Anda di halaman 1dari 22

I.

Konsep Dasar Penyakit


A. Pengertian
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Mansjoer, 2007). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik (Price dan Wilson, 2006).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa.Fraktur dapat dibagi menjadi :
1. Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya megalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).
2. Fraktur tidak komplit (inkomplit) adalah patah yang hanya terjadi pada
sebagian dari garis tengah tulang.
3. Fraktur tertutup (closed) adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar atau bila jaringan kulit yang berada diatasnya/
sekitar patah tulang masih utuh.
4. Fraktur terbuka (open/compound) adalah hilangnya atau terputusnya
jaringan tulang dimana fragmen-fragmen tulang pernah atau sedang
berhubungan dengan dunia luar.Fraktur terbuka dapat dibagi atas tiga
derajat, yaitu :
a. Derajat I
1) Luka < 1 cm
2) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
3) Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kontinuitif ringan
4) Kontaminasi minimal

b. Derajat II
1) Laserasi > 1 cm
2) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
3) Fraktur kontinuitif sedang
4) Kontaminasi sedang

c. Derajat III
1) Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur
kulit, otot, dan neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi.
Fraktur derajat III terbagi atas :
a) IIIA : Fragmen tulang masih dibungkus jaringan lunak
b) IIIB : Fragmen tulang tak dibungkus jaringan
lunak terdapat pelepasan lapisan periosteum,
fraktur kontinuitif
c) IIIC : Trauma pada arteri yang membutuhkan
perbaikan agar bagian distal dapat diperthankan,
terjadi kerusakan jaringan lunak hebat.

B. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan
tidak langsung dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau
luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor.
Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma
terutama pada anak-anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan.
Menurut (Doenges, 2000) adapun penyebab fraktur antara lain :
1. Trauma Langsung, yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian
tersebut mendapat ruda paksa misalnya benturan atau pukulan pada
anterbrachi yang mengakibatkan fraktur.
2. Trauma Tak Langsung, yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah
tulang ditempat yang jauh dari tempat kejadian kekerasan.
3. Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal
(kongenital,peradangan, neuplastik dan metabolik)

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari faktur , menurut (Brunner and Suddarth, 2002) :
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai almiah yang di rancang utuk meminimalkan gerakan antar
fregmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat di gunakan dan
cenderung bergerak secara alamiah (gerak luar biasa) bukanya tetap
rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen tulang pada fraktur
lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun
teraba) ekstermitas yang bisa diketahui membandingkan ekstermitas
yang normal dengan ekstermitas yang tidak dapat berfungsi dengan
baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang
tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat
fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu samalain sampai 2,5-
5 cm (1-2 inchi).
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya (uji krepitus dapat mengaibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat).
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat
trauma dari pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.

D. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma.
Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper
mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak
tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya :
patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak
berkontraksi. (Doenges, 2000).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak
juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-
sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur
yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Carpenito, 2000).
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan
Trauma langsung Trauma tdk langsung Kondisi patologis
asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer.
Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan
Fraktur
tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg
mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi
ini dinamakan
Diskontinuitas tulang sindrom kompartemen (Brunner
Pergeseran fragmen tlg& suddarth, 2002).
Nyeri Akut

Perubahan jaringan sekitar Kerusakan fragmen tlg

Pergeseran fragmen tulang Spasme otot Tekanan sumsum tulang


lbh tinggi dari kapiler
Deformitas Peningkatan tek kapiler
Melepaskan katekolamin

Ggn fungsi ekstermitas Pelepasan histamin Metabolisme asam lemak

Hambatan mobilitas fisik Protein plasma hilang Bergabung dg trombosit

Laserasi kulit Edema Emboli

E. Pathway Penekanan pembuluh darah Menyumbat pembuluh


darah

Mengenai jaringan kutis dan sub kutis Ketidakefektifan perfusi


Kerusakan integritas
kulit jaringan perifer

Perdarahan
Resiko Infeksi
Kehilangan volume cairan

Resiko syok
(hipovolemik)
F. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (PERMENKES RI, 2014) pemeriksaan diagnosik meliputi :
1. Foto polos
Umumnya dilakukan pemeriksaan dalam proyeksi AP dan lateral,
untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.
2. Pemeriksaan radiologi lainnya
Sesuai indikasi dapat dilakukan pemeriksaan berikut, antara lain :
radioisotope scanning tulang, tomografi, artrografi, CT-scan, dan
MRI, untuk memperlihatkan fraktur dan mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
3. Pemeriksaan darah rutin dan golongan darah
Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).
Peningkatan sel darah putih adalah respon stress normal setelah
trauma.
4. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah.

G. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan
pengembalian fungsi dan kekuatan.
1. Rekognisi (Pengenalan)
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan
diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur
tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang
nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.
2. Reduksi fraktur (setting tulang)
Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen
tulang ke posisinya dengan manipulasi dan traksi manual. Reduksi
terbuka dilakukan dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi
alat fiksasi interna (ORIF) dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku,
atau batangan logam untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
3. Retensi (Imobilisasi fraktur)
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna
(OREF) meliputi : pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu pin, dan
tehnik gips atau fiksator ekterna. Implan logam dapat digunakan untuk
fiksasi interna (ORIF) yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur yang dilakukan dengan pembedahan.
4. Rehabilitasi (Mempertahankan dan mengembalikan fungsi)
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak.
Latihan isometric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan
atrofi disuse dan meningkatkan aliran darah. Partisipasi dalam aktivitas
hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi
dan harga diri.

I. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian Keperawatan
1. Data Subjektif
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas :
a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah
rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung
dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan :
(1) Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi
yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
(2) Quality of Pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan
atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar,
berdenyut, atau menusuk.
(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana
rasa sakit terjadi.
(4) Severity (Scale) of Pain : seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
(5) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
d) Riwayat Penyakit Dahulu
e) Riwayat Penyakit Keluarga
f) Riwayat Psikososial
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan
terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat
steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga
atau tidak.
(2) Pola Nutrisi
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi,
protein, vitamin C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi
klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein
dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama
pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada
pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji
frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada
kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
(4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan
gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan
kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan
obat tidur.
(5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka
semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan
kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain.
Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien
terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding
pekerjaan yang lain
(6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap.
(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image).
(8) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama
pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain
tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur
(9) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa
melakukan hubungan seksual karena harus menjalani
rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya
(10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan
dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri
dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang
ditempuh klien bisa tidak efektif.
(11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan
kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi
dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri
dan keterbatasan gerak klien.

2. Data Objektif
a. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat
(lokalis).
1) Keadaan umum : baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-
tanda, seperti :
a) Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, kompos
mentis tergantung pada keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang,
berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk.
2) Pemeriksaan head-to-toe :
a) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak
ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
b) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
(karena tidak terjadi perdarahan).
c) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
d) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak
ada lesi atau nyeri tekan.
e) Mulut dan Gigi
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
f) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
g) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
h) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(3) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan
lainnya.
(4) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
i) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(2) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
j) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(2) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak
teraba.
k) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
l) Auskultasi
Peristaltik usus normal  20 kali/menit.
m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada
kesulitan BAB.
n) Kulit
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
o) Ekstermitas
Kekuatan otot, adanya oedema atau tidak, suhu akral, dan
ROM.
b. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Radiologi
2) Pemeriksaan Laboratorium
a) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
b) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk
tulang.
c) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase
(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase
yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
3) Pemeriksaan lain-lain
a) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas :
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
b) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama
dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila
terjadi infeksi.
c) Elektromyografi : terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
d) Arthroscopy : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau
sobek karena trauma yang berlebihan.
e) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya
infeksi pada tulang.
f) MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang, program pembatasan gerak.
3. Resiko infeksi.
4. Resiko syok hipovolemik.
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan nyeri ekstermitas.
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik.
C. Perencanaan Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri akut NOC : NIC:
Pain level Pain management
berhubungan
Pain control a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
dengan agen Comfort level
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
Kriteria Hasil
cidera
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
penyebab nyeri, mampu
c. Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
menggunakan tehnik
pengalaman nyeri pasien
nonfarmakologi untuk mengurangi d. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
e. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
nyeri, mencari bantuan)
f. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
dengan menggunakan managemen
g. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
nyeri
dukungan
c. Mampu mengenali nyeri (skala, h. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
intensitas, frekuensi dan tanda suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
i. Kurangi faktor presipitasi nyeri
nyeri)
j. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
d. Menyatakan rasa nyaman setelah
nonfarmakologi dan interpersonal)
nyeri berkurang
k. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
l. Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi
m. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
n. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
o. Tingkatkan istrihat
p. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
q. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic administration
a. Tentukan lokasi, karakter, kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
b. Cek intruksi dokter tentang jenis obat, dosi, dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Pilih analgesic yang diperlukan atau kombinasi dari analgesic
ketika pemberian lebih dari satu
e. Tentukan pilihan analgesic tergantung tipe dan beratnya nyeri
f. Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
g. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
h. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian anlgesik
pertama kali
i. Berikan analgesic tepat waktu terutama saat nyeri hebat
j. Evalusi efektivitas analgesic, tanda dan gejala
2. Hambatan NOC: NIC
Joint movement : active Exercise therapy : ambulation
mobilitas fisik
Mobility level a. Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan respon pasien
berhubungan Self care : ADLs
saat latihan
Transfer perfoormance
dengan b. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulansi
Kriteria hasil:
kekuatan dan a. Klien meningkat dalam aktivitas sesuai dengan kebutuhan
c. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan
tahanan fisik
b. Mengerti tujuan dari peningkatan cegah terhadap cidera
sekunder
d. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik
mobilitas
akibat fraktur
c. Memverbalisasikan perasaan ambulansi
e. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
dalammeningkatkan kekuatan dan
f. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara
kemampuan berpindah
mandiri sesuai kemampuan
d. Memperagakan penggunaan alat
g. Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
bantu untuk mobilisasi (walker)
kebutuhan ADLs pasien
h. Berikan alat bantu jika pasien memerlukan
i. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan

jika diperlukan
3. Resiko infeksi NOC NIC
Immune status Infection Control
Knowledge : infection control a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
Risk control b. Pertahankan teknik isolasi
Kriteria hasil c. Batasi pengunjung bila perlu
a. Klien bebas dari tanda dan gejala d. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
infeksi berkunjung meninggalkan pasien
b. Mendeskripsikan proses penularann e. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
f. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
penyakit, factor yang mempengaruhi
g. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat penlindung
penularan serta penatalaksanaannya h. Pertahankan lingkunan aseptic selama pemasangan alat
c. Menunjukkan kemampuan untuk i. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai
mencegah timbulnya infeksi dengan petunjuk umum
d. Jumlah leukosit dalam batas normal j. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung
e. Menunjukkan perilaku hidup sehat
kencing
k. Tingkatkan intake nutrisi
l. Berikan terapi antibiotic bila perlu

Infection protection
a. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
b. Monitor hitung granulosit, WBC
c. Monitor kerentanan terhadap infeksi
d. Batasi pengunjung
e. Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
f. Pertahankan teknik isolasi k/p
g. Berikan perawatan kulit pada area epidema
h. Inspeksi kulit dan membrane mukosa
i. Terhadap kemerahan, panas, dan drainase
j. Inspeksi kondisi luka/insisi bedah
k. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
l. Dorong masukan cairan
m. Dorong istirahat
n. Instruksikan pasien untuk minum antibiotic sesuai resep
o. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
p. Ajarkan cara menghindari infeksi
q. Laporkan kecurigaan infeksi
r. Laporkan kultur positif
4. Resiko syok NOC NIC
Syok prevention Syok prevention
hipovolemik
Syok management a. Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut
Kriteria hasil
jantung, HR, dan ritme, nadi perifer, dan kapiler refill
a. Nadi dalam batas yang diharapkan
b. Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan
b. Irama jantung dalam batas yang
c. Monitor suhu dan pernafasan
diharapkan d. Monitor input dan output
c. Frekunsi napas dalam batas yang e. Pantau nilai labor:
HB, HT, AGD, dan elektrolit
diharapkan
f. Monitor hemodinamik invasi yang sesuai
d. Irama pernapasan dalam batas yang
g. Monitor tanda dan gejala asites
diharapkan h. Monitor tanda awal syok
e. Natrium serum dbn i. Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki elevasi untuk
f. Kalium serum dbn
peningkatan preload dengan tepat
g. Klorida serum dbn
j. Lihat dan pelihara kepatenan jalan napas
h. Kalsium serum dbn
k. Berikan cairan IV dan atau oral yang tepat
i. Magnesium serum dbn
l. Berikan vasodilator yang tepat
j. PH darah serum dbn
m. Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan gejala
Hidrasi
Indicator datangnya syok
a. Mata cekung tidak ditemukan n. Ajarkan keluarga dan pasien tentang langkah untuk mengatasi
b. Demam tidak ditemukan
c. TD dbn gejala syok
d. Hematokrit dbn Syok management
a. Monitor fungsi neurologis
b. Monitor fungsi renal (e.g BUN dan Cr Lavel)
c. Monitor tekanan nadi
d. Monitor status cairan, input, output
e. Catat gas darah arteri dan oksigen di jaringan
f. Monitor EKG
g. Memanfaatkan pemantauan jalur arteri untuk meningkatkan
akurasi pembacaan tekanan darah
h. Menggambarkan gas darah arteri dan memonitor jaringan
oksigenasi
i. Memantau tren dalam parameter hemodinamik (misalnya CPV,
MAP, tekanan kapiler pulmonal/arteri)
j. Memantau factor penentu pengiriman jaringan oksigen
(misalnya PaO2 kadar haemoglobin SaO2, CO) jika ada
k. Memantau tingkat karbondioksida sublingual dan/atau
tonometry
5. Ketidakefektif NOC NIC
Circulation status Peripheral sensation management
an perfusi
Tissue perfusion : cerebral a. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
jaringan Kriteria hasil
panas/dingin/tajam/tumpul
Mendemonstrasikan status sirkulasi
perifer b. Monitor adanya paretese
yang ditandai dengan: c. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi
berhubungan
a. Tekanan systole dan diastole dalam
atau laserasi
dengan nyeri rentang yang diharapkan d. Gunakan sarung tangan untuk proteksi
b. Tidak ada ortostatik hipertensi e. Batasi gerakan pada kepala, leher, dan punggung
ekstermitas
c. Tidak ada tanda-tanda peningkatan f. Monitor kemampuan BAB
g. Kolaborasi pemberian analgetik
tekanan intracranial (tidak lebih dari
h. Monitor adanya tromboplebitis
15 mmHg) i. Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi
Mendemonstrasikan kemampuan
kognitif yang ditandai dengan:
a. Berkomuniakasi dengan jelas adn
sesuai dengan kemampuan
b. Menunjukkan perhatian, konsentrasi
dan orientasi
c. Memproses informasi
d. Membuat keputusan dengan benar
Menunjukkan fungsi sensori motori
cranial yang utuh : tingkat kesadaran
membaik, tidak ada gerakan-gerakan
involunter
6. Kerusakan NOC NIC
Tissue integrity : skin and mucous Pressure management
integritas kulit
a. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.
membranes
berhubungan b. Hindari kerutan pada tempat tidur
Hemodyalisis akses
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
dengan Kriteria hasil
d. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
a. Integritas kulit yang baik bisa
imobilisasi e. Monitor kulit akan adanya kemerahan.
fisik dipertahankan (sensai, elastisitas, f. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan
g. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
temperature, hidrasi, pigmentasi)
h. Monitor status nutrisi pasien
b. Tidak ada luka/lesi pada kulit
i. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
c. Perfusi jaringan baik
Insision site care
d. Menunjukkan pemahaman dalam
a. Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses
proses perbaikan kulit dan
penyembuhan pada luka yang ditutup dengan jahitan, klip atau
mencegah terjadinya cedera
straples
berulang b. Monitor proses kesembuhan area insisi
e. Mampu melindungi kulit dan c. Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi
d. Bersihkan area sekitar jahitan atau straples, menggunakan lidi
mempertahankan kelembaban kulit
kapas steril
perawatan alami
e. Gunakan preparat antiseptic sesuai program
f. Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan
luka tetap terbuka (tidak dibalut) sesuai program
Dialysis acces maintenance

D. Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi merupakan realisasi dari rangkaian dan penetuan diagnosa keperawatan. Tahap pelaksanaan dimulai
setelah rencana tindakan disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.

E. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien fraktur disesuaikan dengan criteria hasil yang telah ditentukan pada intervensi.
DAFTAR PUSTAKA

Anlie. 2013. Manajemen Perioperatif Pada Pasien Fraktur Multiple. (Online).


Available : https://www.scribd.com/doc/119623462/Manajemen-
Perioperatif-pada-Pasien-Fraktur-Multipel (diakses pada tanggal 4
Februari 2016 pukul 09.00 WIB)

Apley, A.G.,L. Solomon. 1995. Buku Ajar Ortopedi Fraktur Sistem Apley Edisi 7.
Jakarta: Widya Medika.

Baughman, Diane C.2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku untuk


Brunner dan Suddarth.Jakarta : EGC.

Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6,


EGC, Jakarta

Corwin, Elizabeth J. 2010. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3. Jakarta; EGC

Engram, Barbara.1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 3.


Jakarta : EGC.

Heather, Herdman. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-


2014. Jakarta: EGC.

Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : MediAction.

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. Jakarta:


EGC.

Anda mungkin juga menyukai