LP Anemia
LP Anemia
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar
hemoglobin (Hb) atau hematokrit (Ht) dibawah normal. Anemia menunjukkan
suatu status penyakit atau perubahan fungsi tubuh (Smeltzer, 2001). Anemia
merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang
beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan
tubuh. Secara laboratoris, anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar
hemoglobin serta hitung eritrosit dan hematokrit di bawah normal (Handayani
& Andi, 2008).
Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit, atau praktik klinik pada
umumnya dinyatakan anemia bila terdapat nilai sebagai berikut (Handayani &
Andi, 2008):
Hb < 10 gr/dl
Hematokrit < 30%
Eritrosit < 2,8 juta/mm2
Derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat anemia yang
umum dipakai adalah (Handayani & Andi, 2008):
Ringan sekali Hb 10 gr/dl – 13 gr/dl
Ringan Hb 8 gr/dl – 9,9 gr/dl
Sedang Hb 6 gr/dl – 7,9 dr/dl
Berat Hb < 6 gr/dl
2.2 Klasifikasi
Menurut Baughman (2000), klasifikasi anemia adalah:
1. Anemia Aplastik
Anemia aplastik (hipoproliferatif) disebabkan oleh penurunan pada
prekusor sel-sel sumsum tulang dan penggantian sumsum dengan lemak.
Anemia ini dapat disebabkan oleh kongenital atau didapat, idiopati
akibat dari infeksi tertentu, obat-obatan dan zat kimia, serta kerusakan
akibat radiasi. Penyembuhan sempurna dan cepat mungkin dapat
diantisipasi jika pemajanan pada pasien dihentikan secara dini. Jika
pemajanan tetap berlangsung setelah terjadi tanda-tanda hipoplasi,
depresi sumsum tulang hampir dapat berkembang menjadi gagal
sumsum tulang dan irreversible.
2. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah kondisi dimana kandungan besi dalam
tubuh menurun dibawah kadar normal. Zat besi yang tidak adekuat
menyebabkan berkurangnya sintesis Hb sehingga menghambat proses
pematangan eritrosit. Ini merupakan tipe anemia yang paling umum.
Anemia ini dapat ditemukan pada pria dan wanita pasca menopause
karena perdarahan (misal, ulkus, gastritis, tumor gastrointestinal),
malabsopsi atau diit sangat tinggi serat (mencegah absorpsi besi).
Alkoholisme kronis juga dapat menyebabkan masukan besi yang tidak
adekuat dan kehilangan besi melalui darah dari saluran gastrointestinal.
3. Anemia Megaloblastik (Defisiensi Vitamin B12 dan Defisiensi Asam
Folat)
Anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam
folat memperlihatkan perubahan-perubahan sumsum tulang dan darah
perifer yang identik. Defisiensi vitamin B12 sangat jarang terjadi tetapi
dapat terjadi akibat ketidakadekuatan masukan pada vegetarian yang
ketat, kegagalan absorpsi saluran gantrointestinal, penyakit yang
melibatkan ilium atau pankreas yang dapat merusak absorpsi vitamin
B12. Tanpa pengobatan pasien akan meninggal setelah beberapa tahun,
biasanya akibat gagal jantung kongesti sekunder akibat dari anemia.
Sedangkan defisiensi asam folat terjadi karena asupan makanan yang
kurang gizi asam folat, terutama dapat ditemukan pada orang tua,
individu yang jarang makan sayuran dan buah, alkoholisme, anoreksia
nervosa, pasien hemodialisis.
4. Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitik berat yang diakibatkan oleh
defek molekul Hb dan berkenaan dengan serangan nyeri. Anemia ini
ditemukan terutama pada orang Mediterania dan populasi di Afrika,
serta terutama pada orang-orang kulit hitam. Anemia sel sabit merupaka
gangguan resesif otosom yang disebabkan oleh pewarisan dua salinan
gen hemoglobin defektis, satu buah dari masing-masing orang tua.
Hemoglobin yang cacat itu disebut hemoglobin S (HbS), menjadi kaku
dan membentuk konfigurasi seperti sabit apabila terpajan oksigen
berkadar rendah.
5. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses
hemolysis, yaitu pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum
waktunya. Anemia hemolitik adalah jenis yang tidak sering dijumpai,
tetapi bila dijumpai memerlukan pendekatan diagnostik yang tepat.
Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh anemia sel sabit, malaria,
penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, dan reaksi transfuse.
2.3 Etiologi
Menurut Price & Wilson (2005) penyebab anemia dapat dikelompokan
sebagai berikut:
1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:
a. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemi difisiensi Fe,
Thalasemia, dan anemi infeksi kronik.
b. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat
menimbulkan anemi pernisiosa dan anemi asam folat.
c. Fungsi sel induk (stem sel) terganggu , sehingga dapat menimbulkan
anemia aplastik dan leukemia.
d. Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.
2. Kehilangan darah
a. Akut karena perdarahan atau trauma atau kecelakaan yang terjadi
secara mendadak.
b. Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.
3. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis)
Hemolisis dapat terjadi karena:
a. Faktor bawaan, misalnya, kekurangan enzim G6PD (untuk mencegah
kerusakan eritrosit.
b. Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak
eritrosit misalnya, ureum pada darah karena gangguan ginjal atau
penggunaan obat acetosal.
4. Bahan baku untuk pembentukan eritrosit tidak ada
Bahan baku yang dimaksud adalah protein , asam folat, vitamin B12, dan
mineral Fe. Sebagian besar anemia anak disebabkan oleh kekurangan satu
atau lebih zat gizi esensial (zat besi, asam folat, B12) yang digunakan
dalam pembentukan sel-sel darah merah. Anemia bisa juga disebabkan
oleh kondisi lain seperti penyakit malaria, infeksi cacing tambang.
2.4 Tanda Gejala
Menurut Baughman (2000), tanda dan gejala dari anemia, meliputi:
1. Lemah, Letih, Lesu, Lelah, Lunglai (5L).
2. Sering mengeluhkan pusing dan mata berkunang-kunang.
3. Gejala lebih lanjut, adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak
tangan menjadi pucat.
Sedangkan menurut Handayani & Andi (2008), tanda dan gejala anemia
dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu sebagai berikut:
1. Gejala umum anemia
Gejala umum anemia atau dapat disebur juga sindrom anemia adalah
gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar Hb yang sudah
menurun di bawah titik tertentu. Gejala-gejala tersebut dapat
diklasifikasikan menurut organ yang terkena, yaitu:
Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak
nafas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilatas, lesu, serta perasaan
dingin pada ekstremitas.
Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit
menurun, serta rambut tipis dan halus.
2. Gejala khas masing-masing anemia
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah
sebagai berikut:
Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis, keletihan, kebas dan kesemutan pada ekstremitas
Anemia defisiensi asam folat: lidah merah (buffy tongue).
Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda
infeksi.
3. Gejala akibat penyakit yang mendasari
Gejala ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia
tersbut. Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi
cacing tambang berat akan menimbulkan gejala seperti pembesaran
parotis dan telapak tangan berwatna kuning seperti jerami.
2.5 Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang
atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan
sumsum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi
tumor, atau akibat penyebab yang tidak diketahui. Lisis sel darah merah terjadi
dalam sel fagositik atau dalam sistem retikulo endothelial, terutama dalam hati
dan limpa. Sebagai hasil sampingan dari proses tersebut, bilirubin yang
terbentuk dalam fagositi akan memasuki aliran darah. Apabila sel darah merah
mengalami penghancuran dalam sirkulasi, maka hemoglobin akan muncul
dalam plasma. Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin
plasma, makan hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke
dalam urin. Pada dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal, yaitu anoksia
organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh
darah ke jaringan dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia.
Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulkan gejala yang disebut
sindrom anemia (Handayani & Andi, 2008).
A. Pengkajian
1. Cakupkan informasi tentang obat yang dapat menekan aktivitas sumsum
tulang atau mengganggu metabolism folat.
2. Tanyakan tentang semua kemungkinan kehilangan darah yang terjadi,
seperti menstruasi dengan darah yang banyak, terdapat darah dalam
feses.
3. Tanyakan riwayat keluarga mengenai anemia yang diturunkan.
4. Tanyakan tentang kebiasaan diit terhadap defisiensi nutrisi, seperti zat
besi, vitamin B12, dan asam folat.
5. Kaji terhadap peningkatan beban jantung:
Takikardia, palpitasi, dispneu.
Pusing, ortopneu, dispneu karena aktivitas fisik.
6. Kaji terhadap gagal jantung kongestif:
Kardiomegali.
Hepatomegali.
Edema perifer.
7. Kaji terhadap defisit neurologis
Parestesia dan kebas perifer.
Ataksia dan koordinasi yang buruk.
Kekacauan mental.
8. Kaji terhadap fungsi gastrointestinal
Mual dan muntah.
Diare.
Anoreksia.
Glositis.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d perubahan ikatan O2
dengan Hb, penurunan konsentrasi Hb dalam darah.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d inadekuat
intake makanan.
3. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.
4. Disfungsi motilitas gastrointestinal b.d penurunan gerakan peristaltic
usus.
5. Pengabaian diri b.d ketidakmampuan dalam memenuhi ADL.
C. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, intervensi:
Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul.
Monitor adanya paretese.
Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau
laserasi.
Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung.
Monitor adanya tromboplebitis.
Monitor kemampuan BAB.
Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik sesuai kebutuhan.
Handayani, W., Andi, S. H. (2008). Buku ajar asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan siste hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Rokim, K. F., Eka, Y., Firdaus, W. (2014). Hubungan usia dan status nutrisi
terhadap kejadian anemia pada pasien kanker kolorektal. (Karya Tulis
Ilmiah). Malang: Universitas Diponegoro.