Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan tekanan darah arteri yang tergolong tinggi

dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih

dari 90 mmHg (Palmer, 2007).

Pada pasien Krisis Hipertensi atau Hipertensi Emergensi di dapatkan

peningkatan tekanan darah yang mendadak (sistole ≥180 mmHg dan/atau

diastole ≥120 mmHg), yang membutuhkan penanggulangan segera yang

ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan

timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target (otak, mata atau retina,

ginjal, jantung, dan pembuluh darah) (Aspiani, 2013).

Menurut American Heart Association (AHA), penduduk Amerika

yang berusia diatas 20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka

hingga 74,5 juta jiwa, namun hampir sekitar 90-95% kasus tidak diketahui

penyebabnya (Kemenkes RI, 2014).

Menurut data WHO (World Health Organization) pada tahun 2015,

Hampir 1 milyar orang diseluruh dunia memiliki tekanan darah tinggi.

Hipertensi adalah salah satu penyebab utama kematian dini diseluruh

dunia. Di tahun 2020 sekitar 1,56 miliar orang dewasa akan hidup

dengan hipertensi. Hipertensi membunuh hampir 8 miliyar orang setiap

tahun di dunia dan hampir 1,5 juta orang setiap tahunnya di kawasan

Asia Timur-Selatan. Sekitar sepertiga dari orang dewasa di Asia Timur-

Selatan menderita hipertensi (WHO, 2015).


Gambar 1.1
Prevalensi Hipertensi Berdasarkan Hasil Pengukuran Pada Penduduk
Umur ≥ 18 Tahun di Indonesia Tahun 2007-2018

Sumber :Kemenkes RI, 2018

Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi

pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar 31,7%.

Menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan

(39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%). Provinsi Jawa Timur,

Bangka Belitung, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, DI Yogyakarta, Riau,

Sulawesi Barat, Kalimantan Tengah, dan Nusa Tengah Tenggara Barat,

merupakan provinsi yang mempunyai prevalensi hipertensi lebih tinggi

dari angka nasional. Sedangkan prevalensi hipertensi berdasarkan

diagnosis tenaga kesehatan adalah 7,2%, ditambah kasus yang minum

obat hipertensi prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara ini adalah

7,6% (kasus yang minum obat hipertensi hanya 0,4%).

Dengan demikian cakupan diagnosis hipertensi oleh tenaga

kesehatan hanya mencapai 24,0%, atau dengan kata lain sebanyak 76,0%

kasus hipertensi dalam masyarakat belum terdiagnosis (Kemenkes RI,

2007).
Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran

pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8% tertinggi di Bangka Belitung

(30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%)

dan Jawa Barat (29,4%). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat

melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4% yang

didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5%. Jadi,

ada 0,1% yang minum obat sendiri. Responden yang mempunyai tekanan

darah normal tetapi sedang minum obat hipertensi sebesar 0.7%. Jadi

prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% (25,8% + 0,7 %)

(Kemenkes RI, 2013). Terlihat terjadi penurunan pada tahun 2007-2013,

namun saat 2013-2018 terdapat peningkatan yang signifikan bahkan

melebihi persentase di tahun 2007 hingga 34,1% (Gambar 1.1).

Data Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2017

menunjukan bahwa semua kabupaten kota telah melaporkan hasil

pengukuran tekanan darah pada kelompok Umur ≥ 18 tahun. Total jumlah

penduduk yang berusia ≥ 18 tahun pada tahun 2017 di Provinsi

Kalimantan Tengah adalah 1.752.733 orang. Jumlah yang diukur tekanan

darah adalah 328.675 orang (18.75%). Dari hasil pengukuran tekanan

darah pada penduduk yang berusia ≥ 18 tahun terdapat 84.278 orang

(25,64%) yang menderita hipertensi (Kemenkes RI, 2018).

Jumlah penduduk di Kabupaten Kotawaringin Timur Umur > 18

Tahun laki- laki dan perempuan yaitu 267.516 jiwa serta dilakukan

pemeriksaan tekanan darah pada laki-laki dan perempuan sebanyak

72.250 jiwa, dan didapatkan 6.594 jiwa menderita hipertensi Tahun 2016.
Penanganan hipertensi akan lebih baik jika diintegrasikan dengan

sistem kesehatan karena menyangkut aspek ketenagaan, sarana dan obat-

obatan. Obat yang telah berhasil diproduksi teknologi kedokteran

harganya masih relatif mahal sehingga menjadi kendala penanganan

hipertensi, terutama bagi yang memerlukan pengobatan jangka panjang

(Kemenkes RI, 2007).

Sesuai dengan rekomendasi (WHO-ISH) dan (JNC VI) dalam

menangani penderita hipertensi khususnya hipertensi ringan, melakukan

kegiatan olahraga yang terprogram sudah menjadi satu komponen dasar

pengobatan hipertensi sebelum pemberian obat–obatan (WHO, 2007).

Brisk walking exercise merupakan salah satu bentuk moderate

aerobic exercise yang direkomendasikan oleh ahli jantung di Amerika dan

Eropa sebagai salah satu perubahan gaya hidup pasien hipertensi.

Brisk walking exercise sebagai salah satu bentuk latihan aerobik

merupakan bentuk latihan aktivitas sedang pada pasien hipertensi dengan

menggunakan tehnik jalan cepat selama 20-30 menit dengan rerata

kecepatan 4-6 km/jam. Kelebihannya adalah latihan ini cukup efektif

untuk meningkatkan kapasitas maksimal denyut jantung, merangsang

kontraksi otot, pemecahan glikogen dan peningkatan oksigen jaringan.

Latihan ini juga dapat mengurangi pembentukan plak melalui

peningkatan penggunaan lemak dan peningkatan penggunaan glukosa

(Kowalski, 2010).

Brisk walking exercise berdampak pada penurunan risiko mortalitas

dan morbiditas pasie hipertensi melalui mekanisme pembakaran kalori,

mempertahankan berat badan, membantu tubuh rileks dan peningkatan


senyawa beta endorphin yang dapat menurunkan stres serta tingkat

keamanan penerapan brisk walking exercise pada semua tingkat umur

penderita hipertensi (Kowalski, 2010)

Saat Anda pertama kali melakukan jalan cepat brisk walking sebagai

latihan, wajar jika tulang kering akan terasa nyeri. Kondisi ini biasanya

akan menghilang jika Anda sudah terbiasa. Oleh karena itu, lakukan

latihan pemanasan sebelum memulai latihan.

Semakin sering Anda melakukan latihan, Anda bisa meningkatkan

kecepatan langkah kaki Anda dan melatih pernapasan Anda lebih baik

lagi. Agar tubuh tetap bugar dan sehat, lakukan latihan ini sebanyak 150

menit setiap minggu.Ketika Anda dapat berjalan cepat selama 15 hingga

30 menit, Anda dapat menggunakan teknik jalan cepat untuk membangun

kebugaran dan memastikan Anda mendapatkan latihan intensitas sedang

selama 150 menit setiap minggu.

Dikutip dari situs Live Strong, menurut jurnal American Heart

Association yang diterbitkan bulan Februari 2013, brisk walking memiliki

beberapa manfaat, seperti mengurangi risiko tekanan darah tinggi, kadar

kolesterol tinggi, dan diabetes.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh sukarmin dkk penelitian

dilakukan pada 42 responden (21 responden kelompok kontrol dan 21

kelompok intervensi). Hasil uji paired t test perubahan tekanan darah

sistolik dan diastolik kelompok kontrol menunjukkan adanya nilai yang

bermakna (p= 0,000 dan p= 0,026; a= 0,05). Untuk itu, perlu adanya

penerapan brisk walking untuk penatalaksanaan hipertensi di rumah sakit

maupun puskesmas (komunitas).


Menurut penelitian yang dilakukan Anisa Suci Fadhilah,

menunjukkan penelitian ini adalah Quasy Eksperimental Design dengan

rancangan penelitian One Group Pretest-Posttest Design. Hasil : Hasil uji

Wilcoxon pada sampel didapatkan hasil untuk sistol (p)=0,000<0,05,

sedangkan pada diastole didapatkan hasil (p)=0,001<0,05 yang artinya

terdapat pengaruh Brisk Walking Exercise terhadap tekanan darah pada

lansia yang mengalami hipertensi.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk menyusun karya

tulis ilmiah tentang “Brisk Walking Exercise” Untuk Membantu

Menurunkan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi”, dikarenakan

terjadinya peningkatan penderita hipertensi yang signifikan dari tahun

2013-2018 berdasarkan data Riskesdas Tahun 2018.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh Brisk Walking Exercise terhadap penurunan

tekanan darah pada pasien hipertensi primer ?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Menjelaskan pengaruh terapi Brisk Walking Exercise untuk

penurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi primer.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini

adalah,mahasiswa mampu :

a. Mengidentifikasi tanda-tanda vital pre dan post terhadap pemberian

terapi Brisk Walking Exercise pada lansia dengan Hipertensi

primer.
b. Menganalisa hasil tindakan pemberian terapi Brisk Walking

Exercise untuk membantu menurunkan tekanan darah pada lansia

dengan Hipertensi primer

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan Karya Tulis Ilmiah ini bagi Institusi

Pendidikan, Institusi Kesehatan, Profesi, dan Masyarakat, antara lain:

1. . Bagi Institusi Pendidikan

a. Memberi kontribusi literatur keperawatan khususnya

keperawatan keluarga dengan Hipertensi primer.

b. Sebagai tolak ukur terhadap keberhasilan mahasiswa keperawatan

dalam memberikan asuhan keperawatan serta dokumentasi

keperawatan khususnya pada klien dengan Hipertensi primer.

2. Bagi Puskesmas

Sebagai tolak ukur terhadap kompetensi serta keberhasilan

bimbingan mahasiswa selama mengikuti proses praktik klinik di

Puskesmas, sehingga nantinya dapat dihasilkan tenaga perawat yang

kompeten serta terampil dalam pemberian asuhan keperawatan

kepada individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat, khususnya

klien dengan Hipertensi primer.

3. Bagi Mahasiswa

a. Sebagai pengalaman dalam praktik di lapangan, sehingga

tercipta perawat yang tidak hanya cerdas dalam teori, namun

mampu melakukan tindakan asuhan keperawatan dengan baik

dan benar.
b. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan

Diploma III Keperawatan di Akademi Keperawatan Pemerintah

Kabupaten Kotawaringin Timur.

4. Bagi Klien

Menambah wawasan atau pengetahuan tentang terapi Brisk

Walking Exercise yang dapat menurunkan tekanan darah pada

penderita hipertensi primer.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah meningkat yang abnormal dan

diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda, tekanan

darah normal bervariasi sesuai usia sehingga setiap diagnosis

hipertensi harus spesifik sesuai usia (Corwin, 2009).

Hipertensi merupakan tekanan darah arteri yang tergolong tinggi

dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik

lebih dari 90 mmHg (Palmer, 2007). Pada pasien Krisis Hipertensi

atau Hipertensi Emergensi di dapatkan peningkatan tekanan darah

yang mendadak (sistole ≥180 mmHg dan/atau diastole ≥120 mmHg),

yang membutuhkan penanggulangan segera yang ditandai oleh

tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan timbulnya

atau telah terjadi kelainan organ target (otak, mata atau retina, ginjal,

jantung, dan pembuluh darah) (Aspiani, 2013).

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau

tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang

berulang (PERKI, 2015).


Hipertensi adalah terjadinya peningkatan secara abnormal dan

terus menerus tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa

faktor yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam

mempertahankan tekanan darah secara normal (Brian Hayens, 2003

dalam Maulidayatun Nuril Faizah, 2015).

2. Klasifikasi Hipertensi

Berdasarkan The Joint National Commite on Prevention

Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure VII

(2004) tekanan darah diklasifikasikan menjadi 4 kategori, yaitu:

Tabel 2.1
Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan The Joint National Commite on
Prevention Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure VII Tahun 2004
Kategori TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Normal < 120 <80
Pre-hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi tingkat 1 140-159 90-99
Hipertensi tingkat 2 ≥ 160 ≥ 100
Sumber : Joint National Committee on Prevention Detection, Evaluation, and Treatment
of
High Blood Pressure VII/JNC-VII (2004)

American College of Cardiology (2017) menggolongkan hasil

pengukuran tekanan darah menjadi:

Tabel 2.2
Kategori Tekanan Darah Berdasarkan American College of
Cardiology Tahun 2017
Kategori tekanan Sistolik Diastolik
darah
Normal < 120 <80
Pre-hipertensi 120-129 <80
Hipertensi tingkat 1 130-139 80-89
Hipertensi tingkat 2 ≥ 140 ≥ 90
Sumber: American College of Foundation (2017)
3. Etiologi Hipertensi

Hipertensi berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi 2 yaitu,

Hipertensi essensial dan Hipertensi sekunder. Dalam Karya Tulis

Ilmiah ini, penulis akan menjelaskan yang berkaitan dengan kasus

yang diambil yaitu Hipertensi essensial atau Hipertensi primer.

Pada sekitar 88% pasien yang mengalami peningkatan tekanan

darah, penyebab hipertensi tidak diketahui, dan mereka dikatakan

mengalami hipertensi essensial. Pada saat ini, hipertensi essensial

adalah penyakit yang dapat diobati tetapi tidak dapat disembuhkan

(Ganong, 2008).

Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa

kelainan dasar patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus

merupakan hipertensi essensial. Penyebab hipertensi meliputi faktor

genetik dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan

terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh

darah terhadap vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-lain.

Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet,

kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas dan lain-lain (Nafrialdi,

2007).

Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang

berlebihan dan gaya hidup tampaknya memiliki peran yang

utama dalam menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien

hipertensi memiliki berat badan yang berlebih dan penelitian pada

berbagai populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang

berlebih (obesitas) memberikan risiko 65-70% untuk terkena

hipertensi primer (Guyton dan Hall, 2008).


4. Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh

darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat

vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah

ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia

simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor

dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui

sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron

preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut

saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan

dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh

darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang

vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap

norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal

tersebut bisa terjadi (Smeltzer dan Bare, 2005).

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal

juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi.

Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan

vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid

lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh

darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke

ginjal, menyebabkan pelepasan renin.


Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian

diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang

pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.

Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus

ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua

faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Smeltzer dan

Bare, 2005).

Perubahan struktural dan fungsional pada system pembuluh

perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang

terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,

hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi

otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan

kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.

Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya

dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung

(volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan

peningkatan tahanan perifer (Smeltzer dan Bare, 2005).

Kenaikan tekanan darah yang mendadak menimbulkan reaksi

vasospasme arteriol yang hebat disertai penurunan aliran darah otak

dan iskemi (Sugiyanto, 2007).

Hipertensi ditandai dengan vasokontriksi yang menyebabkan

gangguan sirkulasi dan mempengaruhi organ otak sehingga terjadi

resistensi pembuluh darah otak yang mengakibatkan gangguan pola

tidur dan nyeri kepala, serta terjadi penurunan suply oksigen di otak

sehingga terjadi penurunan kesadaran yang mengakibatkan

gangguan
perfusi jaringan. Pada organ ginjal juga menyebabkan vasokontriksi

pembuluh darah ginjal yang mengakibatkan penurunan aliran renal

dan respon Renin-Angiotensin-Aldosteron yang merangsang

aldosteron, menyebabkan terjadinya retensi natrium di tubulus ginjal

menimbulkan edema sehingga muncul masalah kelebihan volume

cairan.

Organ jantung terbagi dua sistemik dan koroner, sistemik

mengakibatkan vasokontriksi ditandai dengan peningkatan afterload

hingga muncul masalah risiko penurunan curah jantung, dan koroner

mengakibatkan iskemi miocard hingga muncul masalah nyeri dada.

Dan saat terjadi penyakit hipertensi akan timbul perubahan status

kesehatan yang membuat klien kurang paparan informasi tentang

penyakitnya sehingga timbul masalah defisien pengetahuan.


Pathway Hipertensi

Umur Jenis Kelamin Gaya Hidup Obesitas

Elastisitas , arteriosklerosis

Hipertensi Perubahan status kesehatan

Dari pusat vasomotor


bermula jaras saraf simpatis

Ganglia simpatis di toraks


dan abdomen

Neuron preganglion melepas


asetilkolin

Aktivasi norepinefrin

Vasokontriksi

Gangguan sirkulasi

Otak Ginjal Jantung

Resistensi pembuluh Suplai


darah ke otak vasokontriksi pembuluh
O2 darah ginjal
Sistemik Koroner
Sinkop Aliran renal
Vasokontriksi
Iskemi
Respon RAA miokard Paparan informasi
Gangguan Nyeri
Gangguan Afterload kurang
pola tidur kepala
perfusi jaringan
Rangsang aldosteron Nyeri
dada Defisien
Retensi Na pengetahuan
di tubulus ginjal Risiko penurunan
curah jantung
Kelebihan
volume cairan Edema

Sumber : Smeltzer dan Bare (2005)


5. Manifestasi Klinis Hipertensi

Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain

tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan

pada retina, seperti perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh

darah, dan pada kasus berat dapat ditemukan edema pupil (edema

pada diskus optikus) (Smeltzer dan Bare, 2005).

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan

gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukkan adanya

kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem

organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan.

Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai

nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma

(peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin). Keterlibatan

pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan

iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralysis sementara

pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan

(Smeltzer dan Bare, 2005).

Menurut Price, gejala hipertensi antara lain sakit kepala bagian

belakang, kaku kuduk, sulit tidur, gelisah, kepala pusing, dada

berdebar-debar, lemas, sesak nafas, berkeringat dan pusing (Price

dan Wilson, 2006).

Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul

setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun adalah nyeri kepala

saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah yang

disebabkan peningkatan tekanan darah intra cranial (Corwin,2009).


6. Penatalaksanaan Hipertensi

a. Penatalaksanaan Nonfarmakologi

Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat

menurunkan tekanan darah, dan secara umum sangat

menguntungkan dalam menurunkan risiko permasalahan

kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat

1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola

hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus

dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka

waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang

diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang

lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi

(PERKI, 2015).

Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak

guidelines adalah :

1) Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat

dengan memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan

dapat memberikan manfaat yang lebih selain penurunan

tekanan darah, seperti menghindari diabetes dan

dislipidemia.

2) Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi

garam dan lemak merupakan makanan tradisional pada

kebanyakan daerah. Tidak jarang pula pasien tidak

menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji,

makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya.


Tidak jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk

mengurangi dosis obat antihipertensi pada pasien hipertensi

derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2

gr/ hari.

3) Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur

sebanyak 30 – 60 menit/ hari, minimal 3 hari/ minggu,

dapat menolong penurunan tekanan darah. Terhadap pasien

yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus,

sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki,

mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam aktifitas

rutin mereka di tempat kerjanya.

4) Mengurangi konsumsi alkohol. Walaupun konsumsi alkohol

belum menjadi pola hidup yang umum di negara kita,

namun konsumsi alkohol semakin hari semakin meningkat

seiring dengan perkembangan pergaulan dan gaya hidup,

terutama di kota besar. Konsumsi alkohol lebih dari 2 gelas

per hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat

meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi

atau menghentikan konsumsi alkohol sangat membantu

dalam penurunan tekanan darah.

5) Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum

terbukti berefek langsung dapat menurunkan tekanan darah,

tetapi merokok merupakan salah satu faktor risiko utama

penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan

untuk berhenti merokok (PERKI, 2015).


b. Penatalaksanaan Farmakologi

Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai

bila pada pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami

penurunan tekanan darah setelah > 6 bulan menjalani pola

hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2.

Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu

diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek

samping, yaitu :

1) Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal.

2) Berikan obat generik (non-paten) bila sesuai dan dapat

mengurangi biaya.

3) Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun

) seperti pada usia 55 – 80 tahun, dengan memperhatikan

faktor komorbid.

4) Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme

inhibitor (ACE-i) dengan angiotensin II receptor blockers

(ARBs).

5) Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien

mengenai terapi farmakologi .

6) Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur

(PERKI,2015)
7. Komplikasi

Menurut Elisabeth J Corwin komplikasi hipertensi terdiri dari

stroke, infark miokard, gagal ginjal, ensefalopati (kerusakan otak)

dan pregnancyincluded hypertension (PIH) (Corwin, 2009).

a. Stroke

Stroke dapat timbul akibat pendarahan tekanan tinggi di

otak atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh otak

yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada

hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak

mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah ke

daerah-daerah yang diperdarahi berkurang. Arteri-arteri otak

yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga

meningkatkan kemungkinan terbentuknya anurisma (Corwin,

2009).

b. Infark Miokard

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang

arterosklerotik tidak dapat mensuplai cukup oksigen ke

miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menyumbat

aliran darah melalui pembuluh tersebut. Akibat hipertensi

kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen

miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi

iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga,

hipertrofi dapat menimbulkan perubahaan-perubahan waktu

hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia,

hipoksia jantung dan peningkatan risiko pembentukan bekuan

(Corwin, 2009).
c. Ensefalopati

Ensefalopati (Kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada

hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan

yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan

tekanan kapiler dan mendorong ke dalam ruang intersitium

diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya

kolaps yang dapat menyebabkan ketulian, kebutaan dan tak

jarang juga koma serta kematian mendadak. Keterikatan antara

kerusakan otak dengan hipertensi, bahwa hipertensi berisiko 4

kali terhadap kerusakan otak dibandingkan dengan orang yang

tidak menderita hipertensi (Corwin, 2009).

B. Tinjauan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Aktivitas/ Istirahat

Gejala: Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.

Tanda: Frekuensi jantung meningkat, frekuensi irama jantung,

takipnea.

b. Sirkulasi

Gejala: Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung

koroner/ katup dan penyakit serebrovaskular, episode palpitasi,

perspirasi. Tanda: Kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan

tekanan darah diperlukan untuk menegakkan diagnosis). Hipotensi

postural (mungkin berhubungan dengan regimen obat). Nadi:

denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis; perbedaan denyut,

seperti denyut femoral melambat sebagai kompensasi denyutan


radialis atau brakialis; denyut popliteal, tibialis posterior, pedalis

tidak teraba atau lemah. Denyut apikal: PMI kemungkinan

bergeser dan/atau sangat kuat. Frekuensi/irama: takikardia,

berbagai disritmia. Bunyi jantung: terdengar S2 pada dasar; S3

(CHF dini); S4 (pengerasan ventrikel kiri/ hipertrofi ventrikel kiri).

Murmur stenosis valvular. Desiran vascular terdengar atas karotis,

femoralis, atau epigastrium (stenosis arteri). DVJ (distensi vena

jugularis) (kongesti vena). Ekstremtias: perubahan warna kulit,

suhu dingin (vasokontriksi perifer); pengisian kapiler mungkin

lambat/tertunda (vasokontriksi).Kulit pucat, sianosis, dan

diaphoresis (kongesti, hipoksemia); kemerahan

(feokromositoma).

b. Integritas Ego

Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi,

euphoria, atau marah kronik (dapat mengindikasikan kerusakan

serebral). Faktor-faktor stress multiple (hubungan, keuangan, yang

berkaitan dengan pekerjaan). Tanda: Letupan suasana hati,

gelisah, penyempitan kontinu perhatian, tangisan yang

meledak. Gerak tangan empati, otot muka tegang

(khususnya sekitar mata), gerakan fisik cepat, pernapasan

menghela, peningkatan pola bicara.

c. Eliminasi

Gejala: Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti infeksi/

obstruksi atau riwayat penyakit ginjal masa yang lalu).


d. Makanan/ Cairan

Gejala: Makanan yang disukai, yang dapat mencakup makanan

tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang

digoreng, keju, telur); gula-gula yang berwarna hitam; kandungan

tinggi kalori. Mual, muntah. Perubahan berat badan akhir-akhir ini

(meningkat/turun). Riwayat penggunaan diuretik.

Tanda: Berat badan normal atau obesitas. Adanya edema (mungkin

umum atau tertentu); kongesti vena, DVJ; glikosuria (hamper

10% pasien hipertensi adalah diabetik).

e. Neurosensori

Gejala: Keluhan pening/ pusing. Berdenyut, sakit kepala

suboksipital (terjadi saat bangun dan menghilang secara spontan

setelah beberapa jam). Episode kebas dan/ atau kelemahan pada

satu sisi tubuh. Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan

kabur), episode epitaksis.

Tanda: Status mental: perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi

bicara, afel, proses piker, atau memori (ingatan).

f. Nyeri/ Ketidak nyamanan

Gejala: Angina (penyakit arteri coroner/ keterlibatan jantung).

Nyeri hilang timbul pada tungkai/ klaudikasi (indikasi

arteriosclerosis pada arteri ekstremitas bawah). Sakit kepala

oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya.


g. Pernapasan

Gejala: Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas kerja. Takipnea,

ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal. Batuk dengan/ tanpa

pembentukan sputum. Riwayat merokok.

Tanda: distress respirasi/ penggunaan otot aksesori pernapasan.

Bunyi napas tambahan (krakles/ mengi). Sianosis.

h. Keamanan

Keluhan/ Gejala: gangguan koordinasi/ cara berjalan. Episode

parastesis unilateral transien. Hipotensi postural.

i. Pembelajaran/ Penyuluhan

j. Gejala: faktor-faktor risiko: Hipertensi, arterisklerosis, penyakit

jantung, diabetes mellitus, penyakit serebrovaskular. Pertimbangan

Rencana Pemulangan: Bantuan dengan pemantauan diri TD.

Perubahan dalam terapi obat (Doenges, 1999).

2. Diagnosa Keperawatan

Berikut diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien

hipertensi berdasarkan buku NANDA-I Diagnosis Keperawatan 2018-

2020 Edisi 11, yaitu:

a. Nyeri Akut (Domain 12, Kelas 1, Kode Diagnosis 00132)

1) Definisi

Nyeri akut yaitu pengalaman sensori dan emosional tidak

menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan actual

dan potensial, atau yang digambarkan sebagai kerusakan

(International Association for the Study of Pain), awitan yang


tiba-tiba atau lambat dengan intensitas ringan hingga berat,

dengan berakhirnya dapat diantisipasi atau diprediksi, dan

dengan durasi kurang dari 3 bulan.

2) Batasan karakteristik:

a) Perubahan selera makan

b) Perubahan pada parameter fisiologis

c) Perilaku distraksi

d) Eskpresi wajah nyeri

e) Sikap tubuh melindungi

f) Laporan tentang perilaku nyeri/ perubahan aktivitas

g) Dilatasi pupil

h) Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala

nyeri

i) Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan

standar instrumen nyeri.

3) Faktor yang berhubungan:

a) Agens cedera biologis

b) Agens cedera kimiawi

c) Agens cedera fisik

b. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer (Domain 4, Kelas 4,

Kode Diagnosis 00204)

1) Definisi

Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer yaitu penurunan

sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan.


2) Batasan karakteristik:

a) Tidak ada nadi perifer

b) Perubahan fungsi motorik

c) Perubahan karakteristik kulit

d) Nyeri ekstremitas

e) Warna kulit pucat saat elevasi

f) Perubahan tekanan darah di ekstremitas

3) Faktor yang berhubungan:

a) Asupan garam tinggi

b) Kurang pengetahuan tentang proses penyakit

c) Kurang pengetahuan tentang faktor yang dapat diubah

d) Gaya hidup kurang gerak

e) Merokok

c. Defisien Pengetahuan (Domain 5, Kelas 4, Kode Diagnosis 00222)

1) Definisi

Defisien pengetahuan yaitu ketiadaan atau defisien

informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu, atau

kemahiran.

2) Batasan karakteristik:

a) Ketidakarutan mengikuti perintah

b) Ketidakarutan melakukan tes

c) Perilaku tidak tepat

d) Kurang pengetahuan
3) Faktor yang berhubungan:

a) Kurang informasi

b) Kurang minat untuk belajar

c) Kurang sumber pengetahuan

d) Keterangan yang salah dari orang lain

d. Kelebihan Volume Cairan (Domain 2, Kelas 5, Diagnosis 00026)

1) Definisi

Kelebihan volume cairan yaitu peningkatan asupan

dan/atau retensi cairan.

2) Batasan karakteristik

a) Bunyi napas tambahan

b) Gangguan tekanan darah

c) Gangguan pola napas

d) Ansietas

e) Dispnea

f) Penambahan berat badan dalam waktu yang sangat singkat

g) Edema

3) Faktor yang berhubungan:

a) Kelebihan asupan cairan

b) Kelebihan asupan natrium


e. Penurunan Curah Jantung (Domain 4, Kelas 4, Kode Diagnosis

00029)

1) Definisi

Penurunan curah jantung yaitu ketidakadekuatan volume darah

yang dipompa oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan

metabolik tubuh.

2) Batasan karakteristik:

a) Perubahan warna kulit abnormal

b) Perubahan tekanan darah

c) Kulit lembab

d) Penurunan nadi perifer

e) Penurunan resistensi vaskuler paru

f) Penurunan resistensi vaskuler sistemik

g) Dispnea

h) Peningkatan PVR

i) Peningkatan SVR

j) Oliguria

3) Faktor yang berhubungan:

a) Akan dikembangkan

f. Gangguan pola tidur

1) Definisi

Interupsi jumlah waktu dan kualitas tidur akibat faktor

eksternal.
2) Batasan karakteristik

a) Kesulitan memulai tidur

b) Kesulitan mempertahankan tetap tidur

c) Ketidakpuasan tidur

d) Tidak merasa cukup istirahat

e) Terjaga tanpa jelas penyebabnya

3) Faktor yang berhubungan

a) Gangguan karena cara pasangan tidur

b) Kendala lingkungan

c) Kurang privasi

d) Pola tidur tidak menyehatkan

3. Intervensi Keperawatan

a. Nyeri Akut

NIC:

1) Monitor Tanda-Tanda Vital

2) Manajemen Lingkungan: Kenyamanan

3) Peningkatan Tidur

4) Terapi Latihan: Keseimbangan (Brisk Walking Exercise)

5) Manajemen Nyeri (Tarik nafas

dalam)

NOC:

1) Kontrol Nyeri

2) Tingkat Nyeri
b. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer

NIC:

1) Monitor Tanda-Tanda Vital

2) Terapi Brisk Walking Exercise

3) Manajemen Nutrisi

4) Manajemen Cairan

NOC:

1) Perfusi jaringan: Perifer

c. Defisien Pengetahuan

NIC:

1) Pendidikan Kesehatan (Hipertensi)

2) Pengajaran: Manajemen Nyeri

3) Pengajaran: Peresepan Diet

4) Pengajaran: Brisk Walking Exercise

NOC:

1) Pengetahuan: Manajemen Hipertensi

2) Pengetahuan: Manajemen Nyeri

3) Pengetahuan: Diet Sehat

4) Pengetahuan: Aktivitas Yang Disarankan (Brisk Walking

Exercise)

d. Kelebihan Volume Cairan

NIC:

1) Monitor Tanda-Tanda Vital

2) Monitor Cairan
3) Manajemen Elektrolit/ Cairan

4) Terapi Intravena (IV)

NOC:

1) Keseimbangan Cairan

e. Penurunan Curah Jantung

NIC:

1) Monitor Tanda-Tanda Vital

2) Terapi Intravena (IV)

3) Terapi Oksigen

4) Manajemen Syok

NOC:

1) Keefektifan Pompa Jantung

2) Status Sirkulasi

f. Gangguan pola tidur

NIC:

1) Manajemen lingkungan

2) Pengaturan posisi

3) Terapi relaksasi

4) Manajemen nutrisi

NOC:

1) Tidur
B. Tinjauan Teori Brisk Walking Exercise

Menurut pembagiannya, olahraga dibagi menjadi olahraga yang bersifat

aerobik dan olahraga yang bersifat anaerobik. Olahraga yang bersifat aerobik

adalah olahraga yang memerlukan kerja otot yang membutuhkan oksigen untuk

melakukan gerakan ototnya.penyerapan dan pengangkutan oksigen ke otot-otot

diangkut oleh sistem kardiorespirasi, sehingga olahraga yang bersifat aerobik

dapat memperkuat system kardiovaskular dan respirasi untuk menggunakan

oksigen di dalam otot, sedangkan olahraga yang bersifat anaerobik adalah jenis

olahraga yang tidak memerlukan oksigen dalam penyediaan energi selama

olahraga berlangsung (Suranti, 2017:5).

Menurut the American College of Sports Medicine, olahraga atau

aktivitas fisik dengan intensitassedang, seperti berjalan cepat dapat enurunkan

mortalitas penderita gangguan kardiovaskular seperti hipertensi. Brisk Walking

Exercise merupakan salah satu bentuk latihan aerobik dengan bentuk latihan

aktivitas sedang pada pasien hipertensi dengan teknik jalan cepat.Brisk Walking

Exercise ini cukup efektif untuk merangsang kontraksi otot, meningkatkan

kapasitas denyut jantung, memecahkan glikogen serta peningkatan oksigen di

dalam jaringan, selain itu latihan ini juga dapat mengurangi pembentukan plak

melalui peningkatan penggunaan lemak dan peningkatan penggunaan glukosa

(Kokkinos,2008;Kowalski, 2010, dalam Sukarmin, 2013:34-37).

Brisk walking exercise sebagai salah satu bentuklatihan aerobik

merupakan bentuk latihan aktivitas sedang pada pasien hipertensi dengan

menggunakan tehnik jalan cepat selama 20-30 menit dengan rerata kecepatan 4-6

km/jam. Kelebihannya adalah latihan ini cukup efektif untuk meningkatkan

kapasitas maksimal denyut jantung, merangsang kontraksi otot, pemecahan


glikogen dan peningkatan oksigen jaringan. Latihan ini juga dapat mengurangi

pembentukan plak melalui peningkatan penggunaan lemak dan peningkatan

penggunaan glukosa (Kowalski, 2010).

Brisk walking exercise berdampak pada penurunan risiko mortalitas dan

morbiditas pasien hipertensi melalui mekanisme pembakaran kalori,

mempertahankan berat badan, membantu tubuh rileks dan peningkatan senyawa

beta endorphin yang dapat menurunkan stres serta tingkat keamanan penerapan

brisk walking exercise pada semua tingkat umur penderita hipertensi (Kowalski,

2010).
BAB III

METODOLOGI

A. Hasil Ekstraksi Penelitian Terkait

Penulis akan menjabarkan hasil ekstraksi jurnal penelitian-penelitian

tentang penerapan Brisk Walking Exercise terhadap penurunan tekanan

darah pada orang dewasa dengan Hipertensi Primer, yang sebelumnya

telah diidentifikasi oleh penulis akan keefektifannya terhadap studi

kasus yang diterapkan.

Penanganan hipertensi dapat dilakukan dengan terapi farmakologi dan

nonfarmakologi, penulis tertarik ingin memberikan terapi nonfarmakologi,

yaitu terapi komplementer tanpa menggunakan obat-obatan kimia, dan

terapi medis yaitu dengan penerapan latihan Brisk Walking Exercise, yang

telah terbukti efektif dalam penurunan tekanan darah. Maka dari itu, ada 5

jurnal yang telah diambil oleh penulis untuk mendukung serta menjadi

pedoman bagi studi kasus yang akan diterapkan,

Jurnal pertama berjudul penurunan tekanan darah pada pasien

hipertensi melalui brisk walking exercise oleh Sukarmin, Nurachmah,

Gayatri,penelitian dilakukan pada 42 responden (21 responden kelompok

kontrol dan 21 kelompok intervensi). Hasil uji paired t test perubahan

tekanan darah sistolik dan diastolik kelompok kontrol menunjukkan adanya

nilai yang bermakna (p= 0,000 dan p= 0,026; a= 0,05). Untuk itu, perlu

adanya penerapan brisk walking untuk penatalaksanaan hipertensi di rumah

sakit maupun puskesmas (komunitas).


Jurnal kedua berjudul pengaruh brisk walking exercise terhadap

perubahan tekanan darah padapenderita hipertensi di desa mojodadi

kecamatan kemlagi kabupaten mojokerto oleh Sulistiyawati, Wahyuni, ,

Purwati,menunjukkan hasil yaitu menunjukkan bahwa rata-rata tekanan

sistole pada hari pertama sebesar 148,86 mmHg, dan rata-rata tekanan

diastole sebesar 92,29 mmHg sebelum melakukan brisk walking exercise,

dan rata-rata tekanan sistole pada hari ke-3 sebesar 133,57 mmHg, dan

rata-rata tekanan diastole sebesar 83 mmHg sesudah melakukan brisk

walking exercise. Hasil uji T sampel berpasangan menunjukkan ρ value =

0,000 pada tekanan darah sistole dan diastole sebelum dan sesudah

melakukan brisk walking exercise sehingga ada pengaruh brisk walking

exercise terhadap perubahan tekanan darah pada penderita hipertensi di

Desa Mojodadi Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto.

Jurnal ketiga pengaruh brisk walking exercise terhadap tekanan

darah pada lansia di boyolali oleh Anisa Suci Fadhilah, menunjukkan

penelitian ini adalah Quasy Eksperimental Design dengan rancangan

penelitian One Group Pretest-Posttest Design. Hasil : Hasil uji Wilcoxon

pada sampel didapatkan hasil untuk sistol (p)=0,000<0,05, sedangkan pada

diastole didapatkan hasil (p)=0,001<0,05 yang artinya terdapat pengaruh

Brisk Walking Exercise terhadap tekanan darah pada lansia yang

mengalami hipertensi

jurnal keempat berjudul pengaruh brisk walking terhadap

penurunan tekanan darah pada hipertensi kategori i di puskesmas ngesrep

oleh Diana, Dyah, menunjukkan bahwa Hasil penelitian sebelum dan


sesudah diberikan intervensi brisk walking exercise menunjukkan tekanan

darah mengalami penurunan.

Brisk walking exercise menurunkan rerata tekanan darah sistolik

sebesar 3.73 mmHg dan menurunkan rerata tekanan darah diastolik sebesar

2.86 mmHg. Kesimpulan daripenelitian ini, ada pengaruh brisk walking

exercise terhadap tekanan darah dibuktikan dengan adanya penurunan nilai

tekanan darah dari responden.

Jurnal kelima berjudul Pengaruh Olahraga Jalan Cepat dan Diet

terhadap Tekanan Darah Penderita Prahipertensi Pria oleh Kamal,

Kusmana,Hardinsyah,Setawan,Damanik,Setelah 2 bulan intervensi, berat

badan, indeks massa tubuh, visceral fat, body fat, lingkar perut, tekanan

darah sistolik dan diastolik, kolesterol serum dari semua kelompok

menurun secara signifikan. Penurunan tertinggi terjadi pada kelompok diet

DASHI-J dan olahraga jalan cepat dengan penurunan berat badan 4,18 kg,

indeks massa tubuh 1,50 kg/m , tekanan darah 12,00 mmHg/8,60 mmHg.

Diet DASHI-J dan olahraga jalan cepat berperan menurunkan berat badan,

indeks massa tubuh, serta tekanan darah sistolik dan diastolik.

Kesimpulan dari lima jurnal yang telah diambil oleh penulis yaitu

Brisk Walking Exercise terbukti efektif terhadap penurunan tekanan darah.

Sebagai pembuktian lebih jelasnya tentang peneliti jurnal, tujuan

penelitian, metodologi penelitian, maupun identitas jurnal. Berikut terdapat

pada Tabel 3.1


Tabel 3.1
Hasil Ekstraksi Penelitian Terkait
1. Sukarmin1,2* Tujuan penelitian ini eksperimen pengaruh brisk walking terhadap tekanan darah 1. STIKES
, Elly Nurachmah3 Adalah mengidentifikasi randomized menunjukkan adanya penurunan tekanan darah Muhammadiyah
, Dewi Gayatri3 pengaruh brisk walking control trial (RCT) setelah brisk walking exercise yaitu terjadi rerata Kudus, Keperawatan
exercise terhadap tekanan dengan pre and post penurunan tekanan sistolik 5,048 mmHg dan Medikal Bedah, Kudus
(2013) darah pasien hipertensi. control group diastolik rerata mengalami penurunan 4,429 mmHg 59316, Indonesia
design. pada kelompok ntervensi. Pengaruh brisk walking 2. Program Studi
PENURUNAN TEKANAN exercise terhadap kelompok intervensi ini tidak Magister, Fakultas
DARAH PADA PASIEN terpengaruh dengan target pencapaian nadi oleh Ilmu Keperawatan,
HIPERTENSI aktivitaslain. Hal tersebut ditunjukkan dari penelitian Universitas Indonesia,
MELALUI BRISK WALKING terhadap kebiasaan olahraga responden mendapatkan Depok 16424,
EXERCISE 3 responden (14,3%) kelompok intervensi dan 2 Indonesia
responden (9,5%) pada kelompok control yang 3. Fakultas Ilmu
melakukan olahraga rutin setiap minggu. Aktivitas Keperawatan,
sehari-hari yang meningkatkan denyut nadi seperti Universitas Indonesia,
naik sepeda ke tempat kerja, danjalan kaki ke tempat Depok 16424,
kerja. Indonesia

DOI :
10.1097/HCR.0b013
e3181a33379

2. Ika Sulistiyawati*, Lutfi Tujuan penelitian ini yaitu untuk Pre Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata Mahasiswa S1
Wahyuni, S.Kep.Ns., M.Kes**, mengetahui pengaruh brisk eksperimental tekanan sistole pada hari pertama sebesar 148,86 Keperawatan,
Heni Purwati, M.Keb *** walking exercise terhadap dengan pendekatan mmHg, dan rata-rata tekanan diastole sebesar 92,29
perubahan tekanan darah pada one group time mmHg sebelum melakukan brisk walking exercise, Dosen STIKES Bina Sehat
penderita hipertensi. series design dan rata-rata tekanan sistole pada hari ke-3 sebesar PPNI Mojokerto
(2018) 133,57 mmHg, dan rata-rata tekanan diastole ,
sebesar 83 mmHg sesudah melakukan brisk Dosen STIKES Bina Sehat
walking exercise. Hasil uji T sampel berpasangan PPNI Mojokerto
PENGARUH BRISK WALKING menunjukkan ρ value = 0,000 pada tekanan darah
EXERCISE TERHADAP sistole dan diastole sebelum dan sesudah melakukan
PERUBAHAN TEKANAN brisk walking exercise sehingga ada pengaruh brisk
DARAH PADAPENDERITA walking exercise terhadap perubahan tekanan darah
HIPERTENSI DI DESA pada penderita hipertensi di Desa Mojodadi
MOJODADI KECAMATAN Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto..
KEMLAGI
KABUPATEN MOJOKERTO
3. Anisa Suci Fadhilah Tujuan penelitian ini yaitu Quasy Hasil uji Wilcoxon pada sampel didapatkan hasil Program Studi Fisioterapi
Untuk mengetahui pengaruh EksperimentalDesig untuk sistol (p)=0,000<0,05, sedangkan pada Sekolah Tinggi Ilmu
(2018) Brisk Walking Exercise n dengan rancangan diastole didapatkan hasil (p)=0,001<0,05 yang Kesehatan „Aisyiyah
terhadap tekanan darah pada penelitian One artinya terdapat Surakarta
PENGARUH BRISK WALKING lansia yang mengalami Group Pretest- pengaruh Brisk Walking Exercise terhadap tekanan
EXERCISE TERHADAP hipertensi. Posttest Design. darah pada lansia yang mengalami hipertensi.
TEKANAN
DARAH PADA LANSIA DI
BOYOLALI
4. Ayu Diana Tujuan penelitian ini yaitu deskriptif dengan Hasil penelitian sebelum dan sesudah diberikan Mahasiswa Akademi
, Restuning Dyah 2 untuk mengetahui pengaruh pendekatan studi intervensi brisk walking exercise menunjukkan Keperawatan Widya
brisk walking exercise kasus tekanan darah mengalami penurunan. Brisk walking Husada Semarang
terhadap tekanan darah pada exercise menurunkan reratatekanan darah sistolik
(2017) penderita hipertensi kategori I sebesar 3.73 mmHg dan menurunkan rerata tekanan Dosen Akademi
di wilayah Puskesmas Ngesrep darah diastolik sebesar 2.86 mmHg. Kesimpulan dari keperawatan Widya Husada
Semarang. penelitian ini, ada pengaruh brisk walking exercise Semarang
PENGARUH BRISK WALKING terhadap tekanan darah dibuktikan dengan adanya
TERHADAP PENURUNAN penurunan nilai tekanan darah dari responden..
TEKANAN DARAH PADA
HIPERTENSI KATEGORI I DI
PUSKESMAS NGESREP

5. Mustafa Kamal* Dede Tujuan penelitian ini adalah Randomized Hasil penelitian ini yaitu setelah 2 bulan Fakultas Kedokteran
Kusmana* Hardinsyah** Budi Controlled intervensi, berat badan, indeks massa tubuh, visceral Universitas Indonesia Rumah
mengevaluasi diet dan olahraga
Setawan*** Rizal M. Trialt fat, body fat, lingkar perut, tekanan darah sistolik dan Sakit Umum Pusat Nasional
Damanik*** tersebut dengan desain penelitian diastolik, kolesterol serum dari semua kelompok Dr. Cipto Mangunkusumo,
menurun secara signifikan. Penurunan tertinggi
clinical trial terhadap 100 laki-
terjadi pada kelompok diet DASHI-J dan olahraga Ilmu Gizi Institut Pertanian
( 2013 ) laki berusia 25 – 55 tahun di PT jalan cepat dengan penurunan berat badan 4,18kg, Bogor,
indeks massa tubuh 1,50 kg/m , tekanan darah 12,00
Krama Yudha Ratu Motor.
mmHg/8,60 mmHg. Diet DASHI-J dan olahraga jalan FakultasEkologi Manusia
Pengaruh Olahraga Jalan Cepat dan cepat berperan menurunkan berat badan, indeks
Institut Pertanian Bogor
massa tubuh, serta tekanan darah sistolik dan
Diet terhadap Tekanan Darah diastolik.
Penderita Pra hipertensi Pria
B. Protokol Studi Kasus

1. Pemberian edukasi tentang penyakit Hipertensi dan Brisk Walking

Exercise

2. Informed Consent.

3. Mempersiapkan lembar observasi.

4. Mengkaji tanda-tanda vital klien terutama tekanan darah.

5. Standar Operasional Prosedur Brisk Walking

Exercise.

a.Persiapan Alat dan Bahan, lingkungan

Menggunakan pakaian dengan kriteria :

1) stopwatch

2) Tidak menghalangi gerakan, misalnya ketat atau terlalu kendur.

3) Menggunakan bahan yang mudah menyerap keringat (misal

katun, kaos).

4) Menggunakan sepatu olahraga atau sepatu datar supaya

tidak menghalangi peregangan betis.

Menggunakan lingkungan dengan kriteria:

1) Tempat yang luas supaya bisa bergerak bebas.

2) Ventilasi yang cukup atau tempat yang udara banyak dan segar.

3) Tenang dan bisa untukmerelaksasi.

b.Pelaksanaan

1) Persiapan klien dengan salam terapeutik dan menjelaskan

prosedur yang akan dilakukan dan meminta informed consent.

2) Mengkaji tanda-tanda vital terutama denyut jantung maksimum.

3) Pemanasan dan pendinginan


4) Latihan dimulai dengan postur berjalan, gerakan lengan tangan,

cara melangkahkan kaki, dengan kecepatan 4-6 km/jam selama

15-30 menit, dimulai dengan pemanasan.

5) Latihan dilakukan selama 2 minggu (4 kali per-minggu istirahat

2 hari).

6) Urutan gerakan adalah sebagai berikut:

Gerak 1 : Postur berjalan

 Berdiri tegak, jangan membungkukkan bahu atau punggung

 Jangan mencondongkan badan ke depan atau ke belakang

 Jaga pandangan mata ke depan

 Kepala dan dagu lurus ke depan sehingga tidak membuat otot

leher dan punggung jadi tegang

 Angkat bahu ke atas dan turunkan, lakukan gerakan ini

sekali-kali sambil berjalan

Gerak 2 : Gerakan lengan tangan

 Tekuk lengan tangan membentuk sudut 90 derajat (siku-siku)

dan kepal kedua tangan

 Gerakan satu lengan ke arah depan berlawan dengan kaki;

tangan kanan dengan kaki kiri bergerak maju

 Gerakan tangan maju dan mundur; kepalan tangan harus

sejajar dengan dada.


 Saat lengan tangan bergerak maju dan mundur, pertahankan

lengan terus menempel di sisi tubuh

 Jangan membawa apa pun di tangan saat jalan cepat

Gerak 3 : Cara melangkahkan kaki

 Saat melangkahkan kaki, pastikan tumit lebih dulu

menyentuh tanah

 Beri dorongan kuat pada ujung kaki

 Pastikan gerakan pinggul saat melangkah kaki tidak

mengubah posisi tubuh

 Ambil langkah cukup lebar, tapi jangan sampai terlalu lebar

yang bisa menyebabkan cedera. Melangkah terlalu sempit

juga membuat cepat lelah.

C. Karakteristik Kasus

1. Klien dengan Hipertensi Tingkat 1 (Tabel 3.2).

Tabel 3.2
Klasifikasi Hipertensi

Kategori TDS (mmHg) TDD (mmHg)


Normal < 120 <80
Pre-hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi tingkat 1 140-159 90-99
Hipertensi tingkat 2 ≥ 160 ≥ 100
Sumber : (Joint National Committee on Prevention Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure VII/JNC-VII, 2004)

2. Klien yang termasuk lansia usia 45-59 tahun.

3. Kontraindikasi: Klien pasca stroke, klien dengan hipertensi tidak

terkontrol, klien dengan kondisi cacat.

4. Klien tidak diperbolehkan mengonsumsi daging merah (sapi dan

kambing), makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi seperti


gorengan, makanan dengan jumlah garam, msg yang banyak seperti

makanan kemasan, minuman keras dan minuman kemasan seperti,

alcohol dan soft drink, serta makanan yang mengandung atau

bercampur margarin, mentega, mayonnaise dan keju yang banyak,

serta klien tidak boleh mengonsumsi obat antihipertensi.

D. Etika Studi Kasus

1. Hak untuk Self Determination

Klien diberikan hak untuk self determination, yaitu hak membuat

keputusan sendiri untuk menolak ataupun menerima berpartisipasi

dalam penerapan studi kasus ini, tanpa ada paksaan dari penulis.

2. Hak terhadap Privacy and Dignity

Klien diberikan hak terhadap privacy and dignity, yaitu hak

untuk dihargai tentang apa yang mereka lakukan dan apa yang

dilakukan terhadap mereka selama penerapan studi kasus

dilaksanakan.

3. Hak Anonimity and Confidentiality

Klien diberikan hak anonymity and confidentiality, yaitu hak

untuk dilindungi kerahasiannya atas keterlibatannya dalam studi kasus

ini, semua informasi yang didapat dari klien akan dijaga oleh penulis

sedemikian rupa sehingga informasi individual tertentu tidak akan

dipublikasikan ke khalayak umum dan penulis menguraikan data tanpa

mengungkapkan identitas klien.

4. Hak untuk mendapatkan penanganan yang adil

Klien diberikan hak untuk mendapatkan penanganan yang adil,

yaitu klien mendapatkan hak yang sama untuk dipilih atau terlibat

dalam studi tanpa diskriminasi dan diberikan penanganan yang sama


dengan menghormati persetujuan yang disepakati selama proses studi

kasus diterapkan

5. Hak terhadap perlindungan dari ketidaknyamanan atau kerugian

Klien diberikan hak terhadap perlindungan dari ketidaknyamanan

atau kerugian, yaitu klien dilindungi dari eksploitasi, dan penulis akan

menjamin bahwa semua usaha dilakukan untuk meminimalkan bahaya

atau kerugian dari studi kasus yang diterapkan, dan memaksimalkan

manfaat dari studi kasus tersebut.

Anda mungkin juga menyukai