Anda di halaman 1dari 18

Kualitas Lingkungan Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit) : Literature

ReviewAnalisis

ABASTRAK

Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan yang
berfungsi sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan paripurna.Dengan
demikian, maka rumah sakit memiliki risiko yang tinggi untuk menjadi lokasi
penularan penyakit.(1.skripsiukhty rahma) Rumah Sakit adalah sarana pelayanan
kesehatan dengan inti kegiatan pelayanan preventif, kuratif, rehabilitatif dan
promotif sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
masyarakat. Rumah Sakit tidak hanya membawa dampak positif, namun juga
memiliki dampak negatif berupa pencemaran.(Aklrs.1)Tujuan dari literatur ini
adalah untuk mengetahui gambaran kualitas lingkungan yang ada pada fasilitas
kesehatan yaitu rumah sakit. Metode yang digunakandalam penulisan ini yaitu
literature review dengan sumber pustaka
yang digunakan yaitu artikel / jurnal dari tahun 2006-2019 dengan proses
pencarian artikel melalui Google Scholar. Tema yang
mendukung artikel ini yaitu analisis kualitas lingkungan pada rumah sakit. Hasil
sintesis dari beberapa
artikel memaparkan tentang pengelolaan limbah padat maupun cair serta kualitas
udara, air yang ada di rumah sakit.

ABSTRACK

The hospital is one of the individual health service facilities that functions as a
provider of plenary health services. Thus, the hospital has a high risk of becoming
a location for disease transmission. Hospital is a health service facility with the
core activities of preventive, curative, rehabilitative and promotive services in an
effort to maintain and improve public health. Hospitals not only bring positive
impacts, but also have negative impacts in the form of pollution. The purpose of
this study, is to find out the picture of the quality of the environment in the
hospital.

PENDAHULUAN

Rumah Sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan tempat berkumpulnya


orang sakit maupun orang sehat, dapat menjadi tempat penularan penyakit serta
memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan.
(144.artikel)

Pengelolaan lingkungan Rumah Sakit sekarang ini bukan lagi satu bagian
parsial yang konsumtif, tetapi merupakan satu rangkaian siklus dan strategi
manajemen Rumah Sakit untuk mengembangkan kapasitas pengelolaan
lingkungan Rumah Sakit sehingga memberikan manfaat langsung maupun tidak
langsung terhadap peningkatan kualitas pelayanan Rumah Sakit secara
menyeluruh. Pengelolaan lingkungan Rumah Sakit memiliki permasalahan yang
kompleks.(144.artikel)

Menurut Permenkes, 1204/Menkes/PerXI/2004, yang mengatur tentang


Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, rumah sakit sebagai sarana
pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat
ataupun dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya
pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan; untuk menghindari resiko dan
gangguan kesehatan maka perlu penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah
sakit.(jurnal.do)

Sebagaimana diketahui bahwa aktivitas rumah sakit pastilah terkait dengan


banyaknya orang dengan segala kebutuhannya, misalnya situasi ramai yang tentu
membutuhkan penertiban supaya tidak mengganggu aktivitas lainnya. Kebutuhan
lahan yang cukup luas tidak hanya untuk bangun rumah sakit, melainkan
kebutuhan sarana pendukung seperti tempat parkir, menjadi kebutuhan yang tidak
dapat dikesampingkan. Lokasi juga terkait dengan fungsi pelayanan rumah sakit,
terlebih dalam situasi gawat darurat, maka rumah sakit harus berlokasi di tempat
yang mudah diakses. .(213073)

Sementara itu berkaitan dengan resiko lingkungan mengingat aktifitas


rumah sakit, pastilah menghasilkan limbah yang dapat membahayakan kesehatan
masyarakat, seperti pencemaran limbah rumah sakit maka lokasi menjadi penting
dengan perhitungan resiko terhadap lingkungan disekitarnya. Sebagai ilustrasi
dapat dikemukakan terjadinya beberapa kasus pencemaran sumur pendidik
disekitar rumah sakit akibat limbah rumah sakit yang tidak dikelola dengan baik
yang sangat merugikan penduduk disekitar rumah sakit, karena mengganggu
pemenuhan kebutuhan sehari-hari yaitu air bersih.(213073) Limbah rumah sakit
yang meliputi limbah cair, padat dan gas perlu diolah sehingga targetnya tidak
saja untuk memenuhi kaidah baku mutu limbah, juga untuk memenuhi kaidah
reuse, recycle dan recovery.(5904)

pERATURAN Pemerintah No.18 tahun 1999 menyatakan


bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan/atau
kegiatan yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun
(B3) dan/atau menghasilkan limbah B3 wajib mengelola
limbahnya mulai dari sumber penghasil hingga
pemusnahannya [1].
Limbah B3 didefinisikan sebagai limbah padat atau
kombinasi dari limbah padat yang karena jumlah,
konsentrasinya, sifat fisik, kimia maupun yang bersifat infeksi
yang dapat menyebabkan kematian dan penyakit yang tidak
dapat pulih, yang substansinya dapat membahayakan bagi
kesehatan manusia atau lingkungan [2]. Sedangkan limbah
rumah sakit merupakan definisi yang lebih luas dengan
mengacu pada semua limbah yang dihasilkan oleh rumah
sakit, baik itu limbah yang menular dan yang tidak menular,
limbah infeksius, limbah kimia dan limbah yang tidak
berbahaya [3].(4331)

Aktivitas manusia dapat mengubah komposisi kimia udara sehingga jumlah spesi
dan konsentrasi zat-zat kimia dapat bertambah. terutama apabila aktivitas tersebut
dilakukan didalam ruangan dengan sirkulasi udara yang buruk.Kualitas udara
dalam ruang tidak hanya dipengaruhi oleh pencemaran kimia, tetaoi juga
pencemaran fisik.

Rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan bagi masyarakat harus


memenuhi syarat kesehatan , baik udaranya, konstruksinya, maupun fasilitasnya.
Didalam ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan, penyakit dapat menular
melalui peralatan, bahan-bahan yang digunakan makanan dan minuman, petugas
kesehatan, dan pengunjung Untuk mencegah penularan penyakit, Mentri
Kesehatan mensyaratkan agar udara didalam ruang rawat harus bebas kuman
patogen dengan angka total kuman tidak boleh lebih dari 500 koloni/m 3udara.
(lingkungan fisik)

Beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai risiko untuk mendapat


gangguan karena buangan Rumah Sakit. Pertama, pasien yang datang ke Rumah
Sakit untuk memperoleh pertolongan pengobatan dan perawatan Rumah Sakit.
Kelompok ini merupakan kelompok yang paling rentan. Kedua, karyawan Rumah
Sakit dalam melaksanakan tugas sehariharinya selalu kontak dengan orang sakit
yang merupakan sumber agen penyakit. Ketiga, pengunjung / pengantar orang
sakit yang berkunjung ke Rumah Sakit, risiko terkena gangguan kesehatan akan
semakin besar. Keempat, masyarakat yang bermukim di sekitar Rumah Sakit,
lebih-lebih lagi bila Rumah Sakit membuang hasil buangan Rumah Sakit tidak
sebagaimana mestinya ke lingkungan sekitarnya. Akibatnya adalah mutu
lingkungan menjadi turun kualitasnya, dengan akibat lanjutannya adalah
menurunnya derajat kesehatan masyarakat di lingkungan tersebut. Oleh karena itu,
Rumah Sakit wajib melaksanakan pengelolaan buangan Rumah Sakit yang
baik dan benar dengan melaksanakan kegiatan sanitasi Rumah Sakit.
(24.MUCHSIN)

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah literature review.


Sumber pustaka yang digunakan dalam penyusunan literature review
menggunakan artikel jurnal. Proses pencarian artikel melalui Google Scholar.
Terdapat 18 jurnal yang membahas mengenai pengelolaan limbah di rumah sakit,
3 jurnal mengenai kualitas udara dan 1 skripsi mengenai gambaran sanitasi
lingkungan rumah sakit, dan bahan ajar kesehatan lingkungan sanitas rumah sakit.

HASIL DAN PEMBAHASAN

 Penyehatan Air dan Limbah


Penyehatan air dan pengelolaan limbah merupakan upaya pencegahan
terjadinya pencemaran lingkungan mencegah terjadinya infeksi silang dan
keselamatan petugas, pasien, pengunjung dan masyarakat sekitar rumah sakit.
Oleh karena itu rumah sakit dimasa mendatang harus menjadi tempat yang
sehat baik di dalam maupun dilingkungan sekitarnya
Penyehatan Air
Upaya yang dapat dilakukan dalam rangka untuk mencegah terjadinya
penularan penyakit yang diakibatkan oleh media air, maka kualitas air di
rumah sakit harus memenuhi Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 tahun
1990 tentang persyaratan dan pengawasan kualitas air bersih dan Peraturan
Menteri Kesehatan No. 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang persyaratan dan
pengawasan kualitas air minum.
Rumah sakit dapat memperoleh air bersih dari berbagai sumber, baik
berupa sumber dari alam yaitu sungai, danau, mata air dan air tanah atau
dapat juga memperolehnya dari penyedia air bersih. Berbagai sumber air
tersbut pada dasarnya dapat digunakan sebagai sumber air bersih dengan
ketentuan air dari sumber tersebut telah memenuhi persyaratan, baik dari segi
konstruksi saran, pengolahan, pemeliharaan, pengawasan kualitas dan
kuantitas.
Sebaiknya rumah sakit menggunakan sumber air dari perusahaan
daerah air minum (PDAM) atau sumber air tanah, karena akan mengurangi
beban pengolahan. Apabila di daerah tidak dimungkinkan, terpaksa harus
menyediakan pengolahan air permukaan. Untuk membangun system
pengolahan perlu mempertimbangkan segi ekonomi, kemudahan pengolahan,
kebutuhan tenaga untuk mengoprasikan system, biaya operasional dan
kecukupan supply baik dari segi jumlah maupun mutu air yang dihasilkan.
Pengolahan air bervariasi tergantung karakteristik asal air dan kualitas produk
yang diharapkan. Mulai dari cara yang sederhana yaitu dengan chlorinasi
sampai cara yang lebih rumit.
 Hubungan Air dengan Kesehatan
Penyakit yang berhubungan dengan air dapat dikelompokan
berdasarkan cara penularannya, sebagai berikut:
1. Water Borne Mechanism
Di dalam meknisme ini, kuman pathogen dalam air yang
dapat menyebabkan penyakit pada manusia melalui mulut atau
sistem pencernaan. Contoh penyakit yang ditularkan melalui
mekanisme ini antara lain kolera, tofoid, hepatistis viral, disentri
basiler dan poliomyelitis.
2. Water Washed Mechanism
Mekanisme penularan semacam ini berkaitan dengan
kebersihan umum dan perseorangan. Pada mekanisme ini terdapat 3
(tiga) cara penularan yaitu:
a. Infeksi melalui alat pencernaan seperti, diare pada anak-anak
b. Infeksi melalui kulit dan mata, seperti scabies dan trachoma
c. Penularan melalui binatang pengerat seperti pada penyakit
leptospirosis.
3. Water Based Mechanism
Penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki
agent penyebab yang menjalani sebgaian siklus hidupnya di dalam
tubuh vector atau sebagai intermediate host yang hidup di dalam
air. Contohnya penyakit skistosomiasis dan penyakit akibat
Dracunculus medinensis.
4. Water Related Insect Vector Mechanism
Agent penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang
berkembangbiak di dalam air. Contohnya penyakit dengan
mekanisme penularan semacam ini adalah filariasis, dengue,
malaria, Yellow fever dan lain-lain. .(Sanitasi-rumah-sakit)
 Pengelolaaan Limbah Rumah Sakit
Pengelolaan limbah medis dan non medis rumah sakit sangat
dibutuhkan bagi kenyamanan dan kebersihan rumah sakit karena dapat
memutuskan mata rantai penyebaran penyakit menular, terutama infeksi
nosokomial. Adapun Manajemen pengelolaan limbah medis padat terdiri dari
karakteristik limbah medis padat dan tahap pengelolaan limbah medis padat
dengan ditinjau dari fungsi manajemen (perencanaan, pengorganisasian
pelaksanaan dan pengawasan) serta sumber daya pendukungnya.
1. Karakteristik Limbah Medis Padat, yaitu terdiri dari :
a. Limbah benda tajam
b. Limbah non benda tajam
c. Limbah farmasi
d. Limbah bahan kimia kadaluarsa.
e. Limbah kemasan B3 (Hemodialisa).
Karakteristik limbah medis padat yang termasuk dalam kategori
penilaian tidak kompleks yaitu jenis limbah medis padat sama dengan 5
golongan (golongan A, B, C, D, dan E). Limbah yang telah dibuang dengan
jumlah cukup besar sebaiknya dilakukan dengan memilah ke dalam berbagai
kategori agar sejauh mungkin menghindari resiko kontaminasi dan trauma
(Asmarhany, 2014)(899). Adapun, besarnya timbulan limbah padat
dipengaruhi oleh aktivitas kegiatan medis, banyaknya kunjungan baik jumlah
pasien maupun keluarga pasien. (101-199)
Pengelolaan limbah medis padat, dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Pemilahan
b. Pewadahan
c. Pengangkutan
d. Penyimpanan sementara
e. Pengolahan dan pemusnahan
Dalam pengelolaan limbah perlu adanya penambahan bak limbah
padat, penjadwalan kebersihan rumah sakit, penggunaan lambang serta warna
pembeda plastik pembungkus berdasarkan kategori limbah padat. Hal ini
diharapkan dapat memberikan perlindungan bagi pengelola, mencegah
tertularnya kuman penyakit oleh limbah padat ketika pengangkutan dan
memberikan kemudahan dalam proses selanjutny, dan tidak mencemari yang
lain.(101-199)
Pengelolaan limbah cair juga perlu diperhatikan, pembuangan air
limbah ke sungai ini dapat membuat sungai menjadi dangkal dan alirannya
mampat. Untuk mencegah dampak dari pencemaran lingkungan perlu adanya
kajian terhadap sistem pengelolaan limbah di rumah sakit. (7692)
Jumlah rumah sakit di seluruh kabupaten / kota di Jawa Tengah pada
tahun 2015 terdapat sebanyak 276 buah. Rumah sakit publik di Indonesia
dikelola oleh Kementrian Kesehatan, Pemerintah Provinsi, Pemerintag
Kabupaten/Kota, TNI/POLRI, kementrian lain serta swasta non profit.
(organisasi sosial dan keagamaan). Rumah sakit privat dikelola oleh Badan
Usaha Miliki Negara (BUMN) dan swasta. Cakupan rumah sakit di Indonesia
yang melakukan pengelolaan limbah medis sesuai standar sebesar 10,29 %.
Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015, ada 11
provinsi yaitu Provinsi Papua, Papua Barat, Sulawesi Barat, Sulawesi
Tengah, Sulaweai Tenggara, Sulawesi Utara, Kalimantan Utara, Kalimantan
barat, NTT, NTB dan Bengkulu yang seluruh rumah sakit di dalamnya belum
melakukan pengelolaan limbah medis sesuai standar.4 Sekitar 70 – 90 %
limbah yang berasal dari instalasi kesehatan merupakan limbah yang tidak
mengandung risiko atau limbah umum dan menyerupai limbah rumah tangga.
Sisanya sekitar 10 – 25 % merupakan limbah yang dipandang berbahaya dan
dapat menimbulkan berbagai jenis dampak kesehatan.
Produksi limbah medis padat rumah sakit di Indonesia secara nasional
diperkirakan sebesar 376.089 ton/hari. Jumlah limbah ini berpotensi untuk
mencemari lingkugan dan kemungkinan menimbulkan kecelakaan kerja serta
penularan penyakit. Pengelolaan limbah medis maupun non medis rumah
sakit sangat dibutuhkan bagi kenyamanan dan kebersihan rumah sakit karena
dapat memutuskan mata rantai penyebaran penyakit menular, terutama infeksi
nosokomial. (17260-35)
Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik
tertentu baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung
bermacam-macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit,
tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang
ada (laboratorium, klinik dll). Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme
tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah
lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat
kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti
BOD, COD, pH, mikrobiologik, dan lain-lain.
Pada umumnya 10 sampai 15% sampah rumah sakit merupakan
sampah medis yang memerlukan pengolahan khusus. Sampah medis
kebanyakan sudah terkontaminasi oleh bakteri, virus, racun dan bahan
radioaktif yang berbahaya bagi manusia dan makhluk lain di sekitar
lingkungannya, rumah sakit memproduksi sampah medis (klinis) berkisar dari
10 sampai 20 kg/hari yang sampah tersebut umumnya ditampung dalam
tempat sampah sementara untuk selanjutnya diangkut dan dibuang ke TPA.
Dari segi kesehatan lingkungan cara penanganan tersebut disamping
melanggar ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.
986/MENKES/XI/1992 tentang kesehatan lingkungan rumah sakit dan PP. 12
tahun 1995 tentang pengolahan limbah B3, juga dapat membahayakan
kesehatan masyarakat sekitarnya karena sampah klinis merupakan sampah
infeksius yang mayoritas sudah terkontaminasi dengan bakteri, virus dan
bahan radioaktif maupun bahan berbahaya (B3).
Teknologi pengelolaan limbah medis yang sekarang jamak
dioperasikan, hanya berkisar antara masalah tangki septic dan incinerator.
Keduanya sekarang juga terbukti memiliki nilai negative besar. Tangki septic
hanya dipersoalkan lantaran rembesan air dari tangki yang dikhawatirkan
dapat mencemari tanah. Dan kadang ada beberapa rumah sakit yang
membuang hasil akhir dari tangki septic tersebut langsung ke sungai-sungai.
Sehingga dapat dipastikan sungai tersebut mulai terkandung polusi zat
medis. Sedangkan incinerator, yang menerapkan teknik pembakaran pada
sampah medis, juga bukan berarti tanpa cacat. Badan Perlindungan
Lingkungan AS menemukan bahwa teknik insenerasi merupakan sumber
utama zat dioksin yang sangat beracun. Penelitian terakhir menunjukkan
bahwa zat dioksin inilah yang menjadi pemicu timbulnya kanker pada tubuh.
Hal menarik dalam masalah ini adalah ditemukannya teknik pembakaran baru
dengan menggunakan sinar matahari. Selain menutup kemungkinan
timbulnya asap penyebab dioksin, juga menghemat ongkos operasi yang perlu
dikeluarkan. Modelnya sederhana, berupa kotak serupa microwave, terdiri
dari dua buah kotak saling mengisi yang dilapisi aluminium foil. Selembar
kaca mika transparan menjadi penutup dan dua buah cermin saling
berhadapan menjadi reflector yang paling sukses mengantarkan panas ke
kotak. Waktu 20 menit, temperatur yang tercipta bisa mencapai 150 derajat
Celcius. Sebuah titik panas yang dianggap bisa memusnahkan bakteri.
Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi
volume, konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau
kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau hayati. Dalam pelaksanaan
pengelolaan limbah, upaya pertama yang harus dilakukan adalah upaya
preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke
lingkungan yang meliputi upaya mengunangi limbah pada sumbernya, serta
upaya pemanfaatan limbah. Program minimisasi limbah di Indonesia baru
mulai digalakkan, bagi rumah sakit masih merupakan hal baru, yang
tujuannya untuk mengurangi jumlah limbah dan pengolahan limbah yang
masih mempunyai nilai ekonomi.
Adapun cara-cara pencegahan dan penanggulangan pencemaran
limbah rumah sakit antara lain adalah melalui:
1. Proses pengelolaan limbah padat rumah sakit.
2. Proses mencegah pencemaran makanan dirumah sakit.
Reduksi limbah pada sumbernya merupakan upaya yang harus
dilaksanakan pertama kali karena upaya ini bersifat preventif yaitu mencegah
atau mengurangi terjadinya limbah yang keluar dan proses produksi. Reduksi
limbah pada sumbernya adalah upaya mengurangi volume, konsentrasi,
toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang akan keluar ke lingkungan secara
preventif langsung pada sumber pencemar, hal ini banyak memberikan
keuntungan yakni meningkatkan efisiensi kegiatan serta mengurangi biaya
pengolahan limbah dan pelaksanaannya relatif murah (16.ibu rahma)
Untuk kegiatan pemilahan dan pewadahan limbah sebaiknya
Disediakan 5 (lima) wadah penampung limbah yang telah dilengkapi kantong
plastik berwarna hitam untuk limbah Medis Padat lunak (infeksius), Limbah
Medis Padat botol dan Limbah Medis Padat botol infus bekas. domestik,
kantong plastik kuning untuk Limbah. Untuk limbah benda tajam /jarum
menggunakan gerigen atau safety box tanpa dilapisi plastik. Perlakuan
terhadap limbah jenis ini sebelum dibuang tidak dilakukan pemisahan antara
jarum dengan syringe, sehingga safety box cepat penuh.
Pengisian limbah benda tajam ke safety box belum sesuai dengan
PermenLHK No P.56/Menlhk-Setjen/2015, perlakuan untuk pengisian wadah
hanya sampai 3/4 bagian saja. Hal ini agar jarum aman tersimpan dalam kotak
sehingga tidak bisa digunakan lagi oleh pihak yang tidak berkepentingan.
Untuk pewadahan dari hasil kuesioner yang diberikan pada 8 (delapan) orang
Responden 100% menyatakan ya telah disediakan sarana untuk mendukung
kegiatan pewadahan pada sumber meliputi bahan wadah, kondisi wadah,
pelabelan dan penyediaan kantong plastik telah sesuai dengan peraturan
demikian juga untuk perlakuan pada Limbah Medis Padat.

Tabel 3 Jenis Limbah Medis Padat Berdasarkan Sumbernya


Sumber Jenis Limbah Medis Padat Padat

Rawat inap Jarum suntik, spuit, selang infus, plabot infus, placon, kateter,
kassa
bekas, kateter, handscoen/ sarung tangan disposable, masker
disposable,
blood lancet disposable, botol/ ampul obat, pembalut bekas,
kapas/perban/ lap yang terkena darah atau cairan tubuh, selang
tranfusi
darah, pembalut bekas, alcohol swab.
IGD Jarum suntik, spuit, selang infus, botol infus, kateter, sarung
tangan
disposable, masker disposable, botol/ampul obat, pembalut
bekas, kassa,
kapas/ perban/ lap yang terkena darah atau cairan tubuh.

Pengelolaan limbah padat rumah sakit dilakukan oleh bagian sanitasi


rumah sakit. Bagian ini tidak hanya bertugas untuk pengumpulan sampah
rumah sakit melainkan juga termasuk kegiatan-kegiatan pembersihan rumah
sakit seperti menyapu, mengepel, membersihkan bagian-bagian yang berdebu
dan kotor dari semua area dan unit. (Y)
Beberapa kegiatan dari pengelolaan limbah padat adalah
membersihkan sampah atau kotoran (cleaning) dari sumber-sumber yang ada
seperti ruangan perkantoran, kamar pasien, kamar mandi, taman dan lain-lain.
Khusus untuk kegiatan cleaning kamar pasien setelah pasien keluar, terdapat
dua jenis yaitu, general cleaning dan semigeneral cleaning. General cleaning
ditujukan untuk bekas kamar pasien yang mengidap penyakit yang dapat
menyebabkan infeksi nosokomial karena virus dan bakteri.
Kegiatan lain dari pengelolaan limbah padat adalah pengumpulan
sampah.namun Terdapat dua warna kantong plastik yang digunakan untuk
membedakan antara sampah domestik (biasa) dan klinis (termasuk sampah
medis dan infeksius). Untuk mencegah limbah padat masuk dan mencegah
terjadinya penyumbatan-penyumbatan, maka perlu selalu dilakukan
pembersihan pada bak screening dan bak ekualisasi dari sampah padat secara
rutin. Peralatan yang digunakan adalah serok, bak sampah, dan senter.
Sedangkan material yang digunakan adalah kaporit berupa khlorin sebagai
desinfektan (C)

Pengolahan Air Limbah


Pengolahan limbah rumah sakit melalui tahapan sebagai berikut,
1. Waste Stabilization Pond System (Kolam Stabilisasi Air Limbah)
Sistem pengolahan air limbah “kolam stabilisasi” adalah
memenuhi semua kriteria tersebut diatas kecuali masalah lahan yang
diperlukan sebab untuk kolam stabilisasi memerlukan lahan yang cukup
luas maka biasanya sistem ini dianjurkan untuk rumah sakit di pedalaman
(di luar kota) yang biasanya masih tersedia lahan yang cukup. Sistem ini
hanya terdiri dari bagian-bagian yang cukup sederhana, yakni :
a. Pump Sump (pompa air kotor).
b. Stabilization Pond (kolam stabilisasi) biasanya 2 buah.
c. Bak Chlorinasi.
d. Control Room (ruangan untuk kontrol).
e. Inlet.
f. Interconection antara 2 kolam stabilisasi.
g. Outlet dari kolam stabilisasi menuju ke sistem chlorinasi (bak
chlorinasi).
2. Waste Oxidation Ditch Treatment System (kolom oxidasi air limbah)
Sistem kolam oxidasi ini telah dipilih untuk pengolahan air limbah
rumah sakit yang terletak di tengah-tengah kota karena tidak memerlukan
lahan yang luas. Kolam oxidasi-nya sendiri dibuat bulat atau elips dan air
limbah dialirkan secara berputar agar ada kesempatan lebih lama
berkontak dengan oksigen dari udara (aerasi). Kemudian air limbah
dialirkan ke dalam sedimentation tank untuk mengendapkan benda-benda
pada dan lumpur lainnya. Selanjutnya air yang sudah nampak jernih
dialirkan ke bak chlorinasi sebelum dibuang ke dalam sungai atau badan
air lainnya. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan
pada Sludge Drying Bed.
Sistem Oxidation Ditch ini terdiri dari komponen-komponen sebagai
berikut :
a. Pump Sump (pompa air kotor).
b. Sedimentation Tank (bak pengendapan).
c. Chlorination Tank (bak chlorinasi).
d. Sludge Drying Bed (tempat mengeringkan lumpur biasanya 1 – 2
petak)
e. Control Room (ruang kontrol).
3. Anaerobic Filter Treatment System
Sistem pengolahan air limbah melalui proses pembusukan
anaerobik melalui suatu filter atau saringan, dimana air limbah tersebut
sebelumnya telah mengalami pre-treatment dengan septic tank (Inhoff
Tank). Dari proses Anaerobic Filter Treatment biasanya akan
menghasilkan effluent yang mengandung zat-zat asam organik dan
senyawa anorganik yang memerlukan chlor lebih banyak untuk proses
oxidasinya. Oleh sebab itu, sebelum effluent dialirkan ke Bak Chlorinasi
ditampung dulu pada Bak atau Kolam Stabilisasi untuk memberikan
kesempatan oksidasi zat-zat tersebut diatas sehingga akan menurunkan
jumlah chlorin yang dibutuhkan pada proses chlorinasi nanti.
a. Pump Sump (Pompa Air Kotor).
b. Septic Tank (Inhoff Tank).
c. Anaerobic Filter.
d. Stabilization Tank (Bak Stabilisasi).
e. Chlorination Tank (Bak Chlorinasi).
f. Sludge Drying Bed (Tempat Pengeringan Lumpur).
g. Control Room (Ruang Kontrol).
Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga
tergantung dari besar kecilnya rumah sakit atau jumlah tempat tidur maka
konstruksi Anaerobic Filter Treatment System dapat disesuaikan dengan
kebutuhan tersebut, misalnya :
a. Volume Septic Tank
b. Volume Anaerobic Filter
c. Volume Stabilization Tank
d. Jumlah Chlorination Tank
Tujuan pengolahan limbah cair adalah :
a. Menghindari terjadinya pencemaran lingkungan.
b. Mengurangi jumlah padatan tersuspensi.
c. Mengurangi jumlah padatan terapung.
d. Membunuh bakteri patogen.
e. Mengurangi jumlah bahan kimia yang berbahaya dan beracun.
f. Mengurangi unsur lain yang dianggap dapat menimbulkan dampak
negatif terhadap ekosistem.

IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) adalah sistem pengolahan


limbah cair rumah sakit yang didesain berdasarkan karakteristik limbah
cair yang masuk dari beberapa sumber pengeluaran limbah. Tujuan IPAL
adalah untuk mencegah pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan
bagi pengunjung terutama petugas limbah dan masyarakat sekitar rumah
sakit yang beresiko terkontaminasi limbah cair medis yang dihasilkan
rumah sakit (Siregar, 2005)4. Kualitas limbah cair akan tergantung pada
kemampuan fisik IPAL dan salah satu cara mengukur hal tersebut adalah
dengan menggunakan standar perhitungan efektivitas dan efisiensi.
Efektivitas itu sendiri mengacu pada seberapa besar realisasi
penurunan tiap paramater dibandingkan dengan target yang harus dicapai,
dalam hal ini penurunan tiap parameter harus disesuaikan dengan standar
baku mutu limbah cair rumah sakit. Sedangkan efisiensi yaitu penurunan
konsentrasi dibanding dengan inlet tiap parameter limbah cair rumah sakit.
Sumber limbah cair pada sebuah Rumah Sakit berasal dari limbah
medis dan limbah non medis. Limbah medis adalah limbah yang terdiri
dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah
farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah
kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang
tinggi. Limbah medis berasal dari pelayanan medis seperti ruang rawat
inap, ruang rawat jalan, bedah sentral, ruang intensive care, poliklinik,
radiologi, laboratorium. Sedangkan limbah non-medis adalah limbah yang
dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari
kantin, gizi, laundry, kamar mandi, dan toilet. (C)
Parameter yang digunakan dalam menentukan kualitas limbah cair
yaitu parameter fisik, kimia, dan mikrobiologi. Parameter fisik berupa
suhu dan pH. Parameter kimia berupa BOD, COD, TSS, NH3 Bebas,
fosfat, detergen, dan phenol. Sedangkan parameter mikrobiologi yang
diperiksa adalah coliform (Soeparman, H.M, dan Suparmin, 2002)5.
Berdasarkan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik
Indonesia Nomor : Kep-58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah
Cair bagi kegiatan Rumah Sakit, maka setiap rumah sakit yang
menghasilkan air limbah/limbah cair harus memenuhi peraturan tersebut
(KLH, 1995)6.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004, frekuensi pemeriksaan kualitas
limbah cair terolah (effluent) dilakukan setiap bulan sekali atau minimal 3
bulan sekali. Untuk mencegah penurunan kualitas air bersih, maka dalam
penanganannya limbah cair yaitu menggunakan IPAL. Air dari berbagai
unit disalurkan secara gravitasi menuju bak kontrol dimana selanjutnya
akan dipompa untuk diolah dengan menggunakan sistem diffuser.
Kegunaan adanya pemantauan lingkungan rumah sakit khususnya
pemantauan outlet IPAL adalah untuk menguji pendugaan dampak dari
hasil limbah cair yang sudah diolah, untuk menguji efektivitas dari
teknologi yang digunakan, serta untuk mendapatkan tanda peringatan
sedini mungkin mengenai perubahan lingkungan.(U)

Pengelolaan Sampah
Beberapa tahapan dalam pengelolaan sampah (medis dan non
medis), antara lain :
1. Minimalisasi Limbah
a. Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah mulai dari
sumber
b. Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi penggunaan
bahan kimia yang berbahaya dan beracun;
c. Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia
dan farmasi;
d. Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis
mulai dari pengumpulan, pengangkutan dan pemusnahan harus
melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang.
2. Pemilahan Pewadahan, Pemanfaatan Kembali, dan Daur Ulang:
a. Pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari sumber yang
menghasilkan limbah tidak dimanfaatkan kembali;
b. Limbah yang akan dimanfaatkan kebali harus dipisahkan dari
limbah yang tidak dimanfaatkan kebali;
c. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa
memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut
harus anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga
orang yang tidak berkepentingan tidak dapat membukanya. Seperti
pada gambar di bawah ini :
Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan
dengan menggunakan wadah dan label seperti pada tabel di bawah.

Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat sesuai Ketegorinya


3. Pengumpulan, Pengangkutan, dan Penyimpanan Limbah Medis Padat
di Lingkungan Rumah Sakit
a. Pengumpulan limbah medis padat dari setiap ruangan penghasil
limbah menggunakan troli khusus yang tertutup.
b. Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu
pada musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling
lama 24 jam.
4. Pengemasan dan Pengangkutan ke Luar Rumah Sakit
a. Pengelola harus mengumpulkan dan mengemas pada tempat yang
kuat
b. Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan kendaraan
khusus
5. Pengolahan dan Pemusnahan
a. Limbah medis padat tidak diperbolehkan membuang langsung ke
tempat pembuangan akhir limbah domestic sebelum aman bagi
kesehatan
b. Cara dan teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah medis padat
disesuaikan dengan kemanmpuan rumah sakit dan jenis limbah
medis padat yang ada, dengan pemanasan menggunakan autoklap
atau dengan pembakaran menggunakan insinetaror.
Persyaratan Pengelolaan Sampah Non-Medis
1. Pemilahan dan Pewadahan
a. Pewadahan limbah padat non-medis harus dipisahkan dari limbah
medis padat dan ditampung dalam kantong plastic warna hitam.
b. Tempat pewadahan
1) Setiap tempat pewadahan limbah padat harus dilapisi kantong
plastic warna hitam sebagai pembungkus limbah padat dengan
lambing “domestic” warna putih
2) Bila kepadatan lalat disekitar tempat limbah padat melebihi 2 (dua)
ekor per-blok grill, perlu dilakukan pengendalian lalat.
2. Pengumpulan, Penyimpanan, dan Pengangkutan
a. Bila tempat pengumpulan sementara tingkat kepadatan lalat lebih
dari 20 ekor per-blok grill atau tikus terlihat pada siang hari, harus
dilakukan pengendalian.
b. Dalam keadaan normal harus dilakukan pengendalian serangga dan
binatang pengganggu yang lain minimal satu bulan sekali.
c. Pengumpulan sampah secara rutin
d. Pengumpulan sampah dari bangsal dilakukan setiap hari
e. Kantong sampah harus tertutup
f. Semua kontainer dan kantong harus diberi label
g. Kontainer yang penuh harus segera diganti dengan kontainer atau
kantong yang kosong
Persyaratan tempat penyimpanan sampah sementara:
a. Kedap air, kokoh
b. Drainase baik
c. Mudah dibersihkan
d. Jauh dari sumber air bersih
e. Mudah dijangkau petugas
f. Aman dan terkunci
g. Memiliki pencahayaan dan ventilasi yang baik
h. Kedap tikus, serangga dan burung
3. Pengolahan dan Pemusnahan
Pengolahan dan pemusnahan limbah padat non-medis harus
dilakukan sesuai persyaratan kesehatan. (sanitasi-rumah-sakit)
Masalah yang sering muncul dalam hal pengelolaan limbah rumah
sakit adalah terbatasnya dana yang ada untuk membangun fasilitas
pengolahan limbah serta operasinya, khususnya untuk rumah sakit tipe
kecil dan menengah. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu
dikembangkan teknologi pengolahan air limbah rumah sakit yang
murah, mudah operasinya serta hemat energi, khususnya untuk rumah
sakit dengan kapasitas kecil sampai sedang. Salah satu alternatif
pengolahan limbah rumah sakit dapat menjawab permasalahan tersebut
adalah Rotating Biological Contactor (RBC).
Rotating Biological Contactor (RBC) adalah suatu proses
pengolahan air limbah secara biologis yang terdiri atas disc melingkar
yang diputar oleh poros dengan kecepatan tertentu. RBC mempunyai
beberapa keuntungan, antara lain mudah dioperasikan, mudah dalam
perawatan, tidak membutuhkan banyak lahan. (134-228)

Kualitas Udara
Udara merupakan salah satu media lingkungan tempat bakteri, virus,
dan fungi hidup dan berkembang. Oleh karena mikroorganisme tersebut
memerlukan berbagai persyaratan untuk tumbuh dan berkembang,
faktorfaktor lingkungan fisik udara tertentu dapat berhubungan dengan angka
kuman....(Lingkungan Fisikkd..)
Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang
memprihatinkan. Dampak yang ditimbulkan dari pencemaran tersebut
menyebabkan penurunan kualitas udara, yang berdampak negatif terhadap
kesehatan manusia. Kesehatan manusia sangat dipengaruhi oleh kualitas
udara dalam ruangan, di daerah perkotaan 80% dari kegiatan individu atau
manusia berada dalam ruangan. Penelitian yang dilakukan The National
Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) terhadap 446 bangunan
dan gedung di Amerika, menemukan bahwa terdapat 5 sumber pencemar
udara dalam ruangan yaitu pencemaran dari alat-alat dalam gedung (17%),
pencemaran di luar gedung (11%), pencemaran akibat bahan bangunan (3%),
pencemaran akibat mikroba (5%), gangguan ventilasi udara (52%), dan
sumber yang belum diketahui (25%).
Salah satu sasaran pembangunan kesehatan adalah lingkungan sehat
termasuk lingkungan rumah sakit. Rumah sakit menjadi salah satu tempat
terjadinya pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan dan atau dapat
menjadi tempat penularan penyakit. Pemerintah Indonesia telah mengatur
persyaratan kualitas udara di rumah sakit dalam Keputusan Menteri
Kesehatan RI No.1204/MENKES/SK/X/2004. Sebagai suatu institusi, rumah
sakit memberikan pelayanan kesehatan dalam rangka mengobati dan
menyembuhkan penderita, sehingga didapatkan kondisi yang sehat dan
terbebas dari penyakit. Kualitas lingkungan di rumah sakit menjadi salah satu
hal yang perlu diperhatikan, karena beberapa cara transmisi kuman penyebab
infeksi dapat terjadi melalui droplet, airborne maupun kontak langsung.
Dengan demikian penyebab penyakit dapat berada di udara, lantai, dinding
maupun peralatan medis.
Ruang rawat inap memberikan peluang besar bagi pengunjung,
pekerja medis, pekerja non medis, serta pasien pada jam-jam tertentu untuk
berinteraksi di dalamnya. Melihat faktor pemeliharaan ruangan di rumah sakit
seperti kebersihan pada ruang rawat inap berbeda dengan ruang operasi dan
isolasi yang menggunakan sterilisasi yang ketat, akses untuk masuk ke ruang
rawat inap lebih mudah mengingat kepentingan berkunjung ke ruang rawat
inap lebih tinggi dibandingkan dengan ruang cuci atau dapur. Lantai ruang
perawatan di rumah sakit merupakan salah satu media selain udara yang
menjadi tempat untuk bertebarnya berbagai jenis mikroorganisme.
Data mengenai kejadian, angka kesakitan dan angka kematian infeksi
nosokomial di Indonesia masih langka, tetapi diperkirakan cukup tinggi
mengingat keadaan rumah sakit dan kesehatan umum relatif belum begitu
baik.Survei sederhana yang telah dilakukan oleh Subdit Surveilans Direktorat
Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
Pemukiman (Ditjen PPM&PLP) di 10 rumah sakit umum tahun 1987,
menunjukkan angka infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu 6% hingga 16%
dengan rerata 9,8%. Menurut Hasyim (2005) di Jakarta prevalensi infeksi
nosokomial sebesar ± 41,1%, di Surabaya ± 73,3% dan Yogyakarta ± 5,9%.
Jumlah pasien, pengunjung dan penunggu merupakan sekelompok
orang yang menjadi sumber bakteri dalam ruang perawatan. Bakteri pada
orang dapat ditemukan pada kulit, hidung dan mulut. Jumlah pasien,
penunggu dan pengunjung dari hari pertama dengan hari berikutnya akan
berbeda-beda. Pada hari-hari tertentu seperti akhir pekan atau hari libur
jumlah pengunjung bisa melebihi dari hari biasanya. Sejumlah
mikroorganisme pada udara dan lantai ruang perawatan dipengaruhi oleh
faktor pembawa yang ikut berperan terhadap penyebaran mikroorganisme
tersebut. (655-1372-1)
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah
sakit, indeks angka kuman untuk ruang pemulihan/perawatan adalah 200-500
CFU/m3. Dari 16 kamar yang diteliti, terdapat 10 kamar yang memiliki
angka kuman di atas indeks angka ada tidaknya perbedaan total kuman yang
signifikan serta terdapatnya angka kuman yang melebihi indeks angka kuman
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204/Menkes/SK/X/2004 dipengaruhi oleh laju ventilasi, padatnya orang dan
kegiatan orang-orang yang menempati ruangan. Angka kuman udara juga
dipengaruhi oleh suplai nutrisi, suhu untuk pertumbuhan, kelembaban, dan
pencahayaan.10 Hal ini sesuai dengan penelitian Yuliani dkk (1998) dimana
suhu dan kelembaban mempengaruhi angka kuman dalam udara. (P)
Beberapa kuman dapat memperbanyak dirinya pada banyak jenis
makanan umum, sedangkan jenis makanan tertentu untuk pertumbuhan
dirinya. Mikroba sama dengan makhluk hidup lainnya, memerlukan nutrisi
sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya. Kondisi tidak bersih dan
hygienis pada lingkungan adalah kondisi yang menyediakan sumber nutrisi
bagi pertumbuhan mikroba sehingga mikroba dapat tumbuh berkembang di
lingkungan yang kotor. Suhu optimal untuk pertumbuhan bagi
mikroorganisme sangat bervariasi tergantung pada jenis mikroorganisme itu
sendiri. Kelembaban sangat penting untuk pertumbuhan mikroorganisme.
Pada umumnya mikroorganisme berjenis bakteri membutuhkan kelembaban
yang tinggi.
Hubungan antara jumlah pengunjung dengan angka kuman udara rata-
rata per minggu menunjukkan hubungan yang bermakna, karena diperoleh
nilai p = 0,037 (p<0,05). Jika Hasil uji bertanda positif, berarti semakin
banyak pengunjung yang datang maka semakin meningkat pula rata-rata
angka kuman udara per minggu di ruang rawat inap. Hubungan antara jumlah
pengunjung dengan angka kuman lantai rata-rata per minggu di ruang rawat
inap, menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan ditunjukkan dengan
nilai p (0,032). Hubungan antara sanitasi ruang dengan angka kuman lantai
rata-rata per minggu di ruang rawat inap, menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara sanitasi ruang dengan angka kuman lantai
ditunjukkan dengan nilai p (0,474).
Secara umum debit limbah cair sangat tergantung pada jumlah air
bersih yang dibutuhkan perkapita, bisa berkisar 70-80 % dari banyaknya air
bersih yang digunakan akan keluar sebagai air limbah. Perkiraan kebutuhan
air bersih untuk rumah sakit per hari didasarkan pada jumlah tempat tidur,
yaitu 500 liter/hari (Depkes, 2002). Selain dari jumlah TT, perkiraan air
bersih untuk rumah sakit juga didasarkan pada jumlah penggunaan air bersih
pada urusan gizi dan laundry per harinya. (O)

KESIMPULAN DAN SARAN


Menurut Permenkes, 1204/Menkes/PerXI/2004, yang mengatur tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, rumah sakit sebagai sarana
pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat
ataupun dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan
terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan; Beberapa
kelompok masyarakat yang mempunyai risiko untuk mendapat gangguan
karena buangan Rumah Sakit.Untuk menghindari resiko dan gangguan
kesehatan maka perlu penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai