Anda di halaman 1dari 18

1.

 MASALAH UTAMA
Gangguan persepsi sensori: Halusinasi dengar

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


A. Pengertian
Halusinasi dengar merupakan persepsi sensoriyang salah terhadap stimulus dengar eksternal yang tidak mampu di
identifikasi (Beck dan Wiliam, 1980).
Halusinasi dengar merupakan adanya persepsi sensori pada pendengaran individu tanpa adanya stimulus eksternal yang nyata
(Stuart dan Sundeen, 1984).
B. Tanda dan gejala
     Prilaku pasien yang teramati adalah sebagai berikut
1. Melirikan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau  apa yang sedang berbicara.
2. Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang tidak sedang berbicara atau kepada benda mati seperti mebel,
tembok dll.
3. Terlibat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak tampak.
4. Menggerak-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang menjawab suara.
C. Penyebab :
     Isolasi sosial menarik diri
1.        Pengertian
Menarik diri merupakan gangguan dengan menarik diri dan orang lain yang di tandai dengan isolasi diri (menarik diri) dan
perawatan diri yang kurang.
2.        Penyebab
a.   Perkembangan
Sentuhan,perhatian,kehangatan dari keluarga yang mengakibatkan individu menyendiri, kemampuan berhubungan dengan
klien tidak adekuat yang berakhir dengan menarik diri.
b. Harga diri rendah
3.      Tanda dan gejala
Tanda gejala menarik diri dapat dilihat dari berbagai aspek antara lain
a. Aspek fisik
1)             Penampilan diri kurang.
2)             Tidur kurang.
3)              Keberanian kurang.
b. Aspek emosi
1)                   Bicara tidak jelas.
2)                   Merasa malu.
3)                   Mudah panik.
c. Aspek sosial
1)                   Duduk menyendiri
2)                   Tampak melamun
3)                   Tidak peduli lingkungan
4)                   Menghindar dari orang lain
d. Aspek intelektual
1)                   Merasa putus asa
2)                   Kurang percaya diri

D. Akibat
     Resiko mencederai orang lain dan diri sendiri
1. Pengertian
Suatu keadaan dimana seorang individu melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan keselamatan jiwanya maupun
orang lain di sekitarnya (Town send, 1994)
2. Penyebab
a.        Halusinasi
b.        Delusi
3.Tanda dan gejala
a.        Adanya peningkatan aktifitas motorik
b.        Perilaku aktif ataupun destruktif
c.        Agresif

III. POHON MASALAH


  

Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain                


  IV. MASALAH DAN DATA YANG PERLU
DIKAJI
     A. Data Obyektif .
         Apakah klien terdapat tanda dan gejala seperti di bawah ini
1)       Melirikan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa yang sedang berbicara
2)       Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang tidak sedang berbicara atau kepada benda mati seperti
mebel,tembok dll
3)       Menggerak-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang menjawab suara
4)       Tidur kurang/terganggu
5)       Penampilan diri kurang
6)       Keberanian kurang
7)       Bicara tidak jelas
8)       Merasa malu
9)       Mudah panik
10)    Duduk menyendiri.
11)    Tampak melamun.
12)    Tidak peduli lingkungan.
13)    Menghindar dari orang lain.
14)    Adanya peningkatan aktifitas motorik.
15)    Perilaku aktif ataupun destruktif.

B. Data Subyektif
           Pasien mengatakan sering mendengar suara-suara tanpa ada wujud yang tampak.

V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
A.       Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan gangguan persepsi sensori: Halusinasi dengar.
B.       Gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar berhubungan dengan adanya isolasi sosial : menarik diri.

VI. FOKUS INTERVENSI .


A.       Diagnosa 1 . Resiko menciderai diri sensiri dan orang lain berhubungan dengan  gangguan sensori : Halusinasi dengar .
TUM      : Klien tidak menciderai orang lain .
TUK       : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan kriteria hasil - Ekspresi wajah bersahabat.
-    Menunjukan rasa senang.
-    Ada kontak mata atau mau jabat tangan.
-    Mau mrnyrbutkan nama.
-    Mau menyebut dan menjawab salam.
-    Mau duduk dan berdampingan dengan perawat.
-    Mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensi:
Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik.
a.        Sapa klien dengan ramah baik secara verbal maupun non verbal.
b.        Perkenalkan diri dengan sopan.
c.        Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
d.        Jelaskan tujuan pertemuan.
e.        Jujur dan menepati janji.
f.         Tunjukan sikap empati dan terima klien apa adanya.
g.        Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuan dasar klien.
Rasionalisasi : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi selanjutnya.

TUK :2. Klien dapat mengenal halusinasi dengan kriteria hasil:


a.                                            Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnuya halusinasi.
b.                                            Klien dapat mengungkapkan perasaanya terhadap halusinasi.
c.                                            Bantu klien mengenal halusinasinya.
1)       Jika menemukan klien yang sedang halusinasi, tanyakan apa yang sedang terdengar.
2)       Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu namun perawat sendiri tidak melihatnya.
3)       Katakan bahwa klien lain juga yang seperti klien.
4)       Katakan bahwa perawat siap membantu klien.
d.                    Diskusikan dengan klien
1)       Situasi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi.
2)       Waktu dan frekuensinya terjadi halusinasi.
e.                    Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi.

TUK : 3. Klien dapat mengontrol halusinasinya dengan kriteria hasil :


-          Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya.
-          Klien dapat menyebutkan cara baru.
-          Klien dapat memilih cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasi.
-          Klin dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok.
Intervensi:
a.        Identifikasi bersama klien cara yang dilakukan jika terjadi halusinasi.
        Rasional: merupakan upaya untuk memutus siklus halusinasi.
b.        Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian. Rasional: reinforcement positif dapat
meningkatkan harga diri klien.
c.        Diskusikan cara baru untuk mengontrol timbulnya halusinasi.
1)       Katakan “ saya tidak mau dengar kamu”
2)       Menemui orang lain untuk bercakap-cakap.
3)       Melihat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak sempat muncul.
4)       Meminta perawat /teman/keluarga untuk menyapa jika klien melamun.
        Rasional: memberi alternative pikiran bagi klien
d.        Bantu klien melatih dan memutus halusinasi secara bertahap. Rasional: Memotivasi dapat meningkatkan keinginan klien
untuk mencoba memilih salah satu cara pengendalian halusinasi.
e.        Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih, evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
f.         Anjurkan klien untuk mengikuti TAK, orientasi realita.
Rasional: Stimulasi persepsi dapat mengurangi perubahan interpretasi realita klien.

TUK : 4. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya dengan kriteria hasil:
-          Klien dapat menjalin hubungan saling percaya dengan perawat
-          Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi
Intervensi:
a.        Anjurkan klien untuk memberi tahu keluarga sedang halusinasi. Rasional: untuk mendapatkan bantuan keluarga dalam
mengontrol halusinasi.
b.        Diskusikan dengan keluarga tentang
1). Gejala halusinasi yang dialami klien.
2). Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarag untuk memutus halusinasi.
3). Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah, beri kegiatan jangan biarkan sendiri.
4). Beri informasi tentang kapan pasien memerluakn bantuan.
Rasional : Untuk meningkatkan pengetahuan tentang halusinasi.

TUK: 5. Klien memanfaatkan obat dengan baik. Dengan kriteria hasil :


-          Klien dan keluarga mampu menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping
-          Klien dapat menginformasikan manfaat dan efek samping obat
-          Klien dapat memahami akibat pemakaina obat tanpa konsultasi
-          Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar pengunaan obat.
Intervensi:
a.        Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat.
b.        Anjurkan klien untuk minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya.
c.        Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat obat dan efek samping obat yang dirasakan.
        Rasional ; dengan mengetahui efek samping obat klien tahu apa yang harus dilakukan setelah minum obat.
d.        Diskusikan bahayanya obat tanpa konsultasi.
        Rasional: Pengobatan dapat berjalan sesuai dengan rencana.
e.        Bantu klien menggunakan prinsip lama benar.
        Rasional: dengan mengetahui prinsip maka kemandirian klien tentang pengobatan dapat ditingkatkan secara bertahap.
DAFTAR PUSTAKA

1. Boyd dan Nihart. 1998. Psichiatric Nursing & Contenporary Practice . I Edition .       Lippincot . Philadelphia .

2. Carpenito , Lynda Juall. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan . EGC. Jakarta .

3. Schultz dan Videback. 1998. Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5 th Edition . Lippincott. Philadelphia .

4. Keliat , Budi Anna. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa . EGC. Jakarta.

5. Stuart dan sundeen . 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 3. EGC.Jakarta .

6. Townsend . 1995. Nursing Diagnosis In Psychiatric Nursing a Pocket Guide For Care Plan Construction . Edisi 3 . EGC. Jakarta.

A.       MASALAH UTAMA
Harga diri rendah.

B.       PENGERTIAN
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak dapat bertanggungjawab pada
kehidupannya sendiri.

C.       PROSES TERJADINYA MASALAH


Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang
diriya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain (Stuart & Sunden, 1995). Konsep diri tidak terbentuk sejak lahir
namun dipelajari.

RENTANG RESPON KONSEP DIRI

Respon
adaptif                                                                                         Respon maladaptif
 

Aktualisasi   Konsep diri                          Harga diri      Kerancuan        Depersonalisasi


     Diri              positif                             rendah                     identitas

Salah satu komponen konsep diri yaitu harga diri dimana harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri (Keliat, 1999). Sedangkan harga diri rendah adalah
menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak bertanggungjawab atas kehidupannya sendiri. Jika individu sering
gagal maka cenderung harga diri rendah. Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan orang lain. Harga
diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, aspek utama adalah diterima dan menerima penghargaan dari orang lain.
                Gangguan harga diri rendah di gambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk
hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas,
destruktif yang diarahkan pada orang lain, perasaan tidak mampu, mudah tersinggung dan menarik diri secara sosial.
Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang
berulang kali, kurang mempunyai tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yag tidak realistis.
Sedangkan stresor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti :
1.        Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menaksika kejadian yang megancam.
2.        Ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga
jenis transisi peran :
a.                Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk
tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai tekanan untuk peyesuaian
diri.
b.             Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c.             Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh
kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis dan
keperawatan.

Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara:
1.        Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misal harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubugan
kerja dll. Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena privacy yang kurang diperhatikan : pemeriksaan fisik
yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopani (pemasangan kateter, pemeriksaan pemeriksaan perianal dll.), harapan
akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena di rawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak
menghargai.
2.        Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama

D.       POHON MASALAH

  

Resiko isolasi sosial: menarik diri     


   
 
 
                                                                                                     
 

 
                           
                                                                  
                                                                                Core problem
  

                                                            
Berduka disfungsional
 
                                                                                                
                                                                                                        

                                                                      
E.       MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
1.        Masalah keperawatan:
a.        Resiko isolasi sosial: menarik diri.
b.        Gangguan konsep diri: harga diri rendah.
c.        Berduka disfungsional.
2.        Data yang perlu dikaji:
a.         Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri sendiri.
b.         Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri
hidup.

F.        DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.        Resiko isolasi sosial: menarik diri   berhubungan dengan harga diri rendah.
2.        Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan berduka disfungsional.

G.       RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


a.        Tujuan umum: sesuai masalah (problem).

b.        Tujuan khusus:
1.        Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan:
1.1.    Bina hubungan saling percaya
      - Salam terapeutik
      - Perkenalan diri
      - Jelaskan tujuan inteniksi
      - Ciptakan lingkungan yang tenang
      - Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan).
1.2.   Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
1.3.   Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
1.4.   Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.

2.      Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.


Tindakan:
2.1.   Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2.2.   Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi pujian yang realistis.
2.3.   Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.

3.      Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.


Tindakan:
3.1.   Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat digunakan.
3.2.   Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah.

4.      Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.


Tindakan :
4.1.   Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
4.2.   Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
4.3.   Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.

5.      Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan


Tindakan :
5.1.   Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
5.2.   Beri pujian atas keberhasilan
5.3.   Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.

6.      Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.


Tindakan:
6.1.   Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien.
6.2.   Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
6.3.   Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
6.4.   Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

    Boyd dan Nihart. (1998). Psychiatric Nursing& Contemporary Practice. 1st edition. Lippincot- Raven Publisher: Philadelphia.
    Carpenito, Lynda Juall. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta.
    Schultz dan Videback. (1998). Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5th edition. Lippincott- Raven Publisher: philadelphia.
    Keliat, Budi Anna dll. (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC: Jakarta.
    Stuart dan Sundeen. (1995). Buku Saku Keperawatan Jwa. Edisi 3. EGC: Jakarta.
    Townsend. (1995). Nursing Diagnosis in Psychiatric Nursing a Pocket Guide for Care Plan Construction. Edisi 3.Jakarta : EGC

I.         MASALAH UTAMA
Gangguan alam perasaan: depresi dengan resiko bunuh diri.

II.       PROSES TERJADINYA MASALAH


Depresi adalah suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai komponen psikologik : rasa susah, murung, sedih,
putus asa dan tidak bahagia, serta komponen somatik: anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan
denyut nadi sedikit menurun.
Depresi disebabkan oleh banyak faktor antara lain : faktor heriditer dan genetik, faktor konstitusi, faktor kepribadian
pramorbid, faktor fisik, faktor psikobiologi, faktor neurologik, faktor biokimia dalam tubuh, faktor keseimbangan elektrolit dan
sebagainya.
Depresi biasanya dicetuskan oleh trauma fisik seperti bunuh diri, penyakit infeksi, pembedahan, kecelakaan, persalinan
dan sebagainya, serta faktor psikik seperti kehilangan kasih sayang atau harga diri dan akibat kerja keras.
Depresi merupakan reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu yang pendek dengan adanya faktor pencetus yang
jelas, lama dan dalamnya depresi sesuai dengan faktor pencetusnya. Depresi merupakan gejala psikotik bila keluhan yang
bersangkutan tidak sesuai lagi dengan realitas, tidak dapat menilai realitas dan tidak dapat dimengerti oleh orang lain
III.      A. POHON MASALAH
  

Resiko mencederai diri  


   
 
 
                                                                                                  Akibat

                           

                                                                   Core problem

                                                            
Koping maladaptif

 
                                                                                                
                                                                                                 Penyebab                                                                                   
                            

C.       MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1.        Gangguan alam perasaan: depresi
a.        Data subyektif:
Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.Sering mengemukakan keluhan somatik. Merasa dirinya sudah
tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri.
b.        Data obyektif:
Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk dengan sikap yang merosot, ekspresi wajah murung,
gaya jalan yang lambat dengan langkah yang diseret.Kadang-kadang dapat terjadi stupor. Pasien tampak malas, lelah, tidak ada
nafsu makan, sukar tidur dan sering menangis.Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong, konsentrasi tergang-
gu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak mempunyai daya khayal Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan
bersalah yang mendalam, tidak masuk akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi dan halusinasi.Kadang-kadang pasien
suka menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka diganggu.

2.        Koping maladaptif
a.        DS          : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.
b.        DO         : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.

V.       DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.        Resiko mencederai diri berhubungan dengan depresi.
2.        Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.

VI.     RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


c.        Tujuan umum: Klien tidak mencederai diri.
d.        Tujuan khusus
1.        Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1.1.       Perkenalkan diri dengan klien
1.2.       Lakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin dengan sikap empati
1.3.       Dengarkan pemyataan pasien dengan sikap sabar empati dan lebih banyak memakai bahasa non verbal. Misalnya: memberikan
sentuhan, anggukan.
1.4.       Perhatikan pembicaraan pasien serta beri respons sesuai dengan keinginannya
1.5.       Bicara dengan nada suara yang rendah, jelas, singkat, sederhana dan mudah dimengerti
1.6.       Terima pasien apa adanya tanpa membandingkan dengan orang lain.

2.        Klien dapat menggunakan koping adaptif


2.1.         Beri dorongan untuk mengungkapkan perasaannya dan mengatakan bahwa perawat memahami apa yang dirasakan pasien.
2.2.         Tanyakan kepada pasien cara yang biasa dilakukan mengatasi perasaan sedih/menyakitkan
2.3.         Diskusikan dengan pasien manfaat dari koping yang biasa digunakan
2.4.         Bersama pasien mencari berbagai alternatif koping.
2.5.         Beri dorongan kepada pasien untuk memilih koping yang paling tepat dan dapat diterima
2.6.         Beri dorongan kepada pasien untuk mencoba koping yang telah dipilih
2.7.          Anjurkan pasien untuk mencoba alternatif lain dalam menyelesaikan masalah.

3.        Klien terlindung dari perilaku mencederai diri


Tindakan:
3.1. Pantau dengan seksama resiko bunuh diri/melukai diri sendiri.
3.2.      Jauhkan dan simpan alat-alat yang dapat digunakan olch pasien untuk mencederai dirinya/orang lain, ditempat yang aman
dan terkunci.
3.3.      Jauhkan bahan alat yang membahayakan pasien.
3.4.      Awasi dan tempatkan pasien di ruang yang mudah dipantau oleh peramat/petugas.

4.   Klien dapat meningkatkan harga diri


Tindakan:
4.1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
4.2.   Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
4.3. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).

5.   Klien dapat menggunakan dukungan sosial


Tindakan:
5.1.      Kaji dan manfaatkan sumber-sumber ekstemal individu (orang-orang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung,
agama yang dianut).
5.2.      Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, kepercayaan agama).
5.3.      Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling  pemuka agama).

6.        Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat


Tindakan:
          6.1.  Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).
6.2.   Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu).
6.3.   Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.
6.4.   Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.

A.       Kasus (Masalah Utama)


Gangguan Interaksi sosial: Menarik diri

B.       Pengertian.
Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan
orang lain ( Rawlins,1993 ).

C.       Proses Terjadinya Masalah


1.        Penyebab :
a.        Perkembangan : Sentuhan, perhatian, kehangatan dari keluarga yang mengakibatkan individu menyendiri, kemampuan
berhubungan dengan orang lain tidak adekuat yang berakhir dengan menarik diri.
b.        Komunikasi dalam keluarga : Klien sering mengalami kecemasan dalam berhubungan dengan anggota keluarga, sering
menjadi kambing hitam, sikap keluarga tidak konsisten (kadang boleh, kadang tidak). Situasi ini membuat klien enggan
berkomunikasi dengan orang lain.
c.        Sosial Budaya : Di kota besar, masing – masing individu sibuk memperjaungkan hidup sehingga tidak waktu bersosialisasi.
Situasi ini mendukung perilaku menarik diri.

Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman dalam berhubungan dengan orang
lain. Biasanya klien berasal dari lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan, kecemasan dimana tidak mungkin
mengembangkan kehangatan emosional dalam hubungan yang positif dengan orang lain yang menimbulkan rasa aman.
Dunia merupakan alam yang tidak menyenangkan, sebagai usaha untuk melindungi diri, klien menjadi pasif dan
kepribadiannya semakin kaku (rigid). Klien semakin tidak dapat melibatkan diri dalam situasi yang baru. Ia berusaha
mendapatkan rasa aman tetapi hidup itu sendiri begitu menyakitkan dan menyulitkan sehingga rasa aman itu tidak tercapai.
Hal ini menyebabkan ia mengembangkan rasionalisasi dan mengaburkan realitas daripada mencari penyebab kesulitan serta
menyesuaikan diri dengan kenyataan.
Konflik antara kesuksesan dan perjuangan untuk meraih kesuksesan itu sendiri terus berjalan dan penarikan diri dari
realitas diikuti penarikan diri dari keterlibatan secara emosional dengan lingkungannya yang menimbulkan kesulitan. Semakin
klien menjauhi kenyataan semakin kesulitan yang timbul dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain. Menarik diri
juga disebabkan oleh perceraian, putus hubungan, peran keluarga yang tidak jelas, orang tua pecandu alkohol dan
penganiayaan anak. Resiko menarik diri adalah terjadinya resiko perubahan sensori persepsi (halusinasi).

2.        Tanda – tanda menarik diri dilihat dari beberapa aspek :


a.        Aspek fisik :
  Makan dan minum kurang
  Tidur kurang atau terganggu
  Penampilan diri kurang
  Keberanian kurang
b.        Aspek emosi :
  Bicara tidak jelas, merengek, menangis seperti anak kecil
  Merasa malu, bersalah
  Mudah panik dan tiba-tiba marah
c.        Aspek sosial
  Duduk menyendiri
  Selalu tunduk
  Tampak melamun
  Tidak peduli lingkungan
  Menghindar dari orang lain
  Tergantung dari orang lain
d.        Aspek intelektual
  Putus asa
  Merasa sendiri, tidak ada sokongan
  Kurang percaya diri

D.       Pohon masalah
                                          Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi .....
 

                                           Gangguan konsep diri: harga diri rendah

E.       Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


1.        Masalah Keperawatan.
a.        Resiko perubahanm persepsi sensori: halusinasi……..
b.        Isolasi sosial : menarik diri
c.        Gangguan konseps diri: harga diri rendah
2.        Data yang perlu di kaji.
a.        Resiko perubahanm persepsi sensori: halusinasi……..
1)           Data Subjektif
a)        Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata
b)       Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
c)        Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
d)       Klien merasa makan sesuatu
e)        Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
f)        Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
g)        Klien ingin memukul/melempar barang-barang
2)       Data Objektif
a)        Klien berbicar dan tertawa sendiri
b)       Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
c)        Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d)       Disorientasi

b.        Isolasi sosial : menarik diri


1)       Data obyektif:         
Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri dikamar, banyak diam, kontak mata kurang (menunduk), menolak
berhubungan dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi menekur.

2)       Data subyektif:       
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab dengan singkat, ya atau tidak.

c.        Gangguan konseps diri: harga diri rendah


1)       Data obyektif:         
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri.
2)       Data subyektif:       
Klien mengatakan : saya tidak bisa, tidak mampu, bodoh / tidak tahu apa – apa, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri.

F.       Diagnosa Keperawatan
1.        Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi …. berhubungan dengan menarik diri.
2.        Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
3.        Kurangnya koping individu berhubungan dengan kurangnya perhatian dari orang tua
4.         

G.      RENCANA TINDAKAN.
Diagnosa Keperawatan 1: Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi……. Berhubungan dengan menarik diri
1.        Tujuan umum:
Tidak terjadi perubahan persepsi sensori: halusinasi ….
2.        Tujuan khusus:
a.        Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
‫ٱ‬           Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskan tuiuan interaksi, ciptakan lingkungan yang
tenang, buat kesepakatan / janji dengan jelas tentang topik, tempat, waktu.
‫ٱ‬           Beri perhatian dan penghargaan: temani kilen walau tidak menjawab
‫ٱ‬           Dengarkan dengan empati : beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan
klien

b.        Klien dapat menyebut penyebab menarik diri


Tindakan:
‫ٱ‬           Bicarakan penyebab tidak mau bergaul dengan orang lain.
‫ٱ‬           Diskusikan akibat yang dirasakan dari menarik diri.

c.        Klien dapat menyebutkan keuntungan hubungan dengan orang lain


Tindakan:
‫ٱ‬           Diskusikan keuntungan bergaul dengan orang lain.
‫ٱ‬           Bantu mengidentifikasikan kernampuan yang dimiliki untuk bergaul.

d.        Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap: klien-perawat, klien-perawat-klien lain, perawat-klien-kelompok,
klien-keluarga.
Tindakan:
‫ٱ‬           Lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien jika mungkin perawat yang sama.
‫ٱ‬           Motivasi temani klien untuk berkenalan dengan orang lain
‫ٱ‬           Tingkatkan interaksi secara bertahap
‫ٱ‬           Libatkan dalam terapi aktivitas kelompok sosialisasi
‫ٱ‬           Bantu melaksanakan aktivitas setiap hari dengan interaksi
‫ٱ‬           Fasilitasi hubungan kilen dengan keluarga secara terapeutik

e.        Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain.


 Tindakan:
‫ٱ‬           Diskusi dengan klien setiap selesai interaksi / kegiatan
‫ٱ‬           Beri pujian atas keberhasilan klien

f.         Klien mendapat dukungan keluarga


Tindakan:
‫ٱ‬           Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan keluarga
‫ٱ‬           Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
Diagnosa 2: Isolasi sosial:  menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
1.        Tujuan umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
2.        Tujuan khusus :
a.        Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1)       Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terpeutik
2)       Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
‫ٱ‬           Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimilikiklien.
‫ٱ‬           Setiap bertemu klien hindarkan dari penilaian negatif.
‫ٱ‬            Utamakan memberi pujian yang realistik.

b.        Klien dapat menilai kemampun yang dimiliki


Tindakan :
‫ٱ‬           Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit
‫ٱ‬           Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkn penggunaannya.

c.        Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampun yang dimiliki
Tindakan :
‫ٱ‬           Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
‫ٱ‬           Tingkatkan kegiatan sesuai toleransi kondisi klien
‫ٱ‬           Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

d.        Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan kemampuannya
Tindakan :
‫ٱ‬           Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
‫ٱ‬           Beri pujian atas keberhasilan klien
‫ٱ‬           Diskusikan kemungkinan pelaksanan di rumah

e.        Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada


Tindakan :
‫ٱ‬           Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat  klien dengan harga diri rendah
‫ٱ‬           Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
‫ٱ‬           Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

DAFTAR PUSTAKA

Azis R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino Gondoutomo. 2003

Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric nursing : contemporary practice. Philadelphia : Lipincott-Raven Publisher. 1998

Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999

Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998

Stuart, G.W and Sundeen. Principle and practice of psychiatric nursing. 5thed.


St Louis Mosby Year Book.1995

Stuart. G.W and Laraia. Principle and practice of psychiatric nursing.7thed. St Louis Mosby Year Book. 2001

Townsed, Mary C. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri:pedoman untuk pembuatan rencana
keperawatan. Edisi ketiga. Alih Bahasa: Novi Helera C.D. Jakarta. EGC. Jakarta1998.

Tim Direktorat Keswa. Standar asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Bandung : RSJP Bandung. 2000

A.       Masalah Utama
       Perawatan diri kurang: higiene diri

B.       Proses Terjadinya Masalah


Kurang perawatan diri : higiene adalah keadaan dimana individu mengalami kegagalan kemampuan untuk melaksanakan
atau menyelesaikan aktivitas kebersihan diri (Carpenito, 1977).
       Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perawatan diri kurang:
a.     Perkembangan:
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif dan keterampilan.
b.     Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c.     Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan dari lingkungannya.

C.       1. Pohon Masalah

Perawatan diri kurang

Isolasi sosial : menarik diri

       2. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


a.        Perawatan diri kurang
b.        Menurunnya motivasi perawatan diri
   Data Subyektif:
Mengatakan malas mandi, tak mau menyisir rambut, tak mau menggosok gigi, tak mau memotong kuku, tak mau berhias, tak
bisa menggunakan alat mandi / kebersihan diri.
  Data Obyektif:
Badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku panjang dan kotor, gigi kotor, mulut bau, penampilan tidak rapih, tak
bisa menggunakan alat mandi.

C.       Diagnosa keperawatan
1.        Perawatan diri kurang: higiene berhubungan dengan menurunnya motivasi perawatan diri
2.        Menurunnya motivasi perawatan diri berhubungan dengan menarik diri

D.       Rencana tindakan
a.        Tujuan umum : klien mampu melakukan perawatan diri: higioene.
b.        Tujuan khusus:
1.     Klien dapat menyebutkan pengertian dan tanda-tanda kebersihan diri
Tindakan :
1.1.    Diskusikan bersama klien tentang pengertian bersih dan tanda-tanda bersih
1.2.    Beri reinforcement positif bila klien mampu melakukan hal yang positif.

2.     Klien dapat menyebutkan penyebab tidak mau menjaga kebersihan diri


Tindakan :
2.1.    Bicarakan dengan klien penyebab tidak mau menjaga kebersihan diri
2.2.    Diskusikan akibat dari tidak mau menjaga kebersihan diri

3.        Klien dapat menyebut higiene


Tindakan:
3. 1. Diskusikan bersama klien tentang manfaat higiene
3.2.    Bantu klien mengidentifikasikan kemampuan untuk menjaga kebersihan diri

4.        Klien dapat menyebutkan cara menjaga kebersihan diri


Tindakan:
4. 1. Diskusikan dengan klien cara menjaga kebersihan diri: andi 2x sehari (pagi dan sore) dengan memakai sabun mandi, gosok gigi
minimal 2x sehari dengan pasta gigi, mencuci rambut minimal 2x seminggu dengan sampo, memotong kuku minimal 1x
seminggu, memotong rambut minimal 1 x sebulan.
4.2.  Beri reinforcement positif bila klien berhasil

5.        Klien dapat melaksanakan perawatan diri higiene dengan bantuan minimal


Tindakan:
5. 1.   Bimbing klien melakukan demonstrasi tentang cara menjaga kebersihan diri
5.2.    Dorong klien untuk melakukan kebersihan diri dengan bantuan minimal

6.        Klien dapat melakukan perawatan diri higiene secara mandiri


Tindakan:
6. 1.   Beri kesempatan klien untuk membersihkan diri secara bertahap
6.2.    Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya setelah membersihkan diri
6.3  Bersama klien membuat jadwal menjaga kebersihan diri
6.4.    Bimbing klien untuk melakukan aktivitas higiene secara teratur

7.        Klien mendapat dukungan keluarga


Tindakan:
7. 1.   Beri pendidikan kesehatan tentang merawat klien untuk kebersihan diri melalui pertemuan keluarga
7.2.    Beri reinforcement positif atas partisipasi aktif keluarga

A.       Masalah Utama:
        Perilaku kekerasan/amuk.

B.       Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah
yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995)

C.       Proses Terjadinya Masalah


1.          Pengertian
Perilaku kekerasan/amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut, manipulasi atau intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan
hasil konflik emosional yang belum dapat diselesaikan. Perilaku kekerasan juga menggambarkan rasa tidak aman, kebutuhan
akan perhatian dan ketergantungan pada orang lain.
Gejala klinis
Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan didapatkan melalui pengkajian meliputi :
a.          Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah yang diserasakan oleh klien.
b.          Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat dan sering pula tampak klien
memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang.
Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang mungkin menjadi faktor predisposisi yang mungkin/ tidak mungkin terjadi jika
faktor berikut dialami oleh individu :
a.      Psikologis; kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk.
b.     Perilaku, reinforcement yang diteima ketika melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan, merupakan aspek yang
menstimuli mengadopsi perilaku kekerasan
c.      Sosial budaya; budaya tertutup, control sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan menciptakan seolah-olah   perilaku
kekerasan diterima
d.     Bioneurologis; kerusakan sistem limbic, lobus frontal/temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiser
Faktor presipitasi
Bersumber dari klien (kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan, percaya diri kurang), lingkungan (ribut, padat,
kritikan mengarah penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan) dan interaksi dengan orang
lain( provokatif dan konflik).
( Budiana Keliat, 2004)
2.          Penyebab
Untuk menegaskan keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa, perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga
diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh
perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Gejala Klinis
   Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
   Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
   Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
   Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
   Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
( Budiana Keliat, 1999
3.          Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun
lingkungannya, seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll.

D.       1.  Pohon Masalah

    Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

  

Perilaku Kekerasan/amuk
 
        

              Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah


( Budiana Keliat, 1999)

2.        Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji


a.     Masalah keperawatan:
1).      Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2).      Perilaku kekerasan / amuk
3).      Gangguan harga diri : harga diri rendah
b.     Data yang perlu dikaji:
2.           Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1).      Data Subyektif :
   Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
   Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika    sedang kesal atau marah.
   Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2).      Data Objektif :
  Mata merah, wajah agak merah.
  Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
  Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
  Merusak dan melempar barang-barang.
3.        Perilaku kekerasan / amuk
1).      Data Subyektif :
  Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
  Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika    sedang kesal atau marah.
  Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2).      Data Obyektif
  Mata merah, wajah agak merah.
  Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
  Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
  Merusak dan melempar barang-barang.
4.        Gangguan harga diri : harga diri rendah
1).      Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri sendiri.
2).      Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri
hidup.

D.       Diagnosa Keperawatan
a.       Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/amuk.
b.      Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga diri rendah.
c.       Resiko harga diri rendah berhubungan dengan
E.       Rencana Tindakan
a.       Tujuan Umum: Klien tidak mencederai dengan melakukan manajemen kekerasan
b.      Tujuan Khusus:
1.        Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1.1.      Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
1.2.      Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3.      Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

2.      Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.


Tindakan:
2.1.         Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2.2.         Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel/kesal.
2.3.         Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.

3.      Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.


Tindakan :
3.1.         Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
3.2.         Observasi tanda perilaku kekerasan.
3.3.         Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami klien.

4.      Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.


Tindakan:
4.1.         Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
4.2.         Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
4.3.         Tanyakan "Apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai ?"

5.      Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.


Tindakan:
5.1.         Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
5.2.         Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
5.3.         Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

6.      Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon thd kemarahan.


Tindakan :
6.1.         Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
6.2.         Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal/kasur.
6.3.         Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/tersinggung.
6.4.         Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.

7.      Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.


Tindakan:
7.1.         Bantu memilih cara yang paling tepat.
7.2.         Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
7.3.         Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
7.4.         Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
7.5.         Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel/marah.

8.      Klien mendapat dukungan dari keluarga.


Tindakan :
8.1.         Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melaluit pertemuan keluarga.
8.2.         Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

9.      Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).


Tindakan:
9.1.         Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping).
9.2.         Bantu klien mengpnakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
9.3.         Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
DAFTAR PUSTAKA

1.       Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby Year Book, 1995
2.       Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
3.        Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
4.        Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
5.        Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000

A.       Masalah Utama.
Perubahan isi pikir : waham

B.       Pengertian.
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten
dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien (1).
Manifestasi klinik waham yaitu berupa : klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya ) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan, klien tampak tidak mempunyai
orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat
menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah tegang, mudah tersinggung (2).

C.       Proses terjadinya masalah


1.        Penyebab
Penyebab secara umum dari waham adalah gannguan konsep diri : harga diri rendah. Harga diri rendah dimanifestasikan
dengan perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai
keinginan.(3)

2.        Akibat
Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi verbal yang ditandai dengan pikiran tidak realistic, flight of
ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak mata yang kurang. Akibat yang lain yang
ditimbulkannya adalah beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

D.       Pohon masalah

  
Kerusakan Resiko tinggi mencederai
komunikasi verbal diri, orang lain dan  
 
  lingkungan  
   
 
 
 
                                                                                                                            

E.       Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


1.        Masalah keperawatan :
a.        Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b.        Kerusakan komunikasi : verbal
c.        Perubahan isi pikir : waham
d.        Gangguan konsep diri : harga diri rendah.

2.        Data yang perlu dikaji :


a.        Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1).  Data subjektif
Klien memberi kata-kata ancaman, mengatakan benci dan kesal pada seseorang, klien suka membentak dan menyerang orang
yang mengusiknya jika sedang kesal, atau marah, melukai / merusak barang-barang dan tidak mampu mengendalikan diri
2).  Data objektif
Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dank eras, bicara menguasai, ekspresi marah, pandangan tajam, merusak
dan melempar barang-barang.

b.        Kerusakan komunikasi : verbal


1).  Data subjektif
Klien mengungkapkan sesuatu yang tidak realistik
2). Data objektif
Flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak mata kurang

c.   Perubahan isi pikir : waham ( ………….)


1).  Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara
berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
2). Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik,
sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung

d.  Gangguan harga diri rendah


1).  Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri sendiri
2).  Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri
hidup

F.       Diagnosa Keperawatan
a.      Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan waham
b.     Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan  berhubungan dengan waham
c.      Perubahan isi  pikir : waham (……………..) berhubungan dengan harga diri rendah.

E.  Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan 1: kerusakan komunikasi verbalberhubungan dengan waham
1.        Tujuan umum :
Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
2.        Tujuan khusus :
a.        Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
‫ٱ‬           Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang
tenang, buat kontrak yang jelas topik, waktu, tempat).
‫ٱ‬           Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan
anda" disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan empati,   tidak membicarakan
isi waham klien.
‫ٱ‬           Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi: katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di
tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
‫ٱ‬           Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri.

b.        Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki


Tindakan :
‫ٱ‬           Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
‫ٱ‬           Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realistis.
‫ٱ‬           Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari - hari
dan perawatan diri).
‫ٱ‬           Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham tidak ada.Perlihatkan kepada klien bahwa
klien sangat penting.

c.        Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi


Tindakan :
‫ٱ‬           Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
‫ٱ‬           Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
‫ٱ‬           Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
‫ٱ‬           Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
‫ٱ‬           Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya.

d.        Klien dapat berhubungan dengan realitas


Tindakan :
‫ٱ‬           Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan waktu).
‫ٱ‬           Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
‫ٱ‬           Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien

e.        Klien dapat menggunakan obat dengan benar


Tindakan :
‫ٱ‬           Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek    samping minum obat.
‫ٱ‬           Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama pasien, obat,    dosis, cara dan waktu).
‫ٱ‬           Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
‫ٱ‬           Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.

f.         Klien dapat dukungan dari keluarga


Tindakan :
‫ٱ‬           Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang: gejala  waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga
dan  follow up obat.
‫ٱ‬           Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga.

Diagnosa Keperawatan 2: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan waham
a.        Tujuan Umum:
Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
b.        Tujuan Khusus:
1.        Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
‫ٱ‬           Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
‫ٱ‬           Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
‫ٱ‬           Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
‫ٱ‬           Beri perhatian dan penghargaan : teman klien walau tidak menjawab.

4.      Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.


Tindakan:
‫ٱ‬           Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
‫ٱ‬           Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
‫ٱ‬           Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.

5.      Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.


Tindakan :
‫ٱ‬           Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
‫ٱ‬           Observasi tanda perilaku kekerasan.
‫ٱ‬           Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang   dialami klien.

4.      Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.


Tindakan:
‫ٱ‬           Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
‫ٱ‬           Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan                      yang biasa dilakukan.
‫ٱ‬           Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"

7.      Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.


Tindakan:
‫ٱ‬           Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
‫ٱ‬           Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
‫ٱ‬           Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
                                                                                                                                                                 
8.      Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Tindakan :
‫ٱ‬           Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
‫ٱ‬           Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
‫ٱ‬           Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal / tersinggung
‫ٱ‬           Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.

9.      Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.


Tindakan:
‫ٱ‬           Bantu memilih cara yang paling tepat.
‫ٱ‬           Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
‫ٱ‬           Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
‫ٱ‬           Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam  simulasi.
‫ٱ‬           Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
10.  Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
‫ٱ‬           Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan keluarga.
‫ٱ‬           Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

10.  Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).


Tindakan:
‫ٱ‬           Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping).
‫ٱ‬           Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
‫ٱ‬           Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.

Diagnosa Keperawatan 3: Perubahan isi pikir : waham ( …….. ) berhubungan dengan harga diri rendah
1.        Tujuan umum :
Klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri rendah/klien akan meningkat harga dirinya.
2.        Tujuan khusus :
a.        Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
‫ٱ‬           Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
‫ٱ‬           Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
‫ٱ‬           Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
‫ٱ‬           Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya
sendiri

b.        Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki


Tindakan :
‫ٱ‬           Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
‫ٱ‬           Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi pujian yang realistis
‫ٱ‬           Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

c.        Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan


Tindakan :
‫ٱ‬           Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
‫ٱ‬           Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah

d.        Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
‫ٱ‬           Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
‫ٱ‬           Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
‫ٱ‬           Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

e.        Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan


Tindakan :
‫ٱ‬           Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
‫ٱ‬           Beri pujian atas keberhasilan klien
‫ٱ‬           Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

f.         Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada


Tindakan :
‫ٱ‬           Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
‫ٱ‬           Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
‫ٱ‬           Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
‫ٱ‬           Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

IV.     DAFTAR PUSTAKA

1.        Aziz R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino Gondoutomo. 2003
2.        Keliat Budi A. Proses keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC. 1999
3.        Tim Direktorat Keswa. Standart asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Bandung: RSJP.2000
4.        Townsend M.C. Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri; pedoman untuk pembuatan rencana keperawatan.
Jakarta: EGC. 1998
5.        …………..Pelatihan asuhan keperawatan pada klien gangguan jiwa. Semarang. 20 – 22 Novembr 2004. unpublished

Anda mungkin juga menyukai