ReviewAnalisis
ABASTRAK
Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan yang
berfungsi sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan paripurna.Dengan
demikian, maka rumah sakit memiliki risiko yang tinggi untuk menjadi lokasi
penularan penyakit.(1.skripsiukhty rahma) Rumah Sakit adalah sarana pelayanan
kesehatan dengan inti kegiatan pelayanan preventif, kuratif, rehabilitatif dan
promotif sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
masyarakat. Rumah Sakit tidak hanya membawa dampak positif, namun juga
memiliki dampak negatif berupa pencemaran.(Aklrs.1)Tujuan dari literatur ini
adalah untuk mengetahui gambaran kualitas lingkungan yang ada pada fasilitas
kesehatan yaitu rumah sakit. Metode yang digunakandalam penulisan ini yaitu
literature review dengan sumber pustaka
yang digunakan yaitu artikel / jurnal dari tahun 2006-2019 dengan proses
pencarian artikel melalui Google Scholar. Tema yang
mendukung artikel ini yaitu analisis kualitas lingkungan pada rumah sakit. Hasil
sintesis dari beberapa
artikel memaparkan tentang pengelolaan limbah padat maupun cair serta kualitas
udara, air yang ada di rumah sakit.
ABSTRACK
The hospital is one of the individual health service facilities that functions as a
provider of plenary health services. Thus, the hospital has a high risk of becoming
a location for disease transmission. Hospital is a health service facility with the
core activities of preventive, curative, rehabilitative and promotive services in an
effort to maintain and improve public health. Hospitals not only bring positive
impacts, but also have negative impacts in the form of pollution. The purpose of
this study, is to find out the picture of the quality of the environment in the
hospital.
PENDAHULUAN
Pengelolaan lingkungan Rumah Sakit sekarang ini bukan lagi satu bagian
parsial yang konsumtif, tetapi merupakan satu rangkaian siklus dan strategi
manajemen Rumah Sakit untuk mengembangkan kapasitas pengelolaan
lingkungan Rumah Sakit sehingga memberikan manfaat langsung maupun tidak
langsung terhadap peningkatan kualitas pelayanan Rumah Sakit secara
menyeluruh. Pengelolaan lingkungan Rumah Sakit memiliki permasalahan yang
kompleks.(144.artikel)
Aktivitas manusia dapat mengubah komposisi kimia udara sehingga jumlah spesi
dan konsentrasi zat-zat kimia dapat bertambah. terutama apabila aktivitas tersebut
dilakukan didalam ruangan dengan sirkulasi udara yang buruk.Kualitas udara
dalam ruang tidak hanya dipengaruhi oleh pencemaran kimia, tetaoi juga
pencemaran fisik.
METODE PENELITIAN
Rawat inap Jarum suntik, spuit, selang infus, plabot infus, placon, kateter,
kassa
bekas, kateter, handscoen/ sarung tangan disposable, masker
disposable,
blood lancet disposable, botol/ ampul obat, pembalut bekas,
kapas/perban/ lap yang terkena darah atau cairan tubuh, selang
tranfusi
darah, pembalut bekas, alcohol swab.
IGD Jarum suntik, spuit, selang infus, botol infus, kateter, sarung
tangan
disposable, masker disposable, botol/ampul obat, pembalut
bekas, kassa,
kapas/ perban/ lap yang terkena darah atau cairan tubuh.
Pengelolaan Sampah
Beberapa tahapan dalam pengelolaan sampah (medis dan non
medis), antara lain :
1. Minimalisasi Limbah
a. Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah mulai dari
sumber
b. Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi penggunaan
bahan kimia yang berbahaya dan beracun;
c. Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia
dan farmasi;
d. Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis
mulai dari pengumpulan, pengangkutan dan pemusnahan harus
melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang.
2. Pemilahan Pewadahan, Pemanfaatan Kembali, dan Daur Ulang:
a. Pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari sumber yang
menghasilkan limbah tidak dimanfaatkan kembali;
b. Limbah yang akan dimanfaatkan kebali harus dipisahkan dari
limbah yang tidak dimanfaatkan kebali;
c. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa
memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut
harus anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga
orang yang tidak berkepentingan tidak dapat membukanya. Seperti
pada gambar di bawah ini :
Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan
dengan menggunakan wadah dan label seperti pada tabel di bawah.
Kualitas Udara
Udara merupakan salah satu media lingkungan tempat bakteri, virus,
dan fungi hidup dan berkembang. Oleh karena mikroorganisme tersebut
memerlukan berbagai persyaratan untuk tumbuh dan berkembang,
faktorfaktor lingkungan fisik udara tertentu dapat berhubungan dengan angka
kuman....(Lingkungan Fisikkd..)
Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang
memprihatinkan. Dampak yang ditimbulkan dari pencemaran tersebut
menyebabkan penurunan kualitas udara, yang berdampak negatif terhadap
kesehatan manusia. Kesehatan manusia sangat dipengaruhi oleh kualitas
udara dalam ruangan, di daerah perkotaan 80% dari kegiatan individu atau
manusia berada dalam ruangan. Penelitian yang dilakukan The National
Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) terhadap 446 bangunan
dan gedung di Amerika, menemukan bahwa terdapat 5 sumber pencemar
udara dalam ruangan yaitu pencemaran dari alat-alat dalam gedung (17%),
pencemaran di luar gedung (11%), pencemaran akibat bahan bangunan (3%),
pencemaran akibat mikroba (5%), gangguan ventilasi udara (52%), dan
sumber yang belum diketahui (25%).
Salah satu sasaran pembangunan kesehatan adalah lingkungan sehat
termasuk lingkungan rumah sakit. Rumah sakit menjadi salah satu tempat
terjadinya pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan dan atau dapat
menjadi tempat penularan penyakit. Pemerintah Indonesia telah mengatur
persyaratan kualitas udara di rumah sakit dalam Keputusan Menteri
Kesehatan RI No.1204/MENKES/SK/X/2004. Sebagai suatu institusi, rumah
sakit memberikan pelayanan kesehatan dalam rangka mengobati dan
menyembuhkan penderita, sehingga didapatkan kondisi yang sehat dan
terbebas dari penyakit. Kualitas lingkungan di rumah sakit menjadi salah satu
hal yang perlu diperhatikan, karena beberapa cara transmisi kuman penyebab
infeksi dapat terjadi melalui droplet, airborne maupun kontak langsung.
Dengan demikian penyebab penyakit dapat berada di udara, lantai, dinding
maupun peralatan medis.
Ruang rawat inap memberikan peluang besar bagi pengunjung,
pekerja medis, pekerja non medis, serta pasien pada jam-jam tertentu untuk
berinteraksi di dalamnya. Melihat faktor pemeliharaan ruangan di rumah sakit
seperti kebersihan pada ruang rawat inap berbeda dengan ruang operasi dan
isolasi yang menggunakan sterilisasi yang ketat, akses untuk masuk ke ruang
rawat inap lebih mudah mengingat kepentingan berkunjung ke ruang rawat
inap lebih tinggi dibandingkan dengan ruang cuci atau dapur. Lantai ruang
perawatan di rumah sakit merupakan salah satu media selain udara yang
menjadi tempat untuk bertebarnya berbagai jenis mikroorganisme.
Data mengenai kejadian, angka kesakitan dan angka kematian infeksi
nosokomial di Indonesia masih langka, tetapi diperkirakan cukup tinggi
mengingat keadaan rumah sakit dan kesehatan umum relatif belum begitu
baik.Survei sederhana yang telah dilakukan oleh Subdit Surveilans Direktorat
Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
Pemukiman (Ditjen PPM&PLP) di 10 rumah sakit umum tahun 1987,
menunjukkan angka infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu 6% hingga 16%
dengan rerata 9,8%. Menurut Hasyim (2005) di Jakarta prevalensi infeksi
nosokomial sebesar ± 41,1%, di Surabaya ± 73,3% dan Yogyakarta ± 5,9%.
Jumlah pasien, pengunjung dan penunggu merupakan sekelompok
orang yang menjadi sumber bakteri dalam ruang perawatan. Bakteri pada
orang dapat ditemukan pada kulit, hidung dan mulut. Jumlah pasien,
penunggu dan pengunjung dari hari pertama dengan hari berikutnya akan
berbeda-beda. Pada hari-hari tertentu seperti akhir pekan atau hari libur
jumlah pengunjung bisa melebihi dari hari biasanya. Sejumlah
mikroorganisme pada udara dan lantai ruang perawatan dipengaruhi oleh
faktor pembawa yang ikut berperan terhadap penyebaran mikroorganisme
tersebut. (655-1372-1)
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah
sakit, indeks angka kuman untuk ruang pemulihan/perawatan adalah 200-500
CFU/m3. Dari 16 kamar yang diteliti, terdapat 10 kamar yang memiliki
angka kuman di atas indeks angka ada tidaknya perbedaan total kuman yang
signifikan serta terdapatnya angka kuman yang melebihi indeks angka kuman
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204/Menkes/SK/X/2004 dipengaruhi oleh laju ventilasi, padatnya orang dan
kegiatan orang-orang yang menempati ruangan. Angka kuman udara juga
dipengaruhi oleh suplai nutrisi, suhu untuk pertumbuhan, kelembaban, dan
pencahayaan.10 Hal ini sesuai dengan penelitian Yuliani dkk (1998) dimana
suhu dan kelembaban mempengaruhi angka kuman dalam udara. (P)
Beberapa kuman dapat memperbanyak dirinya pada banyak jenis
makanan umum, sedangkan jenis makanan tertentu untuk pertumbuhan
dirinya. Mikroba sama dengan makhluk hidup lainnya, memerlukan nutrisi
sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya. Kondisi tidak bersih dan
hygienis pada lingkungan adalah kondisi yang menyediakan sumber nutrisi
bagi pertumbuhan mikroba sehingga mikroba dapat tumbuh berkembang di
lingkungan yang kotor. Suhu optimal untuk pertumbuhan bagi
mikroorganisme sangat bervariasi tergantung pada jenis mikroorganisme itu
sendiri. Kelembaban sangat penting untuk pertumbuhan mikroorganisme.
Pada umumnya mikroorganisme berjenis bakteri membutuhkan kelembaban
yang tinggi.
Hubungan antara jumlah pengunjung dengan angka kuman udara rata-
rata per minggu menunjukkan hubungan yang bermakna, karena diperoleh
nilai p = 0,037 (p<0,05). Jika Hasil uji bertanda positif, berarti semakin
banyak pengunjung yang datang maka semakin meningkat pula rata-rata
angka kuman udara per minggu di ruang rawat inap. Hubungan antara jumlah
pengunjung dengan angka kuman lantai rata-rata per minggu di ruang rawat
inap, menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan ditunjukkan dengan
nilai p (0,032). Hubungan antara sanitasi ruang dengan angka kuman lantai
rata-rata per minggu di ruang rawat inap, menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara sanitasi ruang dengan angka kuman lantai
ditunjukkan dengan nilai p (0,474).
Secara umum debit limbah cair sangat tergantung pada jumlah air
bersih yang dibutuhkan perkapita, bisa berkisar 70-80 % dari banyaknya air
bersih yang digunakan akan keluar sebagai air limbah. Perkiraan kebutuhan
air bersih untuk rumah sakit per hari didasarkan pada jumlah tempat tidur,
yaitu 500 liter/hari (Depkes, 2002). Selain dari jumlah TT, perkiraan air
bersih untuk rumah sakit juga didasarkan pada jumlah penggunaan air bersih
pada urusan gizi dan laundry per harinya. (O)