Anda di halaman 1dari 59

PENGEMBANGAN MODUL ELEKTRONIK KIMIA BERBASIS

PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME UNTUK KELAS XI


SMA N 1 SUMATERA BARAT

PROPOSAL SKRIPSI

Ditulis Sebagai Syarat untuk Penulisan Skripsi


pada Jurusan Tadris Kimia
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Batusangkar

Oleh:

SHERIN APRILIA
NIM. 1630110018

JURUSAN TADRIS KIMIA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
BATUSANGKAR
2020
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang Penelitian...................................................................................1

B. Identifikasi Masalah............................................................................................7

C. Batasan Masalah..................................................................................................8

D. Rumusan Masalah...............................................................................................8

E. Tujuan Penelitian.................................................................................................8

F. Spesifikasi Produk yang Diharapkan...................................................................9

G. Pentingnya Pengembangan...............................................................................10

H. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan........................................................11

I. Defenisi Operasional..........................................................................................11

BAB II KAJIAN PUSTAKA...............................................................................13

A. Hakekat Pembelajaran Kimia............................................................................13

B. Bahan Ajar.........................................................................................................14

C. Pendekatan Konstruktivisme.............................................................................20

D. Modul Elektronik Kimia Berbasis Konstruktivisme.........................................27

E. Larutan Asam dan Basa.....................................................................................29

G. Penelitian yang Relevan....................................................................................39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN..........................................................41

A. Metode Pengembangan.....................................................................................41

B. Model Pengembangan.......................................................................................41

C. Prosedur Pengembangan...................................................................................41

D. Subjek Uji Coba................................................................................................50

E. Jenis Data...........................................................................................................50
F. Instrument Penelitian.........................................................................................50

G. Teknik Analisis Data.........................................................................................51

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Salah satu kebutuhan sekaligus kewajiban yang harus dilaksanakan
oleh setiap peserta didik adalah belajar dan mencari ilmu pengetahuan.
Belajar merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan oleh seseorang
guna untuk meningkatkan kualitas tingkah laku, seperti peningkatan
pengetahuan, keterampilan, pola pikir peserta didik dan lain sebagainya.
Dengan kata lain, proses belajar ini merupakan hasil interaksi antara seorang
peserta didik dengan lingkungannya. Di dalam suatu pendidikan, proses
belajar dapat juga diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif,
afektif dan psikomotor yang terjadi di dalam diri peserta didik. Untuk
mewujudkan tujuan dari belajar tersebut, maka diperlukan tindak lanjut dari
proses belajar ini yang disebut dengan pembelajaran (Minarni, Malik et al.
2019).
Pembelajaran merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
memungkinkan terjadinya proses belajar yang dirancang, dilaksanakan dan
dievaluasi secara sistematis sehingga tujuan dari belajar tersebut tercapai
secara optimal. Secara khusus proses pembelajaran yang dimaksud dalam hal
ini yaitu pada mata pelajaran kimia. Kimia merupakan salah satu mata
pelajaran penting yang wajib dipelajari oleh peserta didik yang menempuh
pendidikannya di sekolah menengah atas. Hal ini dikarenakan kimia
merupakan salah satu bagian dari ilmu pengetahuan alam yang mempelajari
tentang materi serta perubahan materi dan energi yang menyertainya (Dewi,
Selamat et al. 2019). Selain menjadi mata pelajaran wajib bagi peserta didik
di sekolah menengah atas untuk jurusan MIPA, kimia juga menjadi mata
pelajaran peminatan bagi peserta didik yang mengambil jurusan IPS. Di
samping itu, kimia juga merupakan salah satu mata pelajaran yang diujikan
pada ujian nasional.
Melihat arti penting akan pembelajaran kimia disekolah, maka
diharapkan agar semua peserta didik memiliki rasa ketertarikan yang tinggi
dalam menguasai dan memahami materi serta konsep-konsep yang terdapat
dalam pembelajaran kimia dan menerapkannya di dalam kehidupan sehari-
hari. Pada saat sekarang ini, pembelajaran kimia seringkali dituntut untuk
berorientasi pada pembangunan karakter peserta didik agar pembelajaran
tersebut menjadi lebih bermakna. Pembelajaran kimia dengan menghafal,
mencatat, dan latihan soal sudah tidak relevan lagi bagi peserta didik jika
tidak diimbangi dengan usaha untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
dan kreatif peserta didik. Dalam proses pembelajaran kimia terdapat banyak
komponen yang terlibat dan harus disiapkan oleh pendidik, yang salah satu
diantaranya adalah bahan ajar. Bahan ajar merupakan segala bentuk bahan
yang digunakan untuk membantu guru/ dosen/ instruktur dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar di kelas. Dengan kata lain bahan ajar merupakan
seperangkat sarana atau alat yang berisikan materi pembelajaran, metode,
batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan
menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan dengan segala
kompleksitasnya. Bahan yang dimaksud tersebut bisa berupa bahan tertulis
maupun bahan tidak tertulis (Minarni, Malik et al. 2019).
Bahan ajar yang paling banyak digunakan di sekolah-sekolah saat ini
adalah buku teks dan modul. Modul diartikan sebagai bahan ajar yang disusun
secara sistematis dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan
dapat dimengerti oleh siswa. Modul berperan sebagai bahan ajar yang dapat
membantu siswa untuk belajar secara mandiri maupun konvensional (Kinasih,
Sunarno et al. 2018). Apabila dilihat dari segi manfaatnya, penggunaan modul
ini bermanfaat sebagai sumber belajar yang dapat dimiliki oleh siswa. Selain
itu modul juga memiliki manfaat dalam hal penjelasan materi, dimana modul
ini memuat penjelasan yang sederhana mengenai suatu materi pembelajaran
sehingga peserta didik dapat mempelajari materi tersebut secara mandiri
dirumah. Adapun jenis modul yang terdapat di sekolah-sekolah pada
umumnya yaitu berupa modul cetak (Dewi, Sunarno et al. 2018).
3

Modul cetak memiliki kekurangan yang diantaranya yaitu modul


cetak ini belum mampu menyajikan materi yang dapat merangsang proses
berpikir kritis peserta didik. Modul cetak ini hanya memuat materi dengan
penjelasan yang sangat sederhana. Sementara itu didalam kurikulum 2013
peserta didik dituntut untuk dapat aktif mencari, menemukan serta memahami
dan mengkonstruk sendiri konsep yang terdapat dalam materi pembelajaran
tersebut. Kebanyakan dari modul cetak yang dikembangkan tersebut tidak
memperhatikan prosedur pengembangan bahan belajar mandiri, sehingga
kualitas modul cetak itu masih jauh dari standar, penyajian informasi yang
terlalu verbal, dan biaya percetakan yang cukup mahal mengakibatkan
penggunaan modul cetak masih terbatas. Akibatnya penggunaan modul cetak
ini belum sesuai dengan apa yang diharapkan dalam kurikulum 2013 yang
telah diterapkan oleh pemerintah (Dewi, Sunarno et al. 2018).
Hal ini juga didasarkan pada hasil observasi peneliti di SMA N 1
Sumatera Barat pada hari kamis, tanggal 14 November 2019. Guru mata
pelajaran Kimia yang ada di sekolah tersebut hanya menggunakan buku teks
dan modul cetak sebagai sumber belajar. Untuk penggunaan modul cetak ini
masih sangat terbatas. Hal ini dikarenakan materi yang terdapat di dalam
modul tersebut masih kurang jelas dan lengkap. Disamping itu, peserta didik
yang ada di sekolah tersebut juga mengatakan bahwa penggunaan modul yang
hanya berupa media cetak yang digunakan oleh guru di sekolah tersebut
masih kurang efektif. Hal ini dikarenakan informasi yang dimuat dalam
modul serta beberapa gambar ilustrasi yang terdapat dalam modul cetak
tersebut kurang jelas dan sulit dimengerti oleh peserta didik. Selain itu
bentuknya yang berupa hardcopy ini juga sulit untuk dibawa kemanapun oleh
peserta didik. Sehingga seringkali mereka merasa sulit untuk memahami
materi pelajaran tersebut dan proses pembelajaranpun menjadi tidak aktif.
Akibatnya mereka harus mencari sendiri keterangan dari gambar yang dimuat
dalam modul tersebut, baik itu melalui gadget atau smartphone. Apalagi di
zaman sekarang yang semua aktivitas baik itu guru maupun peserta didik
sudah berbasis mobile. Peserta didik tersebut cenderung lebih senang
4

mengakses materi pelajarannya melalaui gadget dan komputernya


dibandingkan membaca modul cetak yang telah diberikan oleh guru
disekolah.
Terkait dengan kemandirian peserta didik dalam belajar, penggunaan
modul yang hanya berupa media cetak saja dirasa masih kurang efektif. Untuk
mengatasi kekurangan dari modul yang hanya berupa media cetak ini,
diperlukan sebuah pembaharuan yang dapat merangsang kemampuan berpikir
kritis peserta didik dalam belajar. Hal ini juga sejalan dengan perkembangan
teknologi, terutama dalam dunia pendidikan. Pesatnya perkembangan
teknologi saat ini, mengakibatkan peserta didik menjadi malas untuk
membaca modul yang hanya berupa media cetak. Selain itu, bentuknya yang
besar juga membuat peserta didik menjadi sulit untuk membawa modul
tersebut. Melihat dari kondisi ini, dapat diketahui bahwa penggunaan modul
yang praktis dan lebih up to date sangat diperlukan dibandingkan dengan
penggunaan modul yang hanya berupa media cetak saja didalam
pembelajaran. Maka dari itu diperlukan sebuah pembaharuan dalam proses
pembelajaran agar kekurangan dari modul cetak ini dapat diatasi dengan baik.
Pembaharuan yang dimaksudkan dalam hal ini yaitu pembaharuan berupa
sarana fisik yang meliputi pengembangan sumber belajar dalam bentuk modul
elektronik.
Modul elektronik merupakan suatu bahan belajar yang disajikan
secara mandiri dengan susunan yang sistematis, yang berupa unit terkecil dan
berfungsi untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan format elektronik
(Nikita, Lesmono et al. 2018). Modul jenis ini dapat menunjang
berlangsungnya proses pembelajaran secara efektif dan efisien. Adapun
manfaat dari penggunaan modul elektronik yaitu modul ini dapat menyajikan
materi pembelajaran dengan jelas, karena melalui modul elektronik ini dapat
disajikan video atau gambar yang menjelaskan mengenai suatu materi
pembelajaran. Manfaat lain dari modul elektronik ini sendiri yaitu modul ini
dapat menjadikan proses pembelajaran lebih menarik, interaktif, dapat
dilakukan kapanpun dan dimanapun serta dapat meningkatkan kualitas
5

pembelajaran. Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi pada


saat sekarang ini, keberadaan modul elektronik sudah dapat terbantu dengan
adanya notebook, tablet, komputer PC dan smartphone. Sehingga modul
elektronik ini dapat dibawa kemanapun oleh guru dan peserta didik karena
ukurannya yang relatif kecil, mudah dibawa kemanapun hanya dengan
menggunakan USB flashdrive yang sangat praktis dan tidak seperti modul
cetak yang berukuran besar. (Ummah, Suarsini et al. 2018).
Melihat dari manfaat modul elektronik tersebut, maka modul
elektronik yang akan dikembangkan dalam penelitian ini yaitu modul
elektronik kimia. Modul elektronik kimia merupakan suatu paket bahan ajar
yang memuat bahan pembelajaran kimia yang ditampilkan menggunakan
media elektronik berupa komputer dan lain sebagainya. Modul elektronik
kimia ini dapat memberikan penjelasan mengenai pembelajaran kimia dengan
baik serta juga bisa menarik minat siswa melalui tampilannya yang menarik
berupa teks, warna, video, animasi serta gambar yang tidak membosankan
bagi peserta didik (Sunarmiati and Padmaningrum 2016). Dalam
mengembangkan modul elektronik kimia, perlu dilakukan tinjauan materi
pembelajarannya terlebih dahulu. Adapun materi-materi kimia yang tepat
untuk dikembangkan dengan menggunakan modul elektronik ini yaitu materi
yang berisi tentang penguasaan konsep yang tinggi. Dimana didalam materi
tersebut peserta didik diminta untuk menelaah sendiri konsep-konsep penting
tanpa harus guru yang menjelaskan konsep tersebut secara langsung.
Sehingga penerapan dari Kurikulum 2013 yang dianjurkan pemerintah dapat
terlaksana dengan baik.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk
mengembangkan modul elektronik kimia khususnya pada materi Larutan
Asam dan Basa. Hal ini dikarenakan kebanyakan pada materi tersebut
terdapat banyak konsep asam dan basa yang harus dipahami oleh peserta
didik. Disamping itu, pada materi tersebut diperlukan praktikum untuk
menunjang telaksananya proses pembelajaran secara efektif dan efisien.
Modul elektronik kimia ini akan dirancang dengan baik dan semenarik
6

mungkin agar siswa tersebut dapat memahami materi Larutan Asam dan Basa
serta proses praktikum yang akan dilaksanakan.
Untuk mengembangkan modul elektronik kimia dengan materi
Larutan Asam dan Basa ini, maka diperlukan sebuah pendekatan
pembelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan berpikir kreatif
siswa sehingga konsep-konsep dari materi pembelajaran ini dapat dipahami
secara menyeluruh oleh siswa tersebut. Ada banyak jenis-jenis pendekatan
pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran di suatu sekolah, salah satunya yaitu pendekatan
konstruktivisme. Pendektan konstruktivisme adalah salah satu pendekatan
pembelajaran yang digunakan sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013.
Pendekatan konstruktivisme merupakan proses pembelajaran yang
menerangkan bagaimana pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik itu
disusun dalam pemikiran peserta didik itu sendiri. Pengetahuan tersebut akan
dikembangkan secara aktif oleh peserta didik itu sendiri dan tidak diterima
secara pasif dari orang lain. Dengan kata lain pada pendekatan
konstruktivisme ini menginginkan adanya peran aktif peserta didik dalam
proses pembelajaran dengan cara peserta didik tersebut merekayasa,
memprakarsai dan mengkonstruk aktivitas belajarnya sendiri. Pendekatan ini
menekankan kepada pentingnya peran peserta didik dalam membangun
sendiri pengetahuannya melalui keterlibatan peran aktifnya dalam belajar
(Monica 2015). Adapun kelebihan dari pendekatan konstruktivisme, yaitu
pendekatan ini dapat membantu peserta didik dalam membangun sendiri
pengetahuannya melalui masalah-masalah yang berkaitan dengan materi
pelajaran supaya rasa keingintahuannya menjadi tinggi. Sehingganya sistem
pembelajaran tidak lagi berfokus kepada guru (teacher centered learnig).
Ditinjau dari penjelasan tersebut, maka penggunaan modul elektronik
kimia berbasis pendekatan konstruktivisme di SMA N 1 Sumatera Barat
diharapkan dapat membantu memudahkan proses pembelajaran kimia di
sekolah tersebut. Dimana modul elektronik kimia berbasis pendekatan
konstruktivisme akan dilengkapi dengan uraian materi tentang Larutan Asam
7

dan Basa, contoh soal, latihan soal serta tutorial praktikum yang akan
dikerjakan oleh peserta didik guna untuk mengetahui sejauh mana
pemahaman konsep peserta didik terkait dengan materi tersebut. Selain itu,
modul elektronik kimia berbasis pendekatan konstruktivisme ini juga dapat
mengurangi permasalahan peserta didik di SMA N 1 Sumatera Barat yang
cenderung malas membaca modul cetak atau buku teks kimia yang ada
disekolah. Dengan kata lain, modul elektronik kimia berbasis pendekatan
konstruktivisme ini juga dapat menyeimbangi perkembangan zaman dan
tuntutan pemerintah dalam bidang pendidikan untuk menyelenggarakan
kurikulum 2013 dengan baik di SMA N 1 Sumatera Barat.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang pengembangan modul elektronik kimia berbasis
pendekatan konstruktivisme, dengan tujuan modul elektronik kimia berbasis
konstruktivisme ini berfungsi sebagai alternatif untuk mempermudah proses
pembelajaran di SMA N 1 Sumatera Barat. Untuk itu dilakukanlah penelitian
dengan judul Pengembangan Modul Elektronik Kimia Berbasis Pendekatan
Konstruktivisme Untuk Kelas XI di SMA N 1 Sumatera Barat..

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka
peneliti mengidentifikasi masalah terkait penelitian ini sebagai berikut:
1. Belum adanya bahan ajar yang sederhana dan mudah diakses dimanapun.
2. Belum adanya bahan ajar yang bersifat interaktif dalam proses
pembelajaran.
3. Belum adanya pendekatan pembelajaran berbasis konstruktivisme di
sekolah tersebut.
4. Peserta didik kurang aktif dalam mengikuti proses pembelajaran kimia.

C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka penelitian ini
8

difokuskan pada masalah belum adanya Modul Elektronik Kimia Berbasis


Pendekatan Konstruktivisme Untuk Kelas XI SMA N 1 Sumatera Barat.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah serta batasan masalah yang telah
diuraikan tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian ini berupa:
1. Bagaimanakah validitas modul elektronik kimia berbasis pendekatan
konstruktivisme untuk XI SMA N 1 Sumatera Barat yang telah
dikembangkan?
2. Bagaimanakah praktikalitas modul elektronik kimia berbasis pendekatan
konstruktivisme untuk kelas XI SMA N 1 Sumatera Barat yang telah
dikembangkan?

E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui validitas modul elektronik kimia berbasis pendekatan
konstruktivisme untuk kelas XI SMA N 1 Sumatera Barat.
2. Untuk mengetahui praktikalitas modul elektronik kimia berbasis
pendekatan konstruktivisme untuk kelas XI SMA N 1 Sumatera Barat.

F. Spesifikasi Produk yang Diharapkan


Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan produk dengan
spesifikasi sebagai berikut:
1. Modul disajikan dalam bentuk modul elektronik dengan urutan tampilan
sebagai berikut:
a. Cover
b. Petunjuk penggunaan icon pada modul
c. Petunjuk penggunaan modul
d. Daftar isi
e. Kata pengantar
f. Gambaran umum
g. Peta konsep
9

h. Materi pokok
1) KI, KD, indikator pencapaian kompetensi dan tujuan
pembelajaran
2) Lembaran Kegiatan Siswa
3) Lembaran Kerja
4) Kunci Lembaran Kerja
5) Lembar Lembaran Evaluasi
6) Kunci Lembaran Evaluasi
7) Lembaran Pengayaan
8) Sumber bacaan
2. Modul ini disajikan dalam bentuk modul elektronik kimia berbasis
pendekatan konstruktivisme.
3. Modul ini menampilkan peta konsep yang berisi poin-poin pembelajaran
guna untuk membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.
4. Pada materi pokok dirancang dengan menggunakan langkah-langkah
pendekatan konstruktivisme, sebagai berikut:
a. Tahap apersepsi, yaitu disajikan suatu permasalahan yang berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari siswa, sehingga siswa di bimbing untuk
menemukan sendiri konsep dari pembelajaran tersebut. Permasalahan
ini ditampilkan dalam bentuk video atau animasi dengan beberapa
pertanyaan.
b. Tahap eksplorasi, yaitu materi disajikan secara lengkap sebagai
pedoman untuk memecahkan permasalahan pada fase start tadi.
c. Tahap diskusi dan penjelasan konsep, yaitu disajikan sebuah
lembaran diskusi di dalam modul tersebut dengan tujuan agar peserta
didik dapat mendikusikan dan menjelaskan konsep yang terkait
dengan materi pembelajaran.
d. Tahap pengembangan dan aplikasi, yaitu disajikan beberapa latihan
soal guna untuk mengasah otak dan kemampuan siswa dalam
menguasai pembelajaran tersebut.
5. Modul ini dilengkapi dengan latihan soal-soal dan kegiatan siswa.
10

6. Untuk membuat tampilan modul elektronik kimia ini menarik, maka


dilakukan pengumpulan gambar yang sesuai dengan materi pembelajaran,
musik latar belakang serta efek suara yang sesuai.
7. Modul ini didesain dengan menggunakan bahasa Indonesia yang benar
dan sederhana guna untuk memudahkan siswa dalam memahami materi
pelajaran.
8. Modul ini ditulis dengan menggunakan huruf, ukuran serta warna yang
bervariasi.
9. Daftar bacaan.

G. Pentingnya Pengembangan
1. Bagi peneliti yaitu untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti
sebagai calon pendidik, serta untuk menjawab permasalahan yang peneliti
hadapi di lapangan.
2. Bagi peserta didik yaitu speserta didik dapat menggunakan modul
elektronik kimia berbasis konstruktivisme ini sebagai pedoman untuk
meningkatkan pemahamannya dalam belajar dan sebagai motivasi dalam
mengembangkan kompetensi diri, pengetahuan dan keterampilan yang
mereka miliki.
3. Bagi guru yaitu sebagai inovasi dalam meningkatkan mutu serta kualitas
pembelajaran khususnya pelajaran kimia agar tujuan pembelajaran
tersebut dapat tercapai dengan optimal.
4. Bagi sekolah yaitu sebagai sumbangan pemikiran dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan khususnya dalam pembelajaran kimia.

H. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan


Asumsi yang mendasari pengembangan modul elektronik Kimia
berbasis Konstruktivisme yaitu sebagai berikut:
1. Pembelajaran Kimia menjadi lebih baik dan menarik dengan
menggunakan modul elektronik Kimia berbasis Pendekatan
11

Konstruktivisme jika modul elektronik ini dipelajari dan dipahami dengan


baik oleh peserta didik.
2. Setelah menggunakan modul elektronik Kimia berbasis Pendekatan
Konstruktivisme dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis peserta
didik dalam memecahkan suatu permasalahan.
3. Aktivitas peserta didik akan lebih terarah dalam belajar dengan
menggunakan modul elektronik Kimia berbasis Pendekatan
Konstruktivisme.
Adapun keterbatasan pengembangan modul elektronik Kimia
berbasis pendekatan Konstruktivisme ini yaitu modul ini dikembangkan dan
di uji sampai pada tahap validitas serta praktikalitasnya untuk kelas XI SMA
N 1 Sumatera Barat pada materi Larutan Asam dan Basa.

I. Defenisi Operasional
1. Pengembangan adalah penyempurnaan yang menghasilkan suatu produk
tertentu, yang peneliti maksud disini adalah menghasilkan produk berupa
modul elektronik pembelajaran kimia.
2. Modul Elektronik merupakan suatu bahan belajar yang disajikan secara
mandiri dengan susunan yang sistematis, yang berupa unit terkecil dan
berfungsi untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan format elektronik
(Nikita, Lesmono et al. 2018).
3. Pendekatan Konstruktivisme merupakan pendektan dalam proses
pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan yang dimiliki
oleh siswa itu disusun dalam pemikiran siswa tersebut (Monica 2015).
4. Pengembangan Modul Elektronik Kimia Berbasis Pendekatan
Konstruktivisme adalah proses menghasilkan bahan ajar kimia yang
dirancang dengan menggunakan langkah-langkah pendekatan
konstruktivisme dengan memanfaatkan komputer yang tujuannya untuk
memudahkan siswa belajar melalui audio visualnya sehingga siswa
tersebut mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dalam
pembelajarn kimia.
12

5. Validitas adalah suatu kriteria dalam menilai kualitas suatu alat dan
prosedur pengukuran. Validitas merupakan derajad ketepatan antara data
yang terjadi pada objek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh
peneliti.
6. Praktikalitas adalah tingkat kemudahan suatu tes baik dalam
mempersiapkan, menggunakan, mengolah, menafsirkan maupun
mengadministrasikan data hasil penelitian.
7. Larutan Asam dan Basa merupakan bagian dari materi dalam pelajaran
kimia SMA khususnya kelas XI dengan karakteristik materi berupa
konsep-konsep yang ada dalam fakta kehidupan sehari-hari yang bersifat
makroskopis, mikroskopis dan simbolik(Lestari 2019).
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Hakekat Pembelajaran Kimia


Belajar merupakan perubahan tingkah laku pada diri individu berkat
adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan
lingkungannya. Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan
lingkungannya. Disamping itu belajar juga merupakan suatu usaha sadar yang
dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan
dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu (Aunurrahman, 2012:35).
Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan
tingkah laku ke arah yang lebih baik. Dimana perubahan itu dapat berupa
perubahan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik individu sebagai
akibat dari pengalaman belajar.
Pembelajaran berasal dari kata “ajar” yang berarti petunjuk yang
diberikan kepada orang supaya diketahui atau diturut, sedangkan
“pembelajaran” berarti proses, cara perbuatan menjadikan orang atau makhluk
hidup belajar. Pembelajaran merupakan suatu perubahan perilaku yang relatif
tetap dan merupakan hasil praktik yang diulang-ulang. Pembelajaran memiliki
makna bahwa subjek belajar harus dibelajarkan bukan diajarkan. Subjek
belajar yang dimaksud adalah siswa atau disebut juga pembelajar yang
menjadi pusat kegiatan belajar. Siswa sebagai subjek belajar dituntut untuk
aktif mencari, menemukan, menganalisis, merumuskan, memecahkan masalah
dan menyimpulkan suatu masalah (Thobroni, 2015: 17). Jadi pembelajaran
berupaya mengubah masukan berupa siswa yang belum terdidik, menjadi
siswa yang terdidik, siswa yang belum memiliki pengetahuan tentang sesuatu,
menjadi siswa yang memiliki pengetahuan.

13
14

Kimia merupakan ilmu yang mencari jawaban atas apa, mengapa, dan
bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan
sifat, perubahan, dinamika dan energetika zat. Oleh sebab itu, mata pelajaran
kimia di SMA/MA mempelajari segala sesuatu tentang zat yang meliputi
komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika dan energetika zat yang
melibatkan keterampilan dan penalaran. Disamping itu, ilmu kimia jua
mempelajari tentang bangun (struktur) materi dan perubahan-perubahan yang
dialami materi dalam proses-proses alamiah maupun dalam eksperimen yang
direncanakan. Mata pelajaran kimia diklasifikasikan sebagai mata pelajaran
yang sulit bagi sebagian siswa SMA/MA. Kesulitan ilmu kimia ini terkait
dengan ciri-ciri ilmu kimia itu sendiri. Dimana sebagian besar ilmu kimia
bersifat abstrak sehingga diperlukan suatu bahan ajar yang lebih
mengkonkritkan konsep-konsep yang abstrak tersebut.

B. Bahan Ajar
Bahan ajar adalah bahan yang sduah secara aktual dirancang secara
sadar dan sistematis untuk pencapaian kompetensi siswa secara utuh dalam
kegiatan pembelajaran (Prastowo, 2012:32). Secara garis besar, bahan ajar
merupakan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dipelajari oleh
siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi dasar yang telah
ditentukan. Di dalam sautu bahan ajar terdapat komponen yang terdiri dari
pengetahuan (fakta, konsep, dan prosedur), keterampilan dan sikap (nilai).
sedangkan Abdul majid mengatakan bahwa bahan ajar atau materi kurikulum
(curriculum material) adalah isi atau muatan kurikulum yang harus dipahami
oleh siswa dalam upaya mencapai tujuan kurikulum (Majid, 2007: 174). Maka
dari itu dapat disimpulkan bahwa bahan ajar merupakan salah satu sumber
belajar yang komponennya memuat materi-materi pelajaran dengan tujuan
untuk memudahkan siswa dalam belajar.
Menurut para ahli terdapat beberapa kategori untuk mengelompokkan
jenis-jenis bahan ajar tersebut, yang diantaranya yaitu sebagai berikut:
(Prastowo, 2012:39-43)
15

1. Bahan ajar menurut bentuknya


a. Bahan ajar cetak, yakni bahan ajar yang disiapkan dalam kertas yang
berfungsi untuk keperluan penyampaian informas. Contohnya
handout, buku, modul lembar kerja siswa, brosur, leaflet wallchart,
logo atau gambar, dan model atau maket.
b. Bahan ajar dengar atau program audio. Contohnya kaset, radio dan
compact disc.
c. Bahan ajar pandang dengar. Contohnya film.
d. Bahan ajar interaktif. Contohnya compact dic interactive.
2. Bahan ajar menurut cara kerjanya
a. Bahan ajar yang tidak diproyeksikan. Contohnya foto, diagram,
display, model dan lain sebagainya.
b. Bahan ajar yang diproyeksikan. Contohnya slide, film strip, dan
proyeksi komputer.
c. Bahan ajar audio. Contohnya flash disk, kaset dan lain-lain.
d. Bahan ajar vidio. Contohnya vidio, film.
e. Bahan ajar media komputer.
3. Bahan ajar menurut sifatnya
a. Bahan ajar berbasis cetak. Contohnya buku, pamflet, bahan tutorial,
buku kerja siswa, peta dan lain sebagainya.
b. Bahan ajar yang berbasis teknologi. Contohnya audio cassette, siaran
radio, slide, film strip dan multimedia.
c. Bahan ajar yang digunakan untuk praktik atau proyek. Contohnya kit
sains, lembar observasi, wawancara dan lain sebagainya.
d. Bahan ajar yang diperlukan untuk interaksi manusia (terutama untuk
keperluan pendidikan jarak jauh). contohnya telepon, handphone,
video conferencing.

Diantara berbagai jenis bahan ajar yang telah dijelaskan tersebut,


maka peneliti akan mengembangkan kombinasi bahan ajar menurut
bentuknya dan bahan ajar menurut cara kerjanya, yang berupa modul
16

elektronik. Dimana modul elektronik ini akan dibuat dalam bentuk softfile
yang didalamnya terdapat materi pelajaran kimia dilengkapi dengan audio dan
video pelaksanaan praktikum dengan menggunakan media komputer sebagai
alat untuk mengoperasikannya.

C. Modul Elektronik
1. Pengertian Modul Elektronik
Modul elektronik merupakan suatu bentuk penyajian bahan
belajar mandiri bagi siswa yang disusun secara sistematis ke dalam
bentuk unit pembelajaran terkecil yang berguna untuk mencapai tujuan
pembelajaran tertentu yang disajikan ke dalam format elektronik, dimana
didalam modul ini terdapat animasi, audio, navigasi yang membuat siswa
lebih interaktif dengan program. Media elektronik yang dapat diakses
oleh siswa mempunyaimanfaat dan karakteristikyang berbeda-beda. Jika
ditinjau dari manfaatnya media elektronik sendiri dapat menjadikan
prosespembelajaran lebih menarik, interaktif, dapat dilakukan kapan
dandimana saja serta dapat meningkatkan kualitas pembelajaran siswa
(Nurmayanti, Bakri et al. 2015).

2. Karakteristik Modul Elektronik


Modul elektronik memiliki karakteristik tertentu, misalnya
berbentuk unit pembelajaran terkecil dan lengkap, berisi rangkaian
kegiatan belajar yang dirancang secara sistematis, berisi tujuan belajar
yang dirumuskan secara jelas dan khusus, memungkinkan siswa belajar
mandiri, dan merupakan realisasi perbedaan individual serta perwujudan
pengajaran individual [ CITATION Amr10 \p 116 \l 1033 ]. Modul elektronik
menjadi salah satu bahan ajar yang bersifat lengkap, didalamnya terdapat
materi, tujuan, serta evaluasi pembelajaran. Modul elektronik juga
menjadi bahan ajar yang praktis karena didalamnya memuat proses dan
metode yang memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri diluar
lingkungan sekolah, dan menjadi salah satu koleksi yang bermanfaat
untuk siswa belajar dirumah.Pelaksanaan pembelajaran modul elektronik,
17

bahan pembelajaran atau materi pokok pelajaran dapat dipelajari sendiri


oleh siswa, guru hanya memberikan arahan serta bimbingan [ CITATION
Sya10 \p 210 \l 1033 ]. Guru tetap bertindak sebagai pembimbing dan
fasilitator dalam setiap pertemuan. Pembelajaran dengan menggunakan
modul melatih siswa untuk belajar secara mandiri dan bekerja kelompok.
Modul elektronik merupakan bahan ajar yang berisi materi,
metode, dan cara mengevaluasi yang sengaja dirancang sistematis dan
menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan
tingkat kompleksitasnya [ CITATION Sug131 \l 1033 ]. Di dalam modul
elektronik, tidak hanya berisi materi namun juga berisi metode yang dapat
mempercepat tercapainya tujuan pembelajaran dengan baik.Modul
elektronik dapat dikatakan suatu paket lengkap untuk pembelajaran,
karena di dalamnya sudah mencakup meteri yang menjadi tujuan
pembelajaran, strategi dan juga evaluasi yang memungkinkan baik guru
maupun siswa mengukur sejauh mana pemahaman materi. Siswa dapat
belajar dan mengulang materi di luar jam pembelajaran, dapat di rumah
maupun bekerja secara berkelompok.

3. Fungsi Modul Elektronik


Sistem pengajaran modul dikembangkan dan ditetapkan karena
memiliki fungsi sebagai berikut [ CITATION Sya10 \p 218 \l 1033 ]:
a. Meningkatkan motivasi belajar siswa secara maksimal.
b. Meninghkatkan kreativitas guru dalam mempersiapkan alat, bahan
serta sumber belajar yang akan digunakan dalam belajar mengajar.
c. Mewujudkan sistem maju berkelanjutan secara tidak terbatas.
d. Meningkatkan konsentrasi belajar siswa.
Selain dari fungsi diatas, modul juga diharapkan mampu
membawa peserta didik pada kompetensi dasar yang diharapkan
pembelajaran [ CITATION Adi14 \l 1033 ]. Kompetensi dasar dan tujuan lebih
pembelaran menggunakan modul lebih terstruktur dan terarah, siswa tidak
terlalu umum dalam memetakan masalah.
18

4. Tujuan Pembelajaran dengan Modul Elektronik


Penggunaan modul dalam kegiatan belajar mengajar bertujuan
agar tujuan pendidikan bisa dicapai secara efektif dan efesien. Para siswa
mengikuti program pengajaran sesuai dengan program kecepatan dan
kemampuan sendiri, lebih banyak belajar mandiri, dapat mengetahui hasil
belajar sendiri, menekankan penguasaan bahan pelajaran secara optimal
(mastery learning), yaitu dengan tingkatan penguasaan 80% [ CITATION
Amr10 \p 116 \l 1033 ].

5. Komponen-Komponen Modul Elektronik


Berdasarkan definisinya dapat diuraiakan secara rinci unsur-
unsur modul elektronikterdiri atas[ CITATION Amr10 \p 117 \l 1033 ]:
a. Pedoman guru, berisi petunjuk-petujuk agar guru mengajar secara
efisien serta memberikan penjelsan tentang jenis-jenis kegiatan yang
harus dilakukan oleh siswa, waktu untuk menyelesaikan modul, alat-
alat pengajaran yang harus dipergunakan, dan petunjuk-petunjuk
evaluasinya.
b. Lembar kegiatan siswa, memuat pelajaran yang harus dikuasai oleh
siswa. Susunan materi sesuai dengan tujuan intruksional yang akan
dicapai, disusun langkah demi langkah sehingga mempermudah siswa
belajar. Dalam lembar kegiatan tercantum kegiatan-kegiatan yang
harus dilakukan oleh siswa, misalnya melakukan percobaan,
membaca kamus.
c. Lembar kerja, menyertai lembar kegiatan siswa yang dipakai untuk
menjawab dan mengerjakan soal-soal tuga atau masalah-masalah
yang harus dipecahkan.
d. Kunci lembar kerja, berfungsi untuk mengevaluasi atau mengoreksi
sendiri hasil kerjaan siswa. Bila terdapat kekeliruan dalam
pekerjaannya, siswa bisa meninjau kembali pekerjaannya.
e. Lembaran tes, merupakan alat evaluasi untuk mengukur keberhasilan
tujuan yang telah dirumuskan dalam modul. Lembaran tes berisi soal-
19

soal gunamenilai keberhasilan siswa dalam mempelajari bahan yang


disajikan dalam modul.
f. Kunci lembaran tes, merupakan alat koreksi terhadap penilaian yang
dilaksanakan oleh para siswa sendiri.

6. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pembelajaran Modul


Modul sebagai salah satu sistem pembelajaran memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan sistem pembelajaran modul adalah [
CITATION Sya10 \p 227 \l 1033 ]:

a. Memungkinkan siswa belajar sendiri secara aktif.


b. Memungkinkan perbedaan kecepatan belajar siswa (sehingga ada
kompetisi sehat antara siswa).
c. Terdapat kejelasan tujuan yang harus dicapai para siswa untuk setiap
bahan pelajaran yang terkecil.
d. Menggunakan multimedia dan multimetode sesuai dengan kebutuhan
kejelasan bahan dan perbedaan individu siswa.
e. Memungkinkan pertisipasi aktif dari para siswa dalam seluruh proses
belajar mengajar.
f. Memungkinkan secara optimal penerapan prinsip-prinsip belajar
tuntas dan sistem administrasi kurikulum maju berkelanjutan.
Selain dari itu, strategi pengorganisasian materi pembelajaran
yang terdapat di dalam modul mengandung squencing yang mengacu
pada pembuatan urutan penyajian materi pelajaran, dan synthesizing yang
mengacu pada upaya untuk menunjukkan kepada siswa keterkaitan antara
fakta, konsep, prosedur dan prinsip yang terkandung dalam materi
pembelajaran [ CITATION Adi14 \l 1033 ].
Sequencing atau pengurutan membatu siswa untuk belajar secara
terstruktur, artinya siswa mulai dipaparkan materi dari yang paling umum
dan sederhana hingga materi yang mulai sulit dan kompleks. Synthesizing
maksudnya adalah mensintesis, artinya, dengan menggunakan modul,
siswa dibimbing lebih dekat dengan fakta dan konsep, untuk mampu
20

mengaitkanya satu-persatu menjadi satu kesatuan yang utuh.Sedang


kelemahan sistem pengajaran modul adalah sebagai berikut:
a. Dibutuhkan keahlian tertentu untuk menyusun modul. Kesuksesan
atau kegagalan suatu modul tergantung penyusunnya.
b. Sistem pengajaran modul memerlukan biaya yang cukup besar
terutama untuk penggandaan modul sendiri, serta pencarian sumber
belajar lainnya oleh siswa.
c. Tidak semua materi pokok/uraian materi pokok kurang efektif
penggunaannya.
d. Apabila variasi kemampuan siswa dalam kelas tertentu terlalu banyak
akan berakibat rumitnya penangangan administrasi terutama
penentuan penjadwalan dan kelulusan.

D. Pendekatan Konstruktivisme
1. Pengertian Pendekatan Konstruktivisme

Konstruktivisme merupakan teori epistemologi yang merujuk


pada sifat alami pengetahuan bagi seseorang. Ahli psikologi kognitif
menggunakan istilah tersebut untuk mendeskripsikan segala aktivitas
belajar manusia. Pengembangan pembelajaran menyatakan
konstruktivisme sebagai seperangkat prinsip perancangan pembelajaran.
Istilah ini seringkali digunakan sebagai salah satu pendekatan
pembelajaran. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa setiap individu
manusia memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi atau keterampilan
yang telah dimilikinya dengan pengalaman atau pengetahuan baru yang
telah diperolehnya (Jufri, 2013: 32-33). Jadi dapat disimpulkan bahwa
konstruktivisme merupakan teknik pembelajaran yang melibatkan peserta
didik untuk membangun sendiri pengetahuannya secara aktif dengan
menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
21

2. Tujuan Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme


Adapun tujuan dari pembelajaran konstruktivisme ini yaitu
sebagai berikut: (Riyanto, 2012: 156)
a. Memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggungjawab siswa itu
sendiri.
b. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan
dan mencari sendiri jawabannya.
c. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman
konsep secara lengkap.
d. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir sendiri.

3. Karakteristik Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme


Adapun karakteristik pembelajaran secara konstruktivisme adalah
sebagai berikut: (Thobroni, 2015: 92)
a. Memberi peluang kepada pembelajar untuk membina pengetahuan
baru melalui keterlibatannya dalam dunia sebenarnya.
b. Mendorong ide-ide pembelajar sebagai panduan merancang
pengetahuan.
c. Mendukung pembelajaran secara koperatif.
d. Mendorong dan menerima usaha dan hasil yang diperoleh
pembelajar.
e. Mendorong pembelajar mau bertanya dan berdialog dengan guru.
f. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting
dengan hasil pembelajaran.
g. Mendorong proses inkuiri pembelajar melalui kajian dan eksperimen.

4. Unsur-Unsur Penting dalam Pendekatan Pembelajaran


Konstruktivisme
Terdapat lima unsur penting dalam pembelajaran konstruktivisme
yaitu sebagai berikut (Thobroni, 2015: 97-98):
22

a. Memerhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa


Kegiatan pembelajaran ditujukan untuk membantu siswa dalam
mengkonstruksi pengetahuan. Siswa didorong untuk mengkonstruksi
pengetahuan baru dengan memanfaatkan pengetahuan awal yang
telah dimilikinya. Oleh karena itu, pembelajaran harus
memperhatikan pengetahuan awal siswa dan memanfaatkan teknik-
teknik untuk mendorong agar terjadi perubahan konsepsi pada diri
siswa.
b. Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna
Minat, sikap dan kebutuhan siswa dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam merancang dan melakukan pembelajaran. Hal ini
dapat dilihat dari usaha-usaha untuk mengaitkan pelajaran dengan
kehidupan sehari-hari, penggunaan sumber daya dari kehidupan
sehari-hari dan juga penerapan konsep.
c. Adanya lingkungan sosial yang kondusif
Siswa diberi kesempatan untuk dapat berinteraksi secara produktif
dengan sesama siswa maupun dengan guru. Selain itu, juga ada
kesempatan bagi siswa untuk bekerja dalam berbagai konteks sosial.
d. Adanya dorongan agar siswa bisa mandiri
Siswa didorong untuk bisa bertanggungjawab terhadap proses
belajarnya. Oleh karena itu, siswa dilatih dan diberi kesempatan
untuk melakukan refleksi dan mengatur kegiatan belajarnya.
e. Adanya usha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah
Sains bukan hanya produk (fakta, konsep, prinsip dan teori), namun
juga mencakup proses dan sikap. Oleh karena itu, pembelajaran sains
juga harus bisa melatih dan memperkenalkan siswa tentang
kehidupan ilmuan.
23

5. Desain dan Tahapan Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme


Adapun desain atau rancangan model pembelajaran
konstruktivisme menurut teori J. Piaget dan Vygotsky yaitu sebagai
berikut (Thobroni, 2015: 123-125):
a. Identifikasi prior knowledge and miskonsepsi
Identifikasi awal terhadap gagasan intuitif yang mereka miliki
terhadap lingkungannya dijaring untuk mengetahui kemungkinan-
kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang menghinggapi
struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes awal dan
interview.
b. Penyusunan program pembelajaran
Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran.
c. Orientasi dan elisitasi
Siswa dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan intuitifnya
sebanyak mungkin tentang gejala-gejala yang mereka alami dalam
kehidupan sehari-harinya melalui diskusi, menulis, ilustrasi gambar,
dan sebagainya.
d. Refleksi
Gagasan yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap
sebelumnya direfleksikan dengan miskonsepsi yang telah dijaring
pada tahap awal.
e. Restrukturisasi ide
1) Tantangan
Siswa diberi pertanyaan tentang gejala-gejala yang kemudian
dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mereka
diminta untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan
alasan untuk mendukung ramalannya itu.
2) Konflik kognitif dan diskusi kelas
Siswa dapat melihat apakah ramalan mereka benar atau salah.
24

Apabila ramalan mereka meleset, mereka akan mengalami


konflik kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan mereka.
Kemudian mereka didorong untuk memikirkan penjelasan paling
sederhana yang dapat menerangkan sebanyak mungkin gejala
yang telah mereka lihat. Usaha untuk mencari penjelasan ini
dilakukan dengan proses konfrontasi melalui diskusi dengan
teman atau guru yang pada kapasitasnya sebagai fasilitator dan
mediator.
3) Membangun ulang kerangka konseptual
Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep-konsep
yang baru itu memiliki konsistensi internal. Kerangka konseptual
menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki
keunggulan dari gagasan yang lama.
4) Aplikasi
Aplikasi meyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi
dari miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah. Aplikasi mengajurkan
mereka untuk menerapkan konsep ilmiahnya tersebut dalam
berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang
instruktif dan kemudian menguji penyelesaian secara empiris.
5) Review
Review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi
pembelajaran yang telah berlangsung dalam upaya mereduksi
miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran.
Paradigma konstruktivisme merupakan basis reformasi
pendidikan saat ini. Pembelajaran lebih mengutamakan penyelesaian
masalah, mengembangkan konsep, konstruksi solusi dan algoritma
daripada menghafal prosedur dan menggunakannya untuk memperoleh
satu jawaban benar. Pembelajaran lebih dicirikan oleh aktivitas
eksperimentasi, pertanyaan-pertanyaan, investigasi, hipotesis, dan model-
model yang dibangkitkan oleh siswa (Thobroni, 2015: 125).
Berdasarkan desain atau rancangan dari model pembelajaran
25

konstruktivisme terebut, maka dalam praktiknya pelaksanaan


pembelajaran secara konstruktivisme terdiri dari empat tahap, yaitu:
(Jufri, 2013:33)
a. Tahap apersepsi (mengunkap konsepsi awal dan membangkitkan
motivasi belajar peserta didik).
b. Tahap eksplorasi.
c. Tahap diskusi dan penjelasan konsep.
d. Tahap pengembangan dan aplikasi konsep.

Jadi, dalam penelitian ini peneliti akan merancang modul


elektronik kimia berbasis konstruktivisme dengan menggunakan empat
tahapan, yaitu tahap apersepsi, eksplorasi, diskusi dan penjelasan konsep,
dan pengembangan dan apliksi konsep.

6. Hasil Belajar Menurut Paradigma Konstruktiisme


Paradigma tentang hasil belajar yang berasal dari tujuan belajar
kekinian tersebut hendaknya bergeser dari no learning dan rote learning
menuju constructivistic learning. No learning, miskin dengan retensi,
transfer, dan hasil belajar. Siswa tidak menyediakan perhatian terhadap
informasi relevan yang diterimanya. Rote learning hanya mampu
mengingat informasi-informasi penting dari pelajaran, tetapi tidak bisa
menampilkan unjuk kerja dalam menerapkan informasi tersebut dalam
memecahkan masalah-masalah baru. Siswa hanya mampu menambah
informasi dalam memori. Constructivistic learning dapat menampilkan
unjuk kerja retensi dan transfer (Thobroni, 2015: 101).
Proses-proses kognitif utama meliputi penyediaan perhatian
terhadap informasi-informasi yang relevan dengan cara memilih
(selecting), mengorganisasi informasi-informasi tersebut dalam
representasi yang koheren melalui proses organizing, dan
mengintegrasikan representasi-representasi tersebut dengan pengetahuan
yang telah ada di benaknya melalui proses integrating. Hasil-hasil belajar
tersebut secara teoritik menjamin siswa untuk memperoleh keterampilan
26

penerapan pengetahuan secara bermakna (Thobroni, 2015: 101).

7. Kelebihan Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme


Adapun kelebihan dari pembelajaran konstruktivisme ini yaitu
sebagai berikut (Thobroni, 2015: 102):
a. Dalam proses membina pengetahuan baru, pembelajar berpikir untuk
menyelesaikan masalah, menjalankan ide-idenya, dan membuat
keputusan.
b. Karena pembelajar terlibat secara langsung dalam membina
pengetahuan baru, pembelajar lebih paham dan dapat
mengaplikasikannya dalam semua situasi.
c. Karena pembelajar terlibat langsung secara aktif, pembelajar akan
mengingat semua konsep lebih lama.
d. Pembelajar akan lebih memahami keadaan lingkungan sosialnya,
yang diperoleh dari interaksi dengan teman dan guru dalam membina
pengetahuan baru.
e. Karena pembelajar terlibat langsung secara terus-menerus, pembelajar
akan pemahaman, ingat, yakin dan berinteraksi dengan sehat. Dengan
demikian, pembelajar akan merasa senang belajar dan membina
pengetahuan baru.

8. Implikasi Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme


Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar
konstruktivisme, terdapat beberapa saran yang berkaitan dengan
rancangan pembelajaran sebagai berikut (Thobroni, 2015: 102-103):
a. Memberi kesempatan kesempatan kepada siswa untuk
mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri.
b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir tentang
pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif.
c. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru.
d. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah
dimiliki siswa.
27

e. Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka.


f. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

E. Modul Elektronik Kimia Berbasis Pendekatan Konstruktivisme


Modul elektronik merupakan modul yang dikembangkan dan
dilengkapi dengan beberapa hasil software diantaranya software macromedia
flash, software movie maker, software format factory, dan software 3D
pageflip roffesional, sehingga modul menjadi interaktif. Modul yang
dimaksud disini adalah modul elektronik kimia berbasis konstruktivisme.
Modul elektronik kimia berbasis konstruktivisme merupakan modul yang
dirancang secara sistematis dengan langkah-langkah yang terdapat di dalam
pendekatan konstruktivisme yang memuat teks, gambar, audio, animasi dan
video. Materi yang dimuat dalam modul ini adalah Larutan Asam dan Basa
yang merupakan salah satu materi yang diajarakan pada satuan pendidikan
menengah atas pada kelas XI semester II.
Adapun tahap-tahap dalam pengembangan modul elektronik kimia
berbasis pendekatan konstruktivisme adalah sebagai berikut:
1. Modul disajikan dalam bentuk modul elektronik dengan urutan tampilan
sebagai berikut:
a. Cover
b. Petunjuk penggunaan icon pada modul
c. Petunjuk penggunaan modul
d. Daftar isi
e. Kata pengantar
f. Gambaran umum
g. Peta konsep
h. Materi pokok
1) KD, indikator pencapaian kompetensi dan tujuan pembelajaran
2) Lembaran Kegiatan Siswa
3) Lembaran Kerja
4) Kunci Lembaran Kerja
28

5) Lembar Lembaran Evaluasi


6) Kunci Lembaran Evaluasi
7) Lembaran Pengayaan
8) Sumber bacaan
2. Modul ini disajikan dalam bentuk modul elektronik kimia berbasis
pendekatan konstruktivisme.
3. Modul ini menampilkan peta konsep yang berisi poin-poin pembelajaran
guna untuk membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.
4. Pada materi pokok dirancang dengan menggunakan langkah-langkah
pendekatan konstruktivisme, sebagai berikut:
a. Tahap apersepsi, yaitu disajikan suatu permasalahan yang berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari siswa, sehingga siswa di bimbing untuk
menemukan sendiri konsep dari pembelajaran tersebut. Permasalahan
ini ditampilkan dalam bentuk video atau animasi dengan beberapa
pertanyaan.
b. Tahap eksplorasi, yaitu materi disajikan secara lengkap sebagai
pedoman untuk memecahkan permasalahan pada fase start tadi.
c. Tahap diskusi dan penjelasan konsep, yaitu disajikan sebuah
lembaran diskusi di dalam modul tersebut dengan tujuan agar peserta
didik dapat mendikusikan dan menjelaskan konsep yang terkait
dengan materi pembelajaran.
d. Tahap pengembangan dan aplikasi, yaitu disajikan beberapa latihan
soal guna untuk mengasah otak dan kemampuan siswa dalam
menguasai pembelajaran tersebut.
5. Dilengkapi dengan soal-soal latihan dan kegiatan siswa.
6. Selanjutnya dilakukan pengumpulan dan pembuatan gambar yang sesuai
dengan materi pembelajaran, pengumpulan musik latar belakang dan efek
suara agar modul elektronik kimia berbasis pendekatan konstruktivisme
menarik untuk digunakan.
7. Pengumpulan musik latar belakang dengan cara mendownload dari
internet setelah itu di edit dan disingkronkan ke dalam modul elektronik
29

kimia berbasis pendekatan konstruktivisme.

F. Larutan Asam dan Basa


Berikut disajikan Kompetensi Dasar, Indikator Pencapaian ompetensi
dan Materi terkait dengan Larutan Asam dan Basa.

Tabel 2.1. Kompetensi Dasar, Indikator Pencapaian Kompetensi dan Materi


pada Mata Pelajaran Kimia Kelas XI Semester II
Kompetensi Dasar IPK Materi
3.10 Menjelaskan 3.1.1 Menjelaskan pengertian Asam Basa
konsep asam dan asam dan basa menurut 1. Asam Basa
basa serta Arrhenius Arrhenius
kekuatannya dan 3.1.2 Menuliskan persamaan 2. Asam Basa
kesetimbangan reaksi asam dan basa Bronsted-
pengionannya menurut Bronsted dan Lowry
dalam larutan Lowry dan menunjukkan 3. Asam Basa
pasangan asam dan basa Lewis
konjugasinya 4. Kekuatan Asam
3.1.3 Menjelaskan pengertian dan Basa.
asam dan basa menurut 5. pH
Lewis 6. Ka dan Kb
3.1.4 Menjelaskan pengertian 7. α
kekuatan asam dan
menyimpulkan hasil
pengukuran pH dari
beberapa larutan asam
dan larutan basa yang
konsentrasinya sama
3.1.5 Menghubungkan
kekuatan asam atau basa
dengan derajat
pengionan (  ) dan
30

tetapan asam (Ka) atau


tetapan basa (Kb)
3.1.6 Menghitung pH larutan
asam atau basa yang
diketahui
konsentrasinya.
4.10 Menganalisis 4.10.1. Memperkirakan pH
trayek perubahan suatu larutan elektrolit
pH beberapa yang tidak dikenal
indikator yang berdasarkan hasil
diekstrak dari pengamatan trayek
bahan alam perubahan warna
melalui berbagai indikator asam
percobaan dan basa
4.10.2. Mengekstrak bahan
alam yang dapat
digunakan sebagai
indikator asam basa.
4.10.3. Menentukan trayek
perubahan pH indikator
alam

1. Teori Asam dan Basa Arrhenius


Seorang ilmuwan kimia dari Swedia bernama Svante August
Arrhenius (1884) telah berhasil mengemukakan konsep asam dan basa
yang memuaskan hingga teori tersebutdapat diterima sampai sekarang.
Jauh sebelum Arrhenius, berabad-abad yang lalu, para ilmuwan telah
mendefinisikan asam dan basa atas dasar sifat-sifatnya dalam air. Asam
diartikan sebagai suatu senyawa yang berasa masam, memerahkan lakmus
biru,larutannya dalam air mempunyai pH lebih kecil dari 7, dan dapat
menetralkan larutan basa. Basa didefinisikan sebagai senyawa yang
mempunyai sifat berasa pahit/kesat dandapat membirukan lakmus merah.
31

Pada tahun 1777 Lavoisier menyimpulkan bahwa penyebab asam adalah


oksigen. Namun, teori ini dibantah oleh Davy (1981) yang menyatakan
hidrogen sebagai penyebab asam. Dalam sejarah perkembangan ilmu
kimia, telah dikemukakan beberapa konsep asam-basa yang memuaskan
oleh pakar-pakar terkemuka. Mereka adalah Arrhenius, Bronsted-Lowry,
dan Lewis (Purba, 2012: 179-180).

a. Asam
Menurut Arrhenius, larutan bersifat asam jika senyawa
tersebut melepaskanion hidronium (H3O+) saat dilarutkan dalam air.
Sebagai contohnya, asam asetat (CH3COOH) yang dilarutkan dalam
air melepaskan ion hidronium seperti reaksi berikut.
CH3COOH(aq)+ H2O(l)→H3O+(aq)+ CH3COO–(aq)
Untuk memudahkan dalam pembahasan, biasanya digunakan
H+ sebagai kependekan dari ion hidronium (H3O+) dan penghilangan
molekul air yang melarutkan senyawa tersebut sehingga reaksi di atas
dapat ditulis seperti di bawah ini.
CH3COOH(aq)→H+(aq) + CH3COO-(aq)
Berdasarkan teori Arrhenius, yang menyebabkan asam suatu
larutan adalah ion H+ yang dihasilkan saat proses ionisasi. Jumlah ion
H+ dari ionisasi 1 mol asam disebut valensi asam, sedangkan
anionnya disebut sebagai ion sisa asam (Purba, 2012: 180).

b. Basa
Menurut Arrhenius, basa merupakan senyawa yang dapat
melepas ion hidroksida (OH-) Jika dilarutkan dalam air. Sebagai
contohnya adalah larutan Natrium Hidroksida berikut:
NaOH(aq) → Na+(aq) + OH-(aq)
Arrhenius menyimpulkan bahwa ion OH- yang dihasilkan
saat proses ionisasi merupakan penyebab basa suatu larutan. Jumlah
ion OH- dari ionisasi 1 mol basa disebut sebagai valensi basa (Purba,
2012: 181).
32

2. Sifat Asam dan Basa, pH, dan pOH


a. Menunjukkan Sifat Asam dan Basa dengan Menggunakan Indikator
Indikator adalah suatu zat kimia yang warnanya tergantung
pada keasaman atau kebasaan larutan. Indikator yang biasa digunakan
adalah kertas lakmus. Apabila dicelupkan ke dalam larutan basa,
kertas lakmus merah akan berubah warna menjadi biru. Sedangkan
kertas lakmus biru akan berwarna merah jika dicelupkan ke dalam
larutan asam. Warna lakmus semakin merah tua dengan nilai pH
semakin kecil, sedangkan lakmus semakin biru tua dengan nilai pH
semakin besar, meskipun konsentrasi larutannya sama. Hal ini
menunjukkan kekuatan asam dan basa tiap-tiap larutan berbeda
(Purba, 2012: 181)

b. Menghitung pH Laruran
Konsentrasi ion H+ seringkali memiliki nilai yang sangat
kecil sehingga seorang ilmuan kimia di Denmark yang bernama
Sorensen mengemukakan untuk penulisan tingkat keasaman suatu
larutan ditulis dengan pH agar menyatakan konsentrasi ion H+. Nilai
pH sama dengan negatif logaritma konsentrasi ion H+. Adapun rumus
mencari pH suatu larutan yaitu (Purba, 2012: 182):
pH = -log [H+]

c. Menghitung pOH
Untuk mencari pOH suatu larutan basa, caranya sama dengan
mencari pH larutan asam. Analog dengan pH, konsentrasi ion OH -
dapat ditulis dengan pOH sehingga diperoleh persamaan berikut
(Purba, 2012: 182):
pOH = -log [OH-]

d. Kesetimbangan Air
Air sumur memiliki pH = 7 atau bersifat netral. Air murni
33

mengandung ion dalam jumlah yang kecil sekali. Hal ini diebabkan
terjadinya reaksi asam dan basa sesama molekul air dan membentuk
kesetimbangan berikut:
H2O(l) H+(aq) + OH-(aq)
Menurut hukum kesetimbangan, maka Kc = [H+] [OH-] / [H2O]
Karena derajat ionisasi air sangat kecil, maka jumlah air yang
terion dapat diabaikan sehingga konsentrasi air yang tidak terion
dapat dianggap konstan. Dengan persamaan sebagai berikut:
Kc [H2O] = [H+] [OH-]
Kc [H2O] = Kw
Sehingga dapat ditulis: Kw = [H+] [OH-]. Kw adalah konstanta ionisasi
air pada suhu kamar (250 C) dan mempunyai nilai 10-14, sehingga
dalam air murni terdapat ion-ion dengan konsentrasi berikut (Purba,
2012:183 - 184):
10-14 = [H+] [OH-]
[H+] = [OH-] = 10-7
pH = - log 10-7 = 7

e. Hubungan pH dan pOH


Dari reaksi kesetimbangan air ini diperoleh: Kw = [H+] [OH-].
Apabila diambil dalam bentuk harga negatif, logaritma persamaan
tersebut menjadi sebagai berikut.
- log Kw = - log ([H+] [OH-])
- log Kw = (- log [H+]) + (- log [OH-]) dengan p = - log
pKw = pH + pOH
pada suhu kamar, pKw = 14 sehingga pH + pOH = 14
Larutan elektrolit akan terionkan dalam air menjadi ion-
ionnya. Sewaktu pengionan, belum tentu semua zat terionkan. Ada
sebagian zat yang terionkan sempurna, ada yang terionkan sebagian
besar, dan ada pula yang terionkan sebagian kecilnya saja (Purba,
2012: 185).
34

3. Hubungan antara Kekuatan Asam dan Basa dengan Derajat Ionisasi


dan Kesetimbangan Ionisasinya
Elektrolit kuat dapat memiliki daya hantar listrik yang kuat karena
mengalami ionisasi sempurna. Suatu larutan dapat mengalami ionisasi
sempurna jika derajat ionisasinya mendekati satu. Derajat ionisasi adalah
perbandingan antara jumlah zat yang mengion dengan jumlah zat yang
dilarutkan. Derajat ionisasi dilambangkan dengan α dan dirumuskan
sebagai berikut.
jumlah zat yang megion
α=
jumlah mula−mula zat yang dilarutkan
Beberapa contoh larutan elektrolit kuat adalah HCl, HNO 3,
H2SO4, NaOH, KOH, Ba(OH)2, dan Ca(OH)2 (Purba, 2012: 186).

a. Asam Kuat
HCl, HBr, HNO3, dan H2SO4 adalah asam kuat dan tergolong
elektrolit kuat sehingga akan mengalami ionisasi sempurna dan reaksi
ionnya berkesudahan, tidak bolak-balik. Secara umum, apabila suatu
asam kuat dilarutkan dalam air, maka reaksi yang terjadi adalah reaksi
ionisasi dari asam kuat tersebut dan dituliskan sebagai berikut.
HnA(aq)→ nH+(aq) + An-(aq)
aM (n.a) M aM
Dengan:
a = konsentrasi asam
M = molaritas larutan
n = jumlah ion H+ yang dihasilkan dari proses ionisasi asam
Sebagai contoh adalah reaksi ionisasi asam klorida berikut.
HCl(aq)→H+(aq) + Cl-(aq)
pH larutan asam klorida di atas dapat ditentukan apabila
konsentrasi asamnya diketahui. Secara umum, untuk asam kuat,
konsentrasi H+ dapat dihitung dengan rumus berikut.
[H+] = M × valensi asam
dengan M = konsentrasi larutan asam. Asam yang mengion sempurna
35

memiliki derajat ionisasi 1 dan disebut sebagai asam kuat. Untuk


mencari pH asam kuat digunakan rumus berikut.
pH = -log n [H+]
dengan n = valensi asam (Purba, 2012: 186 - 187).

b. Basa Kuat
NaOH, KOH, Mg(OH)2, Ca(OH)2, dan Ba(OH)2 merupakan
basa kuat dan termasuk dalam elektolit kuat sehingga jika dilarutkan
dalam air akan terionisasi sempurna menjadi ion-ionnya. Sama halnya
dengan asam kuat, reaksi ini adalah reaksi berkesudahan. Salah satu
contohnya adalah reaksi ionisasi NaOH berikut.

NaOH(aq)→Na+(aq) + OH-(aq)

Untuk menentukan pH NaOH, perlu menghitung pOH-nya


terlebih dahulu. pOH yaitu konsentrasi ion OH - yang dapat dihitung
dengan rumus berikut.

[OH-] = M × valensi basa

Selanjutnya, untuk penentuan pH larutan basa dengan valensi


berapapun dapat dilakukan tanpa menghitung pOH terlebih dahulu.
Perhatikanlah persamaan berikut.
L(OH)n(aq)→Ln+(aq)+ n OH-(aq)
bM b Mn bM
Dengan b = konsentrasi basa, M = molaritas, n = jumlah ion OH–
yang dihasilkan dari proses ionisasi basa.
Karena : pH + pOH = pKw = 14
Maka : pH = pKw - pOH
Dengan : pOH = -log [OH-]
Maka : pH = pKw – (-log [OH-])
Dan dikarenakan pKw = 14, maka pH dapat dirumuskan sebagai
berikut (Purba, 2012: 188 -189).
36

pH = 14 - (-log [OH-])

c. Asam Lemah
Golongan elektrolit lemah adalah zat yang memiliki derajat
disosiasi antara 0 < ɑ <1 dan apabila dilarutkan dalam air hanya
terurai sebagian. Salah satu contoh asam lemah adalah CH 3COOH.
Asam lemah hanya mengalami ionisasi sebagian. Sehingga dalam
pelarutan asam lemah terjadi kesetimbangan reaksi antara ion yang
dihasilkan asam dengan molekul asam yang terlarut dalam air, jadi
bukan reaksi berkesudahan. Dalam reaksi kesetimbangan akan
diperoleh tetapan kesetimbangan apabila reaksi sudah setimbang.
Dengan kata lain, konsentrasi reaktan sudah berkurang ketika
mengalami reaksi. Banyaknya konsentrasi yang bereaksi/mengion
sangat tergantung pada derajat ionisasi (α), dan dirumuskan sebagai
berikut (Purba, 2012: 190):
jumlah zat yang megion
α=
jumlah mula−mula zat yang dilarutkan

Maka untuk menghitung nilai ion H+ dalam suatu larutan


asam lemah yaitu sebagai berikut (Purba, 2012: 191 - 192):

maka

d. Basa Lemah
Basa lemah yaitu suatu basa yang jika dilarutkan dalam air
hanya akan terurai sebagian saja. Karena hanya sedikit yang terurai,
maka dalam pelarutan basa lemah terjadi kesetimbangan reaksi antara
ion OH- yang dihasilkan basa dengan molekul basa yang terlarut
dalam air. Menghitung basa lemah pada prinsipnya sama dengan
menghitung asam lemah.
37

Karena besarnya konsentrasi ion OH– sangat dipengaruhi oleh nilai


derajat disosiasi dan tetapan kesetimbangan ionisasi (Kb), maka
perhitungannya sebagai berikut (Purba, 2012: 193 - 194).

[OH-] = √ Kb× [ LOH ] ; [LOH] = M


Karena konsentrasinya tetap, maka [OH-] = √ Kb× M
pOH = -log √ Kb× M

4. Teori Asam dan Basa Bronsted - Lowry dan Lewis


a. Teori Asam dan Basa Bronsted - Lowry
Seorang ahli kimia Denmarkbernama Bronsted dan ahli
kimia dari Inggris bernama Lowry secara terpisah mengusulkan
bahwa yang dimaksud asam adalah suatu zat yang memberikan
proton (ion hidrogen, H+) pada zat lain, sedangkan basa adalah suatu
zat yang menerima proton dari asam (Purba, 2012: 202).

b. Asam dan Basa Konjugasi


Sekarang perhatikan reaksi ionisasi asam fluorida (HF)
berikut. Reaksiini adalah reaksi asam lemah dalam air dan akan
mengalami ionisasi sebagai berikut.
HF(aq)+ H2O(l)→H3O+(aq)+ F(aq)

Dari reaksi di atas, H2O merupakan basa karena menerima


ion H+(akseptor proton) dari HF sehingga berubah menjadi H3O+,
sedangkan HF merupakan asam karena memberikan ion H+ (donor
proton) kepada H2O dan berubah menjadi ion F-. Jika asam HF
bereaksi, maka akan terbentuk basa F-, sedangkan H2O bertindak
sebagai basa dan membentuk asam H3O+ (H+). Dari reaksi
kesetimbangan tersebut terdapat dua asam dan dua basa, masing-
38

masing satu pada setiap sisi dari panah.

HF(aq)+ H2O(l) →H3O+(aq) + F-(aq)


asam 1 basa 1 asam 2 basa 2

Pasangan antara HF dan F-, H2O dan H3O+ disebut pasangan


asam basa konjugasi. F- adalah basa konjugasi dari HF, sedangkan
HF adalah asam konjugasi dari F-. Pada kesetimbangan ini kita juga
melihat bahwa H2O merupakan basa konjugasi dari H3O+ dan H3O+
adalah asam konjugasidari H2O.
Konsep asam basa Bronsted-Lowry ini memiliki kelebihan
dibandingkan dengan teori asam basa Arrhenius. Kelebihan tersebut
adalah (Purba, 2012: 203 - 205):
1) Konsep asam basa Bronsted-Lowry tidak terbatas dalam pelarut
air,tetapi juga menjelaskan reaksi asam basa dalam pelarut lain
2) Asam basa Bronsted-Lowry dapat berupa kation dan anion, tidak
terbatas pada molekul. Konsep asam basa Bronsted-Lowry dapat
menjelaskan mengapa suatu senyawa atau molekul atau ion
bersifat asam.

c. Teori Asam dan Basa Lewis


Ion hidroksida memberikan sepasang elektron kepada
hidrogen yang dipakai bersama membentuk ikatan kovalen
koordinasi dan menghasilkan molekul H2O. Karena ion OH-
memberikan sepasang elektron, maka oleh Lewis disebut basa,
sedangkan ion hidrogen yang menerima sepasang elektron disebut
asam lewis. Jadi menurut Lewis, yang dimaksud dengan asam adalah
suatu senyawa yang mampu menerima pasangan electron atau
akseptor elektron, sedangkan basa adalah suatu senyawa yang dapat
memberikan pasangan elektron kepada senyawa lain atau donor
elektron (Purba, 2012: 206).
39

G. Penelitian yang Relevan


Ada beberapa penelitian terdahulu yang menjadi tolak ukur bagi
pengembangan ini, antara lain:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Ropita Gusniyanti program studi tadris
Biologi IAIN Batusangakar yang berjudul “Pengembangan modul
praktikum biologi berbasis inkuiri terbimbing (guided inquiry) pada
kelas XI semester II di SMAN 1 Rambatan.” Berdasarkan penelitian
pengembangan yang dilakukan oleh penelitidan hasil hasil validasi modul
yang sudah dilakukan oleh pakar praktisi, maka dapat disimpulkan bahwa
hasil validasi modul tersebut adalah 77,86% dan hasil praktikalitasi
sebesar 83,82%, sehingga dapat dinyatakan bahwa modul yang
dikembangkan dinyatakan valid.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Sugiyanto, Widha Sunarno, dan Baskoro
Adi Prayitno yang berjudul “Pengembangan modul berbasis inkuiri
terbimbing disertai multimedia pada materi keanekaragaman makhluk
hidup di SMPN 1 Kendal Kabupaten Ngawi.” Berdasarkan penelitian
yang sudah dilakukan oleh pakar praktisi, efektivitas produk dilihat
melalui skor rata-rata post test kelompok yang diberi perlakuan adalah
84,96 dan skor rata-rata post test kelompok yang menggunakan modul
tanpa multimedia adalah 79,21, hingga dapat disimpulkan bahwa modul
yang dikembangakan dinyatakan baik. Perbedaan penelitian ini dengan
yang penulis lakukan adalah modul yang dikembangkan penulis
merupakan modul yang berbasis elektronik, sedangkan yang dilakukan
oleh penelitian ini merupakan modul cetak, namun sama-sama
menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing dalam penelitian.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Citra Devi Imaningtyas, Puguh Karyanto,
Nurmiyati, Lilik Asriani yang berjudul “Penerapan E-Module Berbasis
Problem Based Learning untuk Meningkatkan Literasi Sains dan
Mengurangi Miskonsepsi pada Materi Ekologi Siswa Kelas X MIA 6
SMAN 1 Karanganom Tahun Pelajaran 2014/2015” Berdasarkan
penelitian yang sudah dilakukan oleh pakar praktisi, persentase
40

miskonsepsi mengalami penurunan mencapai target yang diharapkan


yaitu menurun sebesar 20%, hingga dapat disimpulkan bahwa modul
elektronik yang diterapkan dinyatakan baik. Perbedaan penelitian ini
dengan yang penulis lakukan adalah jenis penelitian yang dikembangkan
penulis merupakan jenis R and D, sedangkan yang dilakukan oleh
penelitian ini merupakan kuantitatif, namun sama-sama menggunakan
modul elektronik dengan pedekatan yang berbeda.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Pengembangan
Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian yang dikemukakan
sebelumnya, maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
pengembangan atau research and development (R&D). Menurut Borg and
Gall (1989) dalam [ CITATION Ari11 \p 127 \l 1033 ]“research and development is
a powerfull strategy for improving practice. It is a process used to develop
andvalidate educational product”. Metode penelitian dan pengembangan atau
research and development adalah metode penelitian yang digunakan untuk
menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut
[ CITATION Sug12 \p 407 \l 1033 ] . Dalam hal ini dikembangkan Modul elektronik
Kimia berbasis Pendekatan Konstruktivisme di SMA N 1 Sumatera Barat
pada materi Larutan Asam dan Basa.

B. Model Pengembangan
Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
model pengembangan 4-D, yaitu terdiri dari tahap defenisi (define), rancangan
(design), pengembangan (develop) dan desiminasi (disseminate) [ CITATION
Sug12 \p 407 \l 1033 ]. Pada penelitian ini tahap disseminate tidak dilakukan.

C. Prosedur Pengembangan
Prosedur penelitian ini berdasarkan model Borg and Gall yang telah
dimodifikasi dan kemudian dikembangkan Modul elektronik Kimia berbasis
Pendekatan Konstruktivisme di SMA N 1 Sumatera Barat untuk materi
Larutan Asam dan Basa yang dijabarkan secara rinci dalam uraian berikut:
1. Tahap Pendefenisian (define)
Tahap ini dilakukan dan melihat kondisi awal di lapangan dan menetukan
syarat-syarat modul elektronik yang akan dirancang. Pada tahap ini
peneliti melakukan empat langkah, yaitu melakukan wawancara dengan
guru Kimia, menganalisis silabus pelajaran kimia kelas XI SMA,

41
42

menganalisis buku teks yang digunakan oleh guru Kimia di kelas XI


SMA sebagai sumber belajar peserta didik, serta mereview literatur
tentang modul elektronik.
a. Melakukan wawancara dengan guru Kimia
Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui masalah,
hambatan serta fenomena apa saja yang dihadapi dilapangan
sehubungan dengan mata pelajaran kimia.
b. Menganalisis silabus pembelajaran Kimia kelas XI SMA
Tujuan dilakukannya analisis silabus ini adalah untuk
mengetahui apakah materi yang akan diajarkan sudah sesuai dengan
kompetensi inti dan kompetensi dasar. Selain itu juga untuk
mengetahui apakah pembelajaran Kimia sudah mengembangkan
semua aspek seperti kognitif, afektif dan psikomotor.
c. Menganalisis E-Book, buku teks dan modul yang digunakan guru
Kimia di kelas XI SMA sebagai sumber belajar siswa
Sebelum merancang modul elektronik Kimia berbasis
konstruktivisme, maka harus dilihat dulu isi buku dan modul yang
telah beredar dipasaran yang digunakan oleh guru Kimia di kelas XI
SMA. Hal ini bertujuan untuk melihat isi buku dan modul, cara
penyajian dan kesesuaiannya dengan silabus. Selain itu juga
dilakukan analisis terhadap beberapa E-Book yang mudah diunduh di
internet dianalisis, tentang tampilan, kesesuaian materi, bahasa yang
digunakan serta sintak yang digunakan apakah sudah memotivasi
siswa untuk belajar. Sehingga dapat menjadi acuan dalam
pengembangan modul elektronik Kimia berbasis konstruktivisme.
d. Menganalisis siswa
Analisis siswa dilakukan untuk melihat kebutuhsn serta
karakteristik siswa yang meliputi kemampuan, motivasi, kebiasaan
serta cara belajar siswa khususnya pada mata pelajaran Kimia.
43

e. Mereview literatur tentang modul elektronik


Hal ini bertujuan untuk mengetahui format penelitian modul
elektronik Kimia agar modul elektronik Kimia tersebut dapat
dirancang sesuai dengan format penulisan modul elektronik yang
baik.
2. Tahap Perencanaan (Design)
a. Merancang Modul Elektronik Kimia berbasis Pendekatan
Konstruktivisme
Mendesain modul elekronik Kimia berbasis pendekatan
konstruktivisme untuk kelas XI semester II di SMA N 1 Sumatera
Barat. Hasil dari tahap pendefinisian digunakan ntuk merancang
Modul elektronik Kimia berbasis konstruktivisme untuk kelas XI
semester II pada materi Larutan Asam dan Basa. Modul elektronik
kimia ini didesain dengan memanfaatkan empat sintak yang terdapat
dalam pendekatan pembelajaran konstruktivisme dalam
pengembangannya. Modul elektronik kimia yang peneliti desain
terdapat Cover, petunjuk penggunaan icon pada modul, petunjuk
penggunaan modul, daftar isi, kata pengantar, gambaran umum, peta
konsep, materi pokok, KI, KD, indikator pencapaian kompetensi,
tujuan pembelajaran, lembaran kegiatan siswa, lembaran kerja, kunci
lembaran kerja, lembar lembaran evaluasi, kunci lembaran evaluasi,
lembaran pengayaan dan sumber bacaan.
Pada materi pokok dirancang dengan menggunakan langkah-
langkah pendekatan konstruktivisme, yaitu tahap apersepsi, yaitu
disajikan suatu permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari siswa, sehingga siswa di bimbing untuk menemukan
sendiri konsep dari pembelajaran tersebut. Permasalahan ini
ditampilkan dalam bentuk video atau animasi dengan beberapa
pertanyaan. Selanjutnya tahap eksplorasi, yaitu materi disajikan
secara lengkap sebagai pedoman untuk memecahkan permasalahan
pada fase start tadi. Selanjutnya tahap diskusi dan penjelasan konsep,
44

yaitu disajikan sebuah lembaran diskusi di dalam modul tersebut


dengan tujuan agar peserta didik dapat mendikusikan dan
menjelaskan konsep yang terkait dengan materi pembelajaran. Dan
terakhir tahap pengembangan dan aplikasi, yaitu disajikan beberapa
latihan soal guna untuk mengasah otak dan kemampuan siswa dalam
menguasai pembelajaran tersebut.
Berikut desain awal dari modul elektronik Kimia berbasis
Konstruktivisme, yaitu:
45

COVER

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL ELEKTRONIK

KOMPETENSI INTI
KOMPETENSI DASAR
INDIKATOR
TUJUAN PEMBELAJARAN

RINGKASAN MATERI TENTANG LARUTAN ASAM DAN BASA

PETA KONSEP

LEMBARAN KEGIATAN SISWA

LEMBARAN KERJA

KUNCI LEMBARAN KERJA

LEMBAR LEMBARAN EVALUASI

KUNCI LEMBARAN EVALUASI

KOLOM PENILAIAN PENGAYAAN

SUMBER BACAAN
46

b. Mendesain instrument penelitian


Instrument yang dirancang adalah:
1) Lembar validasi modul elektronik Kimia berbasis Pendekatan
Konstruktivisme
2) Lembar validasi angket respon
3) Lembar angket respon
4) Lembar observasi
5) Pedoman wawancara
6) Lembar validasi pedoman wawancara
3. Tahap pengembangan (develop)
Setelah modul elektronik kimia selesai dirancang, selanjutnya
dilakukan tahap pengembangan sebuah produk yang disertai dengan
penilaian yang meliputi tahap validasi oleh pakar dan tahap praktikalitas
melalui uji coba terbatas.
a. Tahap Validasi
1) Validasi Modul Elektronik Kimia Berbasis Pendekatan
Konstruktivisme
Adapun aspek-aspek yang divalidasi adalah:
Tabel 3.1 Validasi Modul Elektronik Kimia Berbasis
Pendekatan Konstruktivisme

Metode Instrumen
No. Aspek Validasi
Pengumpulan Data Penelitian
1 Tujuan Pembelajaran
2 Kesesuaian Format
Diskusi dengan ahli Lembar
Modul Elektronik
3 Karakteristik pendidikan Kimia Validasi
4 Kesesuaian Bahasa
5 Bentuk Fisik
(Sumber: Arsyad, 2000:175-176)
47

2) Validasi Angket Respon


Adapun aspek-aspek yang divalidasi adalah:
Tabel 3.3 Validasi Angket Respon

Metode Pengumpulan Instrumen


No. Aspek Validasi
Data Penelitian
1 Format angket
2 Bahasa yang Diskusi dengan
Lembar
digunakan validator dan pakar
3 Butir pertanyaan validasi
pendidikan Kimia
angket
(Sumber: Trianto, 2009:214)

b. Tahap Praktikalitas
Tahap pelaksanaan dilakukan untuk melihat kepraktisan modul
elektronik Kimia berbasis Konstruktivisme yang dikembangkan.

Tabel 3.4 Aspek Praktikalitas Modul Elektronik Kimia Berbasis


Pendekatan Konstruktivisme

No Metode Instrumen
Aspek Praktikalitas
. Pengumpulan Data Penelitian
1 Pelaksanaan pembelajaran Observasi kelas Lembar
observasi
2 Kemudahan dalam Angket Lembar
penggunaan modul Angket
elektronik Kimia berbasis Respon
Konstruktivisme
 Keterbacaan
 Bahasa
 Penampilan modul
elektronik Kimia
 Isi/ materi
48

pembelajaran
(sumber: Trianto, 2009:170)

Rancangan penelitian digambarkan di dalam prosedur penelitian


seperti pada gambar berikut ini:

Gambar 3.1 Diagram Prosedur Penelitian

Tahap Define
Wawancara dengan guru Kimia
Analisis silabus pembelajaran Kimia kelas XI
Analisis E-Book, buku teks dan modul cetak
Analisa siswa
Review literatur tentang modul elektronik
Tahap Design
49
Merancang prototipe modul ektronik Kimia berbasis Konstruktivisme
Merancang lembar validasi modul elektronik Kimia berbasis konstruktivisme,
lembar angket respon, lembar observasi dan lembar pedoman wawancara

Tahap Develop
Melakukan pengembangan terhadap modul elektronik Kimia berbasis
Konstruktivisme dan divalidasi oleh para pakar

Valid Revisi

Uji coba terbatas di kelas XI untuk melihat praktikalit asnya

Praktis Revisi

Tidak

Modul elektronik Kimia berbasis Konstruktivisme yang valid dan praktis

Ya

Ya
Tidak
50

D. Subjek Uji Coba


Adapun subjek uji coba dalam penelitian ini adalah peserta didik
kelas XI MIPA SMA N 1 Sumatera Barat.

E. Jenis Data
Jenis data pada penelitian ini adalah kualitatif dan kuantitatif. Data
kuntitatif yaitu data yang didapatkan dari hasil validasi modul elektronik
Kimia berbasis Pendekatan Konstruktivisme yang dilakukan oleh validator,
data praktikalitas dari guru dan peserta didik yang didapatkan dari hasil
observasi dan evaluasi peserta didik melalui lembar angket praktikalitas
modul elektronik Kimia berbasis Pendekatan Konstruktivisme. Sedangkan
data kualitatif diperoleh dari hasil observasi dan wawancara dengan guru
Kimia, hasil analisis silabus, hasil analisis bahan ajar, hasil mereview literatur
tentang modul maupun LKS dan e-book yang ada di internet, serta saran dan
masukan dari validator, saran dan masukan dari hasil validitas dan saran dari
hasil praktikalitas dari modul elektronik Kimia berbasis Pendekatan
Konstruktivisme yang telah dikembangkan.

F. Instrument Penelitian
Unruk melihat data validitas dan praktikalitas penggunaan modul
elektronik Kimia berbasis Pendekatan Konstruktivisme sebelum digunakan,
setiap instrumen dikonsultasikan kepada pakar/ahli Kimia agar memperoleh
data yang valid. Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Lembar validasi
Lembar validasi berisi item-item yang mengungkap validitas isi
dari modul elektronik Kimia yang telah dirancang sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Kesesuaian komponen-komponen pada modul elektronik
Kimia dengan unsur-unsur pengembangan yang telah ditentukan.
51

2. Lembar Observasi
Observasi merupakan suatu kegiatan melakukan pengamatan
langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang
dilakukan. Lembar observasi digunakan untuk melihat praktikalitas
modul elektronik Kimia berbasis Konstruktivisme dalam pembelajaran
Kimia. Lembar observasi berisikan pertanyaan tentang keterlaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan modul elektronik Kimia berbasis
Pendekatan Konstruktivisme. Observer memberikan penilaian dari hasil
pengamatan yang dilakukan ketika pembelajaran dengan menggunakan
modul elektronik Kimia berbasis Konstruktivisme.
3. Angket
Angket yang disusun untuk meminta tanggapan tentang penilaian
praktikalitas modul elektronik Kimia berbasis Pendekatan
Konstruktivisme.
4. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara memuat secara garis besar hal yang
ditanayakan kepada guru Kimia. Untuk melihat praktikalitas sebelum
digunakan, setiap instrumen dikonsultasikan kepada pakar/ahli agar
memperoleh data yang valid.

G. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif.
Teknik analisis data dari setiap instrumen digambarkan sebagai berikut:
1. Lembar validasi
Data hasil lembar validasi yang terkumpul kemudian ditabulasi.
Hasil tabulasi tiap bahan ajar dicari persentasenya, dengan rumus:
Ʃjumlah skor per item
P= x 100
skor maksimal
52

Tabel 3.5 Kategori Validitas Bahan Ajar

(%) Kategori
0-20 Tidak valid
21-40 Kurang valid
41-60 Cukup valid
61-80 Valid
81-100 Sangat valid
(Sumber: Riduwan, 2010: 89)

2. Lembar observasi
Data hasil observasi terhadap praktikalitas modul elektronik
Kimia berbasis Pendekatan Konstruktivisme diolah dengan teknik
deskriptif.
3. Angket
Data hasil tanggapan siswa melalui angket yang terkumpul,
kemudian ditabulasi. Hasil tabulasi dicari persentasenya, dengan rumus:
Ʃjumlah skor per item
P= x 100 %
skor maksimal

Tabel 3.6 Kategori Praktikalitas Modul elektronik


Kimia

(%) Kategori
0-20 Tidak praktis
21-40 Kurang praktis
41-60 Cukup praktis
61-80 Praktis
81-100 Sangat praktis
(Sumber: Riduwan, 2010: 89)

4. Hasil wawancara
Teknik deskriptif digunakan untuk menggambarkan data hasil
53

wawancara dengan guru Kimia mengenai praktikalitas modul elektronik


Kimia berbasis Pendekatan Konstruktivisme. Prosedur yang dilakukan
adalah sebagai berikut:
a. Memeriksa data yang diperolah dari hasil wawancara apakah sudah
sesuai dengan rumusan masalah.
b. Mengklasifikasikan data penelitian apakah sudah sesuai dengan
batasan masalah.
c. Mengambil kesimpulan akhir terhadap interpretasikan dan analisis
data yang telah dilakukan.
54

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, F. M. C., W. Sunarno and S. Sarwanto (2018). "Pengembangan Modul Fisika Berbasis
Masalah pada Materi Termodinamika Untuk Meningkatkan Keterampilan Generik Sains SIiswa
Kelas XI SMA/MA." INKUIRI: Jurnal Pendidikan IPA 7(1): 1-12.
Dewi, I. G. P., I. N. Selamat and I. N. Suardana (2019). "Studi Komparasi Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization dan Tipe Numbered Heads Together Terhadap
Hasil Belajar Kimia pada Topik Struktur Atom." Jurnal Pendidikan Kimia Indonesia 2(2): 50-58.
Kinasih, A., W. Sunarno and S. Sukarmin (2018). "PENGEMBANGAN MODUL FISIKA DENGAN
PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA MATERI LISTRIK DINAMIS UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS X SMA." INKUIRI: Jurnal
Pendidikan IPA 7(1): 29-38.
Lestari, D. I. (2019). "ANALISIS KETERLAKSANAAN PROBLEM BASED LEARNING BERBANTUAN
MULTIMEDIA PEMBELAJARAN LARUTAN ASAM BASA TERHADAP KETERAMPILAN MEMECAHKAN
MASALAH." Konfigurasi: Jurnal Pendidikan Kimia dan Terapan 3(1): 1-7.
Minarni, M., A. Malik and F. Fuldiaratman (2019). "PENGEMBANGAN BAHAN AJAR DALAM
BENTUK MEDIA KOMIK DENGAN 3D PAGE FLIP PADA MATERI IKATAN KIMIA." Jurnal Inovasi
Pendidikan Kimia 13(1).
Minarni, M., A. Malik and F. Fuldiaratman (2019). "Pengembangan Bahan Ajar dalam Bentuk
Media Komik dengan 3D Page Flip pada Materi Ikatan Kimia." Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia
13(1): 2.
Monica, A. (2015). "Pengaruh Pendekatan Konstruktivisme terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa
Kelas X SMA NEGERI MEGANG SAKTI TAHUN PELAJARAN 2015/2016."
Nikita, P. M., A. D. Lesmono and A. Harijanto (2018). "PENGEMBANGAN E-MODUL MATERI
FLUIDA DINAMIS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA KELAS XI."
JURNAL PEMBELAJARAN FISIKA 7(2): 175-180.
Nurmayanti, F., F. Bakri and E. Budi (2015). "Pengembangan Modul Elektronik Fisika dengan
Strategi PDEODE pada Pokok Bahasan Teori Kinetik Gas untuk Siswa Kelas XI SMA." Prosiding
Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2015: 337.
Sunarmiati, S. and R. T. Padmaningrum (2016). "PENGEMBANGAN “ELECTRONIC MODULE OF
CHEMISTRY” MATERI IKATAN KIMIA KELAS X SMA/MA." Jurnal Pembelajaran Kimia 5(3).
Ummah, R., E. Suarsini and S. R. Lestari (2018). Analisis Kebutuhan Pengembangan E-Modul
Berbasis penelitian Uji Antimikroba pada Matakuliah Mikrobiologi. Seminar Nasional Pendidikan
IPA 2017.
55

Anda mungkin juga menyukai