TENTANG
Menimbang : a. bahwa Pelayanan Anestesi dan Bedah merupakan salah satu unit
pelayanan yang harus mendukung pelayanan Rumah sakit Dr komang
makes secara keseluruhan, maka diperlukan penyelenggaraan
pelayanan anestesi dan bedah yang bermutu tinggi;
Memutuskan……2
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : Keputusan Kepala Rumah sakit Dr Komang makes nomor 30 tahun 2017
tentang Pemeberlakuan Pedoman Pelayanan Anestesiologi di Rumah
sakit Dr Komang makes
KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila dikemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Belawan
drg.Yeti Triatni,Sp.Ort
Letkol laut(K/W)NRP 12818
BAB I
2
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi saat ini, menuntut para pemberi pelayanan
kesehatan agar memberikan pelayanan yang bermutu. Oleh karena itu, dalam
rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, peningkatan mutu
kualitas layanan merupakan salah satu aspek yang sangat penting. Rumah
sakit sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan yang mempunyai
fungsi rujukan harus dapat memberikan pelayanan yang profesional dan
berkualitas. Sejalan dengan upaya tersebut, agar para tenaga kesehatan di
rumah sakit dapat memberikan pelayanan prima bagi para pasiennya,
diperlukan adanya suatu pedoman pelayanan kesehatan yang dapat
digunakan sebagai acuan dalam setiap tindakan yang dilakukan. 1
B. Tujuan
3
1. Meningkatkan kualitas pelayanan pasien
2. Menerapkan budaya keselamatan pasien
3. Menstandarisasi layanan kesehatan di rumah sakit yang sesuai dengan
akreditasi
D. Batasan Operasional
4
7. Kredensial adalah penilaian kompetensi/kemampuan (pengetahuan,
ketrampilan, perilaku profesional) profesi didasarkan pada kriteria yang
jelas untuk memverifikasi informasi dan mengevaluasi seseorang yang
meminta atau diberikan kewenangan klinik.
8. Standar prosedur operasional adalah suatu perangkat instruksi/langkah-
langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin
tertentu, berdasarkan standar kompetensi, standar pelayanan kedokteran
dan pedoman nasional yang disusun, ditetapkan oleh rumah sakit sesuai
kemampuan rumah sakit dengan memperhatikan sumber daya manusia,
sarana, prasarana dan peralatan yang tersedia.
9. Pelayanan pra-anestesia adalah penilaian untuk menentukan status
medis pra anestesia dan pemberian informasi serta persetujuan bagi
pasien yang memperoleh tindakan anestesia.
10. Pelayanan intra anestesia adalah pelayanan anestesia yang dilakukan
selama tindakan anestesia meliputi pemantauan fungsi vital pasien
secara kontinu.
11. Pelayanan pasca-anestesia adalah pelayanan pada pasien pasca
anestesia sampai pasien pulih dari tindakan anestesia.
12. Pelayanan kritis adalah pelayanan yang diperuntukkan bagi pasien sakit
kritis.
13. Pelayanan tindakan resusitasi adalah pelayanan resusitasi pada pasien
yang berisiko mengalami henti jantung meliputi bantuan hidup dasar,
lanjut dan jangka panjang.
14. Pelayanan anestesia/analgesia di luar kamar operasi adalah tindakan
pemberian anestetik/analgesik di luar kamar operasi.
15. Pelayanan penatalaksanaan nyeri adalah pelayanan penanggulangan
nyeri, terutama nyeri akut, kronik dengan prosedur intervensi
(interventional pain management).
16. Pengelolaan akhir kehidupan adalah pelayanan tindakan penghentian
atau penundaan bantuan hidup.
5
E. Landasan Hukum
1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 519 /Menkes/Per/III/2011 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di
Rumah Sakit
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi SDM
Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit dilaksanakan
dengan pendekatan tim yang terdiri dari dokter spesialis anestesiologi
dan/atau dokter peserta program pendidikan dokter spesialis anestesiologi
serta dapat dibantu oleh perawat anestesia.
1. Pemberian Wewenang
Pelayanan anestesia adalah tindakan medis yang harus dilakukan oleh
dokter spesialis anestesiologi, kewenangan dapat didelegasikan kepada
penata anestesi Anestesiologi sesuai dengan kompetensinya di bawah
supervise dokter spesialis anestesiologi.
1) Tugas :
- Mengkoordinasi kegiatan pelayanan anestesiologi sesuai dengan
sumber daya manusia, sarana, prasarana dan peralatan yang
tersedia
- Melakukan koordinasi dengan bagian terkait.
2) Tanggung jawab :
- Menjamin kompetensi sumber daya manusia yang melaksanakan
pelayanan anestesiologi;
- Menjamin sarana, prasarana dan peralatan sesuai dengan
kebutuhan pelayanan dan standar;
- Menjamin dapat terlaksananya pelayanan anestesiologi dan
terapi intensif yang bermutu dengan mengutamakan keselamatan
pasien;
- Menjamin terlaksananya program kendali mutu dan kendali biaya;
6
- Meningkatkan dan mengembangkan kompetensi sumber daya
manusia pelayanan anestesiologi secara berkesinambungan.
b. Penata anestesi
Merupakan tenaga keperawatan yang telah menyelesaikan
pendidikan dan ilmu keperawatan anestesi.
7
B. Distribusi Ketenagaan
Dokter spesialis Anestesi berjumlah satu orang, melaksanakan pelayanan
anestesi elektif dan On Call di luar jam kerja.
Penata anestesi berjumlah 1 orang, melaksanakan pelayanan anestesi elektif
dan On Call di luar jam kerja.
C. Pengaturan Jaga
Dokter spesialis Anestesi berjumlah satu orang, melaksanakan pelayanan
anestesi elektif pada jam kerja dan bertugas On Call di luar jam kerja.
Penata anestesi berjumlah 1 orang, melaksanakan pelayanan anestesi elektif
pada jam kerja, setiap hari bertugas melakukan persiapan dan tindakan
anestesi untuk semua kamar mulai dari persiapan obat, mesin, peralatan.
8
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
R. ANESTESI
R. PREMEDIKASI
RR
5. Laringoskop dewasa dengan daun lengkang ukuran 1-4, bougie dan LMA
9
½, 8, 8 ½, 9, 9 ½
14. Stetoskop
17. Termometer
21. EKG
24 Medicine troley
25 Resuctation Set
26 Intubation Set
28 Monitor EKG
29 Tabung N2O
30 Sungkup muka
32 Tourniquet
10
37 O2 + gas-gas medik
39 Stetokosp
BAB IV
11
Pelayanan anestesia peri-operatif merupakan pelayanan anestesia yang
mengevaluasi, memantau dan mengelola pasien pra, intra dan pasca anestesia serta
terapi intensif dan pengelolaan nyeri berdasarkan keilmuan yang multidisiplin.
1. Pra-Anestesia
a. Dokter spesialis anestesiologi dan tim pengelola harus tetap berada di kamar
operasi selama tindakan anestesia umum dan regional serta prosedur yang
memerlukan tindakan sedasi.
12
b. Selama pemberian anestesia harus dilakukan pemantauan dan evaluasi
secara kontinual terhadap oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu dan perfusi
jaringan, serta didokumentasikan pada catatan anestesia.
c. Pengakhiran anestesia harus memperhatikan oksigenasi, ventilasi, sirkulasi,
suhu dan perfusi jaringan dalam keadaan stabil.
3. Pelayanan Pasca-Anestesia
B. Pelayanan Kritis
BAB V
LOGISTIK
1. Instalasi Farmasi
Untuk kebutuhan obat-obatan, alat-alat kesehatan, desinfectan, dan lain-lain,
disediakan oleh instalasi farmasi.
2. Ruang Penyeterilan
Ruang penyeterilan bertanggungjawab menyediakan barang berupa: linen steril
dan non steril, kassa steril, instrumen steril dan alat lain yang perlu dilakukan
penyeterilan.
15
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
1. Manajemen Kepegawaian
16
anestesi harus memberitahukan kepada pasien bahwa pendelegasian
tugas ini termasuk dalam pelayanan anestesi oleh Tim Anestesi.
5. Perawatan Pasca-anestesi
a. Perawatan pasca-anestesi rutin didelegasikan kepada perawat pasca-
anestesi.
b. Evaluasi dan tatalaksana komplikasi pasca-anestesi merupakan
tanggung jawab anestesiologis.
17
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
1. Untuk alat-alat yang menggunakan listrik harus memakai arde dan stabilisator.
2. Dalam melakukan pelayanan harus memakai pelindung sesuai Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
3. Penataan ruang, aksesibilitas, penerangan dan pemilihan material harus sesuai
dengan ketentuan yang mengacu pada keselamatan pasien.
18
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Mutu pelayanan adalah ukuran dari penilaian atas beberapa unit pelayanan,
penilaian mutu erat hubungan dengan proses penyusunan standar pelayanan,
meliputi empat langkah utama, yaitu menentukan kebutuhan dan lingkup standar,
menyusun standar, menerapkan standar, evaluasi, dan pembaruan (updating)
standar. Untuk tercapainya akreditasi rumah sakit, perlu dilakukan berbagai kegiatan
dimulai dari menata dokumentasi seluruh kegiatan rumah sakit sampai hal-hal yang
menunjung akreditasi baik budaya kerja maupun kebutuhan fisik yang diperlukan.
19
BAB IX
PENUTUP
Ditetapkan di : Belawan
drg.Yeti Triatni,Sp.Ort
Letkol laut(K/W)NRP 12818
20
PELAYANAN ANESTESI SELAMA PROSEDUR INTERVENSI YANG NYERI
UNTUK DEWASA4
21
anestesi intravena dan MAC (misalnya: blok fleksus brakialis, blok saraf sciatica,
teknik kateterisasi kontinu tertentu).
TUJUAN3
PRINSIP-PRINSIP
PENDAHULUAN3
23
PEDOMAN (UNTUK SEDASI SEDANG DAN BERAT / DALAM)
24
viii. Penandatanganan surat persetujuan tindakan (informed consent)
ix. Pemberian pre-medikasi dan antibiotik profilaksis, sesuai indikasi.
x. Dukungan psikologis7
xi. Pencatatan di rekam medis pasien.9
2. Konseling pasien
a. Mengenai risiko, keuntungan, keterbatasan, dan alternatif yang ada
3. Puasa pre-prosedur (lihat lampiran 4)
a. Prosedur elektif: mempunyai waktu yang cukup untuk pengosongan
lambung
b. Situasi emergensi: berpotensi terjadi pneumonia aspirasi, pertimbangkan
dalam menentukan tingkat / kategori sedasi, apakah perlu penundaan
prosedur, dan apakah perlu proteksi trakea dengan intubasi. 3
4. Pencatatan dan pemantauan anestesi intra-operatif / intra-prosedur
a. Data yang harus dicatat dengan interval yang teratur dan kontinu
selamaprosedur dilakukan:
i. Peninjauan ulang mengenai kondisi pasien sebelum melakukan inisiasi
tindakan anestesi
Reevaluasi pasien
Periksa kembali kesiapan dan kelengkapan peralatan, obat, dan
suplai oksigen
26
Pemantauan karbondioksida yang diekspirasi untuk semua pasien
EKG untuk semua pasien
5. Evaluasi pasca-anestesi
a. Evaluasi pasien setelah keluar dari ruang prosedur / operasi 7
b. Pasien dipindahkan ke ruang rawat pasca-anestesi (PACU)
c. Selama transfer, pasien harus didampingi oleh salah satu anggota Tim
Anestesi yang paham mengenai kondisi pasien.
d. Pasien harus terus dievaluasi selama transfer dengan pemantauan dan
peralatan yang mendukung kondisi pasien.
e. Saat tiba di PACU, lakukan pencatatan akan status dan kondisi pasien
f. Transfer informasi mengenai kondisi pre-operatif, selama operasi /
prosedur, dan pemberian anestesi kepada perawat di PACU.
g. Anggota Tim Anestesi harus tetap tinggal di PACU sampai tanggung jawab
perawatan pasien selanjutnya diserahkan ke perawat PACU
h. Evaluasi dan pemantauan kondisi pasien secara kontinu:
i. Pencatatan sesuai kronologis mengenai tanda vital (oksigenasi, jalan
napas, ventilasi, sirkulasi, temperatur tubuh) dan tingkat kesadaran
pasien
ii. Penilaian oksigenasi dapat menggunakan oksimetri denyut
iii. Pencatatan sesuai kronologis mengenai obat-obatan yang diberikan,
dosis, dan jalur pemberiannya
iv. Jenis dan jumah cairan intravena yang diberikan, termasuk produk darah
i. Evaluasi kejadian-kejadian tidak biasa, termasuk komplikasi pasca-
anestesi/ pasca-prosedur.
j. Terdapat kebijakan untuk memastikan ketersediaan dokter yang dapat
menangani komplikasi dan melakukan resusitasi kardiopulmoner di PACU
k. Supervisi medis secara umum dan koordinasi perawatan pasien di PACU
oleh anestesiologis
l. Kunjungan pasca-anestesi oleh dokter.
m. Lakukan pencatatan yang akurat dan sesuai kronologis 10
27
6. Personel / petugas
a. Sebaiknya terdapat petugas anestesi non-dokter yang ikut hadir dalam
proses anestesi, bertugas untuk memantau pasien sepanjang prosedur
berlangsung.
b. Memiliki kemampuan untuk mempertahankan patensi jalan napas,
melakukan ventilasi tekanan positif, dan resusitasi (bantuan hidup lanjut)
selama prosedur berlangsung.
c. Petugas ini boleh membantu dengan melakukan tugas-tugas ringan lainnya
saat pasien telah stabil
d. Untuk sedasi berat / dalam: petugas yang melakukan pemantauan tidak
boleh diberikan tugas / pekerjaan lain.
7. Pelatihan
a. Farmakologi obat-obatan anestesi dan analgesik
b. Farmakologi obat-obatan antagonis yang tersedia
c. Keterampilan bantuan hidup dasar
d. Keterampilan bantuan hidup lanjut
e. Untuk sedasi berat / dalam: keterampilan bantuan hidup lanjut di kamar
tindakan / prosedur.
8. Peralatan emergensi (lihat lampiran 5)
a. Suction, peralatan patensi jalan napas dengan berbagai ukuran, ventilasi
tekanan positif
b. Peralatan intravena, obat-obatan antagonis, dan obat-obatan resusitasi
dasar
c. Peralatan intubasi
d. Defibrillator yang tersedia setiap saat dan dapat segera dipakai (untuk
pasien-pasien dengan penyakit kardiovaskular)
e. Untuk sedasi berat / dalam: defibrillator tersedia setiap saat dan dapat
segera dipakai (untuk semua pasien)
9. Oksigen tambahan
a. Tersedianya peralatan oksigenasi
b. Pemberian oksigen tambahan jika terjadi hipoksemia
28
c. Untuk sedasi berat / dalam: pemberian oksigen kepada semua pasien
(kecuali dikontraindikasikan)
29
i. Obat induksi inhalasi yang paling sering digunakan adalah sevoflurane,
karena tidak terlalu iritatif terhadap bronkus (jika dibandingkan dengan obat
inhalasi lainnya).11
j. Tanpa memandang rute pemberian dan tingkat sedasi yang diinginkan,
pasien dengan sedasi berat harus dipantau secara konsisten, termasuk
penanganan jika pasien jatuh dalam keadaan anestesi umum.
13. Akses intravena
a. Pemberian obat sedasi melalui jalur intravena: pertahankan akses intravena
dengan baik selama prosedur hingga pasien terbebas dari risiko depresi
kardiorespirasi.
b. Pemberian obat sedasi melalui jalur lain: keputusan diambil berdasarkan
kasus per-kasus.
c. Tersedia personel / petugas yang memiliki keterampilan / keahlian
mengakses jalur intravena
14. Obat antagonis: tersedia nalokson dan flumazenil jika pasien diberikan obat
opioid / benzodiazepin.
15. Pemulihan
a. Observasi sampai pasien terbebas dari risiko depresi sistem
kardiorespirasi
b. Oksigenasi harus dipantau secara rutin dan teratur sampai pasien
terbebas dari risiko hipoksemia
c. Ventilasi dan sirkulasi harus dipantau secara rutin dan teratur sampai
pasien diperbolehkan pulang.
d. Gunakan kriteria pemulangan yang sesuai untuk meminimalisir risiko
depresi kardiovaskular / pernapasan setelah pasien dipulangkan. (lihat
lampiran 6).
16. Situasi khusus
a. Masalah medis berat yang mendasari (usia sangat lanjut, penyakit
jantung/ paru/ ginjal hepar yang berat): konsultasikan dengan spesialis
yang sesuai
b. Risiko gangguan kardiovaskular / pernapasan yang berat atau
diperlukannya ketidaksadaran total pada pasien untuk menciptakan
kondisi operasi yang memadai: konsultasikan dengan anestesiologis. 3
30
AUDIT DAN REVISI3
1. Dilakukan oleh Anggota Tim Audit yang telah ditunjuk oleh ASA.
2. Anggota tim ini meliputi:
a. Anestesiologis di RS swasta atau RS Pendidikan / Pemerintah
b. Gastroenterologis
c. Metodologis
3. Tugas yang diamanatkan:
a. Meninjau ulang bukti-bukti yang ada
b. Memperoleh opini dari diskusi panel konsultan, termasuk deokter non-
anestesiologis dan dokter gigi yang secara rutin memberikan obat sedasi
– analgesik, juga anestesiologis dengan minat khusus terhadap sedasi –
analgesik
c. Membentuk konsensus di dalam komunitas dokter yang bersinggungan
dengan pedoman ini.
4. Proses merevisi dan memperbaharui pedoman ini terdiri dari 5 langkah:
a. Menganalis dan meninjau ulang studi riset yang relevan dengan revisi dan
pembaharuan. Hanya artikel yang relevan dengan pemberian obat sedasi
oleh non-anestesiologis yang dievaluasi.
b. Pada diskusi panel, para konsultan diminta untuk:
i. Berpartisipasi dalam survei mengenai efektifitas dan keamanan
metode / intervensi yang digunakan untuk proses sedasi-analgesik.
ii. Meninjau ulang dan memberikan pendapat mengenai naskah
pelaporan yang disusun oleh Tim Audit
c. Tim Audit menyelenggarakan forum ilmiah terbuka di dua pertemuan
nasional utama untuk mengumpulkan masukan mengenai rekomendasi
penyusunan nakah.
d. Konsultan mengikuti survei untuk mengutarakan pendapat mereka
mengenai implementasi kelayakan dan finansial dari penerapan pedoman
yang telah direvisi dan diperbaharui.
e. Keseluruhan informasi ini digunakan oleh Tim Audit untuk memfinalisasi
penyusunan Pedoman.
31
32
LAMPIRAN 1
Anggota Tim Anestesi lainnya yang dapat terlibat dalam perawatan peri-anestesi:
1. Teknisi anestesi
2. Petugas pembantu anestesi (anesthesia aides)
3. Teknisi pemeriksaan gas darah (blood gas technicians)
4. Teknisi manajemen pernapasan (respiratory technicians)
5. Teknisi mesin monitor (monitoring technicians)
33
LAMPIRAN 2
34
‘PENGARAHAN’ MEDIS (oleh anestesiologis)
35
LAMPIRAN 3
Pemberian ventilasi tekanan positif (VTP), dengan atau tanpa intubasi trakea
mungkin diperlukan jika timbul gangguan pernapasan selama proses pemberian
sedasi /analgesik.
1. VTP ini dapat lebih sulit dilakukan pada pasien dengan anatomi jalan napas yang
atipikal / tidak lazim
2. Abnormalitas jalan napas dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya obstruksi
jalan napas saat ventilasi spontan
3. Beberapa faktor yang dapat menimbulkan kesulitan dalam manajemen jalan
napas antara lain:
a. Riwayat pasien
i. Adanya masalah dengan anestesi / sedasi sebelumnya
ii. Stridor, mengorok (snoring), apnea saat tidur (sleep apnea)
iii. Artritis rematoid yang lanjut / berat
b. Pemeriksaan fisik
i. Habitus / postur tubuh: obesitas yang signifikan (terutama di struktur
wajah dan leher)
ii. Kepala dan leher:
Leher pendek
Eksensi leher terbatas
Pendeknya jarak antara mentalis -hyoid (< 3 cm pada dewasa)
Massa di leher
Penyakit / trauma pada tulang spinal servikal
Deviasi trakea
Gambaran wajah dismorfik (misalnya: sindrom Pierre-Robin)
iii. Mulut
36
Pembukaan kecil (< 3 cm pada dewasa)
Gigi seri yang menonjol / maju (protruding)
Gigi yang goyang
Menggunakan peralatan gigi (misalnya: kawat, gigi palsu)
Lengkung langit-langit yang tinggi
37
LAMPIRAN 4
38
LAMPIRAN 5
40
LAMPIRAN 6
1. Prinsip umum
a. Pengawasan medis dalam fase pemulihan dan pemulangan pasien setelah
pemberian sedasi sedang / dalam merupakan tanggung jawab dokter yang
melakukan sedasi.
b. Ruang pemulihan harus dilengkapi dengan monitor dan peralatan resusitasi
yang adekuat
c. Pasien yang menjalani sedasi sedang atau dalam harus dipantau sampai
criteria pemulangan terpenuhi.
i. Durasi dan frekuensi pemantauan harus disesuaikan dengan masing-
masing pasien bergantung pada tingkat sedasi yang diberikan, kondisi
umum pasien, dan intervensi / prosedur yang dilakukan
ii. Oksigenasi harus dipantau sampai pasien terbebas dari risiko depresi
pernapasan
d. Tingkat kesadaran, tanda vital, dan oksigenasi (jika diindikasikan) harus
dicatat dengan rutin dan teratur
e. Perawat atau petugas terlatih lainnya yang bertugas memantau pasien dan
mengidentifikasi adanya komplikasi harus dapat hadir / mendampingi pasien
hingga kriteria pemulangan terpenuhi.
f. Petugas yang kompeten dalam menangani komplikasi (misalnya
mempertahankan patensi jalan napas, memberikan ventilasi tekanan positif)
harus dapat segera hadir kapanpun diperlukan hingga kriteria pemulangan
terpenuhi.
41
2. Kriteria Pemulangan Pasien
a. Pasien harus sadar dan memiliki orientasi yang baik. Bayi dan pasien dengan
gangguan status mental harus kembali ke status semula /awal (sebelum
menjalani anestesi / analgesik). Dokter dan keluarga harus menyadari
bahwapasien anak-anak yang memiliki risiko obstruksi jalan napas harus
duduk dengan posisi kepala menunduk ke depan.
b. Tanda vital harus stabil
c. Penggunaan sistem skoring dapat membantu pencatatan untuk kriteria
pemulangan
d. Telah melewati waktu yang cukup (hingga 2 jam) setelah pemberian terakhir
obat antagonis (nalokson, flumazenil) untuk memastikan bahwa pasien tidak
masuk ke fase sedasi kembali setelah efek obat antagonis menghilang.
e. Pasien rawat jalan boleh dipulangkan dengan didampingi oleh orang dewasa
yang dapat mengantarkan pasien sampai ke rumah dan dapat melaporkan jika
terjadi komplikasi pasca-prosedur.
f. Pasien rawat jalan dan pendampingnya harus diberikan instruksi tertulis
mengenai diet pasca-prosedur, obat-obatan, aktivitas, dan nomor telepon
yang dapat dihubungi jika terjadi keadaan emergensi.
42
REFERENSI
43
44