Anda di halaman 1dari 6

1.

Analgesik Opioid Analgesik opioid merupakan obat yang bekerja di reseptor opioid pada
sistem saraf pusat (SSP). Obat ini diberikan untuk mengatasi nyeri sedang sampai nyeri berat
sesuai dengan kekuatan dari nyeri yang dirasakan dan kekuatan dari obat tersebut (Ikawati,
2011). Obat ini bekerja pada SSP secara selektif sehingga dapat mempengaruhi kesadaran
dan menimbulkan ketergantungan jika dikonsumsi dalam jangka panjang. Mekanisme obat
ini yaitu mengaktivasi reseptor opioid pada SSP untuk mengurangi rasa nyeri. Aktivasi dari
obat tersebut diperantarai oleh reseptor mu (µ) yang dapat menghasilkan efek analgesik di
SSP dan perifer (Nugroho, 2012). Contoh dari obat analgesik opioid antara lain: morfin,
kodein, fentanil, nalokson, nalorfi, metadon, tramadol, dan sebagainya.

2.1 Mekanisme kerja opiod Opioid dapat menimbulkan efek analgesia melalui mekanisme
perifer. Reseptor opioid yang terdapat pada jaringan saraf perifer dilapisi oleh mielin tipis.
Respons inflamasi mengakibatkan penambahan jumlah reseptor opioid perifer dan densitas
bertambah dalam hitungan menit sampai jam setelah respons inflamasi dimulai. Dari pernyataan
ini dapat disimpulkan bahwa mekanisme kerja opioid dapat dipakai untuk mengatasi nyeri
melalui mekanisme perifer5 . Reseptor opioid secara luas terdistribusi dalam sistem saraf pusat
yang dikelompokkan menjdi 3 tipe utama yaitu μ, κ, dan σ.reseptor. μ reseptor memiliki jumlah
yang paling banyak di otak dan merupakan reseptor yang paling berinteraksi dengan
opioidanalgesik untuk mengasilkan efek analgesik. Sedangkan κ dan σ reseptor menunjukkan
selektivitas terhahap enkefalin dan dinorfin secara respektif. Aktivasi κ reseptor juga dapat
menghasilkan efek analgesik, namun berlawanan dengan μ agonis, yang dapat menyebabkan
euforia. Beberapa opioid analgesik mengahsilkan efek stimulan dan psikomotorik dengan beraksi
pada σ reseptor. Aktivasi pada μ dan σ reseptor dapat menyebabknhiperpolarisasi pada saraf
dengan cara mengaktivasi K chanel melalui proses yang melibatkan G-protein.Sedangkan aktivasi
κ reseptor dapat menghambat membran Ca2+ chanel. Sehingga dapa tmerintangi peletuoan
neuronal dan pelepasan transmitter.1

2. Parasetamol adalah analgetik nonopioid dan nonsalisilat yang sudah digunakan lebih dari 40 tahun
untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol bekerja dengan meningkatkan batas
ambang nyeri dengan cara menghambat N-metil-D-aspartate (NMDA) atau disebut substansi P serta
prostaglandin E2 di sentral. Parasetamol memiliki efek analgesia dan juga antipiretik tanpa efek anti-
inflamasi, aman digunakan, efek samping minimal, dan ditoleransi dengan baik.10,11 Parasetamol
juga memiliki efek opioidsparing bila digunakan bersama dengan opioid dosis yang rendah sehingga
memberikan efek analgesia yang baik dengan meminimalkan efek samping opioid seperti depresi
napas, bradikardia, dan hipoksia.10,

3. Mekanisme dan sifat dasar ains Obat analgesik anti inflamasi non steroid merupakan suatu
kelompok sediaan dengan struktur kimia yang sangat heterogen, dimana efek samping dan efek
terapinya berhubungan dengan kesamaan mekanisme kerja sediaan ini pada enzim cyclooxygenase
(COX). Kemajuan penelitian dalam dasawarsa terakhir memberikan penjelasan mengapa kelompok
yang heterogen tersebut memiliki kesamaan efek terapi dan efek samping, ternyata hal ini terjadi
berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (PG). Mekanisme kerja yang berhubungan
dengan biosintesis PG ini mulai dilaporkan pada tahun 1971 oleh Vane dan kawan-kawan yang
memperlihatkan secara invitro bahwa dosis rendah aspirin dan indometason menghambat produksi
enzimatik PG. Dimana juga telah dibuktikan bahwa jika sel mengalami kerusakan maka PG akan
dilepas.Namun demikian obat AINS secara umum tidak menghambat biosintesis leukotrin,yang
diketahui turut berperan dalam inflamasi. AINS menghambat enzim cyclooxygenase (COX) sehingga
konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat cyclooxysigenase
dengan cara yang berbeda.2 AINS dikelompokkan berdasarkan struktur kimia,tingkat keasaman dan
ketersediaan awalnya. Dan sekarang yang popoler dikelompokkan berdasarkan selektifitas
hambatannya pada penemuan dua bentuk enzim constitutive cyclooxygenase-1 (COX-1) dan
inducible cycloocygenase-2 (COX-2).COX-1 selalu ada diberbagai jaringan tubuh dan berfungsi dalam
mempertahankan fisiologi tubuh seperti produksi mukus di lambung tetapi sebaliknya ,COX-2
merupakan enzim indusibel yang umumnya tidak terpantau di kebanyakan jaringan, tapi akan
meningkat pada keadaan inflamasi atau patologik. AINS yang bekerja sebagai penyekat COX akan
berikatan pada bagian aktif enzim,pada COX-1 dan atau COX - 2, sehingga enzim ini menjadi tidak
berfungsi dan tidak mampu merubah asam arakidonat menjadi mediator inflamasi prostagla ndin.3,4
AINS yang termasuk dalam tidak selektif menghambat sekaligus COX-1 dan COX-2 adalah
ibuprofen,indometasin dan naproxen. Asetosal dan ketorokal termasuk sangat selektif menghambat
menghambat COX-1. Piroxicam lebih selektif menyekat COX-1, sedangkan yang termasuk selektif
menyekat COX-2 antara lain Fajriani Indonesian Journal of Dentistry 2008; 15(3): 200-204 202
diclofenak, meloxicam, dan nimesulid. Celecoxib dan rofecoxib sangat selektif menghambat COX-2.5

 Obat anti inflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan NSAID
(Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs)/AINS adalah suatu golongan obat yang memiliki
khasiat analgesik (pereda nyeri), anti piretik (penurun panas), dan anti inflamasi (anti
radang) OAINS bekerja dengan menghambat kerja dari enzim siklooksigenase. Enzim ini
berperan penting dalam jalur metabolisme asam arakhidonat, yaitu bekerja untuk
mengkatalis perubahan asam arakhidonat menjadi prostaglandin dan tromboksan.1,3
Terdapat dua isoform enzim siklooksigenase yaitu siklooksigenase-1 dan siklooksigenase-2.
Kedua enzim ini memiliki struktur yang serupa, namun pada bagian substrate binding
channel enzim siklooogsinegase-2 memiliki sisi samping yang berbeda dengan enzim
siklooksigenase-1. Hal ini lah yang mendasari selektivitas inhibisi enzim ini oleh OAINS.4
Enzim siklooksigenase-1 terdapat di platelet, endotelium vaskular, epitelium gastrointestinal,
otak, tulang belakang, dan ginjal. Enzim ini berfungsi untuk meregulasi fungsi trombosit,
proteksi mukosa gastrointestinal, dan proteksi terhadap fungsi ginjal jika mengalami
gangguan perfusi. Enzim siklooksigenase-2 diaktivasi oleh beberapa sitokin dan menginduksi
kaskade inflamasi. Enzim ini banyak ditemukan di plak aterosklerotik, makula densa, dan
interstisial medula ginjal. Enzim ini berperan dalam persepsi nyeri serta metabolisme air dan
garam. Spektrum kerja OAINS terbagi menjadi dua yaitu OAINS konvensional yang
menghambat kerja kedua isoform enzim siklooksigenase dan OAINS selektif yang hanya
bekerja pada siklooksigenase-2.1,2,4 Hasil akhir metabolisme asam arakhidonat yang
dikatalis oleh enzim siklooksigenase adalah prostaglandin I2 dan tromboksan. Prostasiklin
(prostaglandin I2) memiliki efek anti-trombotik dan dihasilkan dari sel endotel dengan
bantuan enzim siklooksigenase-2, sedangkan tromboksan dihasilkan oleh platelet dengan
bantuan dari enzim siklooksigenase-1 serta memiliki efek pro-trombotik.3 Efek inhibisi
OAINS digambarkan pada gambar 1 dibawah ini.

4. Efek Samping AINS mempunyai efek samping pada tiga sistem organ yaitu saluran cerna, ginjal,
dan hati. Efek yang paling sering adalah tukak peptik (tukak duodenum dan tukak lambung) yang
kadang – kadang terjadi anemia sekunder karena perdarahan saluran cerna. Ada dua mekanisme
iritasi lambung, iritasi yang bersifat lokal menimbulkan difusi asam lambung ke mukosa dan
menyebabkan kerusakan jaringan, iritasi dan perdarahan secara sistemik akan melepaskan PGE2 dan
PGI2 yang akan menghambat sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mukus usus halus.2
Efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit akibat pemnghambatan biosistesis tromboksan
A2 (TXA2) yang berakibat bertambahnya panjang waktu perdarahan.2 Penghambatan biosintesis PG
di ginjal menyebabkan gangguan homeostasis. Pada orang normal gangguan ini tidak begitu
berpengaruh pada fungsi ginjal. Namun , pada pasien hupovolemia, gagal jantung, sirosis hepatis,
aliran darah gijal dan kecepatan filtrasi glomerolus akan berkurang, bahkan dapat terjadi gagal ginjal
akut.2 Pada beberapa orang dapat terjadi hipersensitivitas. Reaksi ini umumnya dapat berupa
rhinitis vasomotor, urtikaria, asma bronkial, hipotensi, sampai presyok dan syok.2

5. beda cox 1 dan 2

Enzim COX terdapat dalam 2 isoform disebut COX-1 dan COX-2. Kedua isoform tersebut dikode oleh
gen yang berbeda dan kerjanya bersifat unik. Inhibisi terhadap COX-2 diperkirakan merupakan
mekanisme utama dari efek antipiretik, analgesik, dan antiinflamasi dari NSAID, sedangkan inhibisi
terhadap COX-1 berperan besar dalam efek samping NSAID terhadap saluran gastrointestinal.
Namun, COX-1 juga berperan dalam inflamasi. Diperkirakan bahwa COX-1 berperan dalam
mekanisme inflamasi akut dan COX-2 dalam mempertahankan produksi eikosanoid setelah stimulus
inflamasi. Secara garis besar COX-1 penting dalam pemeliharaan berbagai fungsi di berbagai jaringan
khususnya ginjal, saluran cerna dan trombosit. Di mukosa lambung, aktivasi COX-1 menghasilkan
prostasiklin yang bersifat sitoprotektif. COX-1 ini diinduksi berbagai stimulus inflamasi. Tromboksan
A2, yang disintesis trombosit oleh COX-1, menyebabkan agregasi trombosit, vasokonstriksi dan
proliferasi otot polos. Sebaliknya prostasiklin (PGI2) yang disintesis oleh COX-2 melawan efek
tersebut dan menyebabkan penghambatan agregasi trombosit, vasodilatasi dan efek anti-
proliferatif. 29 Walaupun termasuk NSAID nonselektif atau konvensional, natrium diklofenak
menunjukkan selektivitas terhadap COX-2 yang hampir sama dengan celecoxib secara in vitro.
Potensinya terhadap COX-2 lebih besar dari indometasin, naproxen, atau beberapa NSAIDs non-
selektif lainnya. Namun, kejadian efek samping gastrointestinalnya tidak berbeda dengan celecoxib.
25 Dalam mengatasi rasa nyeri, natrium diklofenak, sebagai sebuah NSAID, sangat efektif bila
peradangan telah menyebabkan sensitisasi reseptor terhadap rangsangan mekanik atau kimiawi.
Dalam reaksi peradangan, sensasi nyeri disebabkan oleh stimulasi lokal dan meningkatnya
sensitivitas serabut saraf (hiperalgesia). Nyeri kronis pascaoperasi atau nyeri akibat peradangan
dikendalikan dengan baik oleh NSAID, sedangkan rasa sakit yang timbul dari organ berongga (hollow
viscus) biasanya tidak diredakan. 30 Sebagai antipiretik, obat ini menurunkan suhu badan hanya
pada keadaan demam. Namun obat ini tidak dibenarkan digunakan sebagai antipiretik atas alasan
bersifat toksik bila digunakan secara rutin atau terlalu lama.

 COX-1 selalu ada diberbagai jaringan tubuh dan berfungsi dalam mempertahankan fisiologi
tubuh seperti produksi mukus di lambung tetapi sebaliknya ,COX-2 merupakan enzim
indusibel yang umumnya tidak terpantau di kebanyakan jaringan, tapi akan meningkat pada
keadaan inflamasi atau patologik. AINS yang bekerja sebagai penyekat COX akan berikatan
pada bagian aktif enzim,pada COX-1 dan atau COX - 2, sehingga enzim ini menjadi tidak
berfungsi dan tidak mampu merubah asam arakidonat menjadi mediator inflamasi prostagla
ndin.3,4 AINS yang termasuk dalam tidak selektif menghambat sekaligus COX-1 dan COX-2
adalah ibuprofen,indometasin dan naproxen. Asetosal dan ketorokal termasuk sangat
selektif menghambat menghambat COX-1. Piroxicam lebih selektif menyekat COX-1,
sedangkan yang termasuk selektif menyekat COX-2 antara lain Fajriani Indonesian Journal of
Dentistry 2008; 15(3): 200-204 202 diclofenak, meloxicam, dan nimesulid. Celecoxib dan
rofecoxib sangat selektif menghambat COX-2.5

5. efek samping nsaid non selektif pada GI mukosa lambung

jenis NSAID dapat menghambat sintesis prostaglandin (PG) yang merupakan mediator inflamasi dan
mengakibatkan berkurangnya tanda inflamasi.1 Akan tetapi, PG khususnya PGE sebenarnya
merupakan zat yang bersifat protektor untuk mukosa saluran cerna atas. Hambatan sintesis PG akan
mengurangi ketahanan mukosa, dengan efek berupa lesi akut mukosa gaster bentuk ringan sampai
berat.3 NSAID merusak mukosa lambung melalui 2 mekanisme yaitu topikal dan sistemik. Kerusakan
mukosa secara tropikal terjadi karena NSAID bersifat asam dan lipofili, sehingga mempermudah
trapping ion hidrogen masuk mukosa dan menimbulkan kerusakan.8 Efek sistemik NSAID lebih
penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat produksi prostaglandin menurun secara bermakna.6,8
Seperti diketahui prostaglandin merupakan substansi sitoprotektif yang amat penting bagi mukosa
lambung. Efek sitoproteksi itu dilakukan dengan cara menjaga aliran darah mukosa, meningkatkan
sekresi mukosa dan ion bikarbonat dan meningkakan epitel defensif.1 Ia memperkuat sawar mukosa
lambung duodenum dengan meningkatkan kadar fosfolipid mukosa sehingga meningkatkan
hidrofobisitas permukaan mukosa, dengan demikian mengurangi difusi balik ion hidrogen.

Manifestasi klinis bervariasi dari tanpa gejala, gejala ringan dengan manifestasi tersering dispepsia,
heartburn, abdominal discomfort, dan nausea; hingga gejala berat seperti tukak peptik, perdarahan
dan perforasi. Keluhan lain yang biasa dirasakan pasien adalah mengalami gangguan pada saluran
pencernaan atas, berupa nafsu makan menurun, perut kembung dan perasaan penuh di perut, mual,
muntah dan bersendawa. Jika telah terjadi pendarahan aktif dapat bermanifestasi hematemesis dan
melena

 Terjadinya efek samping NSAID terhadap saluran cerna dapat disebabkan oleh efek toksik
langsung NSAID terhadap mukosa lambung sehingga mukosa menjadi rusak. Sedangkan efek
sistemik disebabkan kemampuan NSAID menghambat kerja COX-1 yang mengkatalis
pembentukan prostaglandin. Prostaglandin pada mukosa saluran cerna berfungsi menjaga
integritas mukosa, mengatur aliran darah, sekresi mukus, bikarbonat, proliferasi epitel, serta
resistensi mukosa terhadap kerusakan6,9. Patogenesis NSAID memicu kerusakan gaster :
sintesis prostaglandin dan peran COX-1 dan COX-2 pada pertahanan mukosa gaster. COX-1
dan COX-2 merupakan enzim kunci untuk biosintesis PGs. COX-1 secara umum terdapat di
beberapa jaringan, dimana COX-2 hanya sedikit dan tidak ada di kebanyakan jaringan tapi
secara cepat terinduksi merespon growth factor dan sitokin. COX-1 yang berperan dalam
sintesa PG, sebagian besar bertanggung jawab pada memelihara kekuatan mukosa gaster.
Kerusakan gaster diperkirakan berhubungan dengan inhibisi produksi PG mukosa gaster oleh
COX-1. Anggapan ini lebih lanjut didukung oleh fakta bahwa COX-2, tidak menginhibisi COX-1
pada dosis terapi, tidak mempengaruhi produksi PG mukosa. Tetapi inhibitor selektif COX-1
(SC-560) juga tidak menyebabkan kerusakan hebat pada lambung, walaupun menginhibisi
produksi PG pada mukosa gaster. Sebaliknya kombinasi pemberian inhibitor selektif COX-1
dan COX-2 menyebabkan kerusakan mukosa. Data ini menentang anggapan bahwa hanya
COX-1 yang memegang peranan pemeliharaan di lambung4,6,8. Untuk mengurangi efek
samping NSAID pada saluran cerna dapat dilakukan beberapa hal seperti meminum NSAID
bersamaan dengan proton pump inhibitor (PPI), misoprostol (analog prostaglandin),
histamine-2 reseptor antagonis (H2 reseptor antagonis), dan memilih NSAID spesifik
inhibitor COX-22,5,8 .
 PATOFISIOLOGI Efek samping NSAID pada saluran cerna tidak terbatas pada lambung. Efek
samping pada lambung memang yang paling sering terjadi. NSAID merusak mukosa lambung
melalui 2 mekanisme, yakni topical dan sistemik. Kerusakan mukosa secara topical terjadi
karena NSAID bersifat asam dan lipofilik, sehingga mempermudah trapping ion hydrogen
masuk ke dalam mukosa dan menimbulkan kerusakan. Efek sistemik NSAID tampaknya lebih
penting, yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat produksi prostaglandin menurun. NSAID
secara bermakna menekan prostaglandin.9,10 Seperti diketahui, prostaglandin merupakan
substansi sitoprotektif yang amat penting bagi mukosa lambung. Efek sitoproteksi ini
dilakukan dengan cara menjaga aliran darah mukosa, meningkatkan sekresi mukosa dan ion
bikarbonat, dan meningkatkan epithelial defense. Aliran darah mukosa yang menurun
menimbulkan adhesi netrofil pada endotel pembuluh darah mukosa dan memacu lebih jauh
proses imunologis. Radikal bebas dan protease yang dilepaskan akibat proses imunologis
tersebut akan merusak mukosa lambung seperti dijelaskan pada gambar

6. perdarahan

Obat-Obat Pemicu Perdarahan Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drug (NSAID) Obat-obat NSAID


seperti, ketorolac, piroksikam, asam mefenamat, natrium diklofenak secara tidak langsung diketahui
dapat menyebabkan perdarahan pada saluran cerna hal ini berbeda dengan obat-obat dari golongan
lain yang dapat menyebabkan perdarahan. Kerja obat-obat NSAID yang tidak selektif dalam
menghambat enzim siklooksigenase, penghambatan COX-1 pada pada mukosa lambung dapat
menyebabkan perdarahan pada lambung. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 dengan
membandingkan NSAID, selektif COX-2, dan kombinasinya menghasilkan kesimpulan bahwa
piroksikan dam ketorolac merupakan 2 NSAID yang paling besar menimbulkan luka pada saluran
percernaan dengan RR paling tinggi (adj RR 14,4;95% Cl 1,1 hingga 4.0) 15

7. plasebo

https://hellosehat.com/hidup-sehat/fakta-unik/efek-plasebo-adalah/

file:///C:/Users/Big%20Boss/Downloads/66-122-1-SM.pdf

Anda mungkin juga menyukai