Anda di halaman 1dari 72

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan. Saat ini, kurikulum yang berlaku untuk sekolah-
sekolah di Indonesia adalah kurikulum 2013. Kurikulum 2013 mempunyai
empat kompetensi inti yaitu: aspek spiritual untuk kompetensi isi 1; aspek
sosial untuk kompetensi isi 2; aspek pengetahuan untuk kompetensi isi 3;
dan aspek keterempilan untuk kompetensi isi 4 (Nuh 2013). Keempat
kompetensi tersebut di perlukan untuk mencapai proses pembelajaran yang
lebih baik, terutama dalam pembelajaran kimia.
Pada kurikulum 2013, pembelajaran kimia merupakan mata pelajaran
peminatan pada tingkat SMA jurusan MIPA. Pelajaran kimia merupakan
produk pengetahuan alam yang berupa fakta, teori, prinsip, dan hukum dari
proses kerja ilmiah sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran kimia akan
dapat tercapai jika mencakup tiga aspek utama yaitu: produk, proses, dan
sikap ilmiah (Wasonowati, Redjeki et al. 2014).
Bila dilihat dari tiga aspek pembelajaran kimia tersebut, materi
pembelajaran kimia memiliki keterkaitan dengan materi-materi pembelajaran
yang lain. Seperti materi pembelajaran kimia dengan materi pembelajaran
biologi, materi pembelajaran kimia dengan materi pembelajaran fisika dan
materi pembelajaran kimia dengan materi pembelajaran matematika. Contoh
keterkaitan materi pembelajaran kimia dengan materi pembelajaran biologi
yaitu dalam ilmu kimia proses evolusi tidak dapat sepenuhnya digambarkan
secara lengkap karena kimia tidak mengandung konsep-konsep seperti
seleksi alam yang bertanggung jawab terhadap terjadinya evolusi. Hal ini
2

menjadikan Ilmu kimia sebagai dasar pada ilmu biologi karena ilmu kimia
memberikan metodologi untuk mempelajari dan memahami molekul
pembentuk sel. Contoh lainnya yaitu keterkaitan materi pembelajaran kimia
dengan materi pembelajaran fisika, dalam kecepatan reaksi, dan mekanisme
reaksi kimia. Selain itu materi kimia kuantum juga dapat membantu dalam
memahami hukum-hukum fisika (John Gribbin, 2005).
Dilihat dari keterkaitan materi pembelajaran kimia dengan materi
pembelajaran lainnya, materi pembelajaran kimia merupakan pusat ilmu
alam karena ilmu kimia menjembatani ilmu alam lainnya (Prodjosantoso).
Selain keterkaitan materi pembelajaran kimia dengan materi pembelajaran
secara umum seperti materi pembelajaran fisika, biologi dan matematika,
materi pembelajaran kimia juga terkait dengan materi pembelajaran agama
islam. Agama islam dipedomani oleh alqur’an dan hadist. Agama islam
merupakan agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu materi pembelajaran agama islam sangat perlu dikaitkan
dengan materi pembelajaran kimia. Hal ini juga sesuai dengan ketetapan
pemerintah dalam permendikbud No. 64 Tahun 2013, yaitu: a)
Menumbuhkan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui pengamatan
terhadap fenomena dan prinsip kimia. b) Mengembangkan sikap ilmiah, rasa
ingin tahu, berpikir logis dan analitis, tekun, ulet, jujur, disiplin, tanggung
jawab, santun, dan peduli melalui kimia.c) Memahami konsep-konsep kimia
dan keterkaitannya. d) Menerapkan ilmu kimia untuk menjelaskan
fenomena yang terjadi disekitar lingkungan kehidupan. e) Menganalisis dan
menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan kimia serta menerapkan
pengetahuan tersebut pada berbagai bidang ilmu dan teknologi. f)
Menghadirkan kesadaran terhadap aplikasi kimia baik yang mendatangkan
manfaat maupun yang merugikan bagi individu, masyarakat dan
lingkungan, serta menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan
3

lingkungan demi kesejahteraan masyarakat. g) Memupuk sikap positif


terhadap kimia, yaitu merasa tertarik untuk mempelajari kimia lebih
lanjut (Djudin). Dilihat dari tujuannya, pembelajaran kimia menekankan
keterkaitan pembelajaran kimia dengan ilmu agama. Di dalam al-Qur`an,
informasi yang dibutuhkan bagi manusia, baik yang sudah diketahui
maupun belum diketahui. Al-qur’an juga terdapat Informasi tentang ilmu
pengetahuan dan teknologi yang disebutkan berulang-ulang dengan tujuan
agar manusia bertindak untuk melakukan nazhar. Nazhar merupakan suatu
kegiatan pelaksanaan observasi, penerapan metode serta penelitian ilmiah
terhadap segala macam peristiwa di lingkungan alam ataupun di masyarakat
serta historisitas bangsa-bangsa zaman dahulu(Djudin).
Jika dilihat dari segi bahan ajar kimia, terdapat beberapa jenis bahan
ajar yang digunakan guru selama proses pembelajaran kimia, yaitu LKS,
handout, buku ajar dan modul. Bila dilihat dari segi materi kimia, bahan ajar
tersebut tidak ada kaitannya materi pembelajaran agama. Hal ini
menyebabkan materi-materi kimia yang didapatkan di sekolah hanya menjadi
materi pembelajaran wajib di sekolah tanpa perlu ditunjukkan melalui prilaku
yang sesuai dengan syariat islam. Sebenarnya Dalam pemilihan bahan ajar,
guru seharusnya dapat menyesuaikan bahan ajar yang akan digunakan dengan
tujuan dan fungsi pembelajaran yang ditetapkan oleh pemerintah.
Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan hasil observasi peneliti di SMA
N 2 Sawahlunto pada bulan November 2019. Wawancara pertama dilakukan
dengan salah satu guru kimia di sekolah tersebut. Saat melakukan wawancara,
peneliti menanyakan beberapa pertanyaan terkait dengan proses pembelajaran
kimia, media pembelajaran kimia, serta bahan ajar kimia yang di gunakan
selama proses pembelajaran. Berkenaan dengan proses pembelajaran kimia,
hasil wawancara dengan guru tersebut menyatakan dalam proses
pembelajaran kimia di sekolah sudah bagus, hal ini ditandai dengan
4

penggunaan metode pembelajaran yang sangat bervariasi. Metode-metode


yang digunakan di sekolah tersebut yaitu metode konvensional, metode
diskusi kelompok, metode demonstrasi percobaan, metode pemecahan
masalah, dan metode discovery. Selain itu media pembelajaran kimia di
sekolah tersebut juga sudah cukup baik. Hal ini ditandai dengan penggunaan
media yang bervariasi, seperti penggunaan media power point (ppt), media
grafik, media gambar, media video, dan media papan tulis. Hal ini sesuai
dengan rancangan yang telah ditetapkan dalam silabus dan rencana pelaksaan
pembelajaran (RPP) yang di buat oleh guru tersebut. Namun pada bahan ajar
yang digunakan selama proses pembelajaran kimia di sekolah guru tersebut
hanya menggunakan bahan ajar berupa buku kimia kurikulum 2013 terbitan
grafindo. Pada saat observasi peneliti juga diizinkan untuk melihat buku
tersebut, setelah diamati buku tersebut hanya berisikan materi saja dan sedikit
gambar terkait dengan materi pembelajaran.
Disamping itu peneliti juga menanyakan tentang penyampaian materi
kimia yang berkaitan dengan materi agama islam dan penerapan kurikulum
2013 mengenai aspek kompetensi inti KI satu dalam pembelajaran kimia.
Guru tersebut menyatakan, dalam penyampaian materi pembelajaran kimia
terkait dengan materi agama islam belum pernah disampaikan. Hal ini
disebabkan oleh keterbatasan buku yang disediakan oleh sekolah sehingga
guru hanya menggunakan buku yang tersedia saja untuk menyampaikan
materi pembelajaran kepada siswa.
Berkenaan dengan kurikulum 2013, mengenai aspek kompetensi inti
satu yaitu aspek spiritual yang mengajarkan untuk mengaitkan pembelajaran
umum dengan pembelajaran agama. Guru tersebut menyatakan bahwa sudah
mampu mengaitkan materi pembelajaran kimia dengan KI satu yaitu aspek
spiritual hanya saja guru memiliki keterbatasan dalam bahan ajar yang akan
digunakan. Hal tersebut dikarenakan bahan ajar yang disediakan belum
5

memuat aspek-aspek keislaman sehingga guru tidak optimal dalam


penyampaian materi pembelajaran.
Hasil wawancara ini, juga diperkuat oleh hasil wawancara dengan
siswa, peneliti menanyakan beberapa point kepada siswa. Point pertama yaitu
berkenaan dengan proses pembelajaran kimia di dalam kelas, point kedua
berkenaan dengan materi pembelajaran kimia di sekolah dan keterkaitan
materi yang diajarkan dengan materi agama islam. Dari beberapa point
pertanyaan tersebut, siswa menyatakan dalam proses pembelajaran di dalam
kelas, materi kimia yang disampaikan sudah bagus dan menarik sehingga nilai
yang diperoleh siswa pun sudah memuaskan, namun keterkaitan materi kimia
dengan materi agama tidak ada sehingga siswa tidak bisa mengaitkan materi
kimia dengan materi agama islam.
Berdasarkan hal ini maka peneliti perlu mengembangkan suatu
produk, yaitu dengan menyajikan modul pembelajaran kimia yang
mengintegrasikan beberapa aspek ilmu umum dan ilmu agama, yakni
dengan sumber belajar berupa bahan ajar yang berbasis Unity Of Science
(Ali and Aghna 2019). Unity of sciences merupakan paradigma keilmuan
yang beranggapan bahwa seluruh bidang ilmu pengetahuan, merupakan
satu kesatuan. Paradigma unity of sciences ini menegaskan bahwa semua
ilmu pada dasarnya adalah satu kesatuan yang berasal dan bermuara pada
Allah melalui wahyu-Nya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu, semua ilmu sudah semestinya saling berkaitan dan
bermuara pada satu tujuan yakni mengantarkan pengkajinya semakin
mengenal dan semakin dekat pada Allah sebagai al-Alimm (Yang Maha
Tahu)(Ristiyani and Bahriah 2016). Dalam pembelajaran kimia,unity of
sciences juga meimiliki tujuan yaitu; (1) untuk menyatukan ilmu agama dan
sains; (2) untuk menjelaskan fenomena alam yang terjadi di bumi dan di
langit; (3) memeperjelas keterkaitan ilmu sains yang telah dibahas dalam al-
6

qur’an.; (4) sebagai upaya membatasi sains agar para peserta didik tidak
terjerumus kedalam ajaran-ajaran yang bertentangan dengan akidah dan
keimanan dalam Islam (Djudin).
Dalam hal ini modul yang dikembangkan diharapkan dapat membantu
guru menyampaikan materi-materi pembelajaran kimia secara teoritis yang
sekaligus ada keterakaitannya dengan ilmu agama untuk mengembangkan
aspek afektif pada peserta didik. Maka peneliti tertarik untuk
mengembangkan suatu bahan ajar yang berbasis al-qur’an, sesuai yang telah
dijelaskan diatas dan permasalahan yang ada di sekolah. Berdasarkan hal ini
peneliti mengangangkat judul tentang Pengembangan Modul Pembelajaran
Kimia Berbasis Unity Of Sciences Materi Minyak Bumi Kelas XI di SMA N
2 Sawah Lunto. Berdasarkan rancangan pengembangan bahan ajar tersebut,
maka objektif penelitian adalah melakukan uji validitas dan praktikalitas
terhadap produk yang dikembangkan yaitu modul pembelajaran kimia
berbasis unity of sciences.
B. Identifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Belum adanya modul yang berisikan keterkaitan antara ilmu sains dengan
agama.
2. Belum adanya penggunaan modul berbasis unity of science di SMA N 2
Sawahlunto
3. Sumber buku yang digunakan dalam pembelajaran tidak bervariasi.
C. Batasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya permasalahan pada penelitian ini, maka
diperlukan batasan masalah. Oleh karena itu peneliti memfokuskan pada
pengembangan modul pembelajaran kimia berbasis unity of sciences materi
minyak bumi kelas XI SMA N 2.
7

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah
1. Bagaimana validitas Pengembangan Modul Pembelajaran Kimia
Berbasis Unity Of Sciences pada Materi Minyak Bumi Kelas XI
2. Bagaimana praktikalitas Pengembangan Modul Pembelajaran Kimia
Berbasis Unity Of Sciences pada Materi Minyak Bumi Kelas XI

E. Tujuan Pengembangan
1. Untuk menghasilkan Modul pembelajaran Kimia berbasis unity of science
digunakan pada materi Minyak Bumi di SMAN 2 Sawahlunto yang valid.
2. Untuk menghasilkan Modul pembelajaran Kimia berbasis unity of science
digunakan pada materi Minyak Bumi di SMAN 2 Sawahlunto yang
praktis

F. Spesifikasi produk
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan produk yang spesifik yaitu
modul pembelajaran kimia berbasis unity of sciences yang dapat
digunakanpada kelas XI SMA N 2 Sawahlunto yang memiliki karakteristik
sebagai berikut :
1. Modul berbasis unity of sciences yang dirancang memuat materi
pembelajaran kimia pada materi minyak bumi.
2. Modul berbasis unity of sciences dikembangkan sebagai sumber
pembelajaran untuk memudahkan siswa dalam memahami materi minyak
bumi
3. Modul berbasis unity of sciences memiliki identitas yang jelas seperti
kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator dan tujuan pembelajaran.
4. Indikator pembelajaran dituliskan dalam kolom sebelum presentasi materi,
agar siswa mengetahui apasaja yang akan dipelajari.
8

5. Setiap materi, soal tes dan lembar kegiatan peserta didik diberikan ayat-
ayat al-quran yang berkaitan dengan materi dan menjadi penunjang dalam
pembelajaran tentang minyak bumi tersebut.
6. Modul berbasis unity of sciences dilengkapi dengan gambar-gambar yang
terkait dengan materi minyak bumi untuk lebih memahami peserta didik.
7. Modul berbasis unity of sciences dilengkapi dengan uraian materi, lembar
kegiatan siswa dan cara mengevaluasinya serta soal tes dan kunci
jawaban.
8. Modul berbasis unity of sciences dirancang pada Microsoft publisher.
9. Bahasa dan pemilihan kata disesuaikan dengan tingkat kemampuan
peserta didik sehingga memungkinkan peserta didik untuk belajar mandiri

G. Pentingnya Pengembangan
Adapun beberapa alasan pentingnya pengembangan Modul
Pembelajaran Kimia Berbasis Unity of science pada materi Minyak Bumi
yaitu :
1. Sebagai salah satu alternatif untuk menyelesaikan keterbatasan penggunaan
Modul yang ada disekolah, khususnya modul berbasis unity of science
2. Bagi peneliti, dijadikan sebagai acuan untuk mengembangkan Modul
Pembelajaran Kimia Berbasis Unity of science pada materi minyak bumi
kelas XI yang lebih baik lagi untuk penelitian berikutnya.
H. Asumsi dan Fokus Pengembangan
1. Asumsi
Asumsi yang mendasari pengembangan Modul pembelajaran kimia
berbasis unity of sciences pada materi minyak bumi adalah sebagai berikut:
a. Modul pembelajaran kimia berbasis unity of sciences pada materi
minyak bumi dapat membantu siswa dalam memahami materi yang
dipelajari.
9

b. Modul pembelajaran kimia berbasis unity of sciences pada materi


minyak bumi dapat meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan
berfikir kritis siswa dalam belajar kimia.
c. Modul pembelajaran kimia berbasis unity of sciences pada materi
minyak bumi dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar kimia.
2. Fokus Pengembangan
Dalam pengembangan Modul pembelajaran kimia berbasis unity of
sciences pada materi minyak bumi, ada beberapa komponen yang termuat
diantaranya yaitu, kompetensi dan pemahaman yang baik terkait materi,
bahan ajar dan wawasan integrasi nilai-nilai spiritual dengan ilmu sains.
1. Untuk mengetahui bagaimana validitas Pengembangan Modul
Pembelajaran Kimia Berbasis Unity Of Sciences pada Materi Minyak
Bumi Kelas XI
2. Untuk mengetahui bagaimana praktikalitas Pengembangan Modul
Pembelajaran Kimia Berbasis Unity Of Sciences pada Materi Minyak
Bumi Kelas XI

I. Definisi Operasional
Pengembangan modul adalah suatu proses mendesain sumber belajar
berupa modul untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis,
konseptual,dan moral dengan kebutuhan melalui pendidikan dan latihan.
Modul berbasis unity of sciences ialah salah satu bahan ajar atau
sarana pembelajaran yang bersifat mandiri yang berintegrasikan pada al-
qur’an serta hadist sehingga peserta didik dapat belajar sesuai dengan
kecepatannya masing-masing.
Validitas adalah derajat menunjukkan sejauh mana keteapatan dan
kecermatan suatu alat ukur tes atau nontes dalam melakukan fungsi ukurannya
10

benar-benar mengukur apa yang hendak diukur. Suatu tes dikatakan memiliki
validitas tinggi apabila alat tersebut menjalan fungsi ukur yang sesuai dengan
maksud dilakukannya pengukuran tersebut.
Praktikalitas adalah suatu kualitas yang menunjukkan kemungkinan
dapat dijalankan suatu kegunaan umum dari suatu teknik penilaian, dengan
mendasarkan pada biaya, waktu, kemudahan dalam menyelenggarakn
membuat instrumen, dan dalam pemeriksaan atau penentuan keputusan yang
objektif sehingga keputusan tidak meragukan.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Bahan Ajar
1. Pengertian bahan ajar
Bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang
berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara
mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Tujuan pembelajaran
yang dimaksud yaitu mencapai kompetensi atau sub kompetensi dengan
segala kompleksitasnya. Modul haruslah dirancang dan ditulis dengan
11

kaidah intruksional karena akan digunakan oleh guru untuk membantu dan
menunjang proses pembelajaran (Hernawan, Permasih et al. 2012).
2. Fungsi bahan ajar
Bahan ajar memiliki fungsi antara lain:
a. Sebagai pedoman bagi siswa yang akan mengarahkan semua
aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan
substansi kompetensi yang seharusnya dipelajari atau dikuasainya.
b. Pedoman bagi tenaga pendidik yang akan mengarahkan semua
aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan
substansi kompetensi yang seharusnya diajarkan dan dilatihkan kepada
siswanya.
c. Alat evaluasi pencapaian atau penguasaan hasil pembelajaran
(Hernawan, Permasih et al. 2012).

3. Komponen-komponen bahan ajar

Dalam bahan ajar terdapat komponen-komponen dalam kurikulum


yang harus disampaikan kepada siswa. Komponen ini memiliki bentuk
pesan yang beragam, ada yang berbentuk fakta, konsep, prinsip atau
kaidah, prosedur, problema, dan sebagainya. Komponen ini berperan
sebagai isi atau materi yang harus dikuasai siswa dalam proses
pembelajaran. Skop dan sekuen materi pembelajaran telah tersusun secara
sistematis dalam struktur organisasi kurikulum pendidikan dan pelatihan
(Hernawan, Permasih et al. 2012).
4. Jenis-jenis bahan ajar
Bahan ajar memiliki beragam jenis ada yang cetak maupun
noncetak. Bahan ajar cetak yang sering dijumpai antara lain berupa
handout, buku, modul, brosur, dan lembar kerja siswa.
a. Handout
12

Handout adalah materi pembelajaran yang diberikan oleh guru


kepada peserta didik ketika mengikuti proses pembelajaran.
Handout sebagai bahan tertulis yang disiapkan untuk memperkaya
pengetahuan peserta didik. Guru dapat membuat handout dari
beberapa literatur yang memiliki relevansi dengan kompetensi
dasar yang akan dicapai oleh siswa.
b. Buku
Buku sebagai bahan ajar merupakan buku yang berisi ilmu
pengetahuan hasil analisis terhadap kurikulum dalam bentuk tertulis.
Buku disusun dengan menggunakan bahasa sederhana, menarik,
dilengkapi gambar, keterangan, isi buku, dan daftar pustaka. Buku
akan sangat membantu guru dan siswa dalam mendalami ilmu
pengetahuan sesuai dengan mata pelajaran masing-masing. Secara
umum, buku dibedakan menjadi empat jenis yaitu sebagai berikut.
1) Buku sumber, yaitu buku yang dapat dijadikan rujukan, referensi,
dan sumber untuk kajian ilmu tertentu, biasanya berisi suatu kajian
ilmu yang lengkap.
2) Buku bacaan, yaitu buku yang hanya berfungsi untuk bahan
bacaan saja, misalnya cerita, legenda, novel, dan lain sebagainya.
3) Buku pegangan, yaitu buku yang bisa dijadikan pegangan guru atau
pengajar dalam melaksanakan proses pengajaran.
4) Buku bahan ajar atau buku teks, yaitu buku yang disusun
untuk proses pembelajaran dan berisi bahan-bahan atau materi
pembelajaran yang akan diajarkan (Hernawan, Permasih et al.
2012, Rahdiyanta 2016).
c. Modul
Modul merupakan bahan ajar yang ditulis dengan tujuan agar
siswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru.
13

Modul berisi tentang petunjuk belajar, kompetensi yang akan


dicapai, isi materi pelajaran, informasi pendukung, latihan soal,
petunjuk kerja, evaluasi, dan balikan terhadap evaluasi. Dengan
pemberian modul, siswa dapat belajar mandiri tanpa harus dibantu
oleh guru (Rahdiyanta 2016).
d. Lembar Kerja Siswa (LKS)
Lembar kerja siswa (LKS) adalah materi ajar yang dikemas sebaik
mungkin agar siswa dapat materi ajar secara mandiri. Dalam LKS
siswa akan mendapat materi, ringkasan, dan tugas yang berkaitan
dengan materi. Selain itu siswa juga dapat menemukan arahan
yang terstruktur untuk memahami materi yang diberikan dan pada
saat yang bersamaan siswa diberikan materi serta tugas yang berkaitan
dengan materi tersebut (Fannie and Rohati 2014).
B. Modul
1. Pengertian modul
Modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang
dikemas secara utuh dan sistematis, memuat seperangkat
pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk membantu
peserta didik dalam menguasai materi pembelajaran. Modul
minimal memuat tujuan pembelajaran, materi atau substansi
belajar, dan evaluasi. Modul berfungsi sebagai sarana belajar yang
bersifat mandiri, sehingga peserta didik dapat belajar sesuai
dengan kecepatan masing-masing (Kejuruan 2008).

2. Karakteristik modul

Dalam mengembangkan suatu modul harus memperhatikan


karakteristik sebagai berikut :

a. Self Instruction
14

Merupakan karakteristik penting dalam modul, dengan karakter


tersebut memungkinkan seseorang belajar secara mandiri dan tidak
tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self
instruction, maka modul harus:

1) Memuat tujuan pembelajaran yang jelas, dan dapat


menggambarkan pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar;

2) Memuat materi pembelajaran yang dikemas dalam unit-unit


kegiatan yang kecil dan spesifik, sehingga memudahkan untuk
dipelajari secara tuntas;

3) Tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan


pemaparan materi pembelajaran;

4) Terdapat soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang


memungkinkan untuk mengukur penguasaan peserta didik;

5) Kontekstual, yaitu materi yang disajikan terkait dengan suasana,


tugas atau konteks kegiatan dan lingkungan peserta didik;

6) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif;

7) Terdapat rangkuman materi pembelajaran;

8) Terdapat instrumen penilaian, yang memungkinkan peserta didik


melakukan penilaian mandiri (self assessment);

9) Terdapat umpan balik atas penilaian peserta didik, sehingga


peserta didik mengetahui tingkat penguasaan materi;

10) Terdapat informasi tentang rujukan, pengayaan atau referensi yang


mendukung materi pembelajaran dimaksud;

b. Self Contained
15

Modul dikatakan self contained bila seluruh materi pembelajaran


yang dibutuhkan termuat dalam modul tersebut. Tujuan dari konsep ini
adalah memberikan kesempatan peserta didik mempelajari materi
pembelajaran secara tuntas, karena materi belajar dikemas kedalam satu
kesatuan yang utuh. Dalam melakukan pembagian atau pemisahan
materi dari satu standar kompetensi atau kompetensi dasar, harus
dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta
didik

c. Berdiri Sendiri (Stand Alone)

Stand alone atau berdiri sendiri merupakan karakteristik modul


yang tidak tergantung pada bahan ajar atau media lain, dalam hal ini
modul tidak harus digunakan bersama-sama dengan bahan ajar atau
media lain. Dengan menggunakan modul, peserta didik tidak perlu
bahan ajar yang lain untuk mempelajari dan atau mengerjakan tugas
pada modul tersebut. Jika peserta didik masih menggunakan dan
bergantung pada bahan ajar lain selain modul yang digunakan, maka
bahan ajar tersebut tidak dikategorikan sebagai modul yang berdiri
sendiri.

d. Adaptif

Modul hendaknya memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap


perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul
tersebut dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta fleksibel atau luwes digunakan di berbagai perangkat
keras (hardware).

e. Bersahabat/Akrab (User Friendly)


16

Modul hendaknya juga memenuhi kaidah user friendly atau


bersahabat, akrab dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan
informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan
pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon dan
mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana,
mudah dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum digunakan,

merupakan salah satu bentuk user friendly (Kejuruan 2008).

3. Tujuan Pembuatan Modul


Adapun tujuan pembuatan modul ini antara lain :
1) Agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa, atau dengan
bimbingan pendidik.
2) Agar peran pendidik tidak terlalu dominan dan otoriter dalam kegiatan
pembelajaran.
3) Melatih kejujuran peserta didik.
4) Mengakomodasi berbagai tingkat dan kecepatan belajar peserta didik.
5) Agar peserta didik dapat mengukur sendiri tingkat penguasaan materi
yang telah dipelajari.
4. Manfaat modul

Ditinjau dari kepentingan peserta didik dan kepentingan guru ,


modul memiliki berbagai manfaat. Bagi peserta didik modul
bermanfaat

a. Memiliki kesempatan melatih diri belajar secara mandiri


b. Belajar lebih menarik karena dapat dipelajari di luar kelas dan
diluar jam pelajaran
c. Memiliki kesempatan mengekspresikan cara belajar yang sesuai
dengan kemampuan dan minatnya
17

d. Memiliki kesempatan menguji kemampuan diri sendiri dengan


mengerjakan latihan yang disajikan dengan modul
e. Mampu membelajarkan diri sendiri
f. Mengembangkan kemampuan peserta didik berinteraksi langsung
dengan lingkungan dan sumber belajar lain.
5. Keunggulan modul dalam kegiatan pembelajaran

Keunggulan Modul dalam kegiatan pembelajaran antara lain sebagai


penyedia informasi dasar, karena dalam modul disajikan berbagai materi
pokok yang masih bisa dikembangkan lebih lanjut, sebagai bahan instruksi
atau petunjuk bagi peserta didik, serta sebagai bahan pelengkap bagi ilustrasi
dan foto yang komunikatif, disamping itu kegunaan lain adalah menjadi
petunjuk mengajar yang efektif bagi pendidik serta bagi bahan untuk berlatih
bagi peserta didik dalam melakukan penilaian sendiri.

6. Prinsip pengembangan modul

Berdasarkan desain yang telah dikembangkan dan disusun modul per


modul yang dibutuhkan. Proses penyusunan modul terdiri dari tiga tahapan
pokok.

1) Menetapkan strategi pembelajaran dan media pembelajaran yang sesuai.


Pada tahap ini, perlu diperhatikan berbagai karakteristik dari kompetensi
yang akan dipelajari, karakteristik peserta didik, dan karakteristik konteks
dan situasi dimana modul akan digunakan.

2) Memproduksi atau mewujudkan fisik modul. Komponen isi modul antara


lain meliputi: tujuan belajar, prasyarat pembelajaran yang diperlukan,
18

substansi atau materi belajar, bentuk-bentuk kegiatan belajar dan


komponen pendukungnya.

3) Mengembangkan perangkat penilaian. Dalam hal ini, perlu diperhatikan


agar semua aspek kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan sikap
terkait) dapat dinilai berdasarkan kriteria tertentu yang telah

ditetapkan(Rahdiyanta 2016).

1. Elemen Mutu Modul

Untuk menghasilkan modul pembelajaran yang mampu


memerankan fungsi dan perannya dalam pembelajaran yang efektif,
modul perlu dirancang dan dikembangkan dengan memperhatikan
beberapa elemen yang mensyaratkannya, yaitu:

a. Format
1) Gunakan format kolom (tunggal atau multi) yang proporsional.
Penggunaan kolom tunggal atau multi harus sesuai dengan bentuk dan
ukuruan kertas yang digunakan. Jika menggunakan kolom multi,
hendaknya jarak dan perbandingan antar kolom secara proporsional.
2) Gunakan format kertas (vertikal atau horisontal) yang tepat.
Penggunaan format kertas secara vertikal atau horizontal harus
memperhatikan tata letak dan format pengetikan.
3) Gunakan tanda-tanda yang mudah ditangkap dan bertujuan untuk
menekankan pada hal-hal yang dianggap penting atau khusus. Tanda
dapat berupa gambar, cetak tebal, cetak miring atau lainnya.
b. Organisasi
1) Tampilkan peta atau bagan yang menggambarkan cakupan materi
yang akan dibahas dalam modul.
19

2) Organisasikan isi materi pembelajaran dengan urutan dan susunan


yang sistematis, sehingga memudahkan peserta didik memahami
materi pembelajaran.
3) Susun dan tempatkan naskah, gambar dan ilustrasi sedemikian rupa
sehingga informasi mudah dimengerti oleh peserta didik.
4) Organisasikan antar bab, antar unit dan antar paragraf dengan susunan
dan alur yang memudahkan peserta didik memahaminya.
5) Organisasikan antar judul, sub judul dan uraian yang mudah diikuti
oleh peserta didik.
c. Daya Tarik
1) Bagian sampul (cover) depan, dengan mengkombinasikan warna,
gambar (ilustrasi), bentuk dan ukuran huruf yang serasi.
2) Bagian isi modul dengan menempatkan rangsangan-rangsangan
berupa gambar atau ilustrasi, pencetakan huruf tebal, miring, garis
bawah atau warna.
3) Tugas dan latihan dikemas sedemikian rupa sehingga menarik.
d. Bentuk dan Ukuran Huruf
1) Gunakan bentuk dan ukuran huruf yang mudah dibaca sesuai dengan
karakteristik umum peserta didik.
2) Gunakan perbandingan huruf yang proporsional antar judul, sub
judul dan isi naskah.
3) Hindari penggunaan huruf kapital untuk seluruh teks, karena dapat
membuat proses membaca menjadi sulit.
e. Ruang (spasi kosong)
Gunakan spasi atau ruang kosong tanpa naskah atau gambar untuk
menambah kontras penampilan modul. Spasi kosong dapat berfungsi
untuk menambahkan catatan penting dan memberikan kesempatan jeda
kepada peserta didik/peserta didik. Gunakan dan tempatkan spasi kosong
20

tersebut secara proporsional. Penempatan ruang kosong dapat dilakukan


di beberapa tempat seperti:
1) Ruangan sekitar judul bab dan subbab.
2) Batas tepi (marjin), batas tepi yang luas memaksa perhatian peserta
didik untuk masuk ke tengah-tengah halaman.
3) Spasi antar kolom, semakin lebar kolomnya semakin luas spasi
diantaranya.
4) Pergantian antar paragraf dan dimulai dengan huruf kapital.
5) Pergantian antar bab atau bagian.
6) Gunakan bentuk dan huruf secara konsisten dari halam ke halaman.
Usahakan agar tidak menggabungkan beberapa cetakan dengan
bentuk dan ukuran huruf yang terlalu banyak variasi.
7) Gunakan jarak spasi konsisten. Jarak antar judul dengan baris
pertama, antara judul dengan teks utama. Jarak baris atau spasi yang
tidak sama sering dianggap buruk, tidak rapih.
8) Gunakan tata letak pengetikan yang konsisten, baik pola pengetikan
maupun margin/batas-batas pengetikan.

f. Konsistensi / taat asas.


Semua elemen yang terdapat pada modul baik yang terkait dengan
format penulisan, organisasi, bentuk huruf maupun ruang kosong harus
konsisten (Kejuruan 2008).
2. Prosedur Penyusunan Modul

Modul disusun berdasarkan prinsip-prinsip pengembangan suatu


modul yang meliputi, analisis kebutuhan, pengembangan desain modul,
implementasi, penilaian, evaluasi dan validasi, serta jaminan kualitas.
Pada pengembangan suatu desain modul, dilakukan dengan tahapan yaitu
21

menetapkan strategi pembelajaran dan media, memproduksi modul, dan


mengembangkan perangkat penilaian. Dengan demikian, modul disusun
berdasarkan desain yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, desain modul
ditetapkan berdasarkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang
telah disusun oleh guru. Kerangka modul telah ditetapkan terlebih dahulu,
sehingga sekolah dimungkinkan untuk langsung menerapkan atau dapat
memodifikasi sesuai dengan kebutuhan tanpa harus mengurangi
ketentuan-ketentuan minimal yang harus ada dalam suatu modul.

Materi atau isi modul yang ditulis harus sesuai dengan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun. Isi modul mencakup
subtansi yang dibutuhkan untuk menguasai suatu kompetensi. Sangat
disarankan agar satu kompetensi dapat dikembangkan menjadi satu modul,
tapi dengan pertimbangan karakteristik khusus, keluasan dan kompleksitas
kompetensi, dimungkinkan satu kompetensi dikembangkan menjadi lebih
dari satu modul. Selanjutnya, satu modul disarankan terdiri dari 2-4
kegiatan pembelajaran. Apabila pada standar kompetensi yang ada pada
Kurikulum/Silabus/RPP ternyata memiliki lebih dari 4 kompetensi dasar,
maka sebaiknya dilakukan reorganisasi standar kompetensi (SK) dan

kompetensi dasar (KD) terlebih dahulu (Rahdiyanta 2016).

3. Langkah-langkah Penyusunan Modul


Penulisan modul dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Analisis Kebutuhan Modul
Analisis kebutuhan modul merupakan kegiatan menganalisis
silabus dan RPP untuk memperoleh informasi modul yang dibutuhkan
peserta didik dalam mempelajari kompetensi yang telah diprogramkan.
Nama atau judul modul sebaiknya disesuaikan dengan kompetensi
yang terdapat pada silabus dan RPP. Pada dasarnya tiap satu standar
22

kompetensi dikembangkan menjadi satu modul. Modul itu terdiri dari


2-4 kegiatan pembelajaran. Perlu disampaikan bahwa yang dimaksud
kompetensi disini adalah standar kompetensi dan kegiatan
pembelajaran adalah kompetensi dasar.
Tujuan analisis kebutuhan modul adalah untuk
mengidentifikasi dan menetapkan jumlah dan judul modul yang harus
dikembangkan dalam satu satuan program tertentu. Satuan program
tersebut dapat diartikan sebagai satu tahun pelajaran, satu semester,
satu mata pelajaran atau lainnya.
Analisis kebutuhan modul sebaiknya dilakukan oleh tim,
dengan anggota terdiri atas mereka yang memiliki keahlian pada
program yang dianalisis. Analisis kebutuhan modul dapat dilakukan
dengan langkah sebagai berikut:
1) Tetapkan satuan program yang akan dijadikan batas/lingkup
kegiatan. Apakah merupakan program tiga tahun, program satu
tahun, program semester atau lainnya.
2) Periksa apakah sudah ada program atau rambu-rambu operasional
untuk pelaksanaan program tersebut. Misal program tahunan,
silabus, RPP, atau lainnya. Bila ada, pelajari program-program
tersebut.
3) Identifikasi dan analisis standar kompetensi yang akan dipelajari,
sehingga diperoleh materi pembelajaran yang perlu dipelajari
untuk menguasai standar kompetensi tersebut.
4) Selanjutnya, susun dan kelompokkan satuan atau unit bahan
belajar yang dapat mewadahi materi-materi tersebut. Satuan atau
unit ajar ini diberi nama, dan dijadikan sebagai judul modul.
23

5) Dari daftar satuan atau unit modul yang dibutuhkan tersebut,


identifikasi mana yang sudah ada dan yang belum ada/tersedia di
sekolah.
6) Lakukan penyusunan modul berdasarkan prioritas kebutuhannya
(Rahdiyanta 2016).
Setelah kebutuhan modul ditetapkan, langkah berikutnya
adalah membuat peta modul. Peta modul adalah tata letak atau
kedudukan modul pada satu satuan program yang digambarkan dalam
bentuk diagram. Pembuatan peta modul disusun mengacu kepada
diagram pencapaian kompetensi. Setiap judul modul dianalisis
keterkaitannya dengan judul modul yang lain dan diurutkan
penyajiannya sesuai dengan urutan pembelajaran yang akan
dilaksanakan. Pemetaan modul dapat dilakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
24

Gambar 2.1 Pemetaan Modul


b. Desain Modul
Desain penulisan modul adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) yang telah disusun oleh guru. Di dalam RPP telah memuat strategi
pembelajaran dan media yang digunakan, garis besar materi pembelajaran dan
metoda penilaian serta perangkatnya. Dengan demikian, RPP diacu sebagai
desain dalam penyusunan atau penulisan modul.

Penulisan modul belajar diawali dengan menyusun buram modul.


Modul yang dihasilkan dinyatakan sebagai buram sampai dengan selesainya
proses validasi dan uji coba. Bila hasil uji coba telah dinyatakan layak,
barulah suatu modul dapat diimplementasikan secara nyata di lapangan.
25

Penulisan modul dilakukan sesuai dengan RPP. Namun, apabila RPP belum
ada, maka dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Tetapkan kerangka bahan yang akan disusun.


b. Tetapkan tujuan akhir (performance objective), yaitu kemampuan yang
harus dicapai peserta didik setelah selesai mempelajari suatu modul.
c. Tetapkan tujuan antara (enable objective), yaitu kemampuan spesifik
yang menunjang tujuan akhir.
d. Tetapkan sistem (skema/ketentuan, metoda dan perangkat) evaluasi.
e. Tetapkan garis-garis besar atau outline substansi atau materi untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yaitu komponen-komponen:
kompetensi (SK-KD), deskripsi singkat, estimasi waktu dan sumber
pustaka. Bila RPP-nya sudah ada, maka dapat diacu untuk langkah ini.
f. Materi/substansi yang ada dalam modul berupa konsep/prinsip-prinsip,
fakta penting yang terkait langsung dan mendukung untuk pencapaian
kompetensi dan harus dikuasai peserta didik.
g. Tugas, soal, dan atau praktik/latihan yang harus dikerjakan atau
diselesaikan oleh peserta didik.
h. Evaluasi atau penilaian yang berfungsi untuk mengukur kemampuan
peserta didik dalam menguasai modul
i. Kunci jawaban dari soal, latihan dan atau tugas.
Sebelum modul diimplementasikan, perlu diuji coba terlebih dahulu.
Uji coba dilakukan terhadap buram modul yang telah dinyatakan valid.
Karena modul telah dinyatakan valid bukan berarti modul tersebut siap
digunakan. Uji coba buram modul dimaksudkan untuk mengetahui
apakah buram modul dapat diimplementasikan pada situasi dan kondisi
sesungguhnya. Langkah ini dapat membantu meningkatkan efisiensi
penyiapan modul, sebelum diperbanyak untuk kepentingan pembelajaran.
Hal-hal yang perlu diuji coba antara lain adalah:
26

a. Kemudahan bahan ajar digunakan oleh peserta didik dalam proses belajar.
b. Kemudahan guru dalam menyiapkan fasilitas (alat dan bahan) belajar.
c. mengelola proses pembelajaran, dan dalam mengadministrasi-kannya.
Untuk melakukan uji coba buram modul dapat diikuti langkah-langkah
berikut ini:
a. Siapkan perangkat untuk uji coba (kriteria modul yang layak dan
kuesioner kelayakan modul). Penyiapan sebaiknya dilakukan oleh tim.
b. Tentukan responden uji coba yang sesuai dengan kondisi.
c. Siapkan dan gandakan buram modul yang akan diuji cobakan sesuai
dengan jumlah responden.
d. Siapkan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk
mengimplementasikan modul.
e. Informasikan kepada responden tentang tujuan uji coba dan kegiatan yang
harus dilakukan oleh responden.
f. Lakukan uji coba sebagaimana melakukan kegiatan pembelajaran dengan
modul.
g. Kumpulkan data hasil uji coba.
h. Olah data dan simpulkan hasilnya.
Bila hasil uji coba buram modul layak, berarti modul tersebut siap
diimplemtasikan untuk kepentingan pembelajaran yang sesungguhnya, siap
dicetak dan diperbanyak. Sebaliknya, bila belum layak, maka harus dilakukan
perbaikan seperlunya, sesuai dengan masukan pada saat uji coba.

d. Implementasi
Implementasi modul dalam kegiatan belajar dilaksanakan sesuai
dengan alur yang telah digariskan dalam modul. Bahan, alat, media dan
lingkungan belajar yang dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran diupayakan
dapat dipenuhi agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Strategi pembelajaran
dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan skenario yang ditetapkan.
27

e. Penilaian
Penilaian hasil belajar dimaksudkan untuk mengetahui tingkat
penguasaan peserta didik setelah mempelajari seluruh materi yang ada dalam
modul. Pelaksanaan penilaian mengikuti ketentuan yang telah dirumuskan di
dalam modul. Penilaian hasil belajar dilakukan menggunakan instrumen yang
telah dirancang atau disiapkan pada saat penulisan modul.

f. Evaluasi dan Validasi


Modul yang telah dan masih digunakan dalam kegiatan pembelajaran,
secara periodik harus dilakukan evaluasi dan validasi. Evaluasi dimaksudkan
untuk mengetahui dan mengukur apakah implementasi pembelajaran dengan
modul dapat dilaksanakan sesuai dengan desain pengembangannya. Untuk
keperluan evaluasi dapat dikembangkan suatu instrumen evaluasi yang
didasarkan pada karakteristik modul tersebut. Instrumen ditujukan baik untuk
guru maupun peserta didik, karena keduanya terlibat langsung dalam proses
implementasi suatu modul. Dengan demikian hasil evaluasi dapat objektif.

Validasi merupakan proses untuk menguji kesesuaian modul dengan


kompetensi yang menjadi target belajar. Bila isi modul sesuai, artinya efektif
untuk mempelajari kompetensi yang menjadi target berlajar, maka modul
dinyatakan valid (sahih). Validasi dapat dilakukan dengan cara meminta
bantuan ahli yang menguasai kompetensi yang dipelajari. Bila tidak ada,
maka dilakukan oleh sejumlah guru yang mengajar pada bidang atau
kompetensi tersebut. Validator membaca ulang dengan cermat isi modul.
Validator memeriksa, apakah tujuan belajar, uraian materi, bentuk kegiatan,
ptugas, latihan atau kegiatan lainnya yang ada diyakini dapat efektif untuk
digunakan sebagai media mengasai kompetensi yang menjadi target belajar.

Bila hasil validasi ternyata menyatakan bahwa modul tidak valid maka
modul tersebut perlu diperbaiki sehingga menjadi valid.
28

VALIDASI MODUL

Gambar 2.2 Validasi Modul

g. Jaminan Kualitas
Untuk menjamin bahwa modul yang disusun telah memenuhi
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam pengembangan suatu modul,
maka selama proses pembuatannya perlu dipantau untuk meyakinkan bahwa
modul telah disusun sesuai dengan desain yang ditetapkan. Demikian pula,
modul yang dihasilkan perlu diuji apakah telah memenuhi setiap elemen mutu
yang berpengaruh terhadap kualitas suatu modul.

Untuk kepentingan penjaminan mutu suatu modul, dapat


dikembangkan suatu standar operasional prosedur dan instrumen untuk
menilai kualitas suatu modul.
29

4. Penulisan Modul
Sebaiknya dalam pengembangan modul dipilih struktur atau kerangka yang
sederhana dan yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada.
Kerangka modul tersusun sebagai berikut:

Kata Pengantar
Daftar Isi.................................................
Peta Kedudukan Modul.............................
Glosarium................................................
I. Pendahuluan
A. Standar Kompetensi dan Kompetensi
dasar
B. Deskripsi......................................
C. Waktu..........................................
D. Prasyarat.....................................
E. Petunjuk Penggunaan Modul.......
F. Tujuan Akhir.................................
G. Cek Penguasaan Standar Kompetensi

II. Pembelajaran
A. Pembelajaran 1...................................
1. Tujuan ......................................
2. Uraian Materi.............................
3. Rangkuman...............................
4. Tugas.........................................
5. Tes.............................................
6. Lembar Kerja Praktik.................
30

B. Pembelajaran 2
1. Tujuan......................................
2. Uraian Materi...........................
3. Rangkuman..............................
4. Tugas.......................................
5. Tes...........................................
6. Lembar Kerja Praktik................

III.Evaluasi
A. Tes Kognitif............................................
B. Tes Psikomotor......................................
C. Penilaian Sikap.......................................

Kunci jawaban.......................................

Daftar pustaka
31

C. Pembelajaran Kimia
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar
dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik dan belajar dilakukan oleh siswa
sebagai peserta didik. Kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa adalah
suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Lestari, 2017).
Pembelajaran kimia tidak lepas dari pengertian pembelajaran dan
pengertian ilmu kimia itu sendiri. Kimia adalah ilmu yang mencari jawaban
atas apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan
komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energitika zat. Oleh
sebab itu, mata pelajaran kimia di SMA/MA mempelajari segala sesuatu
tentang zat yang meliputi komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika,
dan energitika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran(Sudjana,
2015). Ada dua hal yang berkaitan dengan kimia yang tidak bisa dipisahkan,
yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, konsep,
prinsip, hukum, dan teori) dan kimia sebagai proses yaitu kerja ilmiah
(Pratama, 2017). ilmu kimia mempelajari bangun (struktur) materi dan
perubahan-perubahan yang dialami materi dalam proses-proses alamiah
maupun dalam eksperimen yang direncanakan (Nasution, 2016). Melalui
kimia, kita mengenal susunan (komposisi) zat dan penggunaan bahan-bahan
kimia, baik alamiah maupun buatan, dan mengenal proses-proses penting pada
makhluk hidup, termasuk tubuh kita sendiri.
Menurut E. Mulyasa, mata pelajaran kimia di SMA/MA bertujuan
agar siswa memiliki kemampuansebagai berikut:a.membentuk sikap positif
terhadap kimia dan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta
mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, memupuk sikap ilmiah
yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat bekerja sama dengan orang
32

lain, memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui


percobaan atau eksperimen, dimana siswa melakukan pengujian hipotesis
dengan merancang percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan,
pengolahan, dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara
lisan dan tertulisd.meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat
bermanfaat dan juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan
serta menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungandan
kesejahteraan masyarakate.memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori
kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan
masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi.
Pembelajaran kimia merupakan proses interaksi antara siswa dengan
lingkungannya dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran kimia. Kualitas
pembelajaran atau ketercapaian tujuan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Misalnya, strategi belajar mengajar, metode dan pendekatan
pembelajaran, serta sumber belajar yang digunakan baik dalam bentuk buku,
modul, lembar kerja, media, dan lain-lain. Penggunaan media dalam
pembelajaran dapat membantu keterbatasan guru dalam menyampaikan
informasi maupun keterbatasan jam pelajaran di sekolah. Media berfungsi
sebagai sumber informasi materi pembelajaran maupun sumber soal-soal
latihan. Kualitas pembelajaran juga dipengaruhi oleh perbedaan individu
siswa, baik perbedaan gaya belajar, perbedaan kemampuan, perbedaan
kecepatan belajar, latar belakang, dan sebagainya.
D. Unity of sciences
Unity of Sciences atau wahdatul ulum adalah sebuah pandangan yang
menjelaskan bahwa semua ilmu yang ada di muka bumi merupakan sebuah
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini juga berarti bahwa semua ilmu
yang ada adalah sebuah pengembangan dan berasal dari hal yang sama.
Sehingga tidak mengherankan jika para ilmuan barat di masa silam
33

menyebutkan bahwa semua ilmu pengetahuan yang ada merupakan sebuah


filsafat.
Memahami tentang Unity of Sciences juga meliputi tentang sebuah hal
bahwa setiap ilmu yang ada tidak dapat berdiri dengan sendirinya. Ada
keterkaitan ilmu satu dengan ilmu lainnya. Dalam artian lain bahwa setiap
ilmu bersifat multidimensional, dimana dalam penulisan dan kajian sebuah
cabang ilmu membutuhkan keterlibatan dan bantuan dari ilmu bantu lainnya.
Sedangkan dalam tinjauan Islam, paradigma unity of sciences ini
menegaskan bahwa semua ilmu pada dasarnya adalah satu kesatuan yang
berasal dari dan bermuara pada Allah melalui wahyu-Nya baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, semua ilmu sudah
semestinya saling berdialog dan bermuara pada satu tujuan dan selalu berjalan
beriringan. Hal ini semestinya berlaku tidak hanya untuk ilmu Agama saja
melainkan juga ilmu pengetahuan. Sehingga sudah semestinya agama dan
ilmu pengetahuan selalu berjalan beriringan dan tidak bertentangan satu sama
lainnya.
Unity of Sciences harusnya dapat membuat kita sadar bahwa semua
ilmu pengetahuan yang ada merupakan hal yang sangat penting. Tidaklagi
mengkotak-kotakkan bagian-bagian dari ilmu-ilmu pengetahuan. Selayaknya
kita dapat mengetahui dan menguasai berbagai dari cabang ilmu pengetahuan.
Meskipun fokus kita hanyalah salah satu saja, sepatutnya dapat mengetahui
ilmu lainnya dalam kaitannya dengan Unity of Sciences.Unity of Sciences
inilah yang seharusnya membuat kita menjadi paham bahwa sepatutnya Ilmu
pengetahuan dan Agama itu berjalan beriringan dan harus dimiliki oleh setiap
orang. Konsep inilah yang seharusnya menjadi dasar banyak orang sebagai
bekal dalam kehidupan yang ia hadapi (Putri 2016).
34

E. Modul pembelajaran kimia berbasis unity of sciences

modul pembelajaran kimia berbasis unity of sciences adalah salah satu


bahan ajar atau sarana pembelajaran kimia yang bersifat mandiri yang
berintegrasikan pada al-qur’an dan hadist sehingga peserta didik dapat belajar
secara secara mandiri serta sesuai dengan kecepatannya masing-masing. Dari
segi penerapan unity of sciences dalam pengembangan modul pembelajaran
kimia minimal terdapat 4 langkah diantaranya:
1. Ayatisasi, merupakan strategi menerapkan atau mencantumkan ayat-ayat
al-Qur’an yang relevan dengan topik yang sesuai. Ayatisasi adalah
langkah yang paling sederhana dari langkah aplikasi unity of sciences.
2. Epistemologi, merupakan pengetahuan sitematis tentang sains. Langkah
ini tidak membedakan antara ilmu dan pengetahuan, maksudnya yaitu
pengetahuan (ilmu) baru yang kita dapat adalah karena adanyakemampuan
manusia berpikir dan indera yang datang dari Allah. Untuk menerapkan
langkah epistemologi dalam ilmu kimia yaitu menghadirkan Allah dalam
asal muasal ilmu.
3. Ontologi, merupakan teori tentang keberadaan sebagai dasar semua
realitas. Ontologi diterapakan dengan menghadirkan Allah pada saat orang
mempelajari asal muasal ilmu.
4. Aksiologi, merupakan bagian dari filosofi sains yang mempertanyakan
bagaimana manusia menggunakan pengetahuan yang mereka miliki.
Langkah aksiologi ini dapat diterapkan dengan memasukkan nilai-nilai
baik dan buruk di dalam ilmu atau tanggung jawab para ilmuwan terkait
ilmu tersebut.
Dalam perumusan hubungan agama dan sains di dalam Islam yang
telah ditawarkan oleh para intelektual Muslim setidaknya dapat
diklasifikasikan dalam 3 macam model, yaitu
35

1. Islamisasi Sains. Model ini bertujuan mencari kesesuaian penemuan


ilmiah dengan ayat al-Qur'an. Model ini banyak mendapat kritik, lantaran
penemuan ilmiah tidak dapat dijamin tidak akan mengalami perubahan di
masa depan. Menganggap al-Qur'an sesuai dengan sesuatu yang masih
bisa berubah berarti menganggap al-Qur'an juga bisa berubah. Islamisasi
Sains berusaha menjadikan penemuan-penemuan sains besar abad ke-20
yang mayoritas terjadi di Barat, dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
keimanan umat Islam.
2. Saintifikasi Islam. Pendekatan ini merupakan upaya mencari dasar sains
pada suatu pernyataan yang dianggap benar dalam Islam.
3. Sains Islam. Model ketiga yaitu sains Islam inilah yang dianggap paling
efektif daripada model sebelumnya. Sains Islam adalah sains yang
sepenuhnya dibangun atas pondasi al-Qur’an dan al-Sunnah. Sains Islam
dapat terwujud apabila terjadi adanya kesadaran normatif (normative
consciousness) dan kesadaran historis (historical conciousness).
Kesadaran normatif muncul karena secara eksplisit atau implisit al-Qur’an
dan al-Sunnah menekankan pentingnya ilmu pengetahuan. Kesadaran
normatif tersebut kemudian menumbuhkan kesadaran historis yang
menjadikan perintah al-Qur’an dan al-Sunnah sebagai inspirasi dalam
membaca realitas kehidupan. Maka tumbuhlah kesadaran bahwa petunjuk
al-Qur’an tentang sains tidak akan membumi tanpa usaha sadar dari para
saintis untuk membeca realitas, baik kemajuan sains yang pernah diraih
oleh bangsa lain, maupun melakukan kontekstualisasi ajaran dalam
kegiatan penelitian sains.
F. Materi pembelajaran
MINYAK BUMI
Kompetensi dasar : 3.2. Menjelaskan proses pembentukan fraksi-fraksi
minyak bumi, teknik pemisahan serta kegunaannya
36

Indikator Pencapaian Kompetensi :


3.2.3 Menjelaskan cara-cara pengolahan minyak bumi
3.2.4 Menjelaskan proses pengubahan fraksi minyak bumi
3.2.5 Menjelaskan kegunaan minyak bumi berdasarkan fraksi-fraksinya.
1. Pembentukan Minyak Bumi
Pembentukan minyak bumi dan gas alam terjadi dari fosil
mikroorganisme yang telah mati berjuta-juta tahun yang lalu mengendap di
dasar laut yang tertutup oleh lumpur karena tekanan dan suhu tinggi di
akhirnya menjadi minyak bumi dan gas alam .
2. Komponen Minyak Bumi
Minyak bumi hasil eksplorasi (pengeboran) masih berupa minyak
mentah atau crude oil. Minyak mentah ini mengandung berbagai zat kimia
berwujud gas, cair, dan padat. Komponen utama minyak bumi adalah senyawa
hidrokarbon, baik alifatik, alisiklik, maupun aromatik. Kadar unsur karbon
dalam minyak bumi dapat mencapai 80% - 85%, sedangkan sisanya
merupakan campuran unsur hidrogen dan unsur-unsur lain. Misalnya, nitrogen
(0 – 0,5%), belerang (0 – 6%), dan oksigen (0 – 3,5%).
Minyak bumi merupakan suatu campuran kompleks yang sebagian
besar terdiri atas hidrokarbon. Komposisi minyak bumi sangat bervariasi dari
satu sumur ke sumur lainnya dan dari satu daerah ke daerah lain.
1. Senyawa Hidrokarbon Alifatik Rantai Lurus

Senyawa hidrokarbon alifatik rantai lurus biasa disebut alkana atau normal
parafin. Senyawa ini banyak terdapat dalam gas alam dan minyak bumi yang
memiliki rantai karbon pendek.

Contoh : CH3 – CH3 CH3 - CH2 - CH3

Etana Propana
37

2. Senyawa Hidrokarbon Bentuk Siklik

Senyawa hidrokarbon siklik adalah senyawa hidrokarbon golongan


sikloalkana atau sikloparafin. Senyawa hidrokarbon ini memiliki rumus
molekul sama dengan alkena (CnH2n), tetapi tidak memiliki ikatan rangkap
dua (hanya memiliki ikatan tunggal seperti alkana) dan membentuk struktur
cincin.
H2C – CH2 CH2

H2C – CH2 H2C CH2

H2C – CH2
Siklobutana
Siklopentana

Pada umumnya, senyawa hidrokarbon siklik ini dalam minyak bumi


berupa campuran siklopentana dan sikloheksana yang disebut naften.

3. Senyawa Hidrokarbon Alifatik Rantai Bercabang

Yang termasuk ke dalam senyawa hidrokarbon ini adalah senyawa


golongan isoalkana atau isoparafin. Jumlah senyawa hidrokarbon ini tidak
sebanyak senyawa hidrokarbon alifatik rantai lurus dan senyawa
hidrokarbon bentuk siklik.

CH3 – CH – CH3 CH3

CH3 CH3 – CH – CH2 – C – CH3

Isoobutana CH3 CH3

Isooktana
4. Senyawa Hidrokarbon Aromatik

Senyawa hidrokarbon aromatik merupakan senyawa hidrokarbon yang


berbentuk siklik segienam, berikatan rangkap dua selang – seling, dan
38

senyawa hidrokarbon tak jenuh. Jumlah senyawa hidrokarbon jenis ini


paling sedikit di antara jenis lainnya. Pada umumnya, senyawa hidrokarbon
aromatik ini terdapat dalam minyak bumi yang memiliki jumlah atom C
besar.

Contohnya :

CH3

Benzena
Toluena
(C6H6) (C6H5CH3)

3. Pengolahan Minyak Bumi

Minyak bumi biasanya berada 3-4 km di bawah permukaan laut.


Minyak bumi dapat diperoleh dengan melakukan pengeboran, dan minyak
yang diperoleh berupa minyak mentah. Minyak mentah (crude oil) berbentuk
cairan hitam atau berbau kurang sedap. Minyak ini belum dapat dimanfaatkan
secara langsung, tetapi harus diolah terlebih dahulu sehingga dapat
dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan. Untuk memperoleh materi – materi
yang berkualitas baik dan sesuai dengan kebutuhan, perlu dilakukan tahapan
pengolahan minyak mentah yang meliputi proses distilasi, cracking,
reforming, polimerisasi, treating, dan blending

1. Distilasi
39

Distilasi atau penyulingan merupakan cara pemisahan campuran


senyawa berdasarkan pada perbedaan titik didih komponen-komponen
penyusun campuran tersebut. Minyak mentah mengandung campuran
senyawa hidrokarbon yang memiliki titik didih bervariasi, dari metana (CH 4)
yang memiliki titik didih paling rendah sampai residu yang memiliki titik
didih paling tinggi sehingga tidak teruapkan pada pemanasan. Minyak
mentah dipanaskan pada suhu 3700 C, kemudian uap yang dihasilkan
dialirkan dan diembunkan (dikondensasikan) pada suhu yang sesuai. Cara
distilasi dengan menggunakan beberapa tingkat suhu pendinginan atau
pengembunan disebut distilasi bertingkat.

Proses penyulingan berlangsung sebagai berikut. Mula-mula minyak


mentah dipanaskan pada suhu 3700C sehingga mendidih dan menguap.
Fraksi minyak mentah yang tidak menguap menjadi residu. Residu minyak
bumi meliputi parafin, lilin, dan aspal. Residu-residu ini memiliki rantai
karbon dengan jumlah atom C lebih dari 20 atom. Minyak mentah yang
menguap pada proses distilasi ini naik ke bagian atas kolom dan selanjutnya
terkondensasi pada suhu yang berbeda-beda. Fraksi minyak bumi yang tidak
terkondensasi terus naik ke bagian atas kolom sehingga keluar sebagai gas
alam.
40

Gas petroleum

Gasoline (bensin)

Kerosin

Disel

Minyak bahan bakar


industri

Gambar 3.2 proses fraksinsasi minyak bumi

Fraksi-fraksi minyak bumi dari proses distilasi bertingkat ini


kualitasnya belum sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga perlu
pengolahan lebih lanjut. Pengolahannya meliputi proses cracking,
reforming, polimerisasi, treating, dan blending.

2. Cracking

Cracking merupakan proses penguraian (pemecahan) molekul-molekul


senyawa hidrokarbon yang besar menjadi molekul-molekul senyawa yang
lebih kecil. Contoh cracking adalah pengubahan minyak solar atau minyak
tanah (kerosin) menjadi bensin.
41

Terdapat dua proses cracking, yaitu :

a. Cara Panas (thermal cracking) adalah proses cracking dengan


menggunakan suhu tinggi serta tekanan rendah.

b. Cara Katalis (catalytic cracking) adalah proses cracking dengan


menggunakan bubuk katalis platina atau molibdenum oksida. Contoh :
pemecahan senyawa karbon yang memiliki 16 atom karbon.

3. Reforming

Reforming adalah proses pengubahan bentuk molekul bensin yang


bermutu kurang baik (rantai karbon lurus) menjadi bensin yang bermutu
lebih baik (rantai karbon bercabang). Kedua jenis bensin ini memiliki rumus
molekul sama, tetapi bentuk strukturnya berbeda sehingga proses ini disebut
juga isomerisasi. Reforming dilakukan dengan menggunakan katalis dan
pemanasan.

4. Polimerisasi

Polimerisasi adalah proses penggabungan molekul-molekul kecil menjadi


molekul-molekul besar. Misalnya, penggabungan senyawa isobutena dengan
isobutana yang menghasilkan bensin berkualitas tinggi, yaitu isooktana.

5. Treating

Treating adalah proses pemurnian minyak bumi dengan cara


menghilangkan pengotor-pengotornya. Fraksi-fraksi mengandung berbagai
pengotor, antara lain senyawa organic yang mengandung S, N, O, air, logam,
dan garam anorganik.

6. Blending
42

Bensin merupakan contoh hasil minyak bumi yang banyak digunakan


di dunia. Untuk memperoleh kualitas bensin yang baik, terdapat sekitar 22
bahan pencampur (zat aditif) yang dapat ditambahkan ke dalam proses
pengolahannya. Bahan – bahan pencampur tersebut, antara lain tetra ethyl
lead (TEL), MTBE, etanol, dan metanol. Penambahan zat aditif ini dapat
meningkatkan bilangan oktan
4. dampak bahan bakar terhadap kesehatan dan lingkungan serta
cara menghadapinya
Salah satu dampak pembakaran bahan bakar yang berlebihan adalah
pencemaran udara. Pencemaran udara atau polusi udara adalah masuknya
zat-zat asing ke udara atau meningkatnya konsentrasi salah satu komponen
udara dalam jumlah dan waktu yang secara karakteristik mengubah
susunan udara normal sehingga mampu menimbulkan gangguan-gangguan
bagi kehidupan maupun benda-benda lain. Zat-zat hasil pembakaran bahan
bakar yang menimbulkan pencemaran udara antara lain karbon monoksida
(CO), karbon dioksida (CO2), oksida belerang (SO2, SO3) dan oksida
nitrogen (NO2,NO3)
a) Karbon Monoksida (CO)
Gas karbon monoksida adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau,
tidak berasa, dan tidak merangsang. Hal ini menyebabkan keberadaannya
sulit dideteksi. Pada hal gas ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena
pada kadar rendah dapat menimbulkan sesak napas dan pucat. Pada kadar
yang lebih tinggi dapat menyebabkan pingsan dan pada kadar lebih dari
1.000 ppm dapat menimbulkan kematian. Gas CO ini berbahaya karena
dapat membentuk senyawa dengan hemoglobin membentuk HbCO, dan
ini merupakan racun bagi darah. Oleh karena yang diedarkan ke seluruh
tubuh termasuk ke otak bukannya HbO, tetapi justru HbCO Keberadaan
HbCO ini disebabkan karena persenyawaan HbCO memang lebih kuat
43

ikatannya dibandingkan dengan HbO. Hal ini disebabkan karena afinitas


HbCO lebih kuat 250 kali dibandingkan dengan HbO. Akibatnya Hb sulit
melepas CO, sehingga tubuh bahkan otak akan mengalami kekurangan
oksigen. Kekurangan oksigen dalam darah inilah yang akan menyebabkan
terjadinya sesak napas, pingsan, atau bahkan kematian. Sumber
keberadaan gas CO ini adalah pembakaran yang tidak sempurna dari
bahan bakar minyak bumi. Salah satunya adalah pembakaran bensin,
dimana pada pembakaran yang terjadi di mesin motor, dapat
menghasilkan pembakaran tidak sempurna dengan reaksi sebagai berikut.
2 C8H18(g) + 17 O2(g) → 16 CO(g) + 18 H2O(g)
Sumber lain yang menyebabkan terjadinya gas CO, selain
pembakaran tidak sempurna bensin adalah pembakaran tidak sempurna
yang terjadi pada proses industri, pembakaran sampah, pembakaran hutan,
kapal terbang, dan lain-lain. Namun demikian, penyebab utama banyaknya
gas CO di udara adalah pembakaran tidak sempurna dari bensin, yang
mencapai 59%. Sekarang ini para ahli mencoba mengembangkan alat
yang berfungsi untuk mengurangi banyaknya gas CO, dengan merancang
alat yang disebut catalytic converter, yang berfungsi mengubah gas
pencemar udara seperti CO dan NO menjadi gas-gas yang tidak
berbahaya, dengan reaksi:

Katalis Ni
2 CO(g) + O2(g) 2 CO2(g)

Katalis Ni
2 NO2(g) N2(g) + 2 O2(g)
44

b) Karbon Dioksida (CO2)


Sebagaimana gas CO, maka gas karbon dioksida juga mempunyai
sifat tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak merangsang. Gas CO2
merupakan hasil pembakaran sempurna bahan bakar minyak bumi
maupun batu bara. Dengan semakin banyaknya jumlah kendaraan
bermotor dan semakin banyaknya jumlah pabrik, berarti meningkat
pula jumlah atau kadar CO2 di udara kita. Keberadaan CO2 yang
berlebihan di udara memang tidak berakibat langsung pada manusia,
sebagaimana gas CO. Akan tetapi berlebihnya kandungan CO 2
menyebabkan sinar inframerah dari matahari diserap oleh bumi dan
benda-benda di sekitarnya. Kelebihan sinar inframerah ini tidak dapat
kembali ke atmosfer karena terhalang oleh lapisan CO 2 yang ada di
atmosfer. Akibatnya suhu di bumi menjadi semakin panas. Hal ini
menyebabkan suhu di bumi, baik siang maupun malam hari tidak
menunjukkan perbedaan yang berarti atau bahkan dapat dikatakan
sama. Akibat yang ditimbulkan oleh berlebihnya kadar CO2 di udara ini
dikenal sebagai efek rumah kaca atau green house effect.

c) Oksida Belerang (SO2 dan SO3)


Gas belerang dioksida (SO2) mempunyai sifat tidak berwarna, tetapi
berbau sangat menyengat dan dapat menyesakkan napas meskipun
dalam kadar rendah. Gas ini dihasilkan dari oksidasi atau pembakaran
belerang yang terlarut dalam bahan bakar miyak bumi serta dari
pembakaran belerang yang terkandung dalam bijih logam yang diproses
pada industri pertambangan. Penyebab terbesar berlebihnya kadar
oksida belerang di udara adalah pada pembakaran batu bara. Akibat
yang ditimbulkan oleh berlebihnya oksida belerang memang tidak
secara langsung dirasakan oleh manusia, akan tetapi menyebabkan
45

terjadinya hujan asam. Proses terjadinya hujan asam dapat dijelaskan


dengan reaksi berikut.
a. Pembentukan asam sulfit di udara lembab

SO2(g) + H2O(l) H2SO3(aq)


b. Gas SO2 dapat bereaksi dengan oksigen di udara

2 SO2(g) + O2(g) 2 SO3(g)


c. Gas SO3 mudah larut dalam air, di udara lembab membentuk asam
sulfat yang lebih berbahaya dari pada SO2 dan H2SO3

2 SO3(g) + H2O(l) H2SO4(aq)


Hujan yang banyak mengandung asam sulfat ini memiliki pH < 5,
sehingga menyebabkan sangat korosif terhadap logam dan berbahaya
bagi kesehatan. Di samping menyebabkan hujan asam, oksida belerang
baik SO2 maupun SO3 yang terserap ke dalam alat pernapasan masuk ke
paru-paru juga akan membentuk asam sulfit dan asam sulfat yang sangat
berbahaya bagi kesehatan pernapasan, khususnya paru-paru.
d) Oksida Nitrogen (NO dan NO2)
Gas nitrogen monoksida memiliki sifat tidak berwarna, yang pada
konsentrasi tinggi juga dapat menimbulkan keracunan. Di samping itu,
gas oksida nitrogen juga dapat menjadi penyebab hujan asam.
Keberadaan gas nitrogen monoksida di udara disebabkan karena gas
nitrogen ikut terbakar bersama dengan oksigen, yang terjadi pada suhu
tinggi.
Reaksinya adalah:
N2(g) + O2(g) 2 NO(g)
Pada saat kontak dengan udara, maka gas NO akan membentuk gas

NO2 dengan reaksi sebagai berikut. 2 NO(g) + O2(g) 2


NO2(g)
46

Gas NO2 merupakan gas beracun, berwarna merah cokelat, dan


berbau seperti asam nitrat yang sangat menyengat dan merangsang.
Keberadaan gas NO2 lebih dari 1 ppm dapat menyebabkan
terbentuknya zat yang bersifat karsinogen atau penyebab terjadinya
kanker. Jika menghirup gas NO2 dalam kadar 20 ppm akan dapat
menyebabkan kematian. Sebagai pencegahan maka di pabrik atau
motor, bagian pembuangan asap ditambahkan katalis logam nikel yang
berfungsi sebagai konverter. Prinsip kerjanya adalah mengubah gas
buang yang mencemari menjadi gas yang tidak berbahaya bagi
lingkungan maupun kesehatan manusia. Proses pengubahan tersebut
dapat dilihat pada reaksi berikut.
Katalis Ni
2 NO2(g) N2(g) + 2 O2(g)

Beberapa cara mengatasi dampak pembakaran bahan bakar


adalah sebagai berikut:
1. Mengontrol emisi gas buang: gas buang SO 2 di udara yang
dihasilkan dari pembakaran dapat diatasi dengan cara
desulfurisasi menggunakan filter basah. Gas buang NOx yang
dihasilkan dari pembakaran kendaraan bermotor dapat dikurangi
dengan cara menurunkan suhu pembakaran. Produksi gas CO dari
kendaraan bermotor dapat dikurangi dengan cara memasang alat
pengubah katalitik (catalytic converter) untuk menyempurnakan
pembakaran.
2. Menggunakan energi alternatif: energi alternatif lebih sedikit
menghasilkan gas buang dan aman terhadap lingkungan dan
kesehatan. Energi alternatif yang bias digunakan yaitu, bioetanol,
biodiesel, energi dari tenaga air dan angin serta energy surya.
47

3. Menggunakan sistem transportasi yang efisien dengan menghemat


bahan bakar dan mengurangi angkutan pribadi.
4. Menggunakan masker ketika mengendarai sepeda motor
5. Tidak melakukan penebangan hutan secara liar, memperbanyak
tanaman hijau di daerah polusi udara tinggi karena salah satu
kegunaan tumbuhan adalah sebagai indikator pencemaran dini,
selain sebagai penahan debu dan bahan partikel lain.
6. Menggunakan kendaraan yang ramah lingkungan.
G. Validitas
Validitas adalah derajat yang menunjukkan sejauh mana ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukut tes atau nontes dalam melakukan fungsi ukurannya
benar-benar mengukur apa yang hendak diukur. Suatu tes dikatakan memiliki
validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukur secara tepat
atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya
pengukuran tersebut. Jadi validitas merupakan suatu kegiatan dalam mengukur
produk untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat.
Adapun jenis-jenis validitas sebagai berikut :
a. Validitas Isi
Validitas isi merupakan suatu tes yang mempermasalahkan seberapa
jauh suatu tes mengukur tingkat penguasaan terhadap isi suatu materi tertentu
yang seharusnya dikuasai sesuai dengan tujuan pengajaran. Validitas isi juga
dapat diartikan sebagai validitas yang digunakan untuk menjawab pertanyaan
mengenai apakah masing-masing item dalam tes sudah tepat untuk
mengungkapkan atribut yang diukur sesuai dengan indikator keprilakuannya
dan apakah item-item dalam tes sudah mencakup seluruh isi yang hendak
diukur. Validitas isi merupakan tes yang mengukur penguasaan materi yang
sesuai dengan garis-garis besar program pengajaran atau tercantum pada
masing-masing pokok bahasan pembelajaran.
48

b. Validitas Konstruk
Validitas konstruk (construct validity) adalah validitas yang
mempermasalahkan seberapa jauh butir-butir tes mampu mengukur apa yang
benar-benar hendak diukur sesuai dengan konsep khusus atau definisi
konseptual yang telah ditetapkan. Validitas konstruk biasa digunakan untuk
instrumen yang dimaksudkan mengukur variabel konsep, baik yang sifatnya
performansi tipikal seperti instrumen untuk mengukur sikap, minat konsep
diri, lokus kontrol, gaya kepemimpinan, motivasi berprestasi, dan lain-lain,
maupun yang sifatnya performansi maksimum seperti instrumen untuk
mengukur bakat (tes bakat), inteligansi (kecerdasan intelektual), kecerdasan,
emosional dan lain-lain.
c. Validitas Muka
Validitas ini menggunakan kriteria yang sangat sederhana, karena hanya
melihat dari sisi muka atau tampang dari instrumen itu sendiri. Artinya jika
suatu modul secara sepintas telah dianggap baik untuk mengungkap
fenomena yang akan diukur, maka modul tersebut sudah dapat dikatakan
memenuhi syarat validitas muka, sehingga tidak perlu lagi adanya penilaian
secara mendalam.
d. Validitas Empiris/Kriteria
Validitas empiris ditentukan berdasarkan kriteria baik kriteria internal
maupun kriteria eksternal. Kriteria internal adalah tes atau instrumen itu yang
menjadi kriteria, sedangkan kriteria eksternal adalah hasil ukur instrumen atau
tes lain di luar instrumen itu sendiri yang menjadi kriteria (Matondang 2009).
H. Praktikalitas
Kepraktisan adalah suatu kualitas yang menunjukkan kemungkinan
dapat dijalankan suatu kegunaan umum dari suatu teknik penilaian,
denganmendasarkan pada biaya, waktu, kemudahan penyusunan dan
penskoran serta penginterpretasian hasil-hasilnya. Kepraktisan juga diartikan
49

pula sebagai kemudahan dalam menyelenggarakan membuat instrumen, dan


dalam pemeriksaan atau penentuan keputusan yang objektif sehingga
keputusan tidak menjadi bias atau meragukan.
Uji praktikalitas yang dilakukan pada penelitian ini untuk melihat
keterpakaian modul pembelajaran kimia berbasis unity of sciences. Pada
penelitian ini modul pembelajaran kimia berbasis unity of sciences dikatakan
praktis jika mudah digunakan oleh siswa ditandai dengan hasil angket respon
siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Skala yang digunakan pada
angket adalah skala Likert. Skala Likert umumnya digunakan untuk
mengukur sikap atau respon seseorang terhadap suatu objek. Terdapat lima
kategori yang digunakan pada skala Likert, diantaranya:
Tabel 2.1 Kategori Skala Likert

Pernyataan Positif (+) Pernyataan Negatif (-)


1. Sangat tidak setuju 1. Sangat setuju

2. Tidak setuju 2. Setuju


3. Ragu-ragu 3. Ragu-ragu
4. Setuju 4. Tidak setuju
5. Sangat setuju 5. Sangat tidak setuju

Uji praktikalitas pada penelitian ini menggunakan skala Likert pada


pernyataan positif. Masing-masing pernyataan positif diberi bobot 0,1,2,3,
dan 4. Langkah-langkah yang dilakukan untuk menguji modul pembelajaran
kimia berbasis unity of sciences ini adalah sebagai berikut:
a. Peneliti membagikan produk
b. Siswa menggunakan produk sebagai bahan ajar pembelajaran
c. Peneliti memberikan arahan atau menjelaskan salah satu materi yang
ada pada produk
d. Peneliti memberikan angket respon siswa terhadap praktikalitas Modul
pembelajaran kimia berbasis unity of sciences yang telah digunakan
50

e. Peneliti mengumpulkan data melalui angket yang sudah dikembangkan.


Praktikalitas dari sebuah Modul dapat dilihat dari kemudahan
penggunaan Modul, waktu, dan isi Modul. Kemudahan menggunakan
Modul dilihat dari mengerti atau tidaknya mahasiswa pada saat
menggunakan Modul, ditunjukkan dengan frekuensi mahasiswa bertanya.
Jika frekuensi pertanyaan siswa mengenai penggunaan Modul tidak ada atau
sedikit, maka Modul dapat dikatakan praktis dari segi kemudahan
penggunaannya, dan sebaliknya. Modul dapat dikatakan praktis dari segi
waktu jika mahasiswa dapat menyelesaikan latihan terbimbing pada saat
perkuliahan. Modul dikatakan praktis dari segi isi jika Modul dapat dipahami
baik materi, soal maupun latihan (Sari, Syahra et al. 2014).
Berdasarkan aspek praktikalitas di atas, maka dari itu peneliti hanya
mengambil beberapa aspek saja dan menambah beberapa aspek yang akan
peneliti gunakan untuk melihat praktikalitas dari Modul yang peneliti
kembangkan. Aspek tersebut diantaranya kemudahan dalam penggunaan
Modul, hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu ketepatan dengan
tujuan pembelajaran, mudah digunakan, sesuai dengan taraf berfikir siswa,
dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dengan materi yang
diajarkan.
I. Penelitian yang relevan
Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah :
1. penelitian yang dilakukan oleh Farida Septinawati program studi ilmu
pendidikan kimia Universitas Islam Negeri Walisongo yang berjudul
“Pengembangan Modul Kimia Berbasis Unity Of Sciences Dan Multi Level
Representasi Pada Materi Kesetimbangan Kimia Di Sma N 2 Semarang.”
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan oleh pakar praktisi, maka dapat
disimpulkan bahwa hasil validasi modul tersebut memperoleh presentase
87,7% sementara itu hasil validasi dari ahli media memperoleh kategori
51

Sangat Valid dengan presentase 88%, serta hasil respon peserta didik
dikategorikan Sangat baik dengan skor 90,22%. Perbedaan penelitian ini
dengan penulis lakukan adalah modul yang dikembangkan penulis merupakan
modul berbasis unity of sciences sedangkan yang dilakukan oleh peneliti ini
merupakan modul berbasisi unity of sciences dan multi representasi.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Erlinawati program studi tadrsi biologi Institut
Agama Islam Negeri Batusangkar yang berjudul “Pengembangan modul
sistem reproduksi manusia berwawasan Al-quran berbantuan papan flannel Di
SMA negeri 2 Rambatan.” Berdasarkan penelitan tersebut yang sudah
dilakukan oleh pakar praktisi, maka dapat disimpulkan bahwa hasil validasi
modul tersebut memperoleh persentasi 77,84%, sementara itu hasil validasi
dari papan flannel dengan persentasi 77,24 % serta hasil kepraktisan modul
dan alat bantu modul yaitu 86,62% dan 89,68% dengan kategori alat bantu
modul sangat praktis. Perbedaan penelitian ini dengan penulis lakukan adalah
modul yang dikembangkan penulis merupakan modul berbasis unity of
sciences sedangkan yang dilakukan oleh peneliti ini merupakan modul
berwawasan alquran berbantuan papan flannel.
J. Kerangka berfikir
Upaya peningkatan pembelajaran merupakan tugas dan tanggungjawab
tenaga kependidikan, sebab gurulah yang langsung membina para siswa
disekolah melalui proses belajar mengajar. Salah satu upaya yang dimaksud
adalah penggunaan bahan ajar yang tepat dalam proses belajar mengajar.
Penggunaan bahan ajar dapat mempertinggi minat dan aktivitas siswa yang
pada akhirnya siswa memahami materi pembelajaran sehingga kualitas hasil
belajar siswa pun meningkat. Modul pembelajaran merupakan merupakan
suatu program belajar mengajar yang terkecil, yang dipelajari oleh siswa
sendiri secara perorangan atau diajarkan oleh siswa kepada dirinya sendiri
(self Intructional).
52

Dalam menggunakan bahan ajar sebagai sumber belajar dan alat


komunikasi khususnya dalam hubungannya dengan masalah proses belajar
mengajar, kiranya harus didasarkan pada kriteria pemilihan yang objektif.
Sebab penggunaan bahan ajar modul tidak sekedar menampilkan program
pengajaran didalam kelas. Karena harus dikaitkan dengan tujuan pembelajaran
yang harus dicapai, startegi dan bahan belajar mengajar. Disamping itu guru
juga dituntut untuk mengembangkan keterampilan membuat bahan ajar modul
yang akan digunakan dalam apabila bahan tersebut belum tersedia. Bahan ajar
modul yang digunakan guru haruslah benar-benar harus dapat membantu guru
dalam tugas mengajar dan membantu siswa dalam meningkatkan motivasi dan
pemahaman siswa, sehingga kompetensi hasil belajar siswa dapat tercapai.
Dengan demikian Modul Pembelajaran Kimia Berbasis Unity Of Sciences
pada Materi Minyak Bumi Kelas XI pada pembelajaran harus dirancang
sesuai dengan kebutuhan siswa dan dapat mengukur tujuan pembelajaran,
Modul Pembelajaran Kimia Berbasis Unity Of Sciences pada Materi Minyak
Bumi Kelas XI dapat dikatakan valid. Selain itu Modul Pembelajaran Kimia
Berbasis Unity Of Sciences pada Materi Minyak Bumi Kelas XI dituntut
untuk praktis digunakan. Secara ringkas kerangka berfikir dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut

Analisis bahan ajar


53

Dibutuhkan modul
Belum adanya bahan ajar
pembelajaran kimia
berupa modul khususnya
berbasis unity of
modul berbasis unity of
sciences
sciences disekolah

Pengembangan Modul Pembelajaran Kimia Berbasis


Unity Of Sciences

Modul pembelajaran kimia berbasis


unity of sciences yan valid dan praktis

Gambar 4.2 Kerangka Berfikir Pengembangan Modul Pembelajaran Kimia


Berbasis Unity Of Sciences pada Materi Minyak Bumi Kelas XI

BAB III
METODE PENELITIAN
54

A. Metode Pengembangan
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis metode penelitian dan
pengembangan (Reaserch and Development). Menurut Sugiyono (2012,407),
“metode penelitian dan pengembangan merupakan metode penelitian yang
digunakan untuk menghasillkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk
tersebut”. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan media pembelajaran
kimia berupa modul melalui langkah-langkah yang sistematis untuk kemudian
diuji kelayakan dari segi materi dan media serta kemenarikannya bagi
siswa(Syahrir, 2015 ).

B. Model Pengembangan
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan model 4-D. Model
pengembangan ini disarankan oleh Thiagarajan, dan Semmel. Model
pengembangan 4-D terdiri atas 4 tahap pengembangan, yaitu define, design,
develop, dan disseminate (Puspita sari, 2019)
a. Tahap Pendefinisian (define)
Tahap ini bertujuan untuk menetapkan dan mendefinisikan mengenai
pengembangan produk berupa Modul Pembelajaran Kimia Berbasis Unity Of
Sciences pada Materi Minyak Bumi Kelas XI. Tahap define meliputi: (a)
analisis muka belakang; (b) analisis literatur; (c) analisis tujuan pembelajaran.
b. Tahap Perancangan (design)
Tahap design bertujuan untuk menyiapkan Modul Pembelajaran Kimia
Berbasis Unity Of Sciences pada Materi Minyak Bumi Kelas XI yang sesuai
dengan KI, KD, Indikator dan Tujuan Pembelajaran. Perancangan terdiri dari :
cover, petunjuk belajar, peta konsep, lember kegiatan, lembar kerja siswa,
lembar tes dan kunci jawaban serta glosarium.
c. Tahap Pengembangan (develop)
55

Tujuan dari tahap pengembangan ini untuk menghasilkan Modul


Pembelajaran Kimia Berbasis Unity Of Sciences pada Materi Minyak Bumi
Kelas XI yang dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep kimia
siswa yang sudah direvisi berdasarkan masukan dari ahlinya.
d. Tahap Pendiseminasian (disseminate)
Tahap ini merupakan tahap penggunaan Modul Pembelajaran Kimia
Berbasis Unity Of Sciences pada Materi Minyak Bumi Kelas XI yang telah
dikembangkan pada skala yang lebih luas.
Tanpa mengurangi arti penelitian pengembangan, maka pada penelitian
ini, tahap pengembangan yang dilakukan hanya sampai pada tahap develop,
karena pada tahap selanjutnya memerlukan waktu yang cukup panjang, pada
tahap ini pengembangan (develop) dibatasi sampai pada tahap efektivitas.
C. Prosedur Pengembangan
Berdasarkan rancangan 4-D, maka prosedur penelitian ini hanya dilakukan
terdiri dari tiga tahapan, yaitu:
a) Tahap Pendefinisian(define)
Pada tahap define yaitu terdapat tahap analisis muka belakang, pada
tahap ini digunakan untuk mengetahui kondisi yang ada di lapangan. Pada
tahap ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Wawancara dengan Guru Bidang Studi Kimia
Wawancara dengan guru bidang studi bertujuan untuk mengetahui
masalah atau hambatan serta fenomena apa saja yang dihadapi di sekolah
sehubungan dengan mata pelajaran kimia. Masalah atau hambatan
maupun fenomena dapat berasal dari guru ataupun dari siswa.
Berdasarkan hasil wawancara dan sekaligus observasi diperoleh informasi
bahwasanya media yang digunakan guru terfokus pada infokus.
Berdasarkan hal tersebut dapat dirancang sebuah Modul Pembelajaran
56

Kimia Berbasis Unity Of Sciences pada Materi Minyak Bumi Kelas XI


yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar siswa.
2) Menganalisis Modul
Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah modul yang digunakan
guru sudah baik dan mempermudah siswa dalam memahami materi
kimia serta dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa.
Selain itu juga melihat apakah terjadi kesenjangan antara media dengan
kebutuhan siswa. Modul yang sebelumnya digunakan oleh guru bidang
studi kimia yaitu buku teks kimia dan ringkasan materi, akan tetapi kedua
sumber belajar itu belum cukup dalam membantu siswa dalam memahami
materi pelajaran. Selain itu, analisis sumber belajar dapat dijadikan
sebagai referensi materi yang digunakan di dalam Modul Pembelajaran
Kimia Berbasis Unity Of Sciences pada Materi Minyak Bumi Kelas XI.
3) Analisis Literatur tentang Modul Pembelajaran Kimia Berbasis Unity Of
Sciences pada Materi Minyak Bumi Kelas XI
Hal ini bertujuan untuk mengetahui format dan cara pembuatan
Modul Pembelajaran Kimia Berbasis Unity Of Sciences pada Materi
Minyak Bumi Kelas XI, agar modul yang akan dikembangkan dapat
dirancang dengan baik dan semenarik mungkin serta dapat diaplikasikan
dengan mudah oleh siswa.
4) Analisis Tujuan Pembelajaran
Hal ini bertujuan untuk mengetahui ketercapaian Kompetensi Inti
(KI), Kompetensi Dasar (KD), Indikator dan Tujuan pembelajaran dapat
dikembangkan dari indikator yang telah dibuat. Selain itu analisis tujuan
pembelajaran bertujuan untuk mengetahui apakah materi tersebut sesuai
dengan Modul Pembelajaran Kimia Berbasis Unity Of Sciences pada
Materi Minyak Bumi Kelas XI.
5) Analisis Karakteristik Siswa
57

Analisis karakteristik siswa bertujuan untuk mengetahui bagaimana


karakteristik siswa yang meliputi tingkah laku, minat belajar, kesulitan
belajar, kemampuan berfikir dan pengalaman siswa. Maka dari itu Modul
Pembelajaran Kimia Berbasis Unity Of Sciences pada Materi Minyak
Bumi Kelas XI yang dirancang disesuaikan dengan karakteristik siswa
yang dianalisis.
b) Tahap Perancangan (design)
Tahap design bertujuan untuk menyiapkan dan merancang prototipe
Modul Pembelajaran Kimia Berbasis Unity Of Sciences pada Materi
Minyak Bumi Kelas XI yang sesuai dengan KI dan KD. Adapun langkah-
langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah:
a. Merancang Modul Pembelajaran Kimia Berbasis Unity Of Sciences
pada Materi Minyak Bumi Kelas XI
Adapun kegiatan pada tahap ini yaitu menyusun kerangka, jenis
tulisan, bahasa, animasi yang digunakan, aplikasi tombol yang akan
digunakan dalam pengaplikasian modul.
1) Komponen modul yang berorientasi pada green chemistry
2) Judul, berisi topik kegiatan sesuai dengan SK.
3) Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), indikator,
dan tujuan pembelajaran.
4) Materi pokok yang berorientasi pada green chemistry serta
indikator kemampuan pemahaman konsep.
5) Scene yang berisikan soal-soal sebagai bentuk evaluasi materi
pembelajaran.

b. Merancang instrumen penelitian yang terdiri atas:


1) Lembar validasi Modul Pembelajaran Kimia Berbasis Unity Of
Sciences pada Materi Minyak Bumi Kelas XI.
58

2) Lembar validasi angket respon siswa terhadap Modul


Pembelajaran Kimia Berbasis Unity Of Sciences pada Materi
Minyak Bumi Kelas XI.
3) Lembar validasi angket respon siswa terhadap pembelajaran
4) Lembar uji praktikalitas Modul Pembelajaran Kimia Berbasis
Unity Of Sciences pada Materi Minyak Bumi Kelas XI.
5) Lembar uji efektivitas Modul Pembelajaran Kimia Berbasis
Unity Of Sciences pada Materi Minyak Bumi Kelas XI.
c) Tahap Pengembangan (develop)
Tujuan tahap ini adalah untuk menghasilkan perangkat pembelajaran
yang sudah direvisi berdasarkan masukan dari ahli. Dalam tahap ini terdiri
dari tahap validasi, tahap praktikalitas dan tahap efektivitas. Langkah-
langkah yang dilakukan dalam tahap validasi, praktikalitas, dan efektivitas
sebagai berikut:
a. Pembuatan Produk
Berdasarkan desain produk yang sudah dirancang, kemudian dilakukan
pembuatan produk. Pembuatan produk berupa modul kimia berbasis
unity of sciences. seluruh komponen yang sudah dipersiapkan dalam
tahap desain dirangkai menjadi satu kesatuan produk yang utuh.
b. Tahap validitas
1) Validasi Modul Pembelajaran Kimia Berbasis Unity Of Sciences
pada Materi Minyak Bumi Kelas XI.
Pada tahap ini peneliti melakukan uji validitas Modul
Pembelajaran Kimia Berbasis Unity Of Sciences pada Materi
Minyak Bumi Kelas XI yang akan peneliti kembangkan. Validasi
teknis menekankan penyajian Modul, yaitu berupa validitas isi,
validitas konstruk, dan validitas muka.
59

Tabel 3.1 Aspek Validasi Modul Pembelajaran Kimia


Berbasis Unity Of Sciences pada Materi Minyak
Bumi Kelas XI
No. Aspek
1. Validitas Isi
1.1 Ketetapan
1.2 Kepentingan
1.3 Kelengkapan
1.4 Minat/Perhatian
1.5 Kesesuaian dengan situasi siswa
2. Validitas kontruk
1.1 Keterbacaan
1.2 Mudah digunakan
1.3 Kualitas tampilan
1.4 Kualitas penanganan jawaban
1.5 Kualitas produk
3. Validitas Muka
2.1 Ketepatan tata bahasa
2.2 Ketepatan ejaan
2.3 Sesuai dengan perkembangan berpikir peserta
didik

Uji validasi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai


berikut:
a) Meminta kesediaan tenaga ahli untuk menjadi validator dari
angket yang dirancang sebagai instrumen penilaian produk
dikembangkan.
b) Meminta kesediaan tenaga ahli untuk menjadi validator dari
Modul.
60

c) Melakukan revisi terhadap tampilan modul berdasarkan


penilaian dan saran dari validator.
2) Validasi RPP
RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) harus dibuat agar
kegiatan pembelajaran berjalan sistematis dan mencapai tujuan
pembelajaran, tanpa RPP kegiatan pembelajaran di kelas biasanya
tidak terarah. Oleh karena itu, setiap guru harus mampu menyusun
RPP berdasarkan silabus. RPP disusun untuk setiap KD yang dapat
dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Berikut ini
aspek-aspek Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu :
Tabel 3.2 Aspek Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)
No Aspek Penilaian
.

1. Validitas Isi
2. Validitas Muka

3) Validasi Angket Respon Siswa terhadap Modul Pembelajaran


Kimia Berbasis Unity Of Sciences pada Materi Minyak Bumi
Kelas XI.
Angket respon siswa terhadap Modul Pembelajaran Kimia
Berbasis Unity Of Sciences pada Materi Minyak Bumi Kelas XI
digunakan untuk melihat praktikalitas dari modul yang
dikembangkan. Berikut ini aspek-aspek angket respon siswa
terhadap Modul Pembelajaran Kimia Berbasis Unity Of Sciences
pada Materi Minyak Bumi Kelas XI.
61

Tabel 3.3 Aspek Validasi Angket Respon Siswa Terhadap


Modul Pembelajaran Kimia Berbasis Unity Of
Sciences pada Materi Minyak Bumi Kelas XI
No Aspek
.
1. Format angket
2. Bahasa yang digunakan
3. Butir pernyataan angket

4) Validasi Angket Respon Siswa terhadap Pembelajaran


Angket respon siswa terhadap pembelajaran untuk melihat
keefektivitasan dari Modul Pembelajaran Kimia Berbasis Unity Of
Sciences pada Materi Minyak Bumi Kelas XI. Berikut ini aspek-
aspek untuk menguji validitas Modul Pembelajaran Kimia
Berbasis Unity Of Sciences pada Materi Minyak Bumi Kelas XI,
yaitu :
Tabel 3.4 Aspek Validasi Angket Respon Siswa terhadap
Pembelajaran
No Aspek
.
1. Validitasi isi
2. Validitas muka

5) Validasi Soal Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Kimia


Aspek-aspek untuk menguji validitas soal tes kemampuan
pemahaman konsep matematis siswa yang dilakukan adalah
validitas isi dan validitas muka. Berikut ini aspek-aspek soal tes
kemampuan pemahaman konsep matematis, yaitu :
62

Tabel 3.5 Aspek Validasi Soal Tes Kemampuan Pemahaman


Konsep Kimia
No Aspek
.
1. Validitasi isi
2. Validitas muka

c. Tahap Praktikalitas
Pada tahap ini dilakukan uji coba terbatas disatu kelas XI Mipa
SMAN 2 Sawahlunto. Uji coba ini dilakukan untuk melihat
praktikalitas atau keterpakaian modul yang sudah dirancang. Modul
pembelajaran kimia berbasis unity of sciences memiliki praktikalitas
yang tingi apabila bersifat praktis dan mudah digunakan.
Adapun komponen yang diamati dapat dilihat pada table
dibawah ini

Table : aspek praktikalitas modul bernuansa al-quran


No. Aspek Metode Instrumen
Pengumpulan
Data
1. Pelaksanaan pembelajaran observasi Lembar
dengan modul observasi
pembelajaran berbasis
63

unity of sciences
2. Bentuk modul Wawancara Pedoman
pembelajaran kimia dengan guru wawancara
berbasis unity of sciences mata pelajaran dan lembar
3. Isi modul pembelajaran kimia kelas XI angket respon
kmia berbasis unity of MIPA SMA N 2
sciences Sawahlunto dan
4. Kepraktisan modul pengisian angket
pembelajaran al-quran respon oleh
siswa

Rancangan penelitian diatas digambarkan dalam prosedur penelitian yang


dapat dilihat pada diagram alir berikut :

Tahap Define

1. Analisis ujung depan dengan wawancara


dengan Guru Bidang Studi Kimia
2. Analisis Modul
3. Analisis Literatur
4. Analisis Tujuan Pembelajaran
5. Analisis Karakteristik Siswa

Tahap Design

1. Merancang Modul Pembelajaran


Kimia Berbasis Unity Of Sciences
pada Materi Minyak Bumi Kelas XI
2. Merancang instrumen penelitian
64

Tahap Develop

1. Pengembangan produk
2. Validasi pengembangan Modul
Pembelajaran Kimia Berbasis Unity Of
Sciences pada Materi Minyak Bumi Kelas
XI
3. Validasi RPP
4. Validasi angket respon siswa terhadap
Modul Pembelajaran Kimia Berbasis Unity
Of Sciences pada Materi Minyak Bumi
Kelas XI
5. Validasi angket respon siswa terhadap
pembelajaran
Revisi
Valid

Uji coba terbatas di kelas XI MIPA semester


1 SMAN 2 Sawahlunto untuk melihat
validitas

Praktis

Modul Pembelajaran Kimia Berbasis Unity


Of Sciences pada Materi Minyak Bumi Kelas
XI SMAN 2 Sawahlunto
65

Gambar 3.1 Diagram Alir Prosedur Penelitian

D. Subjek Uji Coba


Modul Pembelajaran Kimia Berbasis Unity Of Sciences pada Materi Minyak
Bumi Kelas XI diuji cobakan kepada peserta didik kelas XI MIPA 2 SMA N 2
Sawahlunto. Rancangan dalam penelitian ini hanya dilakukan satu kelas yaitu
kelas XI MIPA 2 SMA N 2 Sawahlunto. Rancangan penelitian yang digunakan
adalah design one group pretest-postest. Pengukuran pertama dilakukan sebelum
pelakuan diberikan dan pengukuran kedua dilakukan sesudah perlakuan
dilaksanakan seperti yang terlihat pada tabel 3.7:
Tabel 3.7. Rancangan Penelitian
Tes Perlakuan Tes
O1 X O2
(Sumber : Sugiyono, 2012:415)
Keterangan:
O1 = Tes awal (pretest) : penilaian hasil belajar siswa dengan menggunakan soal
pretest sebelum diberikan perlakuan.
X = E-Modul kimia menggunakan model pembelajaran POE yang berorientasi
pada Green Chemistry
O2 = Tes akhir (protest) : penilaian hasil belajar siswa dengan menggunakan soal
protest sesudah diberikan perlakuan.
E. Jenis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini mencakupdata kualitatif dan
kuantitatif, yaitu:
1. Data kualitatif merupakan data tentang proses pengembangan media
pembelajaran berupa kritik dan saran dari ahli materi, ahli media dan ahli
bahasa.
2. Data kuantitatif merupakan data pokok dalam penelitian yang berupa data
penilaian tentang media pembelajaran dari ahli materi, ahli media, dan ahli
66

bahasa serta data pendapat siswa/respon siwa mengenai produk yang telah
dikembangkan.
F. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan pada penelitian Modul
Pembelajaran Kimia Berbasis Unity Of Sciences pada Materi Minyak Bumi
Kelas XI yaitu:
1. Lembar Validasi
Validitas digunakan untuk mengetahui apakah Modul Pembelajaran
Kimia Berbasis Unity Of Sciences pada Materi Minyak Bumi Kelas XI
untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep yang dirancang valid
atau tidak.
Lembar validasi pada penelitian ini terdiri atas:
a. Lembar Validasi angket respon siswa terhadap Modul Pembelajaran
Kimia Berbasis Unity Of Sciences pada Materi Minyak Bumi Kelas XI
untuk praktikalitas
Lembar validasi angket respon siswa berisi berisi komponen-
komponen yang telah dirumuskan, kemudian dikembangkan menjadi
beberapa pernyataan. Angket respon siswa divalidasi oleh validator,
sehingga dapat diketahui apakah Angket respon siswa yang telah
dirancang valid atau tidak.
b. Lembar validasi angket respon siswa terhadap pembelajaran
(Efektivitas)
Lembar validasi angket respon siswa berisi komponen-komponen
yang telah dirumuskan, kemudian dikembangkan menjadi beberapa
pernyataan. Angket respon siswa divalidasi oleh validator, sehingga
dapat diketahui apakah angket respon siswa yang telah dirancang valid
atau tidak.
c. Lembar Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
67

Lembar validasi RPP bertujuan untuk mencapai apakah RPP yang


dirancang valid atau tidak. RPP divalidasi oleh validator, sehingga dapat
diketahui apakah RPP yang telah dirancang valid atau tidak.
2. Angket Praktikalitas
Instrumen pengumpulan data yang peneliti lakukan untuk mengetahui
praktikalitas dalam penelitian Modul Pembelajaran Kimia Berbasis Unity
Of Sciences pada Materi Minyak Bumi Kelas XI untuk meningkatkan
kemampuan pemahaman konsep kimia yaitu dengan memberikan sebuah
angket kepada siswa. Angket disusun untuk meminta tanggapan siswa
tentang keterpakaian dalam penggunaan kartu kimia bergambar yang
dirancang. Angket tersebut dipergunakan untuk mengetahui tingkat
kepraktisan modul. Sebelum digunakan angket respon praktikalitas terlebih
dahulu dikonsultasikan dengan validator, hal ini bertujuan untuk
mengetahui apakah angket tersebut valid atau tidak.
Pengisian angket menggunakan skala likert dengan range 0 sampai 4.
Setiap pernyataan mempunyai pilihan jawaban SS (Sangat Setuju), S
(Setuju), N (Normal), TS ( Tidak Setuju) dan STS (Sangat Tidak Setuju).
Indikator angket dapat dilihat pada tabel 3.8
Tabel 3.8 Aspek – aspek Praktikalitas
No. Aspek Metode Pengumpulan Instrumen
Data
1 Petunjuk Angket Respon Angket
2 Isi Praktikalitas
3 Kemudahan
Penggunaan
Sumber :(Roliza, 2018 : 44)
G. Teknik Analisis Data
1. Analisis Validasi
68

Data hasil validasi yang terkumpul, kemudian ditabulasi. Hasil tabulasi


tiap tagihan dicari persentasenya dengan rumus:
∑ skor per item
P= x 100%
Skor maksimal

Berdasarkan hasil persentase, setiap tagihan dikategorikan pada:


Tabel 3.9 Kategori validasi kartu kimia bergambar
Range persentase (%) Kriteria
0 – 20 Tidak valid
21 – 40 Kurang valid
41 – 60 Cukup valid
61 – 80 Valid
81 – 100 Sangat valid

(Sumber: Riduwan, 2007 : 89)


Suatu produk dikatakan valid apabila dapat merefleksikan.
2. Analisis Praktikalitas
Data hasil tanggapan siswa melalui angket yang terkumpul, kemudian
ditabulasi. Hasil tabulasi tiap tagihan dicari persentasenya dengan rumus:
∑ skor per item
P= x 100%
Skor maksimal

Tabel 3.10 Kategori praktikalitas kartu kimia gambar


Range Persentase (%) Kategori
0 – 20 Tidak praktis
21 – 40 Kurang praktis
41 – 60 Cukup praktis
61 – 80 Praktis
81 – 100 Sangat praktis
(Sumber: Riduwan, 2007 : 89)
Suatu produk dikatakan praktis apabila produk tersebut dapat digunakan
(usable) (Mulyatiningsih, 2016 ).
69

Daftar Pustaka

Ali, W. and N. Aghna (2019). Pengembangan modul kimia berbasis multi level
representasi dan unity of sciences pada materi laju reaksi kelas XI di SMAN 1
Semarang, UIN Walisongo.

Depdiknas, R. (2010). Grand Desain Pendidikan Karakter Bangsa, Jakarta: Pusat


Kurikulum Litbang Depdiknas.

Djudin, T. "Menyisipkan Nilai-nilai dalam Pembelajaran Sains: suatu Alternatif


Memagari Keimanan Siswa." Guru Membangun 26(2).

Fannie, R. D. and R. Rohati (2014). "Pengembangan lembar kerja siswa (LKS)


berbasis POE (predict, observe, explain) pada materi program linear kelas XII
SMA." Sainmatika: Jurnal Sains dan Matematika Universitas Jambi 8(1).

Hernawan, A. H., H. Permasih and L. Dewi (2012). "Pengembangan Bahan Ajar."


Direktorat UPI, Bandung.
70

Keenan, C. W., D. C. Kleinfelter and J. H. Wood (1984). "Kimia untuk Universitas."


Kejuruan, D. P. S. M. (2008). "Teknik Penyusunan Modul." Jakarta:
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

Lestari, D., et al. (2017). Peningkatan Pembelajaran Fiqh Ibadah dengan


Menerapkan Metode Demonstrasi di Kelas VII C SMP Muhammadiyah 6
Surakarta Tahun Pelajaran 2016/2017, Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Matondang, Z. (2009). "Validitas dan reliabilitas suatu instrumen penelitian." Jurnal


Tabularasa 6(1): 87-97.

Mulyatiningsih, E. (2016). "Pengembangan Model Pembelajaran." Diakses dari


http://staff. uny. ac. id/sites/default/files/pengabdian/dra-endang-
mulyatiningsih-mpd/7cpengembangan-model-pembelajaran. pdf. pada
September.

Nasution, H. A. (2016). Pengembangan penuntun praktikum kimia dengan


menggunakan model inquiry dan project based learning pada materi sistem
periodik unsur, UNIMED.

Nuh, M. (2013). "Kurikulum 2013." Sumber: http://www. kemdiknas. go. id.


Pratama, G. W., et al. (2017). Efektivitas Penggunaan Modul Pembelajaran Kimia
Berbasis Problem-Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa pada Materi Koloid SMA Kelas XI. Prosiding SNPS
(Seminar Nasional Pendidikan Sains).

PUSPITA SARI, R. and D. Puspasari (2019). "Pengembangan Buku Ajar Berbasis


Model Pembelajaran Discovery Learning pada Mata Pelajaran Administrasi
Umum Kelas X OTKP 1 di SMK Negeri Mojoagung." JURNAL
ADMINISTRASI PERKANTORAN 7(4).
71

Putri, D. S. (2016). Pengembangan modul berorientasi unity of sciences dengan


pendekatan contextual teaching and learning pada materi Termokimia, UIN
Walisongo.

Rahdiyanta, D. (2016). "Teknik Penyusunan Modul." Artikel.(Online) http://staff.


uny. ac. id/sites/default/files/penelitian/dr-dwi-rahdiyanta-mpd/20-teknik-
penyusunan-modul. pdf. diakses 10.

Ristiyani, E. and E. S. Bahriah (2016). "Analisis kesulitan belajar kimia siswa di


SMAN X Kota Tangerang Selatan." Jurnal Penelitian dan Pembelajaran IPA
2(1): 18-29.

Rusdiana, I. (2019). "Identifikasi kesulitan belajar dan pemahaman konsep siswa


dalam materi ikatan kimia kelas X semester 1 SMA Negeri 6 Malang."
SKRIPSI Mahasiswa UM.

Sari, S. Y., N. Syahra and H. Husna (2014). "Pengembangan Handout Fisika Dasar
Berbasis Konstruktivitas Pada Materi Dinamika." Jurnal Riset Fisika
Edukasi dan Sains 1(1): 1-8.

Sudjana, D. (2015). "Kartu Kation-Anion Sebagai Inovasi Media Pembelajaran Pada


Mata Pelajaran Kimia Di Sekolah Menengah Atas (SMA)." Jurnal Lingkar
Widyaiswara 1: 21-37

Syahrir, S. and S. Susilawati (2015). "Pengembangan Modul Pembelajaran


Matematika Siswa SMP." Jurnal Ilmiah Mandala Education 1(2): 162-171.

Umayah, S., S. Haryani and W. Sumarni (2013). "Pengembangan kartu bergambar


tiga dimensi sebagai media diskusi kelompok pada pembelajaran ipa terpadu
tema kehidupan." Unnes Science Education Journal 2(2).
72

Wasonowati, R. R. T., T. Redjeki and S. R. D. Ariani (2014). "Penerapan model


problem based learning (pbl) pada pembelajaran hukum-hukum dasar kimia
ditinjau dari aktivitas dan hasil belajar siswa kelas x ipa sma negeri 2
surakarta tahun pelajaran 2013/2014." Jurnal Pendidikan Kimia 3(3): 66-75.

Wati, F. S., U. Lathifa and W. Udaibah (2019). "PENGEMBANGAN MODUL


KESETIMBANGAN KIMIA BERBASIS UNITY OF SCIENCES (UOS) DAN
MULTILEVEL REPRESENTASI." THABIEA: JOURNAL OF NATURAL
SCIENCE TEACHING 2(2): 70-77.

Anda mungkin juga menyukai