalam Historis
Di Madinah muncul berbagai fatwa yang
berkaitan dengan persoalan-persoalan baru,
seperti yang dikemukakan oleh Sa’id bin
Musayyab (15-94 H). Di Irak muncul Alqamah bin
Waqqas al Lais dan Ibrahim an Nakha’i. Di Basrah
muncul, seperti Hasan al Basri (624-728 H).
Akibatnya dalam kasus yang sama, hukumnya
bisa berbeda antara satu daerah dengan daerah
lainnya.
Muncul tiga kelompok ulama, yaitu Madrasah
Irak, Madrasah Kuffah, dan Madrasah Madinah.
Ushul Fiqh dalam Historis

Muncul para ulama imam mujtahid, khususnya


imam mujtahid mutlak yang empat : Imam Abu
Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam
Ahmad bin Hanbal,
Masing-masing imam mujtahid menciptakan dan
memiliki metode ijtihad sendiri-sendiri, sehingga
terlihat perbedaan antara satu imam dengan
imam lainnya dalam mengistinbathkan hukum
dari al Qur’an dan al Sunnah.
Ushul Fiqh dalam Historis
Imam Abu Hanifah :
Mengemukakan urutan dalil dalam mengistinbath
hukum sebagai berikut :
(1) al Qur’an,
(2) al Sunnah,
(3) Fatwa sahabat,
(4) Qiyas,
(5) Istihsan,
(6) Ijma’, dan
(7) al ‘Urf.
Ushul Fiqh dalam Historis
Imam Malik :
Mengemukakan urutan dalil dalam mengistinbath
hukum sebagai berikut :
(1) al Qur’an,
(2) al Sunnah,
(3) Praktek penduduk Madinah,
(4) Fatwa sahabat,
(5) Qiyas (maslahah mursalah dan istihsan), dan
(6) az Zara’i
Ushul Fiqh dalam Historis
Imam Syafi’i :
Mengemukakan urutan dalil dalam mengistinbath
hukum meliputi :
(1) al Qur’an,
(2) al Sunnah,
(3) Ijmak,
(4) Qiyas, dan
(5) Istidlal (menetapkan hukum berdasarkan
kaidah-kaidah umum agama Islam).
Ushul Fiqh dalam Historis
Imam Ahmad bin Hanbal :
Mengemukakan urutan dalil dalam mengistinbath
hukum, yaitu :
(1) al Qur’an,
(2) al Sunnah,
(3) Fatwa sahabat,
(4) Hadits Mursal (bersambung) dan hadits dha’if
yang dianggap lebih kuat dari kias,
(5) Qiyas.
Ushul fiqh sebagai disiplin ilmu mulai
dikodifikasikan pada abad ke 2 H,
Hal ini ditandai dengan munculnya kitab al
Risalah karya Imam Syafi’i, yaitu sebuah
kitab yang disusun berdasarkan khazanah
fiqh yang ditinggalkan para sahabat, tabi’in
dan imam-imam mujtahid sebelumnya.
Objek kajian ushul fiqh :
Mengkaji sumber hukum Islam atau dlil-dalil yang
digunakan dalam menggali hukum syara’ baik yang
disepakati maupun yang diperselisihkan. (Dalil-dalil
syara’ yang disepakati ulama adalah al Qur’an, al
Sunnah, al Ijma’. Adapun dalil-dalil Syara’ yang
masih diperselisihkan adalah Istihsan, Maslahah
Mursalah, ‘Urf, Istishab, Syariat umat sebelum
Islam, dan Qaul sahabat.
Mencarikan jalan keluar dari dalil-dalil yang secara
lahir dianggap bertentangan, baik melalui jam’u
wat taufiq, tarjih, maupun nasakh.
Pembahasan ijtihad, syarat-syarat dan sifat-sifat
seorang mujtahid.
Objek kajian ushul fiqh :
Pembahasan tentang hukum syara’ yang meliputi
syarat dan macamnya, baik yang bersifat tuntutan
maupun meninggalkan sesuatu perbuatan dsb.
Termasuk di dalamnya pembahasan tentang al
hakim, al mahkum alaih, ketetapan hukum, dan
perbuatan yang dikenai hukum.
Pembahasan tentang kaidah-kaidah yang digunakan
dan cara menggunakannya dalam mengistinbath
hukum, baik melalui kaidah bahasa maupun melalui
pemahaman terhadap yang akan dicapai oleh suatu
nash (maqasid syariah).
Kegunaan ilmu ushul fiqh
1. Memberi petunjuk tentang kaidah-kaidah dan
cara-cara yang digunakan mujtahid dalam
memperoleh hokum melalui metode ijtihad
yang telag mereka susun.
2. Memberikan gambaran tentang syarat-syarat
yang harus dimiliki seorang mujtahid, sehingga
ia dapat menggali hokum-hukum syara’ dari
nash ssecara tepat. Bagi masyarakat awam
dapat mengerti cara para mujtahid menetapkan
hukum sehingga dapat menjadikannya sebagai
pedoman dan mengamalkannya
Kegunaan ilmu ushul fiqh
3. Ulama fiqh dapat menentukan hukum
melalui berbagai metode yang
dikembangkan oleh para mujtahid,
sehingga berbagai persoalan baru yang
secara lahir belum ada nashnya atau belum
ada ketetapan hukumnya dikalangan ulama
terdahulu dapat ditentukan hukumnya.
4. Berperan penting dalam memelihara agama
dari salah penggunaan dalil yang mungkin
terjadi.
Kegunaan ilmu ushul fiqh
5. Dapat disusun kaidah-kaidah umum
(kully) yang dapat diterapkan untuk
menetapkan hukum yang muncul dari
berbagai persoalan sosial yang terus
berkembang.
6. Dapat diketahui kekuatan dan kelemahan
suatu pendapat sejalan dengan dalil yang
digunakan dalam berijtihad, sehingga
para peminat hukum Islam dapat
melakukan tarjih salah satu dalil.
Silabi Ushul Fiqh I
1. Pengantar Ushul Fiqh I
2. Al qur’an sebagai sumber hukum Islam
3. Al sunnah sebagai sumber hukum Islam
4. Ijtihad
5. Ijma
6. Qiyas
7. Istihsan
8. Maslahah Mursalah
9. Az Zariah
10. Al ‘Urf
11. Istishab
12. Hukum Taklifi
13. Hukum Wadhi
14. Rukun-rukun Hukum Syar’i

Anda mungkin juga menyukai