Anda di halaman 1dari 15

Laporan Pendahuluan

Asuhan Keperawatan Pada Pasien


Dengan Diagnosa Acute Coronary Syndrome (ACS)
Di Ruang Lely 2 RSUD Kabupaten Buleleng
Tanggal 15-31 Agustus 2016

1.1 Tinjauan Teori Penyakit

1.1.1 Definisi
Sindrom koroner akut (ACS) adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan sekelompok kondisi yang dihasilkan dari iskemia miokard akut
(aliran darah ke otot jantung) Kondisi yang terkait dengan berbagai tingkat
penyempitan atau penyumbatan arteri koroner satu atau beberapa yang
menyediakan darah, oksigen, dan nutrisi ke jantung (Torpy, et all 2008).
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan pada
pembuluh darah koroner.Wasid (2007) menambahkan bahwa SKA adalah suatu
fase akut dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark Miocard
akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa
gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya
trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil (Andra, 2006)
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupaka spectrum akut dan berat yang
merupakan keadaan kegawatdaruratan dari coroner akibat ketidakseimbangan
antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah (Kumar, 2007).

1.1.2 Etiologi

Menurut Wasid (2007) SKA dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni:


1. Aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan).
2. Stress emosi, terkejut.
3. Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan
peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar
jantung meningkat, dan kontraktilitas jantung meningkat.

Menurut (Trisnohadi, 2006) ACS dipengaruhi oleh :


1. Rupture plak
Rupture plak dapat menyebabkan terjadinya oklusi subtotal atau total dari
pembuluh coroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal.
Terjadinya rupture menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan
menyebabkan aktivasi terbentuknya thrombus. Bila thrombus menutup
pembuluh darah 100% akan terjadi infark sedangkan bila thrombus tidak
menyumbat 100% dan hanya menimbulkan stenosis berat akan terjadi angina
tak stabil.
2. Thrombosis dan agregasi trombosit
Terjadinya thrombosis setelah plak tergaggu disebabkan karena interaksi
yang terjadi antara lemak, sel otot polos dan sel busa yang dalam plak
berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil.
3. Vasospasme
Diperkirakan ada disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh
platelet berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan
menyebabkan spasme. Adanya spasme sering kali terjadi pada plak yang tak
stabil dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus.
4. Erosi pada plak tanpa rupture
Terjadi proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap
kerusakan endotel. Adanya perubahan bentuk dari lesi karena bertambahnya
sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh darah.

1.1.3 Klasifikasi

Wasid (2007) mengatakan berat/ ringannya Sindrom Koroner Akut


menurut  Braunwald (1993) adalah:
1. Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan
nyeri pada waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per
hari.
2. Kelas II: Sub akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan
pada waktu istirahat.
3. Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.

Secara Klinis:
1. Klas A: Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti anemia,
infeksi, demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan hipoksia karena
gagal napas.
2. Kelas B: Primer.
3. Klas C: Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah diobati. Dengan
anti angina (penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis kalsium )
Antiangina dan nitrogliserin intravena.

1.1.4 Tanda Dan Gejala

ACS NSTEMI timbul sebagai nyeri dada atau rasa tidak nyaman yang
berlangsung selama 20 menit atau lebih. Nyeri digambarkan sebagai tekanan, rasa
seperti diikat, rasa berat, seperti terbakar, atau sensasi seperti diperas atau
diremas, biasanya di dada bagian tengah atau epigastrum; keluhan ini dapat
menjalar ke lengan, bahu, leher, rahang, atau punggung.
Rasa tidak nyaman dapat disertai kelemahan, dyspnea, diaphoresis, atau
ansietas, yang tidak hilang dengan NTG. Pasien diabetes mungkin tidak
menunjukkan tanda dan gejala IMA klasik. Pasien lansia dapat mengalami, sesak,
edema paru, pusing dan perubahan status mental (Jones & Fix, 2009).
Brunner & Suddarth, 2002 dan Torpy, et all (2008) menyebutkan tanda
dan gejala yang dapat ditemukan pada pasien ACS adalah :
a. Nyeri dada (uncomfortable), tidak nyaman, rasa ditekan, diremas atau
rasa penuh
b. Rasa tidak nyaman pada badan bagian atas: Nyeri atau tidak nyaman di
kedua lengan, punggung, leher, rahang, atau perut.
c. Sesak nafas
d. Gejala lain termasuk berkeringat, mual, dan pusing

1.1.5 Patofisiologi

ACS merupakan sindrom klinis yang disebabkan oleh aliran darah ke


arteri miokard berkurang sehingga ketidakseimbangan terjadi antara suplay O2 ke
iokardium yang dapat menimbulkan iskemia, yang dapat menimbulkan nyeri yang
kemungkinan akibat dari perubahan metabolisme aerobik menjadi anaerob yang
menghasilkan asam laktat yang merangsang timbulnya nyeri. Hal ini terjadi pada
pla coroner yang kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque).Ini
disebut fase plaque disruption ‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur
maka faktor jaringan (tissue factor) dikeluarkan dan bersama faktor VIIa
membentuk tissue factor VIIa complex mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa
sebagai penyebab terjadinya produksi trombin yang banyak. Adanya adesi
platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri
koroner.Ini disebut fase acute thrombosis ‘trombosi akut’.Proses inflamasi yang
melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinase, dan sitokin,
menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut.Sel inflamasi tersebut
bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif
dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor
jaringan dalam monosit sehingga menyebabkan ruptur plak. Oleh karena itu,
adanya leukositosis dan peningkatan kadar CRP merupakan petanda inflamasi
pada kejadian coroner akut(IMA) dan mempunyai nilai prognostic. Pada 15%
pasien IMA didapatkan kenaikan CRP meskipun troponin-T negatif.Endotelium
mempunyai peranan homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai zat
vasokonstriktor maupun vasodilator lokal.Jika mengalami aterosklerosis maka
segera terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya plak).Disfungsi
endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh
beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase, NADH/ NADPH
(nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan endothelial cell
Nitric Oxide Synthase (eNOS).Oksigen reaktif ini dianggap dapat terjadi pada
hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal
jantung.Diduga masih ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk radikal
pada dinding pembuluh darah, misalnya lipooxygenases dan P450-
monooxygenases.Angiotensin II juga merupakan aktivator NADPH oxidase yang
poten.Ia dapat meningkatkan inflamasi dinding pembuluh darah melalui
pengerahan makrofage yang menghasilkan monocyte chemoattractan protein-1
dari dinding pembuluh darah sebagai aterogenesis yang esensial.
Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri coroner akibat
disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu.Pada keadaan
disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1,
tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit
oksid dan prostasiklin).Nitrit Oksid secara langsung menghambat proliferasi sel
otot polos dan migrasi, adesi leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan
sebagai proatherogenic.Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi
platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi coroner, menekan
fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark. Sindrom coroner akut yang diteliti secara
angiografi 60—70% menunjukkan obstruksi plak aterosklerosis yang ringan
sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis
- tebalnya fibrous cap yang menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul,
dan hemodinamik stress mekanik. Adapun mulai terjadinya Sindrom coroner akut,
khususnya IMA, dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni aktivitas/ latihan fisik
yang berlebihan (tak terkondisikan), stress emosi, terkejut, udara dingin, waktu
dari suatu siklus harian (pagi hari), dan hari dari suatu mingguan (Senin).
Keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas
simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat,
kontraktilitas jantung meningkat, dan aliran coroner juga meningkat. Dari
mekanisme inilah beta blocker mendapat tempat sebagai pencegahan dan terapi.
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang
1 EKG
2 Ekokardiogram
3 Marker jantung (troponin I, CK, CKMB, Mioglobin, Protein
reaktif C)
1.1.8 Penatalaksanaan
1 Fokus pada penjalaran nyeri, sesak, dan diaphoresis
2 Pemeriksaan EKG 12 sadapan dan lab marker jantung
3 MONA: Morfin, O2, NTG, dan aspirin 160-325 mg, per oral. Jika
alergi aspirin, berikan ticlopidin (ticlid) atau clopidogrel (Plavix)
4 Berikan O2 tambahan untuk mempertahankan SpO2 > 90 %
5 Berikan tablet NTG SL atau bentuk semprot
6 Berikan morfin IV 2-4 mg setiap 15 menit sampai nyeri terkontrol
(pantau adanya hipotensi dan depresi pernapasan)

1.1.9 Komplikasi
1 Syok Kardiogenik
2 Aritmia Malignant
3 Gagal jantung
4 Mechanical rupture, VSD
5 Gangguan hantaran
1.2 Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Data Umum
Meliputi identitas klin dan identitas penanggung jawab.
2. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Meliputi keluhan utama, alasan masuk rumah sakit, riwayat
penyakit.
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Meliputi penyakit yang pernah dialami (riwayat perawatan,
operasi, pengobatan), kecelakaan yang pernah dialami dan
riwayat alergi
4. Riwayat Psikologi dan Spiritual
Meliputi riwayat psikologi ( tempat tinggal, lingkungan rumah,
hubungan antar anggota keluarga), riwayat spiritual ( support
system, kegiatan keagamaan), riwayat hospitalisasi (pemahaman
keluarga tentang sakit & rawat inap di rumah sakit)
5. Pola Fungsi Kesehatan (11 pola fungsional Gordon)
Meliputi pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan, pola
nutrisi, pola eliminasi, pola aktivitas dan latihan, pola tidur dan
istirahat, pola kognitif-perseptual, pola persepsi diri/konsep diri,
pola seksual dan reproduksi, pola peran hubungan, pola
manajemen coping stress dan pola keyakinan nilai.
6. Pemeriksaan Fisik
Meliputi keadaan umum klien, pemeriksaan fisik head to toe,
pengkajian data fokus, data penunjang.

B. Data fokus
Meliputi Data Subjektif (data yang didapatkan langsung dari klien), Data
Objektif ( data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh
menggunakan panca indra).
C. Diagnosa Keperawatan
a) Dx1 : Nyeri b/d agen cidera injuri (biologis, kimia, psikologis,
fisik)
b) Dx2 : Penurunan curah jantung b/d gangguan irama jantung
c) Dx3 : Pola nafas tidak efektif b/d kelelahan otot pernafasan
d) Dx4 : Kelebihan volume cairan b/d asupan cairan berlebih
e) Dx5 : Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan perfusi
ventilasi
f) Dx6 : Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen
dengan kebutuhan
g) Dx7 : Kurang Pengetahuan b/d keterbatasan kognitif

D. Intervensi
A. Dx1 : Nyeri akut b/d agen cidera injuri (biologis, kimia,
psikologis, fisik)
Tujuan dan kriteria hasil
NOC : Pain level
Pain Control
Comfort Level
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x 24
jam. Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:
1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri
3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5) Tanda vital dalam rentang normal
6) Tidak mengalami gangguan tidur
Intervensi : 1. Kaji skala nyeri klien.
R/
2. berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur.
R/
3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan
R/
4. Kolaborasi: Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
R/

B. Dx2 : Penurunan curah jantung b/d gangguan irama jantung


Tujuan dan Kriteria Hasil :
NOC : 1. Cardiac Pump effectiveness
2. Circulation Status
3. Vital Sign Status
4. Tissue perfusion: perifer
Setelah dilakukan asuhan selama x 24 jam. Penurunan
kardiak output klien teratasi dengan kriteria hasil:
1. Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah,
Nadi, respirasi)
2. Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
3. Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites
4. Tidak ada penurunan kesadaran
5. AGD dalam batas normal
6. Tidak ada distensi vena leher
Warna kulit normal

Intervensi : 1. Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung


R/
2. Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
kelelahan.
R/
3. Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian oksigen.
R/
4. Kolaborasi dengan tim medis lainya untuk theraphy
selanjutnya.
R/

C. Dx3 : Pola nafas tidak efektif b/d kelelahan otot pernafasan


Tujuan dan Kriteria Hasil :
NOC : Respiratory Status Respiration
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam
diharapkan pola nafas klien kembali efektif dengan
kriteria hasil :
1. Respirasi normal
2. Irama nafas normal
3. Tidak sesak saat istirahat
Intervensi:
1. Monitor respirasi dan status O2
R/
2. Posisikan Klien untuk memaksimalkan ventilasi
R/
4. Ajarkan tehknik relaksasi
R/
5. Kolaborasi dalam pemberian theraphy oksigen

R/

D. Dx4 : Kelebihan volume cairan b/d asupan cairan berlebih


Tujuan dan Kriteria Hasil :
NOC : Electrolit and acid base balance
Fluid balance
Hydration
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam
diharapkan kelebihan volume cairan teratasi dengan
kriteria hasil :
1. Terbebas dari edema, efusi dan anaskara
2. Bunyi nafas bersih
3. Terbebas dari kelelahan
Intervensi:
1. Kaji lokasi dan luas edema
R/
2. pasang urine kateter jika diperlukan
R/
3. berikan informasi pada pasien tentang prosedure yang
dilakukan.
R/
4. kolaborasi pemberian terapi obat
R/

E. Dx5 : Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan perfusi


ventilasi
Tujuan dan Kriteria Hasil :
NOC : Respiratory Status : Gas exchange
Respiratory Status : Ventilation
Vital Sign Status
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan
selama ..x 24 jam diharapkan gangguan pertukaran gas
teratasi dengan kriteria hasil :
2. TTV normal
3. Dapat mendemonstrasika batuk efektif
4. Bebas dari tanda-tanda distress pernapasan

Intervensi :
1. Monitor respirasi dan status o2.
R/
2. Posisikan pasien untuk memksimalkan ventilasi.
R/
3. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan
tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (o2,
suction).
R/
4. Kolaborasi dengan tim medis lainnya untuk terapi
selanjutnya.
5. R/

F. Dx6 : Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen


dengan kebutuhan
Tujuan dan Kriteria Hasil :
NOC : Self Care : ADLs
Konservasi Energi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam
diharapkan pasien bertoleransi terhadap aktivitasnya
dengan kriteria hasil :
1. TTV normal
2. Mampu melakukan aktivitas
3. Keseimbangan aktivitas dan istirahat
Intervensi :
1. Observasi adanya pembatasan klien dalam
beraktivitas.
R/
2. Bantu klien mengidentifikasi aktivitas yang
dilakukan.
R/
3. Berikan penguatan positif bagi yang aktif
beraktifitas.
R/
4. Kolaborasi dengan tim medis lainnya untuk
merencanakan terapi yang tepat.
R/
G. Dx7 : Kurang Pengetahuan b/d keterbatasan kognitif
Tujuan dan Kriteria Hasil :
NOC : Knowledge : disease proccess
Knowledge : Health Behavior
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam
diharapkan kurang pengetahuan teratasi dengan kriteria
hasil :
1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman
tentang penyakit , kondisi, prognosis dan program
pengobatan.
2. Pasien dan keluarga mampu melanjutkan prosedur
secara benar
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali
apa yang dijelaskan perawat/ tim medis lainnya.

Intervensi :
1. Identifikasi kemungkinan penyebab dengan cara
yang tepat.
R/
2. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan
secara tepat
R/
3. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
R/
4. Kolaborasi pilihan terapi atau penanganan
R/
E. Evaluasi

Anda mungkin juga menyukai