Anda di halaman 1dari 34

PENGEMBANGAN MODUL KIMIA BERBASIS PROBLEM SOLVING PADA

MATERI ASAM BASA KELAS XI SMA/MA

PROPOSAL SKRIPSI

Ditulis Sebagai Syarat untuk Penulisan Proposal Skripsi pada Program Pendidikan
(Tadris) Kimia Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Universitas Islam Negeri Mahmud Yunus Batusangkar

OLEH:
ULFA RAMADHANI
NIM: 1930110013

JURUSAN PROGRAM STUDI TADRIS KIMIA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAAN
UIN MAHMUD YUNUS BATUSANGKAR
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................. i
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 4
D. Spesfiskasi Produk yang Diharapkan ................................................................ 4
E. Pentingnya Pengembangan ............................................................................... 5
F. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan ........................................................ 5
G. Definisi Operasional ......................................................................................... 6
BAB II .......................................................................................................................... 7
KAJIAN TEORI ......................................................................................................... 7
A. Landasan Teori .................................................................................................. 7
B. Penelitian yang Relevan .................................................................................. 18
BAB III ....................................................................................................................... 21
METODE PENELITIAN ......................................................................................... 21
A. Metode Pengembangan ................................................................................... 21
B. Model Pengembangan ..................................................................................... 21
C. Prosedur Pengembagan ................................................................................... 21
D. Subjek Uji Coba .............................................................................................. 24
E. Jenis Data ........................................................................................................ 24
F. Instrumen Pengumpulan Data ......................................................................... 24
G. Teknik Analisis Data ....................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 28

i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mata pelajaran kimia merupakan salah satu bagian dari mata pelajaran
kelompok peminatan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA). Mata
pelajaran kimia adalah mata pelajaran yang menganalisis mengenai keberadaan
materi yang diamati dari segi sifat-sifat, struktur, perubahan, dan perubahan energi
yang mengiringi perubahan tersebut (Subagia 2014). Lingkup mata pelajaran
kimia tidak hanya dibatasi pada pemakaian dan penurunan rumus saja, tetapi juga
susunan dari sekelompok hukum, teori, prinsip, dan fakta.
Pada mata pelajaran kimia terdapat beragam cara untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran, beberapa cara yang dapat dilaksanakan yaitu dengan
mengembangkan media pembelajaran ataupun bahan ajar. Pengembangan bahan
ajar dilaksanakan agar dapat mengatasi masalah dalam pembelajaran dengan
mengamati Kompetensi Dasar (KD) yang harus tercapai di setiap materi
pembelajaran. Bahan ajar yang dikembangkan sangat beragam, disinkronkan
dengan karakteristik materi pembelajaran. Bahan ajar tersebut bisa berupa buku,
lembar kerja peserta didik, modul, gambar, atau brosur. Bahan ajar dapat menjadi
preferensi sumber belajar selain dari buku teks pelajaran yang terkadang sulit
didapatkan (Pratiwi, Hidayah et al. 2017). Bahan ajar yang sering dipakai oleh
pendidik dalam pembelajaran adalah modul (Rosida 2015).
Modul adalah salah satu bagian dari bahan ajar yang disusun secara teratur dan
lengkap. Modul bisa dikembangkan secara mandiri oleh pendidik disesuaikan
dengan keperluan dan karakteristik peserta didik. Pendidik dianggap perlu
memiliki kompetensi untuk mengembangkan bahan ajar khususnya modul,
mengingat bahwa proses pembelajaran akan berjalan lebih efisien dan efektif jika
menggunakan bahan ajar berupa modul (Winarno, Sunarno et al. 2015). Selain
bisa menambah minat baca dan menarik perhatian peserta didik, penggunaan

1
2

modul saat pembelajaran juga berisikan kegiatan yang dapat mengoptimalkan


kemampuan berpikir/kognitif peserta didik. Pada modul terdapat beragam materi,
pendekatan, metode, serta cara mengevaluasi yang dimaksudkan untuk mencapai
Kompetensi Dasar yang telah ditetapkan (Pratiwi, Hidayah et al. 2017, Nafi’ah
and Suparman 2019).
Modul merupakan salah satu jenis media pembelajaran atau alat bantu berupa
perangkat belajar yang digunakan membantu siswa untuk belajar mandiri yang
mempunyai sifat self instructional. Penggunaan modul yang dikembangkan dapat
membuat peserta didik berperan aktif dan membantu siswa dalam pembelajaran
kimia yang dapat berorientasi pada proses yang akan tercapai (Celikler, 2010).
Pembelajaran kimia di sekolah dapat dikaitkan dengan lingkungan di sekitar
agar siswa terbiasa menyelesaikan masalah dikehidupan sehari-hari. Salah satu
model pembelajaran yang menghubungkan pembelajaran kimia dengan kehidupan
sehari-hari dan dapat melatih keterampilan berpikir kreatif siswa adalah model
pembelajaran problem solving. Hasil penelitian dari Choiriawati, (2012) bahwa
model pembelajaran problem solving efektif meningkatkan keterampilan pada
mengelompokkan dan mengomunikasikan siswa pada materi asam basa.
Keberhasilan pada model ini dapat melatih keterampilan berpikir kreatif
dijabarkan dalam hasil penelitian Nurmaulana (2011) bahwa penerapan model
problem solving terbukti meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa pada
materi pencemaran tanah secara signifikan.
Pada kegiatan pembelajaran model problem solving, individu dihadapkan
kepada masalah yang harus dipecahkan, dan ada tahapan dalam memecahkan
masalah yaitu mencari dan mengumpulkan informasi, merumuskan hipotesis,
menguji hipotesis dan terakhir menarik kesimpulan jawaban dari masalah (Fauziah
dkk., 2013). Problem solving memiliki keunggulan berupa strategi yang cukup
bagus membuat siswa lebih memahami isi pelajaran dan membantu siswa untuk
3

memahami masalah dalam kehidupan nyata siswa serta dapat membantu siswa
mengembangkan pengetahuan barunya (Bunterm dkk. 2012).
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti di
SMA IT Darul Hikmah Pasaman Barat. Peneliti. Menunjukan bahwa dari respon
siswa, sebanyak 83,33% siswa mengatakan bahwa bahan ajar yang digunakan di
sekolah masih belum menarik dan aspek keterbacaannya masih kurang. Selain itu,
dalam proses pembelajaran guru belum pernah membuat bahan ajar berupa modul,
mereka menggunakan buku pelajaran yang beredar di pasar dan juga dari dinas
pendidikan, dimana cakupan materi dalam buku ajar hanya sedikit dan kurang
sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Guru kimia SMA IT Darul Hikmah
mengatakan bahwa mereka sudah mengetahui langkah-langkah problem solving
namun tidak diterapkannya dalam pembuatan modul berbasis problem solving.
Tujuan akhir dari pembelajaran adalah menghasilkan peserta didik yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam memecahkan suatu masalah yang akan
dihadapi kelak di masyarakat. Kemampuan pada pemecahan masalah (problem
solving) sangat penting bagi peserta didik dan masa depannya untuk melatih dalam
memecahkan masalah dengan baik yang terjadi disekitarnya (Yusnita dkk. 2014).
Problem solving akan meningkatkan daya intelektual dalam memecahkan
permasalahan yang sulit karena siswa diberi kesempatan untuk dapat
mengeksplorasikan dirinya dan mengkombinasikan pengetahuan yang telah
dimilikinya meliputi seperti, declarative, procedural, conditional (Caprioara,
2015).
Pengembangan modul dengan menggunakan model problem solving
diharapkan dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam memecahkan masalah,
dan hasil dari pengembangan harus memenuhi kelayakan dari aspek keterbacaan,
konstruksi dan kesesuaian isi. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang terlebih
dahulu telah dilakukan, yaitu penelitian dari (Achmaliya dkk., 2016 ) didapatkan
hasil bahwa peningkatan penguasaan materi menggunakan model problem solving
4

pada peserta didik yang melakukan suatu proses pembelajaran menggunakan


media modul jauh lebih baik dan efektif daripada penguasaan materi siswa yang
tidak menggunakan media berupa modul.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan
pengembangan dengan judul “Pengembangan Modul Kimia Berbasis Problem
Solving pada materi Asam Basa Kelas XI SMA/MA”. Penelitian ini bertujuan
untuk menghasilkan modul pembelajaran pada materi Asam dan Basa berbasis
Problem Solving yang valid dan layak digunakan dalam pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
Jika dilihat dari latar belakang yang telah dijabarkan, dapat dirumuskan
permasalahan:
1. Bagaimana validitas dari Modul Kimia Berbasis Problem Solving Pada Materi
Asam Basa Kelas XI SMA/MA?
2. Bagaimana praktikalitas dari Modul Kimia Berbasis Problem Solving Pada
Materi Asam Basa Kelas XI SMA/MA?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian adalah
1. Untuk menghasilkan Kimia Berbasis Problem Solving Pada Materi Asam Basa
Kelas XI SMA/MA yang valid
2. Untuk menghasilkan Kimia Berbasis Problem Solving Pada Materi Asam Basa
Kelas XI SMA/MA yang praktis
D. Spesfiskasi Produk yang Diharapkan
Penelitan ini menghasilkan produk berbentuk modul yang berbasis problem
solving pada materi asam dan basa yang dapat digunakan dalam pembelajaran,
memiliki spesifikasi sebagai berikut:
1. Semua bagian modul disusun secara berurutan, dengan urutan sebagai berikut:
a. Cover modul
b. Kata pengantar
5

c. Daftar isi
d. Petunjuk belajar dengan modul
e. Kompetensi yang akan di capai
1) Kompetensi inti (KI)
2) Kompetensi dasar (KD)
3) Indikator pencapaian kompetensi (IPK)
f. Materi
g. Percobaan
h. Evaluasi
i. Glosarium
j. Daftar pustaka
E. Pentingnya Pengembangan
1. Bagai peneliti, sebagai pengalaman untuk menambah pengetahuan tentang cara
pengembangan suatu produk valid dan paktis
2. Bagi sekolah, sebagai bahan untuk menambah media pembelajaran khususnya
pada materi asam basa
3. Baga pendidik, sebagai alat untuk membantu pendidik dalam menjelaskan
materi asam basa dan membuat proses pembelajaran lebih menarik
F. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan
1. Asumsi
Asumsi yang menjadi dasar pengembangan modul pembelajaran berbasis
problem solving adalah:
a. Modul pembelajaran pada materi asam dan basa berbasis problem solving
bisa digunakan sebagai buku pegangan guru kimia dalam proses
pembelajaran.
b. Modul pembelajaran pada materi asam dan basa berbasis problem solving
dapat membantu guru kimia berbagai soal-soal konseptual dan pemecahan
6

masalah konseptual menggunakan sintaks problem solving dalam


penyelesaiannya.
2. Keterbatasan pengembangan
Ada Batasan pengembangan dari penelitian ini sebagai berikut
a. Modul kimia yang dikembangankan dibatasi pada materi asam basa
b. Dalam pengembangan modul, peneliti menerapkan konsep pengembangan
4-D hanya sampai tahap develop, karena keterbatasan dalam hal waktu dan
biaya dalam penelitian ini.
G. Definisi Operasional
1. Problem Solving
Problem-solving merupakan bentuk metode pembelajaran yang digunakan
untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan menyelesaikan sebuah
permasalahan.
2. Modul
Modul ialah salah satu bagian dari bahan ajar yang disusun secara teratur
dan lengkap dan mengacu pada kurikulum berlaku yang memiliki serangkaian
pengalaman belajar yang dirancang untuk menunjang peserta didik dalam
mencapai tujuan pembelajaran sehingga penggunaanya tak harus didampingi
oleh seorang fasilitator/pendidik.
3. Validitas
Validitas adalah kesesuaian dalam melakukan dan mengaplikasikan sesuatu
sehingga dapat diuji kebenaran dari produk yang dibuat.
4. Praktikalitas
Praktikalitas adalah suatu kualitas yang mewujudkan kemudahan dalam
menggunakan produk yang sudah dibuat.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Landasan Teori
1. Bahan Ajar
Bahan ajar termasuk pada bagian sumber belajar. Bahan ajar ialah semua
bentuk bahan yang berupa alat, info, ataupun tulisan yang dimanfaatkan oleh
pendidik dalam persiapan dan penganalisisan aktualisasi pembelajaran pada
saat melaksanakan proses belajar mengajar di dalam kelas. Bahan yang
dimaksudkan bisa berbentuk bahan yang tertulis ataupun bahan yang tidak
tertulis (Suryani, Suhery et al. 2014).
Terdapat beragam cara untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran,
beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu dengan mengembangkan bahan ajar.
Pengembangan bahan ajar dikerjakan untuk mengatasi permasalahan
pembelajaran dengan memperhatikan Kompetensi Dasar (KD) yang harus
tercapai di setiap materi pembelajaran. Untuk menyelesaikan permasalahan
yang ada dalam pembelajaran, seorang pendidik dapat mengembangkan bahan
ajar, bahan ajar dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta
didik dan juga disesuaikan dengan tuntutan kompetensi yang berlaku pada
kurikulum. Bahan ajar dapat menjadi preferensi sumber belajar selain dari
buku teks pelajaran yang terkadang sulit didapatkan (Pratiwi, Hidayah et al.
2017).
Tedapat beragam jenis bahan ajar, jika ditinjau dari bagaimana bahan ajar
itu dikemas dan dipertunjukkan oleh pendidik kepada peserta didik dalam
proses belajar mengajar, sedikitnya dibagi atas lima kelompok yaitu
(Depdiknas 2008, Kurniawati and Miftah 2015):
a. Cetak (printed): buku teks, LKPD, modul, handout, selebaran, foto,
wallchart, poster, serta model tiruan tiga dimensi berskala kecil. Bahan

7
8

ajar ini dapat mempermudah peserta didik saat mempelajarinya, dapat


dipelajari di sekolah maupun dipelajari di rumah.
b. Dengar (audio): radio, kaset suara, piringan hitam/vynil record, piringan
padat/CD. Bahan ajar ini dapat diatur sesuai kehendak kita, peserta
didik akan memperoleh suara mengenai pembelajaran tertentu yang
disalurkan oleh gelombang udara pada indra pendengaran. Bahan ajar
audio ini dapat diputar ulang, sehingga dapat meningkat memori peserta
didik mengenai materi pembelajaran.
c. Pandang (visual): flashcard, poster, peta, gambar, model tiruan tiga
dimensi berskala kecil. Bahan ajar ini terbatas pada indra penglihatan
saja. Biasanya bahan ajar ini dimanfaatkan untuk menjelaskan konsep
yang bersifat abstrak menjadi sesuatu yang bersifat konkret. Misalnya
seorang pendidik membawa model phantom tengkorak saat
pembelajaran biologi.
d. Pandang Dengar (audio visual): piringan video CD (VCD), lembar kerja
program presentasi bersuara, serta film. Jika dibandingkan dengan
bahan ajar lainnya, bahan ajar pandang dengar memiliki lebih banyak
kelebihan. Penggunaan bahan ajar ini dapat mengefisienkan proses
transfer ilmu terhadap peserta didik dan dapat menambah serta
memaksimalkan pemahaman peserta didik.
e. Bahan Ajar Interaktif (interactive teaching material): instruksi dengan
bantuan komputer, piringan padat/CD interaktif, serta bahan ajar
berbasis situs web. Salah satu kelebihannya adalah bisa diakses dimana
saja, peserta didik tidak harus mengambil dan mempelajari bahan ajar
ini di sekolah, karena kelompok bahan ajar ini dapat diakses melalui
internet. Bahan ajar ini termasuk bahan ajar dalam jaringan (online).
9

2. Modul
Modul adalah salah satu bagian dari bahan ajar yang disusun secara teratur
dan lengkap dan mengacu pada kurikulum berlaku yang memiliki serangkaian
pengalaman belajar yang dirancang untuk menunjang peserta didik dalam
mencapai tujuan pembelajaran sehingga penggunaanya tak harus didampingi
oleh seorang fasilitator/pendidik. Modul merupakan bahan ajar yang bersifat
mandiri sehingga dapat dipelajari sendiri di sekolah maupun rumah, hal ini
memberikan peluang bagi peserta didik untuk belajar sesuai dengan kecepatan
belajarnya sendiri (Pratiwi, Hidayah et al. 2017). Hasil penelitian mengenai
efektivitas pengembangan modul menyimpulkan bahwa modul dapat
mengembangkan kemampuan kognitif peserta didik (Hairida 2016).
Terdapat karakteristik tertentu mengenai modul yang memperbedakannya
dengan bahan ajar yang ada. Berikut karakteristik yang dimiliki modul 1) serba
lengkap/cukup 2) berpatokan pada keberagaman kemampuan peserta didik, 3)
terdapat penggabungan dari berbagai hal, 4) penggunaan beraneka ragam
media, 5) partisipasi aktif peserta didik, 6) penguatan yang diberikan secara
langsung (direct reinforcement), dan 7) pengamatan kaidah evaluasi. Sebagai
bahan ajar dengan karakteristik dapat dipahami dengan mandiri, modul
diharapkan mempunyai tampilan yang atraktif dan menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti. Modul dipersiapkan secara matang dan dilengkapi oleh
gambar. Modul yang baik merupakan modul yang mudah penggunaannya
(Pratiwi, Hidayah et al. 2017).
Susunan modul biasanya beragam, tergantung pada karakteristik materi
yang akan diberikan, kesiapan fasilitas, dan model pembelajaran yang akan
diterapkan. Umumnya komponen yang minimal harus ada dalam sebuah modul
(Depdiknas 2008, Khumairah, Suhery et al. 2014):
a. Judul.
b. Petunjuk belajar (petunjuk untuk menggunakan modul)
10

c. KI, KD, dan IPK


d. Materi pembelajaran.
e. Informasi pendukung
f. Soal-soal
g. LKPD
h. Tugas/evaluasi, dan
i. Feedback terhadap hasil tugas/evaluasi
Sesederhana apapun modul yang dikembangkan paling tidak modul
tersebut bisa membuat peserta didik mempelajari materi dan didalamnya
terdapat komponen untuk mengevaluasi peserta didik (Adriani 2019). Banyak
kelebihan yang didapatkan saat menggunakan modul, diantaranya yaitu:
a. Modul bersifat mandiri dan telah disusun berurutan berdasarkan KD,
sehingga peserta didik dapat mempelajarinya sendiri. Penggunaan modul
membuat pembelajaran menjadi berpusat pada peserta didik, mereka
menjadi lebih aktif dan tak terlalu terfokus pada aktivitas pendidik saja
(Pratiwi, Hidayah et al. 2017).
b. Modul memuat komponen seperti gambar-gambar sehingga dapat membuat
konsep pembelajaran lebih jelas. Gambar yang disajikan pada modul
biasanya digunakan sebagai ilustrasi untuk menjelaskan materi tertentu
yang sulit diperlihat/ diwujudkan secara langsung di dalam kelas
(Amrullah, Hadisaputo et al.).
c. Penggunaan modul fleksibel, modul dapat dipelajari dimana pun dan
kapanpun. Peserta didik bukan hanya bisa menggunakan modul saat mata
pelajaran Kimia berlangsung, melainkan juga bisa dipelajari diluar
lingkungan sekolah secara individu ataupun bersama-sama (Adriani 2019).
d. Modul saat proses belajar mengajar dimanfaatkan sebagai pelengkap
sumber belajar bagi peserta didik dalam memahami materi (Khotim,
Nurhayati et al. 2015).
11

e. Modul dapat menunjang peran pendidik yang sesuai dengan prinsip


kurikulum 2013, dimana dalam proses belajar mengajar kedudukan
pendidik hanya sebagai fasilitator saja, sehingga pembelajaran Kimia lebih
berpusat pada peserta didik (Khotim, Nurhayati et al. 2015).
f. Pengunaan sumber belajar ini memberikan peluang bagi peserta didik untuk
belajar sesuai dengan kecepatan belajarnya sendiri. Peserta didik yang
kemampuannya baik dalam pengusaan materi akan lebih cepat
merampungkan pembelajarannya. Peserta didik yang kemampuannya
dalam penguasaan materi lamban dapat mengulang-ulang membaca dan
memahami modul hingga ia paham akan materi yang disajikan (Suryani,
Suhery et al. 2014).
g. Pembelajaran dengan menggunakan modul memberi keleluasaan pada
peserta didik agar ia mengetahui kelebihan dan membenahi kesalahan dan
kekurangannya dengan cara mengulangi materi pada bagian yang kurang
dipahami (Suryani, Suhery et al. 2014, Adriani 2019)
h. Penggunaan modul dapat memperbaiki kesalahanpemahaman peserta didik
mengenai materi menjadi konsep-konsep yang sesuai/ilmiah (Suryani,
Suhery et al. 2014).
i. Sebelum mempelajari modul, sebagian besar peserta didik mengajukan
pertanyaan umum. Setelah mempelajari modul, pertanyaan menjadi lebih
spesifik dan kurang umum. Situasi ini mengindikasikan bahwa peserta didik
yang telah mempelajari modul mempunyai pengetahuan lebih dibanding
peserta didik yang belum mempelajari modul (Mandler, Mamlok-Naaman
et al. 2012).
j. Jika dibandingkan dengan bahan ajar lain seperti handout dan LKS, modul
memiliki komponen yang lebih lengkap. Materi dalam handout sangat
ringkas dan LKS hanya berisi latihan soal saja (Ningtyas, Yunianta et al.
2014).
12

3. Problem Solving
Problem solving adalah mencari atau menemukan cara penyelesain
(menemukan pola, aturan, atau algoritma). Sintaknya adalah sajikan
permasalahan yang memenuhi kriteria di atas, siswa berkelompok atau
individual mengidentifikasi pola atau aturan yang disajikan, siswa
mengidentifikasi, mengeksplorasi, mengintevigasi, menduga, dan akhirnya
menemukan solusi (Ngalimun, 2016).
Problem solving juga diartikan sebagai suatu proses mental dan intelektual
dalam menemukan masalah dan memecahkan berdasarkan data dan informasi
yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat.
(Sanjaya, 2011). Problem Solving adalah proses penyelesaian suatu
permasalahan atau kejadian, upaya pemilihan salah satu dari beberapa alternatif
atau option yang mendekati kebenaran dari suatu tujuan tertentu. Problem
solving adalah model pembelajaran yang menghubungkan pembelajaran kimia
dengan kehidupan sehari-hari dan dapat melatih keterampilan berpikir kreatif
siswa.
Problem solving melatih siswa terlatih mencari informasi dan mengecek
silang validitas informasi itu dengan sumber lainnya, problem solving juga
melatih siswa berfikir kritis dan metode ini melatih siswa memecahkan dilema
(Kartawidjaya, 1988; Firli, dkk, 2017; Widiana, 2016). Sehingga dengan
menerapkan metode problem solving ini siswa menjadi lebih dapat mengerti
bagaimana cara memecahkan masalah yang akan dihadapi pada kehidupan
nyata di luar lingkungan sekolah. Untuk mendukung strategi belajar mengajar
dengan menggunakan metode problem solving ini, guru perlu memilih bahan
pelajaran yang memiliki permasalahan. Materi pelajaran tidak terbatas hanya
pada buku teks di sekolah, tetapi juga di ambil dari sumber-sumber lingkungan
seperti peristiwa-peristiwa kemasyarakatan atau peristiwa dalam lingkungan
sekolah (Gulo, 2002). Tujuannya agar memudahkan siswa dalam menghadapi
13

dan memecahkan masalah yang terjadi di lingkungan sebenarnya dan siswa


memperoleh pengalaman tentang penyelesaian masalah sehingga dapat
diterapkan di kehidupan nyata. Metode pembelajaran problem solving merujuk
pada Polya (dalam Yuwono, 2016:149) menyebutkan bahwa terdapat 4 tahapan
yaitu understand the problem (memahami masalah), make a plan (membuat
rencana pemecahan masalah), carry out our plan (melaksanakan rencana), look
back at the completed solution (memeriksa kembali jawaban).
Ada beberapa yang menjadi kelebihan dari model pembelajaran Problem
Solving menurut Aris Shoimin (2014 :137) diantaranya yaitu:
a. Peserta didik dapat menghayati kehidupan sehari-hari.
b. Dapat melatih dan membiasakan peserta didik untuk menghadapi dan
memecahkan masalah secara terampil.
c. Dapat mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik secara kreatif.
d. Peserta didik sudah mulai dilatih untuk memecahkan masalahnya.
e. Melatih peserta didik untuk mendesain suatu penemuan.
f. Berpikir dan bertindak kreatif.
g. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis.
h. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
i. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan
Menurut Haryanti (2010) kelebihan model pembelajaran problem solving
adalah sebagai berikut:
a. Mendidik siswa untuk berpikir sistematis
b. Mampu mencari jalan keluar terhadap situasi yang dihadapi
c. Belajar menganalisis suatu masalah dari berbagai aspek
d. Mendidik siswa percaya diri sendiri
e. Berpikir dan bertindak kreaktif
f. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
14

g. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan,


khususnya dunia kerja
h. Merangsang perkembangan kemajuan berpikir siswa untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi dengan tepat.
Menurut Aris Shoimin langkah-langkah model pembelajaran Problem
Solving (2014:137) adalah sebagai berikut:
a. Masalah sudah ada dan materi diberikan.
b. Siswa diberi masalah sebagai pemecahan/diskusi, kerja kelompok.
c. Masalah tidak dicari.
d. Siswa ditugaskan untuk mengevaluasi.
e. Siswa memberikan kesimpulan dari jawaban yang diberikan sebagai hasil
akhir.
f. Penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus berlaku
sebagai pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk dapat sampai
kepada kesimpulan.
Langkah pemecahan masalah secara sistematis sejalan juga dengan
langkah-langkah mengadakan suatu penelitian, yaitu merumuskan masalah
secara jelas, menyusun hipotesis, mencari alternatif pemecahan dan mentes
hipotesis tersebut (Gafur, 2012). Kemampuan pemecahan masalah (problem
solving) sangat penting artinya bagi peserta didik dan masa depannya (Wena,
2011). Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan pada suatu masalah serta
pengetahuan yang menyertai meng-hasilkan pengetahuan yang benar-benar
bermakna Bruner (dalam Trianto, 2011)
4. Problem Solving dalam Pembelajaran Kimia
Dalam menerapkan metode pembelajaran, guru harus memilih metode
pembelajaran sesuai dengan karakteristik siswanya. Jadi tiap-tiap kelas bisa
dimungki nan menggunakan metode pembelajaran yang berbeda dengan kelas
lain. Problem solving merupakan salah satu metode pembelajaran yang bisa
15

digunakan dalam pelajaran kimia. Problem solving dapat diartikan sebagai


rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses
penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Metode problem solving
(metode pemecahan masalah) bukan hanya sekadar metode mengajar, tetapi
juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat
menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data
sampai pada menarik kesimpulan. Metode problem solving merupakan metode
yang merangsang berpikir dan menggunakan wawasan tanpa melihat kualitas
pendapat yang disampaikan oleh peserta didik. Seorang pendidik harus mampu
membuat siswa untuk mencoba mengeluarkan pendapat dan berdiskusi.
Langkah-langkah pembelajaran dengan metode problem solving menurut
Dewey cit. Sanjaya (2010: 217) dijelaskan ada enam langkah, yaitu :
a) Merumuskan masalah, yaitu langkah peseta didik menentukan masalah
yang akan dipecahkan.
b) Menganalisis masalah, yaitu peserta didik meninjau masalah secara kritis
dari berbagai sudut pandang.
c) Merumuskan hipotesis, yaitu langkah peserta didik merumuskan berbagai
kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
d) Mengumpulkan data, yaitu langkah peserta didik mencari dan
menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
e) Pengujian hipotesis yaitu langkah peserta didi mengambil atau merumuskan
kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang
diajukan.
f) Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah peserta didik
menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil
pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.
16

5. Asam dan Basa


Materi asam dan basa dipelajari pada semester 2 di kelas XI SMA.
Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), dan Indikator Pencapaian
Kompetensi (IPK) materi secara rinci dapat dilihat pada Tabel
Tabel 2.1 KI, KD, dan IPK
KI 1 Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI 2 Kesadaran terbuka perilaku ilmiah (rasa ingin tahu, inovatif, jujur,
objektif, mampu mengetahui fakta dan pendapat, ulet, teliti,
bertanggung jawab, kritis, kreatif, inovatif, demokratis, dan
komunikatif) dalam merancang dan melakukan eksperimen dan
budaya yang diwujudkan dalam perilaku sehari-hari
KI 3 Perilaku kooperatif, santun, toleran, cinta damai dan peduli
lingkungan serta hemat dalam memanfaatkan sumber daya alam
KD IPK
3.10 Menjelaskan konsep asam dan 3.10.1 Menjelaskan teori asam dan
basa serta kekuatannya dan basa menurut Arhenius
kesetimbangan pengionannya
dalam larutan
3.10.2 Menjelaskan teori asam dan
basa menurut Bronsted
Lowry
3.10.3 Menjelaskan teori asam
basa menurut Lewis
3.10.4 Menjelaskan kekuatan
asam dan basa
3.10.5 Mendeskripsikan tetapan
kesetimbangan (kw)
3.10.6 Menjelaskan derajat
keasaman (pH)
3.10.7 Menjelaskan reaksi
penetralan
3.10.8 Menghitung pH larutan
asam dan basa
KI 4 Memperlihatkan perilaku responsif, proaktif, dan bijaksana sebagai
bentuk penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan.
4.10 Menganalisis trayek perubahan 4.10.1 Merancang dan melakukan
pH beberapa indikator yang percobaan membuat
indikator asam basa dari
17

diekstrak dari bahan alam bahan alam dan


melalui percobaan melaporkannya
4.10.2 Mengunakan indikator
yang tepat menentukan
keasaman asam/basa
4.10.3 Mengamati perubahan
warna pada indikator dalam
berbagai larutan
4.10.4 Menentukan sifat larutan
berdasarkan pH larutan
6. Validitas
Validitas juga bisa disebut sebagai alat ukur tes yang dilakukan bertujuan
untuk menunjukkan sudah atau belum tercapainya ketepatan dan kecermatan
pada sebuah produk. Alat ukur tes akan tepat apabila hasil dari validitas sudah
mencapai hasil yang tinggi atau baik (Hamzah, 2014). Jadi validitas yang
dimaksud adalah suatu kegiatan dalam mengukur produk untuk mengetahui
sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat. Adapun jenis validasi yaitu
antara lain:
a. Validitas isi (content validity)
Validitas ini akan melakukan tes dengan mengukur penguasaan yang
terdapat dalam materi yang pada dasarnya harus dikuasai selaras dengan
tujuan dari pengajaran.
b. Validitas instruktusional (Instruktutional validity)
Validitas ini merupakan tes validitas yang dilakukan untuk mengukur
seberapa jauh hal-hal yang akan diukur itu sesuai dengan konsep khusus
atau defenisi konseptual yang telah ditetapkan.
c. Validitas Teknis
Validitas ini di tes dengan menggunakan kriteria yang hanya dilihat dari
sisi muka atau tampang dari instrument itu sendiri, yang artinya jika media
dikatakan baik jika hanya dilihat sepintas untuk mengungkap fenomena
yang akan diukur.
18

7. Praktikalitas
Praktikalitas adalah keterpakaian bahan ajar yang telah dikembangkan.
Praktikalitas suatu bahan ajar dapat diketahui apabila peneliti melakukan uji
coba produk terhadap sampel (Yanto, 2019). Penilaian praktikalitas oleh
pendidik guna melihat atau mempertimbangkan bahwa materi bahan ajar yang
dikembangkan tidak sulit dipahami oleh peserta didik dan dapat membantu
pendidik dalam proses belajar mengajar. Praktikalitas oleh peserta didik guna
melihat kemudahan dalam proses pembelajaran oleh peserta didik sebagai
penggunan modul (Afriadi, Lufri et al. 2013).
Ukuran praktikalitas bisa ditentukan dengan memperhatikan aspek-aspek di
bawah ini (Sari 2014):
a. Kemudahan saat menggunakan, terdiri dari: kemudahan dalam mengatur,
menyimpan dan dapat mempergunakannya kapan-kapan saja.
b. Waktu yang terpakai saat penggunaan semestinya tepat dan tidak lama.
c. Tampilan produk yang menarik terhadap peserta didik.
d. Mudah dijelaskan oleh pendidik lain, baik yang pemula ataupun sudah ahli.
B. Penelitian yang Relevan
1. Haritsah Ulya (2017) dengan judul “Pengembangan Modul Kimia Berbasis
Problem Solving Pada Materi Asam Basa Arrhenius”. Hasil penilaian yang
diberikan validator terhadap aspek kesesuaian isi, konstruksi, dan keterbacaan
dari modul hasil pengembangan sudah valid dengan persentase dari masing-
masing aspek berkategori tinggi. Hasil tanggapan yang diberikan guru terhadap
aspek kesesuaian isi, konstruksi, dan keterbacaan berkriteria sangat tinggi. Di
samping itu, tanggapan siswa terhadap aspek keterbacaan dan kemenarikan
juga memiliki kriteria sangat tinggi serta mendapatkan respon postif dari siswa.
Berdasarkan hasil tersebut, modul hasil pengembangan memiliki validitas dan
kepraktisan yang tinggi.
19

2. Syahur Amin, Dwi Ivayana Sari, Mety Liesdiani (2022) dengan judul
“Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Website Menggunakan
Pendekatan Problem Solving pada Materi SPLTV Kelas X”. Hasil validasi
terhadap modul berbasis problem solving respon pendidik sebesar 86,7 % dan
respon peserta didik sebesar 80,8%. Dikatakan efektif karena kemampuan guru
dalam mengelola pembelajaran dan aktivitas siswa pada pembelajaran 1 berapa
pada kategori baik dan pada pembelajaran 2 berada pada kategori sangat baik,
serta ketuntasan belajar siswa secara klasikal tercapai.
3. Nurul Muchlisa, Santih Anggereni, Ali Umar dan Suhardiman (2021) dengan
judul “Pengembangan Media Pembelajaran Pop Up Box Berbasis Problem
Solving Pada Mata Pelajaran Ipa Fisika”. Hasil penelitian dengan teknik
analisis deskriptif diperoleh tingkat kevalidan V= 0,89 dapat dikatakan telah
valid dan layak digunakan. Tingkat kepraktisan diperoleh >50% dari respon
peserta didik. sedangkan tingkat keefektifan diperoleh 80% peserta didik
mendapatkan tes hasil belajar yang memuaskan sehingga dapat meningkatkan
dan memecahkan masalah peserta didik. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, media pembelajaran Pop Up Box berbasis problem solving yang
dikembangkan dapat memenuhi kriteria kevalidan, kepraktisan, dan
keefektifan.
4. Meuthia Kartika Putri, Erviyenni, Sri Haryati, R. Usman Rery, Susilawati
(2017) judul penelitian “Pengembangan LKPD Pembelajaran Kimia Berbasis
Problem Solving Untuk Menunjang Pembelajaran Kelarutan Dan Hasilkali
Kelarutan Di Kelas Xi SMA”. Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ada lah analisis statistik deskriptif, yaitu dengan cara menghitung
persentase nilai validasi. Skor rata-rata penilaian kelima aspek kelayakan
LKPD oleh tim validator, yaitu kelayakan isi, penyajian, didaktis, konstruksi
(kebahasaan) dan teknis (kegrafisan) berturut-turut memiliki nilai kelayakan
89.58%, 93.75%, 90%, 96.67% dan 89.5% dengan rata – rata keseluruhan
20

91.9%. Artinya LKPD yang dikembangkan (LKPD Developed) layak


digunakan pada pembelajaran kimia.
5. Lola anggun nopela (2022) jusul penelitian “Pengembangan Digital Book
Matematika Bangun Sisi Datar Berbasis Problem Solving” Uji praktikalitas dan
uji keefektifan berjumlah 15 orang peserta didik dan 1 orang guru matematika.
berdasarkan hasil penilaian produk dari validator ahli media, materi, dan bahasa
maka diperoleh nilai keseluruhan yaitu 373,8 dengan rata-rata 93,45 % dalam
kriteria sangat valid. Pada lembar angket praktikalitas guru memperoleh skor
sebesar 92,3 % dalam kriteria sangat praktis dan pada lembar angket
praktikalitas 15 orang peserta didik memperoleh skor rata-rata sebesar 83, 46
% dalam kriteria praktis. Berdasarkan hasil nilai test kedua (posttest) terjadi
peningkatan kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Maka
pengembangan digital book matematika bangun sisi datar berbasis problem
solving dapat dinyatakan efektif dan telah memenuhi 3 syarat yaitu nilai
posttest dengan skor 83,33 pada kriteria baik, nilai rata-rata posttest sudah
diatas nilai pretest, dan nilai rata-rata posttest sudah diatas 75 atau sesuai KKM.
Dari hasil penilaian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengembangan digital
book matematika bangun sisi datar berbasis problem solving telah memenuhi
kriteria valid, praktis dan efektif untuk digunakan sebagai media pembelajaran
peserta didik SMP/MTs kelas V
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pengembangan
Dalam penelitian ini, metode yang akan peneliti gunakan adalah penelitian dan
pengembangan (Reaserch and Development). Menurut Sugiyono (2012: 407),
metode penelitian dan pengembangan merupakan metode penelitian yang digunakan
untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut”.
Dengan demikian penelitian ini ditujukan untuk mengembangkan e-modul praktikum
berbasis laboratorium virtual pada materi laju reaksi dengan melewati langkah-
langkah yang sistematis digunakan dan lalu kelayakannya akan diuji kepada siswa.
B. Model Pengembangan
Model pengembangan perangkat menurut Thiagarajan, Semmel dan Semmel
dalam Trianto (2012) adalah model 4-D, model ini terdiri dari 4 tahap pengembangan
yaitu define, design, develop dan desseminate atau sekarang diadaptasi menjadi 4-P
yaitu pendefenisian, perancangan, pengembangan dan penyebaran. Tahap define
(pendefinisian) berisi kegiatan menetapkan ketentuan syarat pada pembelajaran yang
bertujuan untuk membatasi materi pembelajaran. Tahap design (perancangan) berisi
kegiatan merancang produk yang akan dibuat. Tahap develop (pengembangan) berisi
kegiatan tentang hasil akhir dari produk yang dibuat yang harus melewati tahapan
validitas atau revisi dari para ahli. Tahap desseminate (deseminasi) berisi kegiatan
penggunaan produk yang telah disebar dengan skala besar.
C. Prosedur Pengembagan
Berdasarkan model pengembangan 4-D, prosedur penelitian dilakukan da;am tiga
tahap dimulai dari tahap define hingga tahap develop. Prosedur pengembangan
yang dilakukan yaitu:
1. Tahap define (pendefinisian)
Tahap ini adalah tahap awal penentuan masalah dasar yang ada dilapangan.
Terdapat beberapa analisis yang dilakukan pada tahap ini, yaitu:

21
22

a. Analisis awal-akhir
Pada tahap ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan menentukan dasar
permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran. Tahap ini
dilakukan melalui wawancara dengan guru kimia SMA IT Darul Hikmah.
b. Analisis kurikulum
Analisis ini, dilakukan untuk melihat kurikulum yang digunakan oleh
sekolah yang menjadi subjek penelitian
c. Analisis Peserta Didik
Pada tahap ini melihat karakteristik dari peserta didik, baik itu dari
background peserta didik maupun melihat kemampuan kognitifnya. Jika
karakteristik peserta didik sudah dipahami, maka akan lebih memudahkan
dalam membuat bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik peserta didik
sehingga dihasilkan bahan ajar berupa modul berbasis problem solving
pada materi asam dan basa kelas XI untuk SMA/MA.
d. Analisis Konsep
Pada tahap ini untuk mengidentifikasi kesesuaian materi yang diajarkan
dengan kurikulum dan silabus sekolah.
2. Tahap design (perancangan)
Peneliti membuat desain produk yang akan dikembangkan pada tahap ini,
sebagai berikut:
a. Merancang modul berbasis problem solving. Adapun tahap-tahap
perancangannya sebagai berikut:
1) Mendesain cover berupa modul yang terdiri dari logo UMY, gambar-
gambar ilustrasi yang berkaitan dengan materi senyawa asam dan basa
dan judul modul. Cover modul dibuat menggunakan aplikasi canva.
2) Membuat kata pengantar
23

3) Membuat daftar isi


4) Petunjuk penggunaan modul
Petunjuk belajar ini terdiri dari petujuk belajar untuk pendidik dan
petunjuk belajar untuk peserta didik. Pada petunjuk belajar pendidik
akan dijelaskan bagaimana penggunaan modul pada saat mata
pelajaran asam basa . Untuk petunjuk bagi peserta didik seperti arahan
bagaimana menjawab pertanyaan yang ada di modul.
5) Membuat kompetensi yang ingin dicapai
Berisikan Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD),
Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK), dan Tujuan Pembelajaran.
6) Materi mengenai asam dan basa
7) Percobaan
8) Evaluasi
Berisi soal-soal untuk menguji pemahaman peserta didik terhadap
materi asam dan basa
9) Glosarium
10) Daftar Pustaka
11) Biodata Penulis
b. Merancang Instrumen Penelitian
1) Lembar validasi modul kimia berbasis problem solving dan lembar
validasi instrument uji media pembelajaran modul.
2) Lembar angket respon praktikalitas media pembelajarna modul.
3. Tahap develop (pengembangan)
Tahap terakhir yang dilakukan yakni tahap develop. Tahap ini berisi
kegiatan mewujudkan suatu produk akhir yang berupa modul setelah
melewati beberapa tahapan proses. Komponen yang telah dirancang
disatukan dan dijadikan suatu modul awal pada tahapan sebelumnya, akan
melewati tahapan:
24

a. Tahap validasi
Produk awal yang telah siap diciptakan selanjutnya divalidasi oleh
beberapa orang validator. Pada tahap ini terdapat berupa masukan,
anjuran, dan nasihat yang dapat dipakai sebagai fundamen dalam
mengerjakan revisi atas modul yang dikembangkan.
b. Tahap praktikalisasi
Tahapan ini dilakikan setelah tahap validasi. Tahapan yang
dilaksanakan yaitu uji coba produk dengan cara praktikalitas terbatas
dengan peserta didik dalam suatu kelas. Tahap ini dilakukan untuk
mendapati kepraktisan dari modul yang telah dihasilkan. Setelah
dilakukan uji coba dalam pembelajaran, selanjutnya melihat
respon/pendapat peserta didik mengenai produk yang dikembangkan.
Angket respon disebar untuk mengetahui pendapat mengenai modul.
D. Subjek Uji Coba
Modul Kimia berbasis problem solving diuji cobakan kepada peserta didik kelas
XI IPA SMA IT Darul Hikmah. Peneliti bermaksud memakai produk Modul Kimia
Berbasis Problem Solving pada Materi Asam dan Basa SMA/MA.
E. Jenis Data
Jenis data pada penelitian ini adalah kuantitaif dan kualitaif. Data kuantitaif
didapatkan berdasarkan hasil validasi oleh pakar mengenai media pembelajaran yang
dikembangkan, kemudian data praktikalitas yang didapatkan dari siswa melalui
angket respon siswa terhadap media yang dikembangkan. Data kualitatif diperoleh
dari hasil observasi dan wawancara dengan pendidik kimia di SMA IT Darul
Hikmah.

F. Instrumen Pengumpulan Data


1. Lembar Validasi
25

Untuk mengetahui validasi Modul Kimia berbasis problem solving maka


dilakukan validasi oleh tiga orang validator. Pengisian lembar validasi
dianalisis menggunakan skala likert dengan range 0 sampai 4. Adapun aspek–
aspek yang akan divalidasi sesuai dengan tabel 3.1
Tabel 3.1 Aspek validasi modul kimia berbasis problem solving
Metode Instrument
No. Aspek Validasi
Pengumpulan Data Penelitian
1 Aspek kelayakan isi Diskusi dengan ahli Lembar
2 Aspek kelayakan penyajian pendidikan Kimia validasi
3 Aspek kelayakan bahasa
4 .Aspek kelayakan kegrafikan
(BSNP, 2014).
Sebelum lembar validasi modul diisi oleh validator, lembar tersebut juga
perlu divalidasi dengan lembar validasi instrumen uji validitas modul. Lembar
validasi instrumen uji validitas bertujuan untuk melihat kevalidan dari butir
pernyataan pada lembar validasi modul. Lembar validasi ini divalidasi oleh
validator modul yang berjumlah tiga orang. Skala penilaian menggunakan skala
likert dengan range 0 sampai 4. Adapun aspek-aspek yang akan divalidasi
sesuai dengan tabel 3.2
Tabel 3.2 Aspek Validasi Instrumen Penelitian

Metode Instrumen
No. Aspek Validasi
Pengumpulan Data Penelitian
1 Format angket Diskusi dengan ahli Lembar validasi
2 Bahasa yang digunakan pendidikan Kimia
3 Butir pernyataan angket
Sebelum dilakukan uji praktikalitas dengan instrumen penelitian berupa
lembar angket respon, lembar tersebut juga perlu divalidasi dengan lembar
validasi angket. Lembar validasi angket bertujuan untuk melihat kevalidan dari
angket yang telah dirancang. Lembar validasi ini divalidasi oleh dua orang.
Skala penilaian menggunakan skala likert dengan range 0 sampai 4. Adapun
aspek –aspek yang akan divalidasi sesuai dengan tabel 3.2.
26

2. Angket praktikalitas
Angket ini adalah alat bantu penelitian yang terdiri dari beberapa
pertanyaan yang wajib diisi oleh responeden secara individu guna untuk
mengumpulkan data. Tujuan dari survei ini adalah untuk mengetahui apa yang
siswa pikirkan tentang produk yang dibuat peneliti. Sebelum dilakukan uji
praktikalitas, angket harus divalidasi terlebih dahulu. Pengisian angket
menggunakan skala likert dengan range 0 sampai 4. Aspek dari praktikalitas
ada yaitu:
Tabel 3.3 Aspek praktikalitas media pembelajaran modul kimia berbasis
problem solving
No Metode
Aspek praktikalitas pengumpulan Instrumen Penelitian
data
1 Kemudahan penggunaan Angket Lembar angket
2 Tampilan respon
3 Materi pembelajaran
4 Bahasa
G. Teknik Analisis Data
Berikut adalah Teknik analisis data:
1. Analisis Validitas
Informasi yang dikumpulkan dari hasil lembar validasi yang sudah diisi
oleh masing-masing validator akan dihitung. Rumus digunakan untuk mencari
hasil tabulasi:
Σ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑟 𝑖𝑡𝑒𝑚
P= 𝑥 100%
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
Berdasarkan rumus diatas maka didefinisikan dengan kategori:

Interval Kategori
0%-20% Tidak valid
21%-40% Kurang valid
27

41%-60% Cukup valid


61%-80% Valid
81%-100% Sangat valid
(Yusri dan Husaini, 2017)
2. Analisis Praktikalitas
Angket respon siswa atas media pembelajaran modul berbasis problem
solving dikumpulkan dan akan ditabulasi. Hasil ditabulasi dicari dengan
rumus:
Σ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑟 𝑖𝑡𝑒𝑚
P= 𝑥 100%
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
Berdasarkan rumus diatas maka didefinisikan dengan kategori:
Interval Kategori
0%-20% Tidak praktis
21%-40% Kurang praktis
41%-60% Cukup praktis
61%-80% Praktis
81%-100% Sangat praktis
(Yusri dan Husaini, 2017
28

DAFTAR PUSTAKA
Achmaliya, N., Rosilawati. I., dan Kadaritna, N. 2016. Pengembangan Modul Berbasis
Representasi Kimia Pada Materi Teori Tumbukan. Jurnal. Pendidikan
dan pembelajaran Kimia. 5(1): 114-127.
Adriani, D. (2019). "Pengembangan Modul Mata Kuliah Metodologi Penelitian
Pendidikan Berbasis High Order Thinking Skill (HOTS)." Jurnal
Pendidikan Ekonomi 12(1): 27-36
Amrullah, A., S. Hadisaputo and K. I. Supardi (2017). "Pengembangan Modul
Chemireligiousa Terintegrasi Pendidikan Karakter Bervisi SETS."
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia 11(1)
Aris, Shoimin. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.
Yogyakarta : AR-RUZ Media.
Bunterm, T., Wattanathorn, J., Vangpoomyai, P. dan Muchimapura, S. 2012. Impact
of Open Inquiry in Science Education on Working Memory, Saliva
Cortisol and Problem Solving Skill. Original Research Article, Procedia
- Social and Behavioral Science, 46(2): 5387-5391.
Caprioara, D. 2015. Problem Solving Purposea Means of Learning Mathematics in
School. Romania Journal of Social and Behavioral Science University
of Ovidius Constanta, 191: 1859-1864.
Celikler, D. 2010. The effect of worksheets Developed For The Subject Of Chemical
Compounds On Student Achievement And Permanent Learning.
International Journal Of Educology, (1): 42-51.
Choiriawati, F. D. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving pada Materi
Asam-Basa dalam Meningkatkan Keterampilan Mengelompokkan dan
Mengkomunikasikan. Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Depdiknas (2008). Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta, Direktorat
Pembinaan SMA Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah.
29

Fauziah, R. A. G., dan Hakim, D. L. 2013. Pembelajaran Saintifik Elektronika Dasar


Berorientasi Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Innovation of
Vocational Technology Education, 9(2): 165-178.
Gafur, A. 2010.Pengembangan Media Pembelajaran. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta
Hairida, H. (2016). "The effectiveness using inquiry based natural science module with
authentic assessment to improve the critical thinking and inquiry skills
of junior high school students." Jurnal Pendidikan IPA Indonesia 5(2):
209-215
Hamzah, A. & Muhlisrarini. (2014). Perencanaan dan Strategi Pemblajaran
Matematika. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Khotim, H. N., S. Nurhayati and S. Hadisaputro (2015). "Pengembangan Modul Kimia
Berbasis Masalah Pada Materi Asam Basa." Chemistry in Education
4(2): 63-69
Khumairah, F., T. Suhery and M. Hadeli (2014). "Pengembangan Modul Kimia Dasar
Materi TermoKimia Berbasis Keterampilan Berpikir Kritis Untuk
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia." Jurnal Penelitian
Pendidikan Kimia: Kajian Hasil Penelitian Pendidikan Kimia 1(2): 115-
125.
Kurniawati, F. E. and M. Miftah (2015). "Pengembangan bahan ajar aqidah ahklak di
madrasah ibtidaiyah." Jurnal Penelitian 9(2): 367-388.
Mandler, D., R. Mamlok-Naaman, R. Blonder, M. Yayon and A. Hofstein (2012).
"High-School Chemistry Teaching Through Environmentally Oriented
Curricula." Chemistry Education Research and Practice 13(2): 80-92.
Marsita, R. A., Priatmoko, S., dan Kusuma, E. 2010. Analisis Kesulitan Belajar Kimia
Siswa SMA dalam Memahami Materi Larutan Penyangga dengan
Menggunakan Two-Tier Multiple Choice Diagnostic Instrument. Jurnal
Inovasi Pendidikan Kimia. 4(1): 512-520.
30

Ngalimun. 2016. Startegi dan Model Pembelajaran. Banjarmasin : Aswaja.


Ningtyas, R., T. N. H. Yunianta and W. Wahyudi (2014). "Pengembangan Handout
Pembelajaran Tematik Untuk Siswa Sekolah Dasar Kelas III."
Scholaria: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan 4(3): 42-53.
Novratilova, D., Kadaritna, N., dan Tania, L. 2015. Efektifitas Problem Solving dalam
Meningkatkan Keterampilan Mengelompokkan dan Me- nyimpulkan
pada Asam Basa. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Kimia, 4 (1):
782- 794.
Nurmaulana, F. 2011. Profil Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMA pada
Pembelajaran Pencemaran Tanah dengan Model Creative Problem
Solving. Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Pratiwi, P. H., N. Hidayah and A. Martiana (2017). "Pengembangan Modul Mata
Kuliah Penilaian Pembelajaran Sosiologi Berorientasi HOTS."
Cakrawala Pendidikan(2).
Ristiyani, E., dan Bah riah, E. S. 2016. Analisis kesulitan Belajar Kimia Siswa Di
SMAN X Kota Tangerang Selatan. Jurnal Penelitian dan Pembelajaran
IPA UIN Syarif Hidayatullah, 2(1) : 18-29.
Rusda, Q., dan Utiya, A. 2012. Implementation of Problem Solving Model to Train
Students Creative Thingking Skill. Unesa. Jurnal of Chemical
Education. FMIPA Unesa, 1(2): 40-45
Sanjaya W. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Prenada Media Group
Sari, F. A. (2014). "Pengembangan Multimedia Interaktif Dalam Pembelajaran
Mengoperasikan Sistem Pengendali Elektronik di SMK Negeri 1
Padang." Pendidikan Teknik Elektro 2(1)
Suryani, D. I., T. Suhery and A. R. Ibrahim (2014). "Pengembangan Modul Kimia
Reaksi Reduksi Oksidasi Kelas X SMA." Jurnal Penelitian Pendidikan
Kimia: Kajian Hasil Penelitian Pendidikan Kimia 1(1): 18--28.
31

Susilo, A., S. Siswandari and B. Bandi (2016). "Pengembangan Modul Berbasis


Pembelajaran Saintifik Untuk Peningkatan Kemampuan Mencipta
Siswa Dalam Proses Pembelajaran Akuntansi Siswa Kelas XII SMA NI
Slogohimo 2014." Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial 26(1): 50-56.
Tim Penyusun. 2014. Permendikbud No. 59 tahun 2014 Lampiran III Tentang PMP
Mata Pelajaran Kimia SMA. Jakarta : Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia
Weerawardhana, Anula, Ferry B. dan Christine B. 2006. Use of visualization software
to support understanding of chemical equilibrium: the importance of
appropriate teaching strategies. Proceedings of The 23rd Annual
Ascilite Conference. The University of Sydney, 1-10.
Wena, M, (2014). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Bumi Aksara, Jakarta.
Widana, I. W., I. M. Y. Parwata, N. N. Parmithi, I. G. A. T. Jayantika, K. Sukendra
and I. W. Sumandya (2018). "Higher order thinking skills assessment
towards critical thinking on mathematics lesson." International Journal
Of Social Sciences And Humanities 2(1): 24-32.
Yusri, R. and A. Husaini (2017). "Pengembangan Multimedia Interaktif Menggunakan
Microsoft Power Point Dalam Pembelajaran Matematika Kelas X MA
KM Muhammadiyah Padang Panjang." Jurnal IPTEK Terapan 11(1): 1-
8
Zulkifli, M. I. Rudibyani, R. B., dan Efkar, T. 2017. Penerapan Model Problem Solving
dalam Meningkatkan Penguasaan Konsep Materi Asam Basa
Arrhenius. Journal Pendidikan dan Pembelajaran Kimia. Program Studi
Pendidikan Kimia FKIP Unila, 7(1): 50-62
32

Anda mungkin juga menyukai